Para samurai dalam satu garnisun akan berpindah-pindah dari satu posisi ke posisi lain jika pekerjaan mereka dinilai cukup baik. Promosi tidak selalu terjadi
dalan satu bidang saja. Dengan cara ini, ketika seorang petarung mencapai pangkat yang cukup tinggi, ia pun cukup menguasai semua rincian yang diperlukan untuk
menjalankan dan memelihara suatu pasukan, garnisun atau bahkan provinsi.
2.1.3 Kehidupan Sehari-hari
Ada samurai yang tinggal di bangunan serupa barak, namun ada pula yang memiliki rumah sendiri. Penetapan tempat tinggal mereka di tentukan oleh beragam
faktor, antar lain pangkat, tugas, dan status perkawinan. Sebagian besar samurai muda berpangkat rendah di suatu garnisun, misalnya, tinggal bersama di bangunan
besar seperti barak di dalan pekarangan benteng. Para samurai yang sudah menikah mungkin memiliki rumah petak sendiri di kawasan khusus pasangan suami-isteri,
sedangkan mereka yang lebih senior dapat menempati rumah yang berdiri sendiri. Ketika bersantai di rumah, seorang samurai mungkin duduk-duduk sambil
menyalakan pipa tembakaunya. Tembakau dibawa Jepang oleh orang-orang Eropa dan hampir seketika menjadi popular dikalangan orang berpangkat, dan tidak lama
kemudian juga sudah merambah ke barak-barak. Kiseru, pipa tembakau Jepang, hanya dapat menampung tembakau untuk beberapa isapan saja, namun tetap menjadi
bentuk relaksasi yang popular. Sebagaimana umumnya kaum prajurit sepanjang sejarah, para samurai pun
gemar bermain judi. Meskipun ditantang oleh para pemimpin marga, permainan keberuntungan dengan kartu maupun dadu dapat ditemukan dimana-mana. Baik demi
Universitas Sumatera Utara
uang maupun kesenangan, permaianan kartu, go, dan shogi merupakan pengisi waktu luang yang disukai. Bahkan ada prajurit yang membawa buah shogi ke medan perang,
lalu menggambar papan di tanah waktu hendak bermain.
2.1.4 Ninja
Kemunculan ninja pada tahun 522 berhubungan erat dengan masuknya seni nonuse ke Jepang. Seni nunose inilah yang membuka jalan lahirnya ninja. Seni
nonuse atau yang biasa disebut seni bertindak diam-diam adalah suatu praktek keagamaan yang dilakukan oleh para pendeta yang pada saat itu bertugas
memberikan info kepada orang-orang di pemerintahan. Sekitar tahun 645, pendeta- pendeta tersebut menyempurnakan kemampuan bela diri dan mulai, menggunakan
pengetahuan mereka tentang nonuse untuk melindungi diri dari intimidasi pemerintah pusat.
Pada tahun 794-1192, kehidupan masyarakat Jepang mulai berkembang dan melahirkan kelas-kelas baru berdasarkan kekayaan. Keluarga kelas ini saling
bertarung satu sama lain dalam usahanya menggulingkan kekaisaran. Kebutuhan keluarga akan pembunuh dan mata-mata semakin meningkat untuk memperebutkan
kekuasaan. Karena itu permintaan akan para praktisi nonuse semakin meningkat. Inilah awal kelahiran ninja. Pada abad ke-16 ninja sudah dikenal dan eksis sebagai
suatu keluarga atau klan di kota Iga atau Koga. Ninja pada saat itu merupakan profesi yang berhubungan erat dengan intelijen tingkat tinggi dalam pemerintah feodal para
raja di Jepang. Berdasarkan hal itu, masing-masing memiliki tradisi mengajarkan ilmu bela diri secara rahasia dalam keluarganya saja. Ilmu bela diri yang kemudian
Universitas Sumatera Utara
dikenal dengan nama ninjutsu. Dalam ilmu yang diwariskan dari leluhur mereka dan atas hasil penyempurnaan seni berperang selama lebih dari 4 abad. Ilmu itu meliputi
falsafah bushido, spionase, taktik perang komando, tenaga dalam, tenaga supranatural, dan berbagai jenis bela diri lain yang tumbuh dan berkembang menurut
jaman. Namun ada sebuah catatan sejarah yang mengatakan bahwa sekitar adab ke-9
terjadi eksodus dari cina ke jepang. Hal ini terjadi karena runtuhnya Dinasti Tang dan adanya pergolakan politik. Sehingga banyak pengungsi yang mencari perlindungan
ke jepang. Sebagian dari mereka adalah jenderal besar, prajurit dan biksu. Mereka menetap di provinsi Iga, di tengah pulau honsu. Jendral tersebut antara lain Cho
Gyokko, Ikai Cho Busho membawa pengetahuan mereka dan membaur dengan kebudayaan setempat. Strategi militer, filsafat kepercayaan, konsep kebudayaan ,
ilmu pengobatan tradisional, dan falsafah tradisional. Semuanya menyatu dengan kebiasaan setempat yang akhirnya membentuk ilmu yang bernama ninjutsu.
2.2 Tinjauan Umum Terhadap Kesetiaan di Jepang