Kesetiaan Pengabdian Bushi Periode Akhir

2.2.5 Kesetiaan Pengabdian Bushi Periode Akhir

a. Ajaran kesetiaan pengabdian diri dalam Hagakure Bushido, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya menurut Tsunetmo, adalah janji untuk untuk mengabdikan diri pada tuan secara mutlak, tanpa memikirkan benar atau salah, untung atau rugi, rasional atau tidak rasional. Pemikiran seperti inilah menurut Watsuji, yang dicita-citakan oleh Yamamoto Tsunetomo dalam Hagakure, Situmorang 2000:12. Yamamoto Tsunetomo yang telah lama bercita-cita untuk mengabdikan dirinya kepada tuannya, ketika berusia 42 tahun, melihat tuannya yang bernama Mitsugihe meninggal dunia. Tsunetomo yang telah berjanji untuk setia pada tuannya, kemudian berfikir untuk melakukan junshi. Tetapi karena pada saat itu junshi sudah dilarang oleh pemerintah bakufu, maka Tsunetomo pun melakukan sukke. Sukke dalam situmorang 1995:25 adalah, hidup menjauhkan diri dari masyarakat sekitar kemudian pergi untuk menjadi pengikut ajaran Buddha. Tsunetomo menjadi pendeta Buddha Zen, yang tinggal di sebuah gubuk kecil dengan jarak 12 kilometer di sebelah barat Nabeshima di kaki gunung Kinryu. Disanalah Tsunetomo menulis konsep bushido yang kemudian menjadi pelajaran para samurai. Konsep kesetiaan pengabdian samurai menurut Tsunetomo tercantum pada berbagai pasal dari sebelas bab Hagakure. Hagakure terdiri dari 1343 pasal. Dalam buku ini ada beberapa pasal yang berisi tentang ajaran kesetiaan pengabdian diri terhadap tuan, yaitu pada bab I pasal 2 yang berbunyi: “Jalan hidup bushi adalah ditemukan dalam kematian. Pada waktu ada dua pilihan apakah memilih hidup atau mati, pertama-tama harus memilih mati. Lebih Universitas Sumatera Utara dari itu tidak ada. Teguhkan hati untuk menjalaninya. Walaupun para samurai kamigata samurai Edo Bakufu mengatakan bahwa mati sia-sia adalah mati anjing. Dalam hal memlilih satu diantara dua, kita sering tidak mengetahui apa yang sesuai dengan rencana atau tidak, siapapun manusia akan memilih hidup. Untuk hidup akan mencari alasan. Pada saat seperi ini, kalau memilih untuk hidup terus tetapi tujuan yang diinginkan tidak tercapai, maka akan menjadi bushi pengecut. Hal ini susah untuk menetapkannya. Jikalau memilih mati, tetapi ternyata tujuan tidak tercapai akan dikatakan mati sia-sia atau gila tetapi hal ini tidak membuat malu. Hal ini sangat penting bagi bushido karena setiap pagi dan sore selalu bertekad untuk mati, sehingga dengan menghayati kematian pada kehidupan sehari-hari, mengakibatkan bushido menyatu dengan dirinya, sehingga dapat melakukan pekerjaan tanpa kesalahan seumur hidup.” Selanjutnya tentang kesadaran kesetiaan pengabdian samurai terhadap tuannya ada ditulis dalam bab I pasal 3, yang berbunyi sebagai berikut. “Sebagai pelayan harus hanya memikirkan kepentingan tuan. Dengan demikian akan menjadi anak buah yang hebat. Anak buah dari generasi ke generasi hidup karena kebaikan tuan, oleh karena itu harus membalas dengan keharusan mengabdikan diri bagi tuan sebagai on. Lebih-lebih lagi jikalau mempunyai keterampilan dengan pengetahuan untuk diabdikan kepada tuan. Tetapi walaupun tidak mempunyai ilmu dan keterampilan, jikalau mengabdi kepada tuan adalah lebih baik daripada mempunyai keterampilan tetapi tidak mengabdi. Bagi Tsunetomo, bushido adalah janji untuk mengabdikan jiwa raga bagi tuan. Seperti dalam bab I pasal 9, yang berbunyi: Universitas Sumatera Utara “ Menjadi abdi tuan, selain untuk mengabdikan diri, tidak memerlukan apa- apa. Jikalau ada dua, tiga orang seperti ini, ie tuan akan bersemangat. Di dunia banyak orang yang mempunyai talenta, kecakapan. Tetapi pada waktu ditinggal mati oleh tuan, para generasi penerus banyak yang menjadi kotor untuk mewarisinya. Orang kuat, orang lemah, orang pintar, semua hidup sangat semangat, tetapi pada tahap mengorbankan diri pada tuan menjadi lemah. Sedikitpun tidak mempunyai kepahlawanan, menjadi orang yang tidak berguna. Pada waktu ada masalah sebaiknya menjadi orang yang rela mengorbankan jiwa, dengan alasan mempunyai perasaan yang sama dengan tuan. Pada waktu seperi ini harus ada kesiapan untu mati. Biasanya ada gejala masyarakat menjadi murung, generasi