Dasar Hukum UPAYA HUKUM DALAM PENANGANAN KREDIT

Mahadi : Aspek Juridis Penanganan Kredit Bermasalah Di PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Studi Pada Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Medan Putri Hijau, 2009. 104

BAB IV UPAYA HUKUM DALAM PENANGANAN KREDIT

BERMASALAH GUNA MELINDUNGI KEPENTINGAN BISNIS BRI

A. Dasar Hukum

Dalam suatu kegiatan lalu lintas bisnis khususnya perbankan apapun bentuknya tentu memerlukan landasan juridis yang menjadi dasar hukumnya. Demikian juga terhadap suatu perbuatan hukum pemberian kredit, tentunya juga memerlukan suatu basis hukum yang kuat. 149 Adapun dasar hukum dalam perkreditan adalah: 150 1. Undang-undang Undang-undang yang khusus mengatur mengenai dasar hukum perkreditan adalah UU RI Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, LNRI Nomor. 182, TLNRI Nomor. 3790 Tahun 1998 Selain UU RI Nomor. 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, terdapat juga undang-undang lain yang mengatur masalah perkreditan seperti Undang-undang Bank Sentral Nomor 13 tahun 1968, yang mengatur mengenai fungsi Bank Sentral sebagai pengawas Bank Umum termasuk didalamnya dalam hal kebijakan perkreditan Bank Umum. 149 Munir Fuady. Hukum Perkreditan Kontemporer. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 7 150 Ibid, Hal. 8-14 86 Mahadi : Aspek Juridis Penanganan Kredit Bermasalah Di PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Studi Pada Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Medan Putri Hijau, 2009. 105 Terdapat juga peraturan-peraturan lain yang levelnya dibawah undang- undang, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 1992 Tentang Bank Umum termasuk PeraturanKeputusan Presiden, PeraturanKeputusan Menteri Keuangan, PeraturanKeputusanSurat Edaran Bank Indonesia dan lain sebagainya yang mengatur mengenai kebijakan perkreditan. Disamping itu dalam hal pemberian kredit, berlaku juga peraturan peraturan perundang-undangan lain, misalnya karena kredit pada hakikatnya merupakan suatu perjanjian, maka berlaku pula ketentuan dalam KUH Perdata buku ketiga tentang Perikatan, atau jika kredit tersebut memakai hipotik sebagai jaminannya, berlaku juga ketentuan mengenai hipotik dalam KUH Perdata. Demikian pula Undang-undang tentang Hak Tanggungan Nomor.4 tahun 1996 serta ketentuan-ketentuan lainnya Dalam Undang-undang Perbankan telah diatur hal-hal mengenai pengertian kredit yaitu “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” 151 2. Perjanjian para pihak Memperhatikan rumusan pasal 1 angka 11 bahwa Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, 151 UU RI Nomor 10 Tahun 1998, Op. Cit, Pasal 1 angka 11 Mahadi : Aspek Juridis Penanganan Kredit Bermasalah Di PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Studi Pada Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Medan Putri Hijau, 2009. 106 berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain, berarti dalam pemberian kredit itu dasar hukumnya adalah perjanjian diantara para pihak Dalam pasal 1338 KUH Perdata dinyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. 152 Dalam pasal 1339 KUH Perdata dinyatakan bahwa Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang. 153 Sementara dalam setiap pemberian fasilitas kredit Bank diharuskan untuk membuat perjanjian kredit secara tertulis baik dibawah tangan maupun dengan akte autentikakte notaris. 154 Dengan demikian sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1338 jo pasal 1339 KUH Perdata, maka seluruh pasal-pasal yang ada dalam suatu perjanjian 152 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, CV. Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, Hal. 342 153 Ibid, Hal. 342 154 Surat Bank Indonesia, Nomor.031093UPKKPD, Tanggal 29 Desember 1970, butir 4 Mahadi : Aspek Juridis Penanganan Kredit Bermasalah Di PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Studi Pada Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Medan Putri Hijau, 2009. 107 kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak yakni pihak debiturnasabah maupun krediturBank, sepanjang tidak bertentangan dengan keadilan, kebiasaan, atau undang-undanghukumperaturan yang berlaku. 3. Yurisprudensi Yurisprudensi dapat menjadi dasar hukum, hanya saja yurisprudensi di Indonesia banyak kelemahannya, sehingga agak sulit untuk dipakai sebagai pegangan, karena: 155 a. Banyak yurisprudensi yang tidak disertai dengan pertimbangan hakim yang memuaskan b. Sulitnya akses masyarakat untuk mendapatkan keputusan pengadilan c. Sering pula terhadap masalah yang sama, keputusan yang satu bertentangan dengan yang lain, sungguhpun keputusan tersebut berasal dari pengadilan yang sama, misalnya sama-sama keputusan Mahkamah Agung 4. Kebiasaan Perbankan Kebiasaan dan praktek perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukum, walaupun banyak hal yang telah lazim dilaksanakan dalam praktek perbankan tetapi belum mendapat pengaturan dalam peraturan perundang- undangan 156 155 Munir Fuady, Op. Cit, Hal. 12 156 UU RI Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 6 huruf n Mahadi : Aspek Juridis Penanganan Kredit Bermasalah Di PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Studi Pada Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk, Medan Putri Hijau, 2009. 108

B. Putusan pengadilan penanganan kredit bermasalah