BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Secara etimologi sastra berasal dari bahasa latin, yakni littera yang berarti tulisan, dimana istilah sastra ini dapat dipakai untuk menunjukkan gejala budaya yang
dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan Soeratno dalam Pradopo,
2001:9. Namun jika dilihat dari sisi hubungan antara seni dan tulisannya, maka sastra
dapat dikategorikan sebagai kegiatan antara ekspresi dan penciptaan. Oleh karena alasan inilah maka sastra mengandung banyak unsur kemanusiaan, khususnya
perasaan, semangat, kepercayaan dan keyakinan yang diungkapkan, sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Ciri khas pengungkapan bentuk dalam sastra adalah
bahasa. Bahasa bisa disampaikan dalam berbagai wujud, misalnya wujud warna, suara, bunyi dan gambar. Sastra menurut Jacob Sumardjo dan Saini K.M 1997:3
adalah sebagai berikut: “ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan,
ide, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa”.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Welleck dan Austin 1997:3, bahwa sastra merupakan kegiatan kreatif sebuah karya seni. Hal inilah yang mengharuskan
sastra untuk mampu memunculkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia dan tidak hanya merupakan media atau
Universitas Sumatera Utara
sarana untuk menyampaikan ide, pemikiran, dan hukum yang mutlak dari si pemilik karya sastra tersebut.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Boulton dalam Aminuddin 2000:37 mengungkapkan, bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan dan
paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin,
baik berhubungan dengan masalah keuangan kompleksitas kehidupan ini. Karya sastra dalam kesusastraan dibedakan dalam berbagai jenis, dan masing-
masing jenis memiliki watak dan bentuk yang berbeda-beda. Setiap unsur memiliki pola yang berbeda sehingga pada akhirnya membentuk tujuan yang berbeda-beda
pula. Karya sastra dapat dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Istilah fiksi dalam pengertian ini
berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal ini disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran kepada kebenaran sejarah Abrams dalam
Nurgiyantoro, 1993:2. Prosa kemudian terbagi lagi ke dalam jenis novel, cerita pendek dan roman.
Secara khusus, novel menurut Abrams dalam Nurgiyantoro 1998:9 berasal dari bahasa Italia yaitu Novella, yang jika dilihat secara harafiah berarti “ sebuah
barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Menurut Nurgiyantoro 1998:4 novel sebagai sebuah karya fiksi
menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa,
Universitas Sumatera Utara
plot, tokoh, dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain, yang kesemuanya tentu saja bersifat imajinatif.
Berdasarkan pengertian di atas, novel merupakan cerita rekaan atau khayalan, disebabkan novel itu tidak berdasarkan pada kebenaran sejarah. Dalam novel
menceritakan tentang berbagai masalah kehidupan manusia, yaitu bagaimana interaksi dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri, serta
interaksinya dengan Tuhan. Bila berbicara tentang kehidupan dan pengalaman manusia, sebuah novel tidak terlalu asing dengan kehidupan sebagaimana yang kita
kenal atau kita alami. Namun dalam ceritanya, sebuah karya fiksi seperti novel tidak sama betul dengan kehidupan, apa yang diceritakan dalam fiksi mungkin tidak pernah
terjadi dan tidak akan pernah terjadi Semi, 1993:31 Sedangkan menurut Jacob Sumardjo 1991:11-12, novel adalah genre sastra
yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, novel juga mengandung unsur pemikat dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.
Jadi, dalam novel terdapat bahasa sastra yang berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca.
Di Jepang sendiri, sebagai salah satu negara yang memiliki karya-karya sastra yang terkenal di dunia, juga mengenal novel sebagai salah satu genre sastranya.
Dalam bahasa Jepang novel disebut dengan shosetsu. Pengertian shosetsu menurut Kawabara Takeo dalam Muhamad Pujiono 2002:3 adalah novel yang
menggambarkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat yang lebih menitikberatkan kepada tokoh manusia peran di dalam karangannya daripada
kejadiannya.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hasil karya sastra yang berupa novel adalah novel yang berjudul
“Across The Nightingale Floor” yang ditulis oleh Lian Hearn. Novel ini
menceritakan tentang perebutan kekuasaan antar klan suku atau kelompok samurai, yaitu klan otori, kaum samurai yang berasal dari kaum atau klan otori yang
memperjuangkan tanah kekuasaannya di tengah-tengah perebutan kekuasaan yang sedang terjadi antar klan pada awal abad 17 sampai akhir abad 18.
Novel ini secara rinci menceritakan tentang kehidupan seorang samurai, mulai dari kehidupannya yang biasa-biasa saja, kemudian secara kebetulan
menemukan jati dirinya yang sebenarnya sampai dia menjadi penguasa Jepang pada awal abad 17 sampai akhir abad 18.
Awal penceritaan kisah klan otori ini dimulai saat seorang pemuda yang tinggal diantara kaum Heiden yang bernama Tomasu menemukan kehidupannya yang
tiba-tiba berubah pada suatu hari. Ketika Ia pergi ke hutan yang berada di sekeliling desanya, saat itu sedang terjadi pembantaian yang dilakukan oleh Iida Sadamu.
Maklum saja, pada awal abad 17 sampai akhir abad 18 ini sedang terjadi pelebaran daerah kekuasaan oleh kaum-kaum yang berkuasa walaupun dengan menempuh cara
memusnahkan kaum-kaum yang ada. Hal ini dilakukan agar nantinya tidak ada sisa- sisa kaum yang dibantai yang mempunyai kesempatan untuk membalas dendam
terhadap kaum yang membantai. Pemuda yang beruntung lepas dari pembantaian kaumnya itu bernama Tomasu. Saat bersembunyi dari kejauhan untuk melihat
koindisi desanya, Ia ditolong oleh Lord Otori Shigeru, yang di kemudian hari ia ketahui sebagai pamannya.
Universitas Sumatera Utara
Tomasu merupakan anak yang memiliki darah dari 3 klan yang berbeda. Ayahnya berasal dari kaum Kikuta, ibunya dari kaum Heiden, sedangkan neneknya
berasal dari klan otori. Di kemudian hari melalui pencerahan yang diberikan guru dan pamannya Lord Otori Shigeru dia akan menemukan banyak kelebihan yang
diwariskan oleh masing-masing darah yang mengalir dalam dirinya, dan bakat-bakat atau kelebihan ini akan sangat membantunya dalam usaha menguasai Jepang. Wujud
fisik Tomasu amat mirip dengan adik Lord Otori Shigeru yang bernama Lord Otori Takeshi yang sudah meninggal, oleh karena itu maka Lord Otori Shigeru mengangkat
Tomasu menjadi anak angkatnya dan diberi nama Lord Otori Takeo. Meskipun tokoh-tokoh dalam kisah yang ada dalam novel ini adalah fiktif dan
merupakan cerita rekaan pengarang, namun fakta-fakta historis tentang kehidupan dan perebutan kekuasaan antar penguasa yang terdapat di dalamnya adalah benar
adanya. Uniknya walaupun bercerita tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat
Jepang, dalam hal ini samurai, namun sesungguhnya novel ini ditulis oleh seorang penulis wanita berkebangsaan Inggris yang tinggal di Australia yang berbanama Lian
Hearn atau Gillian Rubinstein. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti novel
yang mengangkat pemikiran Lian Hearn terhadap dunia dan kehidupan samurai
melalui skripsi yang berjidul “Analisis Pemikiran Lian Hearn Tentang Samurai Dalam Novel Across The Nightingale Floor”.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah