Ekosistem Danau Lokasi Penelitian Metode Penelitian

55 oksigen. Dapat dijelaskan bahwa kehadiran spesies-spesies tertentu dalam suatu habitat mengindikasikan bahwa parameter fisik-kimia tersebut berada pada batas toleransi untuk setiap spesies di dalamnya Salmah, 1999

2.6 Ekosistem Danau

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik produsen, konsumen dan pengurai yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi Marganof, 2007. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu Jorgensen Vollenweiden, 1989. Sementara itu, menurut Ruttner 1977 dan Satari 2001, danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi. Kemudian menurut Barus 2004, perairan disebut sebagai danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja.

2.7 Faktor Fisik-Kimia Perairan

Pada banyak parameter fisik kimia perairan, dapat menyatakan tipikal kondisi air dan invertebtara yang ada di dalamnya membutuhkan adaptasi khusus untuk dapat bertahan hidup pada kondisi tersebut William 1987 dalam Suhling et al, 2000. Karena kehidupan suatu organisme sangat tergantung pada faktor lingkungan, setiap jenis organisme di permukaan bumi selalu dan terus berusaha untuk tumbuh Universitas Sumatera Utara 56 dan berkembangbiak dengan baik, dalam hal ini mereka akan mencari daerah yang lingkungannya optimum bagi pertumbuhan dan perkembangbiakannya Suin, 2003.

2.7.1 Suhu

Menurut hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 C hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara di lain pihak dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi Barus, 2004. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O 2 , CO 2 , N 2 , dan CH 4 Haslam, 1995 dalam Marganof, 2007.

2.7.2 Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen, DO

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembangbiak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air 25 melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton Novonty Olem, 1994. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan proses biologis yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara 57 organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga Salmin 2005. Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air stagnant diam atau terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air atau gelombang. Sebagian besar oksigen pada perairan danau dan waduk merupakan hasil sampingan aktivitas fotosintesis. Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang banyak terdapat pada zona epilimnion, sedangkan pada perairan tergenang yang dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, keberadaaan oksigen lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air. Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer Jeffries Mills, 1996. Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang berasal dari barbagai sumber, seperti kotoran hewan dan manusia, sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan rumah tangga. Menurut Connel Miller 1995, sebagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Menurut Schworbel dalam Barus 2004, nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain Universitas Sumatera Utara 58 dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghadirkan oksigen. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mgl. Menurut Lee et al. 1978, kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan. Status kualitas air sebagai berikut a. 6,5 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan b. 4,5 – 6,4 Tercemar ringan c. 2,0 – 4,4 Tercemar sedang d. 2,0 Tercemar berat

2.7.3 Derajat Keasaman pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa Effendi, 2003. Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut Mahida 1993 menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H 2 S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. Selain itu, pH juga mempengaruhi nilai BOD 5 , fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya Dojildo Best, 1992. Barus 2004 menyatakan bahwa organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam dan sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan Universitas Sumatera Utara 59 menyebabkan mobilitas senyawa logam berat, terutama Aluminium yang bersifat toksik, semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme air. Sedangkan pH yang sangat tinggi akan mengakibatkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan menjadi terganggu. Dengan meningkatnya amoniak maka amoniak menjadi senyawa yang sangat toksik bagi organisme.

2.7.4 Kebutuhan Oksigen Biokimia Biochemical Oxygen Demand, BOD

5 BOD 5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD 5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologis dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik Marganof, 2007. Barus 2004 menyebutkan, nilai BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yag diukur pada temperatur 20 C. Lee et al. 1978 menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD 5 -nya, status kualitas air sebagai berikut: a.  2,9 tidak tercemar b. 3,0 – 5,0 tercemar ringan c. 5,1 – 14,9 tercemar sedang d.  15 tercemar berat. Menurut Barus 2004, pengukuran nilai BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang terdapat dalam limbah rumah tangga. Untuk produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh Universitas Sumatera Utara 60 mikroorganisme. Oleh karena itu disamping mengukur BOD, perlu dilakukan pengukuran terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dikenal dengan COD Chemical Oxygen Demand yang dinyatakan dalam mgl. Dengan mengukur nilai COD, maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukartidak dapat diuraikan secara biologis.

2.7.5 Kandungan Organik Substrat

Menurut Seki 1982 komponen organik utama yang terdapat di dalam perairan adalah asam amino, protein, karbohidrat dan lemak, sedangkan komponen lain seperti asam- asam organik, hidrokarbon, vitamin dan hormon juga ditemukan di perairan. Tetapi hanya 10 dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan. Konsentrasi bahan organik yang tinggi akan membutuhkan jumlah oksigen dalam jumlah yang besar. Melalui prosedur secara kimia dapat dilihat bahan-bahan organik yang terkandung di dalam substrat yang dilakukan dengan metode Black Walkey Michael, 1984.

