BAB III PRAKTEK ABORSI PROVOKATUS CRIMINALIS DI MASYARAKAT
A. Data Kasus Praktek Aborsi Provokatus Criminalis Yang Terjadi Di Masyarakat
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, membunuh dan membuang bayi yang baru dilahirkan hampir tiap hari terjadi di Jakarta. Begitu juga
masalah aborsi ilegal yang jelas-jelas bermotif ekonomis bagi penyelenggaranya dan pastinya tidak pernah sepi pasien. Bisnis ini tumbuh subur dan merajalela karena
menjanjikan keuntungan besar dari menggugurkan janin. Banyak perempuan muda yang tak menginginkan kehadiran jabang bayi setiap hari menggugurkan kandungan
di klinik. Fenomena ini membuat praktek ilegal aborsi menjadi lahan bisnis yang terorganisir rapih melibatkan dokter, bidan, body guard, juga preman calo, tukang
parkir yang bertindak sebagai calo. Bayangkan dalam sebuah investigasi diketahui bahwa aborsi untuk kandungan berusia dua bulan sekitar Rp 1,5 juta. Bila usia lebih
dari itu akan ditambah dengan harga Rp 500.000,-. Proses pengguguran berlangsung sangat cepat, tergantung usia kehamilan. Akan halnya waktu aborsi untuk usia 1-4
bulan hanya memerlukan waktu 15 menit untuk “eksekusi”, sedangkan untuk 4 bulan ke atas diperlukan waktu sekitar 35 menit untuk meruntuhkan janin.
66
Seperti yang dijelaskan oleh AKBP. Rivai selaku Kepala Satuan Renakta POLDA Metro Jaya mengatakan bahwa POLDA Metro Jaya menduga ada sejumlah
klinik di wilayah Jakarta yang dicurigai melakukan praktek aborsi. Untuk
66
Harian POSKOTA, Rabu, 13 Februari 2008. h. 1.
43
memastikan ada tidaknya praktek ilegal itu, polisi akan melakukan penyelidikan secara matang dan akan mengawasi klinik tersebut. Dalam catatan Polda Metro,
pengungkapan kasus aborsi terbesar adalah Klinik Herlina di Tanah Tinggi IV pada tahun 1997 serta Klinik Amalia. Tak jauh dari klinik tersebut ditemukan sekitar 100
kerangka bayi yang diduga korban abortus. Menurut beliau juga, kasus aborsi yang sudah ditangani sebetulnya sudah banyak. Selama tahun 2007 tercatat 10 kasus yang
ditangani Polda Metro Jaya dan Polres diwilayah. Sebagian besar pelakunya melibatkan bidan dan dokter klinik. Sayangnya, setelah kasusnya dilimpahkan ke
pengadilan, ia melihat sering kali kurang mendapat perhatian masyarakat.
67
Padahal, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Bab III Pasal 4 menyatakan bahwa:
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ”
68
Hal ini sangat bertentangan dengan kasus aborsi yang berkembang pada saat ini. Seharusnya seorang wanita yang hamil baik yang belum berkeluarga atau yang
sudah berkeluarga harus menjaga janin yang dikandungnya sesuai dengan hak yang terkandung dalam KHA Konvensi Hak Anak, yaitu:
1. Hak atas kelangsungan hidup survival, 2. Hak atas berkembang development,
3. Hak atas Perlindungan protection dan
67
Ibid, h. 11.
68
Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI dan Departemen Sosial RI, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
, h. 16.
44
4. Hak atas berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat participation.
69
Dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik BPS, yang sesuai data panduan informasi dari Rumah Sakit tahun 1990, dari 2557 penderita rawat inap
kebidanan sebanyak 97,1 pernah mengalami abortus 1 kali. 2,2 mengalami abortus 2-4 kali dan 0,7 mengalami
≥ 5 kali.Bila dilihat lebih terinci lagi penderita yang berpendidikan SLTA mempunyai pengalaman abortus 1 kali paling banyak
yaitu 45,1 diikuti SLTP 21,7 SD 17,0, Perguruan Tinggi 11,0 dan Buta Huruf 5,2. Sedangkan penderita yang pernah mengalami abortus antara 2-4 kali
yang paling banyak ditemukan pada penderita berpendidikan SLTA 46,4 diikuti oleh berpendidikan SD 21,4, SLTP 12,5, Perguruan Tinggi 10,7 dan Buta
Huruf 10,7. Disamping itu yang mengalami abortus 5 kali ditemukan paling banyak pada penderita yang berpendidikan SLTA 45,0, diikuti oleh yang
berpendidikan SLTP 21,0, SD 17,2, Perguruan Tinggi 10,4 dan Buta Huruf 5,3. Data terinci yang pernah mengalami abortus dapat dilihat pada
Lampiran 1.
