Kesetian Pengabdian Bushi Periode Awal

unsur ideal bushi, yaitu adanya Chu pengabdian kepada tuan, Gi balas budi dan Yu kepahlawananheroik. Dalam ajaran shido yang diajarkan oleh Yamaga Soko, konsep giri yang berarti pegabdian tanpa memikirkan benar atau salah, untung atau rugi, raisional atau tdak rasional, yang tercakup dalam konsep bushido lama berubah menjadi giri, yang berarti pengabdian yang memikirkan untung atau rugi, dan juga memikirkan kerasionalan pengabdian diri anak buah dalam bertindak. Benedict 1982 : 70 mengatakan bahwa ikatan-ikatan hubungan tuan dengan pengikut pada masa Tokugawa menjadi bersifat ekonomis. Pengabdian seperti inilah yang cocok pada zaman Edo yang damai.

2.2.4 Kesetian Pengabdian Bushi Periode Awal

Pada zaman Heian 793-1185 muncul kekuasaan yang disebut dengan Bushi. Pada awalnya mereka hidup di daerah pertanian kemudian berubah menjadi masyarakat kota. Berbeda dengan masyarakat Kizoku bangsawan, pekerjaan sehari- hari bushi adalah di bidang seni. Bushi bekerja sebagai ahli perang, dan berstatus sebagai pengawas wilayah shoen kizoku wilayah bangsawan. Dalam shoen, sering terjadi masalah batas wilayah antara satu kizoku dengan kizoku lainnya. Selain itu, juga sering terjadi perebutan air di daerah pertanian. Oleh karena itu, kizoku-kizoku tersebut harus membuat system pertahanan sendiri, dengan mempersenjatai sebagian petaninya yang disebut juga dengan bushi atau samurai. Universitas Sumatera Utara Tetapi dalam perkembangan berikutnya, karena semakin dibutuhkan peranan samurai tersebut, maka para samurai menjadi semakin kuat. Pada taraf berikutnya para kizoku sendiri menjadi bergantung pada samurai. Ada dua hal yang mempengaruhi kesetian pengabdian bushi periode awal ini, yaitu : 1. Ikatan yang didasarkan pada perjanjian tuan dan pengikut Ikatan ini berisikan pertukaran antara onko pemberian dan hoko pelayanan. Walaupun disebut pertukaran, derajat kedudukan antara tuan dan pengikut tetap tidak sama, namun dengan adanya pertukaran ini tercipta kekuatan dalam kelompok tersebut. Pemberi onko adalah tuan, dan pemberi hoko adalah pengikut. Onko bermakna berkah, dan hoko adalah pengabdianyang bersifat tidak abadi. Pada masa ini, di dalam pengabdian bushi, pelayanan terhadap tuan ditunjukkan sebagai hubungan antara onko dan hoko. a. Bentuk dan batas onko dan hoko Ienaga dalam situmorang 2000 : 4 mengatakan tidak ada batas untuk membalas onko. Untuk membalas onko harus mengorbankan diri melewati batas hidup dan mati. Pengabdian bushi dalam berjuang hidup atau mati tersebut, dilaksanakan dalam bentuk pengabdian kesatriaan, dan berusaha memberikan kemenangan di medan perang kepada tuannya. Ikatan antara tuan dan pengikut ini diawali dengan pemberian onko oleh tuan. Tuan dengan sengaja menyediakan hadiah kepada pengikutnya dengan syarat pengikut dapat memenangkan perang untuk tuan. Tuan membuat suatu Universitas Sumatera Utara pemberitahuan berupa iklan yang menjelaskan bahwa, pengikut yang mampu mempertahankan wilayah tuannya akan diberi hadiah. Dalam hal ini, seorang samurai membutuhkan saksi yang kelak dapat memberitahukan kepada tuan sebagai bukti akan keberhasilanya dalam medan perang. Karena apabila samurai pergi sendirian ke medan perang tanpa adanya saksi dan kemudian mati, maka hal ini disebut inujini atau mati sia-saia. Tetapi, apabila samurai mati dalam barisan bushi, maka namanya akan terkenal dan anak cucunya mendapat hadiah. Maka untuk melakukan pengabdaian kesatriaan yang paling dibutuhkan adalah tahu akan waktu tempat untuk mencari kesempatan baik dan bukti dalam melakukan pengabdiannya. Namun dalam pemikiran secara ekonomis, seorang tuan bisa saja tidak mampu memberikan hadiah yang banyak. Sehingga, kesetian bushi pun berkurang. Oleh karena itu, tuan perlu menanamkan hubungan yang khusus antara tuan dan bushi, yaitu rasa kasih sayang. Dengan adanya rasa kasih sayang, hubungan keduanya dapat lebih erat dengan perasaan senasib yang menciptakan pengabdian yang lebih besar daeri sekedar perhitungan ekonomis. b. Pandangan nilai kehormatan bushi Pada dasarnya seorang samurai atau bushi mengutamakan kehormatan. Mereka rela kehilangan nyawa demi kehormatan. Kehormatan tersebut adalah demi rumah tangga yaitu untuk anak cucu. Onko yang di dapat dari perjuangannya di medan perang akan menaikkan kehormatan, sehingga dapat dikatakan antara onko dan meiyo kehormatan menjadi tidak terpisahkan. Menurut Rufubon Taiheki dalam Universitas Sumatera Utara Situmorang 2000 : 6 dikatakan, pengabdian kepada tuan adalah untuk nama, hal ini berarti juga pemikiran mengutamakan anak cucu, bukan hal yang muncul dari rasa kasih sayang dari tuan adalah pengabdian terhadap ie. Di dalan ie, terjadi jalinan hubungan yang sangat erat erat antara tuan dan bushi yang telah berlangsung dari generasi ke generasi antara tuan dan anak buah. Karena itu bushi berfikiran bahwa segala sesuatu yang diterimanya selama hidup merupakan on budi dari tuan, yang harus dibayar dengan penghormatan kepada tuan, yang diwujudkan dengan giri balas budi. Hal ini diperkuat oleh pandangan ajaran Budha Zen, yang dianjut oleh para bushi, bahwa perjalanan di dunia kematian adalah gelap, oleh karena itu para bushi harus rela mati untuk menemani perjalanan kematian tuan menuju dunia setelah mati. Ini diperkuat lagi dengan adanya pandangan reinkarnasi yang diepercaya oleh bushi, sehingga timbullah cita-cita bushi untuk menjadi abdi tuan selama tujuh