penerus tidak menghiraukan kematian. Walaupun dikatakan mengatakan janji “gi” terhadap tuan, akan menjauhkannya dan hal ini menyolok mata.” Selanjutnya Watsuji mengatakan, kedudukan ini menyetujui zettai teki dan hal ini dikatakan berarti menoleh kembali ke zaman Kamakura tentang penerapan jalan etika kemanusiaan, sebagai jalan yang harus ditempuh oleh samurai. Sifat isi pandangan yang mengutamakan tuan pada zaman Kamakura, dapat dikatakan tenggelam dalam persaan cinta yang tulus. Hal seperti ini ditulis dalam bab I pasal 196 yaitu: “Adalah sesuatu yang berakhir dengan pemikiran mengutamakan tuan yang tidak ada dua atau tiganya, menyenangi tugas tanpa alasan, tanpa rasa mengabdi, benar atau salah. Membenci alasan, menjauhkan semedi, serius mengabdi. Tidak menyukai alasan yang didasarkan pada “gi” atau “chu”. Universitas Sumatera Utara Watsuji dalam Situmorang 2000:19 mengabdikan, pemikiran seperti ini masih tersisa dengan kuat dan mengakar dalam pemikiran orang Jepang sampai sekarang. b. Kesetiaan Pengabdian Diri Bushi yang Didasarkan pada Konfusianis Kesetiaan yang tercermin dalam Hagakure adalah bentuk kesetiaan yang berdasarkan ajaran Buddha Zen. Hal ini berbeda dengan kesetiaan yang didasarkan pada ajaran Konfusionis. Watsuji dalam Situmorang 2000:20 mengatakan, orang yang pertama kali memisahkan ajaran Buddha Zen dengan ajaran Konfusionisme adalah Yamaga Soko. Yamaga Soko bekerja sebagai guru para tuan tanah dan samurai. Dalam karyanya yang berjudul Yamaga Gorui, Soko menekankan pada pemikiran gorin yang menjelaskan tentang hubungan tuan dengan pengikut, hubungan anak dan ayah, hubungan suami istri, hubungan adik laki-laki dengan kakak laki-laki, dan hubungan orang sederajat. Semuanya menekankan tata karma siapa yang dihormati dan siapa yang menghormati. Menurut Soko, pekerjaan seorang samurai bukan pekerjaan mengolah, bertukang dan berdagang. Tetapi menurutnya dalam Zanshu 7 halaman 10-11 adalah: “Pekerjaan Shi sesuai dengan mibun golongannya, yang utama adalah mengabdi kepada tuannya, dan sekaligus berusaha mempertebal kepercayaan kepada tuannya dan melakukan gi terhadap. Dan bushi harus selalu menyadari status fushi ayah dan anak, kyodai abang dan adik, fufu suami istri, dan shi juga harus mengajarkan pemikiran ini pada ketiga golongan lain, yaitu no, ko, sho. Bushi bekerja untuk menerapkan moral ini ke seluruh negeri. Oleh karena ini, supaya bushi dapat Universitas Sumatera Utara melakukan pekerjaan tersebut, di samping keterampilan berperang mereka harus menguasai ilmu pengetahuan. Secara fisik, berlatih memegang pedang dan panah serta menunggang kuda, tetapi di dalam hati harus disadari mereka bekerja demi memantapkan kesadaran hubungan tuan dan pengikut, teman sejawat, ayah dan anak, abang dan adik, suami dan istri. Ilmu pengetahuan ada di dalam hati, dan keterampilan dalam berperang ada di luar, dan bagi ketiga golongan lain bushi adalah guru.” Watsuji dalam Situmorang 2000:23 mengatakan: “Keluar dari rumah mengabdi kepada tuan, membantu urusan politik, membantu penderitaan rakyat banyak, tidak boleh menjauhkan harapan dari pekerjaan tersebut, dan tidak boleh membuat malu tuan, adalah upaya melakukan “chu”. Kembali ke rumah bekerja pada ayah dan ibu untuk kedamaian rumah tangga, adalah melakukan “ko”. Keseluruhan sifat yang ditujukan kepada tuan dan orang tua seperti ini disebut “chuko. Ini adalah pekerjaan shi. Jalan bekerja kepada tuan dan orangtua seperti ini kalau diuraikan dengan jelas, adalah merupakan penerapan “gorin” lima etika, yaitu kebersamaan dengan teman sejawat, ikatan abang adik, perbedaan suami istri, yang diatur secara ilmiah. Menurut pemikiran ini, apabila samurai dapat bekerja seperti yang dicita- citakan, maka no, ko, sho, akan mengerjakan pekerjaan masing-masing. Ajaran kesetiaan pengabdian diri seperi ini merupakan ajaran bushido dalam konsep nasional dengan tujuan supaya negara aman. Universitas Sumatera Utara Kesetiaan Berdasarkan Bushido yang Dikaitkan dengan Pengertian Kesetiaan Secara Umum a. Kesetian karena Ekonomi Kesetiaan adalah kehormatan tertinggi seorang samurai. Namun tak jarang pula seorang samurai tidak mengacuhkan atau melanggar