70
69
Ima Susilowati dkk., Pengertian Konvensi Hak Anak, Jakarta: Harapan Prima, 2004, h. 19.
70
Pusat Data Kesehatan Jakarta Departemen Kesehatan RI, Informasi Rumah Sakit 1991, h. 23-24.
45
Tabel 3.1
20 40
60 80
100 120
SUMATRA BARAT
DKI JAKARTA
SULAWESI SELATAN
1 KALI 2 KALI
5 KALI
Dalam hitungan satu tahun laporan WHO juga memperlihatkan angka aborsi mencapai sekitar 4,2 juta kasus untuk wilayah Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri
menempati angka 750.000 hingga 1.500.000 kasus yang terjadi, atau dapat dikatakan hampir 50 persennya terjadi di Indonesia, dengan jumlah sekitar 2.500 aborsi yang
mengakibatkan kematian. Bahkan angka tersebut kurang dari jumlah yang disebutkan dalam penelitian Dr. Azrul yang berkisar sekitar 2,3 juta pertahun. Lebih lanjut data
terakhir dari World Health Organization WHO yang diperoleh sekitar tahun 1999 menyebutkan suatu penelitian yang melibatkan 579 responden di empat provinsi
Indonesia di antaranya Sumatra Utara, DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Sulawesi Utara menunjukkan angka 2,3 juta kasus aborsi yang terjadi dengan kategori 600.000
karena kasus gagalnya alat KB, 700.000 karena kondisi ekonomi yang rendah,
Persentase Penderita Rawat Inap Kebidanan Di RS Propinsi Panduan Menurut Pengalaman Abortus Tahun
1990
PERSEN
46
1.000.000 karena kasus keguguran. Seperti data pada tahun 1995 yang menyebutkan 373 per 100.000 dari kelahiran hidup, dan jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya
hingga sekarang. Dari angka tersebut kematian akibat aborsi karena pendarahan menempati porsi yang paling dominan, yaitu sekitar 46,7 . Bahkan WHO menaksir
dari 10-50 kematian ibu diakibatkan oleh aborsi. Berarti setiap 100.000 kelahiran hidup sekitar 37-186 meninggalkan dunia secara sia-sia karena aborsi. Untuk
masyarakat urban seperti yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prof. Budi Utomo dan kawan-kawan di 10 kota besar
dan enam kabupaten menemukan bahwa per tahun terdapat 2 juta kasus aborsi atau 37 aborsi per 1.000 perempuan usia 15 tahun-49 tahun, atau 43 aborsi per 1.000
kelahiran hidup, atau 30 kehamilan. Sementara, penelitian lain menyebutkan variasi angka 5 sampai 35 aborsi per 100 kelahiran hidup. Sebuah klinik di Jakarta
memperkirakan rata-rata terdapat sekitar 100-500 pasien yang meminta aborsi di klinik setiap bulannya. Sama halnya dengan Surabaya sebuah penelitian
memperkirakan setiap harinya aborsi dilakukan rata-rata mencapai 100 kasus. Data tersebut tidak menafikan bahwa di desa praktik aborsi menempati angka yang kecil,
justru sebaliknya. Aborsi untuk masyarakat pedesaan berdasarkan suatu penelitian sekitar 84 melebihi jumlah praktik yang ada pada masyarakat urban. Dan, biasanya
untuk masyarakat desa praktik aborsi dilakukan oleh para dukun. Indikasi ini perlu untuk diadakan penelitian lanjutan guna mengetahui variable apa saja yang
menyebabkan kondisi demikian.
