BAB V KESEDERHANAAN AYAH DAN DAM DITINJAU DARI SUDUT
PADANG PSIKOLOGI SASTRA
Setelah penggambaran kesederhanaan Ayah dan Dam yang telah diuraikan di atas, selanjutnya kesederhanaan Ayah dan Dam akan ditinjau dari
sudut padang psikologi sastra dengan melihat gejala id, ego, dan superego menggunakan teori kepribadian Sigmun Freud. Telah dijelaskan sebelumnya
bahwa Sigmund Freud merupakan tokoh pencetus ide psikologi sastra, ia membagi kepribadian atas tiga unsur atau sistem, yakni id, ego, dan superego.
Sudah diuraikan pula bahwa Dorland dalam Sumarna, 2015:8 mendefinisikan, ”Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan, dan
berperilaku yang terlatif stabil dan dapat diperkirakan.”Kesederhanaan merupakan sebuah pola perilaku atau sifat. Berikut ini adalah kesederhanaan
tokoh Ayah dan Dam dengan melihat gejala id, ego, dan superego.
5.1 Kesederhanaan Tokoh Ayah
Gejala id tokoh Ayah adalah ketika ia memilih hidup dalam kesederhanaan meskipun ia adalah seorang lulusan master hukum ternama dari
luar negeri, karena id disebut prinsip kesenangan, dan kederhanaan dalam memeroleh kepuasannya tersebut terlihat dalam Liye, 2011:274 yang telah
dikutip sebelumnya. Menjadi sederhana adalah pilihan Ayah sendiri, karena sebenarnya Ayah bisa menjadi orang kaya dan termasyhur dengan lulusan yang ia
miliki, namun kebahagiaan dan kepuasan hatinya bukan terletak pada kedudukan, harta dan kemewahan sehingga ia memilih untuk menjadi seorang pegawai negeri
biasa. Seperti yang diungkapkan dalam kutipan berikut: ”Walau lulusan master hukum luar negeri, Ayah hanya
menjadi pegawai negeri golongan menengah, bukan hakim, jaksa, atau pejabat penting seperti teman-temannya yang
bahkan lulusan sekolah hukum terbaik dalam negeri pun tidak. Lebih tepatnya, hidup kami apa adanya.” Liye, 2011:51
Gejala id kesederhanaan Ayah juga terlihat saat ia menggunakan angkutan kemana-mana, bahkan untuk menjemput Dam. Seperti dalam kutipan berikut:
”Pulang sekolah, dengan menumpang angkutan umum, Ayah menjemputku. Ia langsung mengantarku ke klub renang kota kami.” Liye, 2011:22.
Menggunakan angkutan umum adalah kesenangan bagi Ayah, bahkan ia tidak merasa malu dan rendah diri akan hal tersebut.
Ego mengambil peran eksekutif atau pengambil keputusan dari kepribadian.Mengontrol jalan-jalan yang ditempuh. Ketika Ayah memilih untuk
hidup dalam kesederhanaan, keputusannya tersebut tidak membuat hidupnya serabutan dan tidak menentu. Ayah dapat menjalani dan mengontrol hidupnya
dengan baik. Seperti yang sudah dikutip sebelumnya dalam Liye, 2011:294. Ayah menjalani hidupnya dengan berprasangka baik ke semua orang, berbuat
baik, bahkan pada orang yang baru ia kenal, menghargai orang lain, kehidupan, dan alam sekitar.
Gejala superego Ayah adalah saat ia belajar dari pengalamannya menggali danau Sufi atas perintah dari sang Guru, sehingga ia memahami arti dari sebuah
kebijaksanaan hidup sederhana. Berikut kutipannya:
”Guru datang pada hari yang dijanjikan. Dia tertawa renyah melihat danau yang bagai kristal air mata. Tetap bening
meski ada yang menusuk-nusuk dasarnya, tetap dengan cepat kembali bening meski ada air dari parit yang bocor dan
sejenak membuat keruh. Sang Guru menatap Ayah, bertanya apakah Ayah masih butuh penjelasan atas pertanyaan itu.
Ayah menggeleng. Hari itu Ayah sudah tahu jawabannya, Dam. Setelah lima tahun bekerja keras, hanya untuk
memahami sebuah kebijaksanaan hidup sederhana, Ayah tahu jawabannya.” Liye, 2011:291
Hal tersebut setara dengan superego yang berisikan tentang nilai baik- buruk, dan superego yang memiliki sistem ego ideal. Pengalaman-pengalaman
tersebut mengajari dan mengarahkan tokoh Ayah kepada hal-hal yang sebaiknya dilakukan. Setelah Ayah memahami arti dari sebuah kebijaksanaan hidup
sederhana, hingga akhir hidupnya Ayah memilih untuk menjalani hidup dengan sederhana dan menjadi menjadi pribadi yang sederhana. Hal tersebut setara
dengan Wiyatmi 2011:7 yang mengemukakan, ”Dalam psikologi, perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme dianggap tidak muncul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau organisme itu.” Pengalaman-pengalaman itulah sebagai
stimulus yang merangsang perubahan perilaku Ayah menjadi pribadi yang sederhana.
5.2 Kesederhanaan Tokoh Dam