perintah tuannya. Samurai tersebut merasa berat hati untuk melaksanakan tugasnya sebagai pelayan dan pelindung tuannya. Hidup untuk menjadi seorang ronin pun kadang terlintas dibenaknya. Tetapi seiring dengan semakin gencarnya peperangan dalam perebuatan shoen, status samurai pun makin dibutuhkan. Para kizoku pun akan berusaha mengumpulkan para samurai untuk membentuk suatu pertahanan yang kuat, sehingga hidupnya biasa lebih aman. Untuk itu, kizoku harus mampu menghidupi para samurainya supaya akan tertanam nantinya rasa kesetiaan kepada tuan. Kizoku pun tak akan segan-segan memberikan hadiah kepada samurai yang mampu melaksanakan perintahnya dengan baik dan berhasil memenangkan peperangan. Kadang-kadang pemberian hadiah ini diiklankan, seperti ketika Tokimune memerintahkan Otomo Yoriyashu untuk membuat pemberitahuan kepada para samurai yaitu, “kalau ada yang membantu akan diberi hadiah”. Begitu juga dengan Oda Nobunaga yang menyediakan 23 buah wilayah di Echizen bagi samurai yang membantu perang dan memenangkannya, Situmorang, 2000:5. Kehidupan samurai pun dapat terjamin dengan hadiah-hadiah yang diberikan oleh kizoku. Secara tidak langsung mereka pun akan menanamkan rasa setia pada tuan. Niat yang dilaksanakannya yaitu sebagai pelayan yang selalu setia kepada tuan Universitas Sumatera Utara akan terus terlaksana, tentunya selama kehidupan ekonomi mereka tercukupi, kesetiaan samurai pun dapat berkurang. Bentuk kesetiaan seperti inilah yang dikatakan dengan kesetiaan pengabdian diri samurai berdasarkan ekonomi. Kesetiaan akan muncul apabila ada timbal balik di antaranya yaitu, tuan akan membiayai hidupnya, dan samurai mengabdi kepada tuannya. Apabila kesejahteran samurai tidak terjamin, maka tidak menutup kemungkinan samurai akan beralih menjadi musuh tuannya dan tidak mau melindungi dan mengabdi kesetiaan pada tuanya lagi. b. Kesetiaan berdasarkan ajaran moral Ie yang lahir di dalam suatu kizoku tidak hanya berangotakan orang yang sedarah saja. Samurai yang mengabdi pada kizoku termasuk dalam anggota ie kizoku tersebut. Rasa kasih sayang yang tertanam dalam ie, menciptakan keharmonisan sesama anggota ie. Elemen ini muncul karena adanya hubungan tuan dan pengikut dari generasi ke generasi yang dimantapkan dengan hubungan perasaan senasib. Sehingga, rasa sayang ini mampu melahirkan kesetiaan yang melebihi kesetiaan pengabdian diri karena perhitungan ekonomis. Hubungan yang erat ini, akan menanamkan rasa kesetiaan yang semakin dalam diri samurai. Mereka akan selalu menjaga dan melindungi ie selama hidupnya. Bagi mereka suatu kewajiban untuk membalaskan chu penghormatan kepada tuan yang diwujudkan dengan giri. Berbeda dengan kesetiaan karena ekonomis, pengikut melaksanakan tugas bukan mengharapkan hadiah dari tuan. Seorang samurai yang melaksanakan perintah Universitas Sumatera Utara tuannya dengan tulus memberikan pengabdiannya hanya kepada tuan yang dipercayainya. Selain karena adanya rasa kasih sayang, samurai tersebut telah tumbuh menjadi seorang samurai yang berguna berkat tuannya. Dalam hidupnya, sang tuan tidak pernah menyia-nyiakan dan menelantarkan pengikutnya. Karena dalam ie tuan tersebut benar- benar menanamkan rasa kasih sayang dan percaya antara sesama anggota ie yang tidak hanya sebatas hubungan darah. Walaupun tetap ada garis batas antara tuan dan pengikut, namun derajat pengikut sangat dihormati oleh tuan dan para anggota ie lainnya. Hal ini disebabkan adanya kesatuan visi dan misi antara pengikut dan tuan. Keduanya bukan hanya dalam satu ie, tetapi juga satu dalam pikiran, ajaran, dan pandangan hidup. Kesamaan ini akan semakin mempererat hubungan keduanya, sehingga tidak mudah dilepaskan. Dipisahkan secara paksa, pengikut tidak akan merubah pandangan kesetiaannya. Dia akan tetap kukuh pada satu tuan, yaitu melindungi tuan dan ie tuannya. Seorang samurai pun, dalam pelaksanaan tugasnya, mampu mengorbankan dirinya demi keselamatan tuannya. Samurai dengan ikhlas mengorbankan apapun demi tuan, tanpa mengharapkan balas jasa. Karena baginya tuan adalah segalanya. Hal ini diakibatkan masih adanya pengaruh Buddha Zen. Namun walaupun zaman berganti, ajaran-ajaran lain mempengaruhi, sampai