kali dalam siklus hidup dan mati dalam pandangan Budha. Hal ini kemudian mengakibatkan tumbuhnya sikap pengabdian bushi terhadap tuan yang melewati batas hidup dan mati. Pandangan seperti itulah yang kemudian menghilangkan kesadaran berkelompok dalam masyarakat bushi. Karena masing-masing bushi secara pribadi mempunyai hubungan perjanjian dengan tuan, sehingga tidak ada ikatan ke samping antara sesama bushi. Dalam perang, masing-masing bushi akan mengutamakan keuntungan masing-masing , yaitu memenangkan peperangan dengan berhasilnya memperluas shoen tuanya. Dikalangan bushi sendiri bermunculan pemimpin- pemimpin yang mempersatukan kekuatan-kekuatan bushi, sehingga menjadi kekuatan bushi yang besar yang disebut bushi no toryo atau punggung bushi atau penanggung Universitas Sumatera Utara jawab bushi yang dipimpin oelh bushi keturunan kizoku yang tinggal di daerah tersebut. Namun ada juga muncul gejala persaingan merebut onko dari tuan antara sesama bushi. Kadang-kadang sesama bushi dari satu tuan juga saling membunuh, dan hal ini tentu saja mengakibatkan kerugian besar bagi tuan karena sering dengan cara ini bushi yang tangguh mati. Tetapi karena sifat kelompok merupakan hal utama dalam peperangan, sifat egois harus dihilangkan. Pergi sendiri berperang keluar dari kelompok menjadi dianggap tidak benar. System kelompok ini menghilngkan pemikiran bahwa berperang hanya untuk mendapat hadiah. Moral kesetian terhadap tuan tidak ada hubungan dengan kesetian terhadap Negara. Karena kesetiaan terhadap Negara berarti pengabdian terhadap Tenno. Yang memiliki kesetiaan terhadap Tenno hanyalah kizoku golongan atas. Kesetiaan bushi tenno juga sama dengan kesetiaan bushi tuan. Bagi bushi kesadaran nilai yang tertinggi dan general adalah wilayah tuan, oleh karena itu hampir tidak ada kesetiaan yang bersifat kenegaraan. 2. Ikatan yang didasarkan pada hubungan darah atau keluarga. Dalam Situmorang 2000:8 dikatakan, ikatan kekeluargaan adalah ikatan ke samping dan bersifat kebersamaan. Kelompok keluarga ini merupakan kelompok kecil yang didasarkan pada perkawinan. Isi dari struktur kelompok ini adalah soryo pemimpin, dan kakutoku zokunin saudara-saudara sebagai pengikut. Masing- masing kedudukan ini mempunyai tangung jawab dan kewajiban yang berbeda. Universitas Sumatera Utara Tangung jawab soryo adalah untuk memimpin keluarga, seperti dalam surat wasiat Matsuo Sokyu tahun 3 Katei yang berisi, “anak yang berkedudukan sebagai soryo berlaku sebagai orangtua, sebagai ahli waris, dan harus mengasihi kakutoku zokunin seperti anaknya sendiri.” Hubungan soryo dan kakutoku zokunin tidak sama dengan on pada hubungan tuan dan pengikut. Mereka saling tolong menolong di dalam ie seperti orangtua dan anak, seperti dalam keluarga. Soryo dianggap sebagai tuan di dalam ie. Namun berbeda dengan hubungan tuan dan pengikut, dalam keluarga tidak ada struktur hubungan tuan dan pengikut yang terpencar-pencar. Ada kaitan antara sesama anggota ie. Tetapi sehubungan dengan meluasnya keluarga karena perkawinan, maka ikatan vertikal dan horisontal menjadi diperlukan, atau memilih salah satunya. Biasanya dalam pemikiran bushi, ikatan yang bersifat keluarga lebih penting daripada hubungan tuan dan pengikut. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan tuan dan pengikut tidak melewati keakraban ikatan keluarga. Bushi tidak mengabdi semata kepada tuan, tujuan akhir bushi adalah untuk anak cucu sekaligus Situmorang, 2000:9. Dalam memperebutkan soryo sering terjadi antara anak istri pertama dengan anak-anak gundik. Pewarisan soryo dilakukan dengan melihat siapa yang terbaik, tanpa peduli anak laki-laki atau perempuan. Begitu juga dengan pembagian harta warisan, bukan hanya dibagikan secara merata kepada anak laki-laki, terkadang juga pada anak perempuan, termasuk juga yoshi anak adopsi. Kadang kala anak adopsi yang dianggap mampu untuk menjadi pemimpin dalam keluarga diangkat sebagai soryo. Beberapa anak yang diadopsi semuanya Universitas Sumatera Utara bukanlah anak kecil, tetapi merupakan orang dewasa yang tinggal di dalam ie seakan- akan mereka adalah anak ie tersebut. Pengabdian istri terhadap suami dalam bushi juga perlu diperhatikan dalam ikatan ini. Situmorang 2000:10 mengatakan bahwa, pola perkawinan bushi berbeda dengan perkawinan kizoku pada zaman bushi periode awal. Para bushi sudah lama melakukan perkawinan yomeirikon istri masuk ke keluarga suami. Ada hal baik dan buruk yang timbul pada perkawinan yomeirikon. Seorang istri akan menjadi pengelola rumah tangga, dan juga pandangan akan kesucian dan kesetiaan istri semakin kuat. Seperti cerita Abe yang dipaparkan dalam Situmorang 2000:10, seorang istri yang bernama Norito datang menghadap suaminya sambil menggendong anaknya yang berusia 3 tahun. Dia melakukan bunuh diri mengikuti suaminya yang mulai sekarat ini dikarenakan sang istri tidak ingin hidup sendiri ditinggal suaminya. Pada zaman ini banyak istri menggantikan jabatan suaminya setelah meninggal, sehingga banyak istri yang menjadi soryo, gokenin penguasa pemerintahan di daerah, dan tidak sedikit wanita menjadi penguasa masyarakat. Keburukan dari perkawinan yomeirikon adalah, semenjak istri memasuki rumah suami, kemerdekaan istri menjadi hilang. Hak istri unuk menguasai hartanya sendiri juga hilang. Hal inilah yang menyebabkan mulai melemahnya kedudukan wanita. Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Kesetiaan Pengabdian Bushi Periode Akhir

