BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah ungkapan jiwa.Sastra merupakan wakil jiwa melalui bahasa.Luxemburg dkk. 1989:23 mengatakan, ”Sastra dapat dipandang sebagai
suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu.”Di dalam karya
sastra, pengarang menyampaikan pesan-pesan moral melalui bahasa, dengan bahasa itulah pesan disampaikan sehingga terlihat nyata bagi para penikmat sastra.
Jiwa manusia akan semakin arif jika menyatu dengan karya sastra. Sastra memang fenomena berharga. Sastra menghadirkan karya dengan berbagai
persoalan kehidupan yang menyertainya.Sastra memiliki fungsi bagi kehidupan, karena dalam setiap karya sastra terdapat gagasan-gagasan yang berupa ajaran,
pengetahuan dan petuah-petuah yang bisa memberikan pengetahuan baru terhadap pembacanya. Pengetahuan baru yang didapat tentu sangat bermanfaat bagi
pembaca untuk menghadapi dan menjalani kehidupan bila menemukan situasi yang sama dengan masalah dalam karya sastra tersebut.
Damono 1984:8 mengatakan, ”Karya sastra adalah ungkapan kesadaran pengarang, jadi bersifat subjektif. Karya sastra mengandung penilaian kehidupan
nyata dalam bentuk pemikiran tertentu.” Prabowo 2010:iii mengatakan, ”Sebuah karya sastra yang lahir dari
pengarang yang menciptakannya, adalah sesuatu yang dibuat dengan tujuan
tertentu. Sebuah karya sastra bisa dikatakan karya fiksi dan dengan proses kreativitas dari pengarang, membuat karya sastra itu menjadi lebih hidup.”
Manusia sebagai objek selalu menghadapi masalah-masalah yang kemudian dituangkan menjadi karya sastra baik secara lisan maupun tulisan
sehingga penciptaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia itu sendiri.Bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra berbeda dengan bahasa
kehidupan sehari-hari, karena bahasa yang dipergunakan memiliki nilai estetis.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan estetis
adalah mengenai keindahan, menyangkut apresiasi keindahan alam, seni, dan sastra.
Atmazaki 2005:31 mengatakan, ”Sebuah karya sastra yang lahir dari pengarang yang menciptakannya,
adalah sesuatu yang dibuat dengan tujuan tertentu. ”Bagi seorang sastrawan sastra tidak sekedar bahasa yang dituliskan atau diucapkan; ia
tidak sekedar permainan bahasa, tetapi bahasa yang mengandung “makna lebih”. Ia menawarkan nilai-nilai yang dapat memperkaya rohani dan
meningkatkan mutu kehidupan. Ia juga memberi peluang kepada manusia untuk mempersalahkan kehidupan sehingga dapat memunculkan gagasan-
gagasan yang bermakna. Tidak hanya itu, ia juga mampu memenuhi hasrat manusia untuk berkontemplasi.”
Salah satu karya sastra yang diminati masyarakat adalah novel, karena novel hadir dengan cerita-cerita menarik.Nurgiyantoro dalam Mariani, 2012:524
menjelaskan, ”Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang secara harfiah berarti
sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.Dalam istilah Indonesianya, novella yang
berarti sebuah karya prosa fiksi yang cakupannya tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.Novel merupakan salah satu dari karya
sastra bersifat kreatif imajinatif yang mengemas persoalan kehidupan
manusia secara kompleks dengan berbagai konflik, sehingga pembaca memperoleh pengalaman-pengalaman baru tentang kehidupan.”
Novel Ayahku Bukan Pembohong memiliki jalan cerita sekaligus kasus- kasus yang sangat menarik untuk diteliti terlepas dari pandangan tokoh-tokoh di
dalam novel tersebut dalam menjalani kehidupannya, pertentangan batin, menilai tentang yang baik atau buruk, kekecewaan dan penyesalan, nilai-nilai keluarga,
dan kuatnya karakter tokoh tergambar dalam novel ini, dan yang akan menjadi objek kajian dalam penelitian ini, adalah gambaran kesederhanaan tokoh yang
ada di dalam novel tersebut. Kesederhanaan tidak selalu diidentikkan dengan arti serba hemat atau
serba kekurangan, namun makna dari kesederhanaan di sini adalah bijak dalam mempergunakan rezeki harta yang kita miliki dengan tidak hidup bermewah-
mewah dan bijak menjalani hidup dengan lebih mempunyai rasa empati terhadap orang lain dan novel Ayahku Bukan Pembohong karya Tere Liye ini
menggambarkan sebuah kehidupan keluarga yang sederhana. Ahmadi 1990:239 menjelaskan,
”Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki- laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama
untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak.Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.” Soelaeman dalam Shochib, 1998:17 menjelaskan ”Dalam pengertian
psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya
pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.”
Di dalam novel Ayahku Bukan Pembohong juga digambarkan karakter Ayah dengan pola pikir yang unik dalam menjalani kehidupannya. Ayah selalu
memberi petuah-petuah kepada Dam agar selalu rendah hati, tidak sombong, hidup secara sederhana tanpa kemewahan dan tidak menilai segala sesuatunya
dengan materi, menjalani hidup seperti air mengalir, dan bersahaja. Dam dibesarkan dengan petuah dan cerita-cerita hebat ayahnya, sehingga Dam tumbuh
menjadi anak yang berbeda dan juga sederhana. Berikut kutipan yang menunjukkan bahwa Ayah adalah pribadi yang sederhana: ”Ayah tidak menjadi
hakim agung. Ayah memilih jalan hidup sederhana. Berprasangka baik ke semua orang…” Liye, 2011:294
Sastra adalah fenomena yang tepat didekati secara psikologis.Dalam hal ini, contohnya adalah novel, karena di dalamnya terdapat fenomena-fenomena
kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya.Ilmu psikologi diperlukan untuk melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih jauh.Dengan
demikian psikologi dan karya sastra memiliki hubungan yang fungsional.Jika berbicara tentang kepribadian, maka sangat erat kaitannya dengan psikologi.
Pengertian ilmu psikologi secara ringkas menurut Encyclopedia Britannica dalam Taniputera, 2005:17 dijelaskan sebagai berikut:
”Psikologi merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang mempelajari proses mental, seperti kebiasaan pada manusia dan binatang. Kata
psikologi sendiri terbentuk dari dua kata, yakni psyche dan logos. Psyche memiliki banyak arti, yakni pikiran atau jiwa; sedangkan logos berarti
ilmu. Jadi secara etimologis, psikologi berarti ilmu tentang pikiran atau jiwa. Dengan demikian psikologi sastra bertujuan memahami aspek-aspek
kejiwaan yang terkandung di dalam suatu karya.”
Novel Ayahku Bukan Pembohong dipilih sebagai objek penelitian dilatarbelakangi oleh pertimbangan, bahwa novel Ayahku BukanPembohong
memiliki gambaran psikologis yang menonjol. Tokoh Ayah dan Dam yang
terdapat dalam novel tersebut menceritakan dan menampilkan berbagai kepribadian serta perilaku yang berkaitan dengan kejiwaan dan pengalaman
psikologis, sehingga penulis memilih kajian psikologi sastra sebagai teori yang dipergunakan dalam menganalisis novel tersebut.
1.2 Rumusan Masalah