sekarang masih ada kesetiaan pengabdian diri yang benar-benar mutlak kepada tuan. Bentuk kesetian yang berdasarkan ajaran moral, tidak hanya ada karena hubungan atasan dan bawahan. Kesetiaan ini juga dapat diabadikan kepada teman dekat, kehidupan yang damai, dan janji. Seorang samurai dapat mengabdikan Universitas Sumatera Utara kesetiaannya kepada kedamaian dengan cara selalu berusaha melindungi dan menolong orang yang kesusahan. Maka pada intinya, kesetiaan berdasarkan ajaran moral ini, adalah kesetiaan yang datang dari hati nurani manusia itu sendiri. c. Kesetiaan karena Terpaksa Giri merujuk pada tugas dan tanggung jawab dari seorang samurai, tentang hal yang diharapkan untuk dilakukan oleh samurai. Kadang secara sederhana diartikan sebagai kewajiban. Giri menurut Benedict 1982:125 adalah utang-utang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima dan ada batas waktu pembayarannya. Sayidiman 1982:48 mengatakan, giri adalah kewajiban untuk membalas sikap atau kebaikan yang telah diterima dari orang lain dengan setimpal. Dalam Salecha 1981:125, giri diartikan sebagai sesuatu yang erat dengan hutang budi, yaitu tindakan seseorang yang dilakukan terhadap orang lain karena adanya hubungan yang telah terbentuk sebelumnya. Pengertian lain mengatakan dalam Van Horne idealteaching.html adalah sebuah konsep budaya inti yang berhubungan dengan kewajiban sosial individu atas tugas yang dilakukan dengan tepat ketika berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain menyesuaikan diri dengan peraturan kebudayaan yang tepat dari interaksi sosial. Giri meliputi adat yang harus dipatuhi oleh seorang samurai seperti dalam tugas militer, pernikahan dan pemberian hadiah dan semua tugas yang harus dilakukannya. Seorang samurai tidak akan dihormati jika gagal dalam melaksanakan giri. Seorang samurai diminta untuk terus melaksanakan giri sekaligus hal itu menimbulkan ketidakenakan pada dirinya atau seseorang yang dicintainya. Kadang Universitas Sumatera Utara melaksanakan giri bisa menimbulkan konflik, baik itu hanya karena giri atau karena harapan dan perasaan hati si pelaksana. Konflik yang umum berkaitan dengan perasaan sebagai seorang manusia seperti belas kasih dan cinta. Ini membuat seorang samurai terkadang bertindak tanpa memikirkan perasaannya tapi melaksanakannya atas dasar kewajiban saja. Kondisi seperti inilah yang kemudian mulai mempengaruhi kesetiaan pengikut pada tuan. Perbedaan misi dan visi tidak mampu mempertahankan hubungan yang sudah ada. Sekalipun kehidupan samurai terjamin, tapi ada perbedaan dalam sudut pandang pemikiran, kesetiaan samurai pun akan berangsur-angsur memudar. Pengabdian yang pada awalnya tulus kepada tuan, kemudian berubah menjadi kesetiaan yang terpaksa. Demi kehidupannya samurai memaksa diri untuk bertahan. Sedikit berbeda dengan kesetiaan karena ekonomi, kesetiaan yang terpaksa ini, mempunyai tujuan khusus. Dalam diri samurai ada suatu target yang ingin dicapai, sehingga mau tak mau dia harus bertahan. Keluarnya ajaran baru yaitu bushido yang dipengaruhi oleh ajaran Konfusianis, sangat mempengaruhi pemikiran para samurai akan kesucian tuannya sebagai penguasa wilayah, sekaligus berupaya para samurai berfikiran lebih rasional dalam melakukan kesetiaan pengabdian dirinya. Ajaran ini juga memusatkan pada ajaran kesadaran perbedaan stastus yang disebut dengan gorin. Gorin sangat mendukung terbentuknya kelas-kelas di dalam masyarakat. Apabila masing-masing tingkat kelas dapat melaksanakan tugasnya, maka akan amanlah negara. Dengan ini, posisi samurai pun semakin naik, sehingga samurai tidak hanya sekedar menjadi seorang pelayan namun juga menjadi nadi bagi tuannya. Keadaan Universitas Sumatera Utara tuan yang bergantung pada samurai ini membuat posisi samurai menjadi sangat menguntungkan. Kesamaan visi dan misi juga dapat mengakibatkan muncul kesetiaan seperti ini. Karena kesamaan tersebut, tetapi dengan tuan yang tidak dia senangi, tidak menutup kemungkinan seorang samurai mau ntuk mengabdikan kesetiaan padanya. Demi untuk mewujudkan niatnya, mau tidak mau samurai tersebut harus mengabdi pada tuannya. 2.3. Defenisi Novel dan Setting 2.3.1. Definisi Novel