2.7.6 Nitrat

Nitrat dapat terbentuk karena tiga proses, yakni badai listrik, organisme pengikat nitrogen, dan bakteri yang menggunakan amoniak. Ketiganya tidak dibantu manusia. Tetapi jika manusia membuang kotoran dalam air, maka proses ketiga akan meningkat, karena kotoran mengandung banyak amoniak. Konsentrasi nitrat tinggi memungkinkan ada pengotoran dari lahan pertanian. Kemungkinan lain penyebab nitrat konsentrasi tinggi ialah pembusukan sisa tanaman dan hewan, pembuangan industri dan kotoran hewan. Sumber nitrat sukar dilacak di sungai atau di danau. Karena merupakan nutrien, nitrat mempercepat tumbuh plankton Sastrawijaya, 2000. Universitas Sumatera Utara 61 Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dari nitrifikasi, yaitu proses denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghasilkan nitrogen bebas yang akhirnya lepas ke udara atau dapat juga kembali membentuk amoniumamoniak melalui proses ammonifikasi nitrat Barus, 2004.

2.7.7 Phosfor

Seperti halnya Nitrogen, Phosfor merupakan komponen penting lainnya dalam ekosistem air. Kedua unsur ini berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosistem air. Zat-zat terutama protein mengandung gugus Phosfor, misalnya ATP, yang terdapat dalam sel mahluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan Nitrogen dan Phosfat sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Dalam ekosistem air Phosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa Phosfor anorganik seperti ortoposfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme. Phosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk dalam sistem perairan terbuka sungai dan danau. Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan Barus, 2004. Universitas Sumatera Utara 62 BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Danau Lau Kawar yang terletak di Desa Kuta Gugung Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Daerah Tingkat II Tanah Karo. Secara geografis lokasi penelitian berada pada pada titik koordinat 3 11’ 48,8” LU-3 12’ 09,6” LU dan 98 22’ 27,0” BT-98 23’ 26,3” BT Gambar 3.1. Perjalanan dari Medan melalui Kabanjahe sekitar 60 km dapat ditempuh lebih kurang 1 12 jam. Gambar 3.1. Foto Danau Lau Kawar Sumber: http:www.terranet.or.idtulisandetil.php?id=1271 Universitas Sumatera Utara 63

3.2 Stasiun Pengamatan

3.2.1 Stasiun I

Stasiun I merupakan stasiun kontrol, terbagi dalam 3 titik pengamatan. Pada stasiun ini tidak didapati aktivitas masyarakat. Terletak pada koordinat 3 12’ 01,3” LU-3 12’ 09,6” LU dan 98 22’ 27,0” BT-98 22’ 53,9” BT Gambar 3.2. Gambar 3.2. Foto lokasi Stasiun I

3.2.2 Stasiun II

Stasiun II merupakan daerah pemukiman penduduk dan merupakan areal pertanian. Stasiun II terbagi menjadi 3 titik pengamatan, dan terletak pada koordinat 3 11’ 45,1” LU-3 11’ 46,3” LU dan 98 23’ 00,1” BT-98 22’ 50,8” BT Gambar 3.3. Gambar 3.3. Foto lokasi Stasiun II Universitas Sumatera Utara 64

3.2.3 Stasiun III

Stasiun III merupakan daerah Camping Ground bagi wisatawan maupun pendaki gunung yang selalu ramai dikunjungi. Stasiun III terbagi menjadi 3 titik pengamatan, dan terletak pada koordinat 3 11’ 48,8” LU-3 12’ 49,2” LU dan 98 23’ 13,3” BT- 98 23’ 26,3” BT Gambar 3.4. . Gambar 3.4. Foto lokasi Stasiun III

3.2.4 Stasiun IV

Stasiun IV merupakan lokasi aliaran keluar outlet, dan merupakan suatu bentuk anakan sungai. Stasiun ini terbagi juga dalam 3 titik pengamatan, dan terletak pada titik koordinat 3 11’ 48,1” LU dan 98 23’ 12,1” BT Gambar 3.5. Gambar 3.5. Foto lokasi Stasiun IV Universitas Sumatera Utara 65

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi penelitian adalah metode “Purposive Random Sampling” pada 4 stasiun pengamatan. Penetapan stasiun ini berdasarkan perbedaan pengunaan lahan oleh masyarakat. Stasiun I, tidak terdapat penggunaan lahan, atau daerah ini merupakan daerah yang tidak terdapat aktivitas. Stasiun II, merupakan daerah yang digunakan masyarakat sebagai daerah pemukiman dan areal pertanian. Stasiun III, merupakan daerah Camping yang dikunjungi oleh wisatawan. Stasiun IV, daerah yang merupakan aliran keluar outlet dari Danau Lau Kawar tersebut. Dari setiap stasiun terbagi menjadi 3 titik lokasi pengamatan seperti pada foto lokasi penelitian Gambar 3.1.

3.4 Pengambilan Sampel