Kredit yang disalurkan perbankan untuk KPR pun terus meningkat. Sebagai gambaran, realisasi KPR
Dengan kondisi itu, tidak heran jika rumah-rumah dan ruko yang dibangun banyak yang masih kosong atau tidak berpenghuni. Rumah, kecuali rumah mewah,
yang dibangun terkesan hanya asal dibangun, kualitas rumah kurang baik, dan lingkungan menjadi kurang sehat. Rumah yang kosong atau tidak berpenghuni sehari-
harinya dapat dilihat jelas di beberapa perumahan yang banyak dihuni, misalnya dan kawasan perkotaan di Nagoya Selain belum hanyak berpenghuni, di perumahan-
perumahan itu juga terlihat jalan masuk yang belum beraspal. rumah yang terhenti pengerjaannya.
138
Selain daerah. Otorita Batam dan Pemerintahan Kota Batam sebaiknya membangun proyek rumah susun rusun. Dengan demikian. bukit dan hutan tidak
banyak dirusak dan pertumbuhan rumah liar dapat dikurangi. Jika perumahan dan ruko terus menjamur, akan banyak dampak yang akan ditimbulkan. Selain lingkungan
rusak, dampak sosial, seperti kecemburuan dan kerawanan sosial pun muncul belum lagi risiko kredit macet dan sektor perbankan.
139
B. Hak Pengelolaan Lahan Otorita Batam
138
Ibid, hal.4
139
Ibid, hal.4
Yosephina Hotma Vera : Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Di Ikat Dengan Akta Jaminan Fidusia Terhadap Bangunan Yang Berdiri Di Atas Tanah Otorita Batam, 2009
USU Repository © 2008
Meski pengelolaan kawasan Batam sejak tahun 1983 telah melibatkan Pemerintah Kota Administratif. Otorita Batam memiliki kewenangan yang sangat
luas untuk mengelola Pulau Batam dalam rangka menarik investor dalam menanamkan modalnya di Pulau Batam. Kewenangan tersebut meliputi
penyelenggaraan “dual functions” yaitu ; a.
Sebagian fungsi pemerintahan, berupa pemberian izin, pelayanan masyarakat, pertanahan dan sebagainya, atas dasar pendelegasian berbagai kewenangan
Pemerintah Pusat cq. Departemen teknis terkait; b.
Fungsi pembangunan, dimana Otorita Batam mempunyai sarana dan prasarana seperti bandara, pelabuhan laut, listrik, air minum, rumah sakit dan
lain-lain. Singkatnya, terjadi pemisahan antara fungsi pemerintahan dan
kemasyarakatan yang diemban oleh Kotatip dan fungsi pembangunan yang dijalankan oleh Badan Otorita Batam. Kewenangan Otoritas Batam yang sudah cukup luas tadi,
mendapat tambahan wilayah kerja lagi pada tahun 1992 dengan diperluasnya wilayah kerja Otoritas Batam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992 yang
memasukkan Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru dan pulau-pulau kecil disekitarnya sekaligus menetapkan statusnya sebagai Kawasan Berikat bonded
zone.
140
140
Ibid, Hal. 12.
Yosephina Hotma Vera : Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Di Ikat Dengan Akta Jaminan Fidusia Terhadap Bangunan Yang Berdiri Di Atas Tanah Otorita Batam, 2009
USU Repository © 2008
Perluasan wilayah kerja tersebut sebagai wilayah Batam-Rempang-Galang Barelang dihubungkan dengan 6 enam buah jembatan antar pulau yang pertama
dibangun di Indonesia menjadikan penambahan luas menjadi 715 km2. Batam telah berfungsi sebagai kawasan FTZ dan mendapat fasilitas pembebasan pajak, sehingga
fasilitas bebas PPN, Ppn BM dan BM berlaku bukan saja untuk kegiatan industri, tetapi juga untuk kegiatan lainnya seperti komersial, jasa pendukung industri
termasuk kebutuhan konsumsi. Bahkan seluruh lokasi kegiatan industri bersatu dengan kegiatan-kegiatan lain seperti permukiman.
Perubahan besar terjadi setelah dikeluarkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 53 1 Tahun 1999, yang
menjadikan Batam sebagai daerah pemerintahan kota otonom yang sama kedudukannya dengan kabupaten dan kota-kota lainnya di Indonesia. Salah satu
bentuk perubahan itu adalah, munculnya kewenangan Pemerintah Kota Batam dalam mengelola urusan industri dan investasi. Perubahan ini jelas berdampak pada masalah
kepastian hukum karena adanya dualisme kelembagaan untuk urusan yang sama. Dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, telah terjadi perubahan paradigma yang siknifikan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sistem sentralisasi menjadi sistem
desentralisasi, yang ditandai dengan penyerahan seluruh kewenangan dari pusat ke daerah kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
Yosephina Hotma Vera : Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Di Ikat Dengan Akta Jaminan Fidusia Terhadap Bangunan Yang Berdiri Di Atas Tanah Otorita Batam, 2009
USU Repository © 2008
peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain sebagaimana yang tercantum pada Pasal 7 Undang-Undang tersebut.
Pembentukan Kota Batam dan 6 Kabupaten lain dilakukan atas dasar Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999. Hal ini semua pararel dengan Pasal 18 ayat 5 UUD
1945 amandemen kedua tahun 2000 yang menegaskan bahwa Pemerintahan Daerah menjadi otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan Pemerintahan yang oleh Undang-
Undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Dengan demikian berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 Kota
Administrasi Batam sebagai perangkat dekonsentrasi telah ditetapkan sebagai daerah otonom Pemerintah Kota Batam sebagai perangkat desentralisasi dengan 11
kewenangan wajibnya, yaitu : pekerjaan umum, kesehatan, pariwisata dan kebudayaan, pertanian. perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal,
lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang No. 531 Tahun
1999.
141
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 menyatakan bahwa dengan terbentuknya
Kota Batam sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Kota Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pemerintahan di daerahnya mengikutsertakan
Badan Otorita Batam.
141
Ibid. hal. 13
Yosephina Hotma Vera : Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Di Ikat Dengan Akta Jaminan Fidusia Terhadap Bangunan Yang Berdiri Di Atas Tanah Otorita Batam, 2009
USU Repository © 2008
Kelemahan Undang-Undang Nomor 2299 maupun Undang-Undang Nomor 5399 menyerahkan munculnya sejumlah masalah dalam pengembangan ekonomi dan
tata kelola pemerintahan Batam jelas bersumber pada ketidakcukupan asumsi dalam melihat kecenderungan masalah-masalah pembangunan di Batam. Dalam
merumuskan kedua Undang-Undang tersebut tampaknya para arsiteknya telah mengasumsikan kondisi Batam sama dengan Kabupaten atau kota-kota lain di
Indonesia.
C. Kewenangan Otorita Batam