Catatan metodologis

Catatan metodologis

Studi ini dilakukan pada tahun 2002 sehingga perlu disadari bahwa apa yang penulis paparkan melalui tulisan ini sudah menga- lami banyak perubahan dalam realitas sosial kontemporer 1 . Keter- batasan lain adalah studi ini hanya terfokus pada pekerja seks laki- laki di panti pijat, sehingga kurang melukiskan keragaman warna dari pekerja seks laki-laki lainnya (bar/diskotik, jalanan, pusat ke-

1 Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian tentang perilaku seksual dan resiko seksual di kalangan LSL yang didukung oleh Family Health International-Aksi Stop AIDS (FHI-ASA) pada tahun 2002. Penulis berterima kasih kepada anggota tim peneliti yang melakukan wawancara mendalam kepada para informan. Seluruh tanggung jawab akademik terkait dengan tulisan ini ada sepenuhnya pada penulis.

74 Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011

Tentang Pekerja Seks Laki-Laki dan Pasangan Seksualnya bugaran, dunia maya, atau lainnya). Studi ini merupakan studi

pendahuluan untuk mengeksplorasi dunia pelacuran laki-laki yang relatif masih sangat terbatas.

Tim peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 15 pekerja seks laki-laki (PSL) di Jakarta. Hal yang menjadi persoalan dalam penelitian ini adalah tingkat sensitifi tasnya yang tinggi un- tuk memulai pengidentifi kasian keberadaan mereka. Langkah per- tama untuk mendapatkan calon informan adalah melalui sebuah LSM yang mulai menjangkau PSL khususnya yang berada di panti- panti pijat. Tim peneliti direkomendasikan beberapa nama PSL yang mungkin bisa diwawancarai dan juga diperkenalkan lang- sung kepada mereka. Selanjutnya, pewawancara menggunakan teknik snowball melalui PSL yang sudah diwawancarai atau pun teman-teman yang mengenal dan mengetahui keberadaan PSL. Tempat-tempat umum di mana mereka biasa mangkal, nongkrong bersosialisasi bahkan bernegosiasi menjadi tempat pengamatan tim pewawancara untuk mengetahui keberadaan mereka.

Kami juga mewawancarai pasangan tetap dan klien dari PSL. Identifi kasi awal klien/pasangan PSL adalah melalui bebera- pa informan PSL yang telah kami wawancarai sebelumnya. Kami meminta bantuan mereka untuk mencarikan klien yang bersedia diwawancarai. Namun setelah 2 minggu sejak tim peneliti men- ghubungi mereka, tidak ada satu pun klien yang diperoleh untuk diwawancarai. Sementara ada 3 pasangan tetap (regular partner) PSL yang berhasil diwawancarai, yaitu 2 perempuan dan 1 laki- laki. Akhirnya tim peneliti mencari klien PSL melalui teman-teman yang mungkin mengetahui keberadaan mereka. Kami juga menda- tangi beberapa panti pijat, tetapi pengelola panti pijat umumnya berkeberatan apabila kami melakukan wawancara terhadap klien yang datang ke tempat tersebut. Beberapa klien kami dapatkan di sebuah salon berdasarkan informasi yang kami terima dari teman. Dari aspek usia, rentang usia 15 informan yang berpartisipasi da- lam penelitian ini cukup besar, yaitu termuda berusia 20 tahun dan tertua berusia 60 tahun.

Tempat-tempat umum seperti restoran, rumah makan dan taman, atau rumah dari teman informan menjadi tempat dilaku- kannya wawancara. Semuanya dilaksanakan dengan memperhati- kan kenyamanan wawancara agar privasi tetap terjaga. Wawancara dilakukan biasanya pada saat siang atau sore hari karena menye- suaikan dengan waktu senggang para informan. Setiap wawancara

Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011 75

Irwan M. Hidayana

mendalam menghabiskan waktu 90-120 menit, walaupun terkadang bisa lebih lama. Wawancara terhadap satu informan bisa dilakukan lebih dari 1 kali tergantung pada kedalaman informasi yang diper- oleh pada saat wawancara pertama dilakukan. Seluruh percakapan direkam ke dalam kaset untuk kemudian ditranskripsikan secara verbatim oleh pewawancara.

Kucing : 2 Siapakah mereka?

Lima belas informan yang dipilih secara acak, keseluruhannya berusia tidak lebih dari 30 tahun. Roger–-yang mengaku punya pacar laki-laki yang bekerja di salon—adalah informan termuda, berusia 19 tahun, yang mulai menjajakan diri sekitar bulan April tahun 2002. Meski relatif baru memasuki dunia seks, ia mempunyai riwayat seksual yang sudah cukup lama. Pada usia 11 tahun atau ketika kelas 5 SD, ia sudah melakukan aktivitas seksual dengan pria meski tidak terlalu intim. Menurut pengakuannya, saat itu ia sama sekali tidak mengerti apa itu hubungan seks, tetapi ia mengakui bahwa semenjak kecil ia memang mempunyai kecenderungan lebih menyukai laki-laki dibandingkan perempuan. ”Saya suka laki-la- ki…saya sama perempuan sekedar suka aja…, tapi kalo seks saya nggak…nggak tahu deh…nggak bisa kali ya,…nggak nafsu,“ tutur Roger. Tiga informan lain yaitu Yosa, Vikto, dan Inung juga mem- punyai riwayat yang sama ketika pertama kali berhubungan seks, yaitu dengan laki-laki.