Dokumen yang terkait

Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel Klan Otori: Across The Nightingale Floor Karya Lian Hearn

1 64 77

Shakaigakuteki Ni Yoru Inggrid J. Parker No Sakuhin No Rashomon Gate No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Seikatsu No Bunseki

1 47 65

Analisis Ijime Dalam Komik Life Karya Keiko Suenobu.Keiko Suenobu No Sakuhin No “Life” Manga No Ijime No Bunseki Ni Tsuite

4 75 76

Analisis Konsep Zen dalam Novel “The Harsh Cry of The Heron” Karya Lian Hearn ( Lian Hearn no sakuhin no “The Harsh Cry of The Heron” No Shosetsu Ni Okeru Zen No Gainen No Bunseki).

0 50 73

Analisis Konsep Kazoku Dalam Novel “Kitchen” Karya Banana Yoshimoto (Banana Yoshimoto No Sakuhin Daidokoro No To Iu Shosetsu Ni Okeru Kazoku Ni Gainen No Bunseki)

7 71 54

5 CM No Shousetsu Ni Tsuite No Bunseki

0 18 24

Analisis Sosiologis Terhadap Novel Musashi Karya Eiji Yoshikawa = Eiji Yoshikawa No Sakuhin No “Musashi No Shousetsu” Ni Taishite No Shakai Gaku Teki No Bunseki Ni Tsuite

2 75 101

Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite

0 59 62

Analisis Peran Tokoh Ninja Dalam Komik Naruto Karya, Masashi Kishimoto Masashi Kishimoto No Sakuhin No “Naruto No Manga” Ni Okeru Ninja No Shujinkou No Yakusha No Bunseki Ni Tsuite

3 59 89

Shigeru`s motivation in adopting Takeo as seen in Lian Hearn`s Across the Nightingale Floor.

0 0 87