Fenomena Penggunaan Jaringan Sosial Online/ Internet

Fenomena Penggunaan Jaringan Sosial Online/ Internet

Satu ciri penting yang sedang membuat perubahan adalah penggunaan internet sebagai alat untuk memperlebar jaringan sek- sual dan memperkuat identitas seksual secara kolektif. Tersedianya jaringan internet dan telepon seluler telah memungkinkan terbu- kanya ruang baru bagi mereka untuk mendapatkan teman dan pasangan seksual, baik di kota Jayapura maupun tempat-tempat lain di Papua dan Indonesia. Meskipun tidak mengidentifi kasi diri sebagai seorang homoseks, hampir 75% dari responden itu kini

Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011 113

Iskandar P. Nugraha dan Maimunah Munir

menggunakan internet dan telepon seluler untuk mencari pasan- gan seksual mereka. Internet tampaknya telah menghubungkan mereka dengan pribadi-pribadi lain. Alat komunikasi modern itu juga membuat mereka mengenal diskursus homoseksualitas dan identitas homoseksualitas sehingga konsep-konsep yang semula abstrak itu kini lebih mudah dibayangkan. Situs-situs LSL online mengikutsertakan Jayapura yang dianggap menumbuhkan sense lokalitas mereka.

“Sekarang dengan adanya fesbuk jadi makin terbuka. Misal- nya ada kekhususan di kelompok Jayapura, di Abepura dan lain-lain. Sekarang cha tt ing di GIM dan Friendster tidak sep- opuler di FB. Dari sini bisa kontak ke Yahoo… FB sekarang penting sekali.”

Berbeda dengan jaringan sosial/seksual tradisional, jaringan ini memungkinkan seseorang menemukan pasangan seksual yang tidak saja instan, tapi juga sesuai dengan keinginan-keinginan yang lebih spesifi k, seperti tipe yang diinginkan, tempat kontak yang lebih jelas, dan seterusnya. Lewat cara ini, sepertinya terbentuk suatu kesadaran identitas seksual mereka sebagai homoseks, teru- tama bagi responden lokal yang sebenarnya fl eksibel dengan sek- sualitasnya. Dengan sarana teknologi modern, Jayapura kini makin terhubung dengan tempat-tempat lain di Papua, seperti Serui, Ma- nokwari, Sorong Biak, Babo dan Merauke, Boven Digoel, selain juga dengan wilayah lain di Indonesia.

Masuknya teknologi informasi di Papua jelas memfasilitasi “kesenangan seksual,” menghilangkan peran “go between” (peran- tara seks) dan memungkinkan pertemuan seksual bisa dilakukan dengan lebih mudah, bisa direncanakan, lebih murah dan tetap

terjaga kerahasiaannya. 7 Justru lewat internet, yaitu online cha tt ing (sebelum penggunaan jaringan sosial media menggejala) keberadaan calon responden diketahui dan dari sini mereka menghubungkan pada kontak-kontak di jaringan tradisional yang dikenal.

Kini dengan makin kuatnya penggunan jaringan media so- sial, baik lokal maupun pendatang, mereka makin membuka diri dan membentuk kelompok-kelompok yang mengkhususkan mere- ka pada tempat-tempat yang jelas di Jayapura atau Papua. Aktivitas

7 Sarah (2008).

114 Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011

Dinamika Kehidupan Seksual Kelompok LSL di Jayapura Papua penggunaaan internet secara tidak langsung ikut mempengaruhi

jaringan sosial dan seksual mereka. Apalagi karena adanya kebi- asaan berbagi kontak dilakukan dan dimudahkan dengan tersedi- anya jaringan telepon seluler yang makin menjadi pemandangan umum di Papua, khususnya di Jayapura. Tampaknya penggunaan teknologi komunikasi menjadi satu kunci baru pada lanskap seksu- alitas yang tengah berubah-berubah di Jayapura, seperti fenomena- fenomena di perkotaan Indonesia lainnya.

“Mereka ketemu lewat kenalan-kenalan yang kasih nomor- nomor kontak. Tukang ojek juga bisa jadi informan. Malahan beberapa bisa dirayu untuk main. Banyak orang yang saya tahu bagikan kontak HP ke orang lain. Orang yang dapat kontak baru biasanya langsung dihubungi sama orang lain. Kita nggak tahu itu dapat dari mana dan mereka tidak akan ngaku.”

Terungkap bahwa internet telah berfungsi menjadi perantara langsung maupun tidak langsung untuk mengikutsertakan kelom- pok-kelompok yang tidak menggunakan internet, kelompok yang berusia lebih tua. Jaringan seksual tradisional masih tetap hidup dan memiliki daya tarik yang tidak tergantikan oleh jaringan virtu- al, namun dengan adanya internet, keberadaannya justru diperkuat berkat akumulasi kontak yang sekarang bisa tersebar lebih cepat dan meluas.

Jaringan seksual online yang maya ternyata telah pula men- jadi jembatan bagi pertemuan informasi-informasi mengenai sek- sualitas dan sarana tukar-menukar pengalaman individu-individu sehingga tampak telah turut memfasilitasi tumbuhnya proses aku- mulasi identitas seksual yang diimajinasikan untuk tumbuh. Pada beberapa informan, homoseksualitas bukan lagi dipandang sebagai persoalan sosial. Lewat medium ini beberapa dari mereka kemu- dian mengakui dapat belajar, sharing dan bertukar pikiran dengan sesamanya dan dapat membentuk kelompok pertemanan LSL. Tidak semua melakukan hal tersebut, namun beberapa dari mer- eka mulai menganggap keberadaan forum seperti itu menentukan keputusan mereka.

Berbagai situs yang dapat diakses, online cha tt ing dan jejaring sosial seperti halnya facebook, MIRC, Manjam dan seterusnya, telah semakin umum digunakan responden penelitian ini. Menariknya,

Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011 115

Iskandar P. Nugraha dan Maimunah Munir

responden yang telah menggunakan situs internet dan dari latar belakang lokal ini adalah mereka yang belum tentu mengetahui jar- ingan seksual tradisional. Artinya, masuk ke dalam jaringan maya seolah suatu kebutuhan mengetahui keberadaan mereka dalam sense atas suatu komunitas.

“Kalo di FB ‘kan kenalan dulu, dari SMS-an kelihatan, banyak teman cha tt ing di Indonesia, bisa digunakan untuk curhat, masalah macam-macam dan bukan seks aja.”

Pengguna internet dari Jayapura selanjutnya telah ikut me- nambahkan aspek lokalitas pada jejaring sosial media itu, dengan membentuk grup-grup mereka sendiri. Jaringan seperti ini diang- gap telah makin memperkuat identitas dan sedikit banyak mem- buka visi atas kemungkinan mereka untuk memahami LSL di luar dikotomi maskulinitas-femininitas. Sejumlah kegiatan kemudian terbentuk, dilakukan bersama-sama dalam semangat identitas sek- sual yang sama. Upaya ini dianggap telah membantu mereka da- lam mengekspresikan diri melawan tekanan norma dan keluarga. Ketika penelitian ini dilakukan, ada tiga kelompok yang terbentuk dan perekatnya masih berdasar pada latar belakang kepercayaan/ agama, etnisitas atau latar belakang pendidikan/pekerjaan mereka. Tampaklah bahwa semakin mereka terlibat bersama-sama, secara tidak langsung keinginan-keinginan mereka semakin dapat terarti- kulasi. Antara kelompok yang satu dan yang lain pun tidak selalu memiliki keinginan untuk bersatu. Menarik dicermati bahwa iden- titas seksual yang terbentuk menjadi lebih kuat justru ketika unsur umum, seperti, kekeluargaan, pertemanan, dan ikatan etnis, turut disematkan. Artinya, identitas seksual dalam kelompok LSL men- jadi kuat setelah simbol-simbol seperti itu diangkat.

Memang terdapat upaya menyatukan kelompok-kelompok yang terbentuk menjadi satu organisasi yang lebih luas, yang dapat dikoordinir guna merespon epidemi HIV dan AIDS. Pertemuan- pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi seperti PKBI dan BKKBN sudah dimulai. Di antara mereka, ada yang aktif sebagai aktivis sukarelawan (misalnya terlibat jasa penjangkauan), seka- lipun aktivis ini berasal dari kelompok pendatang. Meski demikian, hal ini menunjukkan bahwa di kota Jayapura sedang terjadi suatu penguatan identitas kolektif mereka, di mana akses internet telah menjadi penghubung tibanya mereka pada identitas, seperti yang

116 Jurnal Gandrung Vol.2 No.1 Juni 2011

Dinamika Kehidupan Seksual Kelompok LSL di Jayapura Papua dicerminkan pada munculnya kebutuhan tergabung pada suatu ko-

munitas. Untuk membuat kelompok yang lebih besar, tampaknya masih akan lebih sulit, lagi-lagi karena persoalan keterbukaan iden- titas asli mereka yang harus dihindari. Satu responden mengatakan bila kegiatan-kegiatan hanya menekankan isu HIV, mereka tidak akan masuk. Alasannya adalah bahwa keterlibatan pada forum-fo- rum pertemuan seperti ini sering disalah-artikan dan diasosiasikan dengan status HIV, sesuatu yang mereka harus hindari.