Meski mempunyai riwayat yang sama, masing-masing mer- eka mengidentifi kasi dirinya berbeda satu sama lain. Roger men- ganggap dirinya adalah seorang gay, yaitu laki-laki yang suka laki-laki. Ini berbeda dengan Inung yang menganggap dirinya adalah seorang biseksual karena saat ini tidak hanya laki-laki yang ia layani, tetapi juga perempuan. Lain halnya dengan Vikto yang menganggap identitas dirinya tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. “Kadang tamu itu diperlakukan sebagai perempuan, ya saya harus sebagai laki-laki,” jelas Vikto.

Sekalipun demikian, Vikto mengakui bahwa peran yang di- mainkan dalam pekerjaannya sebagai pekerja seks lebih banyak menjadi laki-laki dibanding menjadi perempuan. Sedangkan Yosa menganggap dirinya adalah seorang homoseksual tetapi bukan

2 Kucing adalah istilah yang biasa digunakan terutama di kalangan gay un- tuk menyebut pekerja seks laki-laki

76 Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011

Tentang Pekerja Seks Laki-Laki dan Pasangan Seksualnya gay, karena menurutnya, gay adalah laki-laki yang lebih bersi-

fat feminin sedangkan dirinya tidak tampak feminin. Tetapi dalam konteks pekerjaan, Yosa mengakui peranannya bisa sebagai laki- laki atau perempuan.

Di bawah ini sedikit cuplikan wawancara dengan Yosa. Yosa

: Tergantung. Kadang kalau klien kita itu lebih feminin, ya kita jadi laki-laki. Pewawancara : Kalau dengan pasangan tetap kamu yang sekarang ini, bagaimana kamu mengidenti- fi kasikan diri?

Yosa : Saya perempuan. Karena saya perhatiannya lebih ada, lebih gitu ya dan dia lebih kewibawaan.

Akan halnya sebelas informan lain, semuanya mengakui pertama kali berhubungan seks dengan perempuan. Tiga orang di antaranya, Wisnu, Noer, dan Wicak, adalah informan yang sampai saat ini mengidentifi kasi dirinya sebagai laki-laki sejati, meski pun mereka saat ini harus melayani laki-laki. Wisnu dan Wicak sampai saat ini mempunyai pacar perempuan, sedangkan Noer mempu- nyai seorang istri yang hingga sekarang tidak mengetahui peker- jaannya sebagai pemuas kebutuhan seks laki-laki. Wicak yang tidak pernah mau ditempong 3 oleh kliennya mengatakan,

…karena saya merasa… alasannya kalo saya bisa ‘ditem’ be- rarti saya sesuai dong…ehm… karena berhubung saya ngga bisa ‘ngetem’… jadi saya bilang bahwa saya adalah sebagai laki-laki.... kalo laki-laki ya orang yang mempunyai vital dan punya kepribadian bahwa dia itu tetep suka ke seorang wan- ita. Cuman itu yang saya tau….

Bagi ketiganya, melayani laki-laki sebagaimana yang mereka lakukan saat ini adalah tuntutan pekerjaan, karena dari sanalah mereka memperoleh na fk ah untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sofyan—berasal dari Solo dan baru 3 bulan bekerja di panti

3 Ditempong adalah istilah yang biasa digunakan oleh komunitas gay dan waria yang artinya dianal atau disemburit. Bentuk aktifnya adalah menempong yang berarti menganal atau menyemburit.

Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011 77

Irwan M. Hidayana

pijat—secara lugas berkata, “Simpel aja, karena saya butuh uang, biaya hidup untuk makan sehari-hari dan uang tabungan saya, walaupun saya tahu itu risikonya sangat tinggi.” Ucapan Sofyan tersebut menyiratkan deseksualisasi dari seks itu sendiri. Sebagian PSL memandang bahwa melayani hasrat seksual laki-laki yang menjadi kliennya bukanlah ’seks’.

Dari delapan informan yang lain, lima di antaranya mengaku bahwa dirinya menjadi biseksual setelah mereka bekerja secara tetap memberikan pelayanan seksual kepada laki-laki. Sementara, tiga lainnya yang mengaku sebagai biseksual mengungkapkan bah- wa kecenderungan untuk berhubungan dengan laki-laki karena mereka memang sebelumnya menyukai perempuan dan laki-laki, dan mereka juga sudah merasakan hubungan sejenis ketika mereka masih di bangku sekolah serta saat mereka sudah bekerja.

Dari sini bisa dilihat bahwa identitas seksual seseorang tidak sesederhana yang diperkirakan. Bahkan, pada orang-orang yang biasa dianggap jelas identitas seksualnya oleh orang-orang di sekitarnya pun realitasnya sangat kompleks. Identitas seksual ses- eorang bersifat cair. Pengidentifi kasian diri para informan tersebut perlu dipahami bukan sebagai identitas yang tetap dan pasti kar- ena identitas tidak selalu berarti siapa dirimu tetapi juga apa yang kamu lakukan dan dalam konteks sosial apa identitas itu terbentuk (Khan 1998, 195).

Dari variabel usia, riwayat seksual dan pengidentifi kasian diri jelas bahwa tidak semua pekerja seks laki-laki yang dalam peker- jaannya lebih banyak melayani laki-laki sesungguhnya mempunyai kecenderungan awal untuk suka dengan laki-laki. Motif ekonomi pada kenyataannya memang berperan sebagai faktor yang mendor- ong mereka menjadi pekerja seks. Alasan itu juga terungkap lewat informan yang memang sejak awal mempunyai kecenderungan un- tuk menyukai laki-laki.