4.4 Sederhana dalam Sukacita
Hamka 1984:170 mengatakan, ”Perasaan sukacita, gembira, bukanlah sifat lahir dan bukan pula dari kediaman. Kadang orang kaya yang memakan
berbagai makanan di dalamnya, dan tidur di atas kasur yang empuk lebih banyak mengeluh dari si miskin yang hanya tinggal di dalam sebuah gubuk dan yang
hanya tidur beralaskan tikar rombeng.”Sebab itu maka perasaan sukacita bukan dibawa saat lahir atau karena kemewahan.
Di saat orang lain mencintai dunia dengan segala isinya dan berlomba- lomba mencari kebahagiaan lewat kemewahan yang ada, Ayah sibuk memikirkan
filsafat hidup, mencari makna kehidupan, dan prinsip-prinsip hidup yang agung. Ia berpikir mengapa manusia bisa tiba-tiba merasa senang dengan sebuah hadiah,
kabar baik, atau keberuntungan, tetapi dengan cepat kesenangan itu hilang saat menerima sesuatu yang buruk, seolah-olah manusia dikendalikan oleh situasi,
hingga Ayah memutuskan melakukan pertualangan saat ia masih muda, hingga akhirnya ia mendapat pemahaman hidup yang benar, kini baginya kebahagiaan
itu lahir dari batin, dari hati dengan mata air yang bening. Sosok Ayah penuh dengan sukacita, kebahagiaan meski tanpa kemewahan. Seperti yang tersirat di
pikirannya dalam kutipan berikut: ”Itulah hakikat sejati kebahagiaan, Dam.Ketika kau bisa
membuat hati bagai danau dalam dengan sumber mata air sebening air mata. Memperolehnya tidak mudah, kau harus
terbiasa dengan kehidupan bersahaja, sederhana, dan apa adanya. Kau harus bekerja keras, sungguh-sungguh, dan atas
pilihan sendiri memaksa hati kau berlatih.” Liye, 2011:292
Itulah sebabnya Ayah tidak kekurangan dalam kebahagiaan, meskipun ia harus menjalani hidupnya tanpa kemewahan dan uang yang banyak.
Kesederhanaan dalam sukacita Dam digambarkan dalam kutipan berikut: ”Sungguh, aku tidak suka dengan hadiah-hadiah itu. Aku
hanya ingin hadiah Ibu lekas sembuh. Jadi, jika Ibu tidak bisa menontonku memenangkan piala ini, setidaknya dengan
kondisi sehat Ibu bisa melihat langsung sang Kapten bersama kami minggu depan. Itu hadiah terindah.” Liye,
2011:102
Penggambaran lain adalah saat ia meminta hadiah dari ayahnya digantikan agar ia diizinkan untuk bersalaman dengan sang Kapten dan berfoto bersamanya.
Hanya dengan hal itu Dam sudah merasa sukacita, ia tidak memerlukan hadiah yang lain. Terlihat dalam kutipan berikut, “Aku ingin hadiah, eh, minggu depan
pas tur sepak bola itu, aku ingin bersalaman dengan sang Kapten, berfoto bersamanya. Aku ingin hadiah itu.”Liye, 2011:98 karena sejak kecil Dam sudah
dididik dalam hal kesederhanaan. Seperti yang digambarkan dalam kutipan berikut, ”Dam sejak kecil tidak pernah mendapatkan kesenangan, berlebihan,
bukan? Bahkan keluarga kita tidak pernah mendapatkan kesenangan berlebihan.” Liye, 2011:87
4.5 Sederhana dalam Kegigihan Berusaha