Dokumen yang terkait

Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel Klan Otori: Across The Nightingale Floor Karya Lian Hearn

1 64 77

Shakaigakuteki Ni Yoru Inggrid J. Parker No Sakuhin No Rashomon Gate No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Seikatsu No Bunseki

1 47 65

Analisis Ijime Dalam Komik Life Karya Keiko Suenobu.Keiko Suenobu No Sakuhin No “Life” Manga No Ijime No Bunseki Ni Tsuite

4 75 76

Analisis Konsep Zen dalam Novel “The Harsh Cry of The Heron” Karya Lian Hearn ( Lian Hearn no sakuhin no “The Harsh Cry of The Heron” No Shosetsu Ni Okeru Zen No Gainen No Bunseki).

0 50 73

Analisis Konsep Kazoku Dalam Novel “Kitchen” Karya Banana Yoshimoto (Banana Yoshimoto No Sakuhin Daidokoro No To Iu Shosetsu Ni Okeru Kazoku Ni Gainen No Bunseki)

7 71 54

5 CM No Shousetsu Ni Tsuite No Bunseki

0 18 24

Analisis Sosiologis Terhadap Novel Musashi Karya Eiji Yoshikawa = Eiji Yoshikawa No Sakuhin No “Musashi No Shousetsu” Ni Taishite No Shakai Gaku Teki No Bunseki Ni Tsuite

2 75 101

Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite

0 59 62

Analisis Peran Tokoh Ninja Dalam Komik Naruto Karya, Masashi Kishimoto Masashi Kishimoto No Sakuhin No “Naruto No Manga” Ni Okeru Ninja No Shujinkou No Yakusha No Bunseki Ni Tsuite

3 59 89

Shigeru`s motivation in adopting Takeo as seen in Lian Hearn`s Across the Nightingale Floor.

0 0 87