71
71
Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, h.42-43
47
Frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga
perlu perawatan di Rumah Sakit. Jumlah kematian karena aborsi melebihi kematian perang manapun. Data statistik mengenai kasus aborsi di luar negeri, khususnya di
Amerika dikumpulkan oleh dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control
CDC dan Alan Guttmacher Institute AGI. Hasil pendataan menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika yaitu hampir 2
juta jiwa lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang manapun dalam sejarah negara itu. Sebagai gambaran, jumlah kematian orang
Amerika dari tiap-tiap perang adalah: 1. Perang Vietnam
– 58.151 jiwa
2. Perang Korea –
54.246 jiwa 3. Perang Dunia II
– 407.316 jiwa
4. Perang Dunia I –
116.708 jiwa 5. Civil War Perang Sipil –
498.332 jiwa Jumlah kematian karena aborsi melebihi segala penyakit. Amerika setiap
tahun ada 550.000 orang yang meninggal karena kanker dan 700.000 meninggal karena penyakit jantung. Jumlah ini tidak seberapa dibandingkan jumlah kematian
karena aborsi yang mencapai hampir 2 juta jiwa di negara itu. Secara keseluruhan, di seluruh dunia, aborsi adalah penyebab kematian yang paling utama dibandingkan
48
kanker maupun penyakit jantung.
72
Menurut Siswanto, abortus di negara-negara sedang berkembang sebagian besar lebih dari 90 dilakukan tidak aman, sehingga berkontribusi sekitar 11-13
terhadap kematian maternal di dunia. Di Zimbabwe, Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28 seluruh kematian ibu berhubungan dengan abortus. Sementara di Tanzania dan
Adis Ababa masing-masing-masing sebesar 21 dan 54. Hal ini diperkirakan merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai akibat
ketidakterjangkauan pelayanan kedokteran modern yang ditandai oleh kesenjangan informasi. Insiden abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita
mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat siklus
memanjang. Terlebih lagi abortus kriminalis, sangat sulit ditentukan karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abortus dilaporkan oleh rumah sakit sebagai rasio
dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA, angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan rumah
sakit, seperti di RS Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19. Menurut Prof. Dr. Wimpie Pangkahila abortus di Indonesia tingkat abortus masih cukup tinggi
dibanding dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun. 1 juta diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan
program KB, dan 0,7 juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB. Angka Kematian Ibu AKI Kota Palembang berdasarkan laporan indikator Database 2005 United
72
http:www.aborsi.orgstatistik.htm, diakses 28 November 2009.
49
Nation Found Population UNFPA 6
th
Country Programe adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari Propinsi Sumsel sebesar 467 per 100.000 kelahiran.
Jumlah kematian ibu tahun 2005 di Kota Palembang sebanyak 15 orang diantaranya disebabkan oleh perdarahan dan selebihnya disebabkan faktor lainnya termasuk
abortus. Dari data yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2006, angka kejadian abortus sebesar 123
kasus dengan nkejadian abortus imminens sebanyak 106 kasus 86,17, abortus komplit sebanyak 2 kasus 1,62, abortus inkomplit sebanyak 12 kasus 9,75 dan
missed abortion sebanyak 3 kasus 2,44. Beberapa karakteristik umum dapat didefinisikan yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, tinggal di daerah
perkotaan, status perkawinan, umur dan paritas. Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia, artinya terdapat 43 kasus abortus per
100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia ditemukan bahwa insiden abortus lebih
tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan. Di bawah ini ada perhitungan data penelitian yang mengambil populasi penelitiannya adalah seluruh ibu hamil 22
minggu yang pernah dirawat di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Sedangkan sampel penelitiannya adalah seluruh ibu
hamil 22 minggu yang pernah dirawat di Instalasi Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Dengan Jumlah total sampel
163 orang.
50
Ada juga data yang saya ambil dari POLRES Jakarta Selatan tentang kasus yang pernah ditangani oleh mereka dalam Laporan Polisi LP UNIT VIPPA yang diterima dari
januari 2006 sampai dengan maret 2009 yang terlampir di Lampiran.
73
B. Kasus Praktek Aborsi Provokatus Criminalis Di Masyarakat