Pandangan Ahli atau Pakar Terhadap Aborsi Provokatus Criminalis

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP ABORSI PROVOKATUS CRIMINALIS

A. Pandangan Ahli atau Pakar Terhadap Aborsi Provokatus Criminalis

Para ahli atau pakar dari berbagai disiplin ilmu memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya aborsi buatan ini. Pada umumnya para ahli tersebut menentang dilakukannya abortus buatan meskipun jika berhadapan dengan masalah kesehatan keselamatan nyawa ibu mereka dapat memahami dilakukannya abortus buatan. Menurut pandangan ahli agama sendiri melihatnya dari kaca mata dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus buatan ini adalah perbuatan dosa baik sebelum atau sesudah ditiupkannya ruh, kecuali dengan alasan medis atau alasan lainnya yang dibenarkan oleh syari’at Islam. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh penulis dari salah satu wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, di Jakarta yaitu Bpk. Drs. H. Sholahuddin al-Aiyub M. Si yang beliau mengatakan bahwa “aborsi itu haram hukumnya kecuali ada hal yang darurat keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati yaitu apabila kehamilan tersebut mengancam nyawa si ibu dan hal yang hajat kebutuhan yang mendesak keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan berat yaitu apabila janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau lahir 67 sulit sembuhkan “. Sesuai dengan Qa’idah Fiqh, di bawah ini: تارﻮﻈﺤﻤﻟا ﺢﻴﺒﺗ تاروﺮﻀﻟا Artinya: “Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang diharamkan ”. ةروﺮﻀﻟا ﺔﻟﺰﻨ لﺰﻨﺗ ﺪﻗ ﺔﺟﺎﺤﻟا Artinya: “Hajat terkadang dapat menduduki keadaan darurat”. 86 Berbeda dengan ahli psikologi, mereka melihat dari perempuan itu sendiri. Bagaimana keputusan yang diambil perempuan itu sudah dipertimbangkan dari segi agama, hukum, kesehatan dan lain-lain sehingga dapat memutuskan sebaik mungkin bagi diri dan keluarganya. Hal yang dilakukan untuk antisipasi terjadinya aborsi dengan cara pengadaan informasi melalui pengadaan pre dan post konseling yang bertujuan sebagai pemberdayaan perempuan untuk mengambil keputusan. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh penulis dari salah satu wakil Komisioner KOMNAS Perempuan, di Jakarta yaitu Ibu Desti Murdijana yang beliau mengatakan bahwa ”setiap perempuan yang melakukan aborsi harus benar-benar di dampingi baik dari keluarga maupun orang lain yang berkompeten dalam memberikan informasi tentang aborsi dari pra-tindakan sampai pasca-tindakan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti melakukan tindakan aborsi dengan cara yang tidak aman ”. 87 Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi 86 Hasil Wawancara Penulis dengan Bpk. Drs. H. Sholahuddin al-Aiyub M. Si, Bertempat di MUI Pusat Jakarta, Tanggal 15 Februari 2010. 87 Hasil Wawancara Penulis dengan Ibu Desti Murdijana, Bertempat di Kantor KOMNAS Perempuan, Tanggal 10 Maret 2010. 68 tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan. Ahli medis pun mengatakan, apabila seorang perempuan ingin mengakhiri kehamilannya yang paling aman itu dilakukan sebelum janin berusia 12 minggu 3 bulan, yang dapat dipertimbangkan untuk dapat diakhiri, jika syarat-syarat lain terpenuhi. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi ialah: KB gagal, si ibu hamil menderita sakit fisik berat, si ibu hamil menderita sakit jiwa berat, si suami menderita sakit jiwa berat, si janin punya cacat genetic yang tak dapat disembuhkan, kehamilan karena incest dan kehamilan karena perkosaan. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan penulis dari salah satu Dokter Kandungan di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Dr. E. Rohati, SpOg yang beliau mengatakan bahwa ”dilakukan aborsi sendiri saya tidak setuju, tetapi kalau dikatakan aborsi yang aman itu dengan indikasi yang dibolehkan, apabila cara aman dilakukan oleh seorang dokter dengan standar prosedur dengan mengetahui faktor penyebab kehamilannya bahkan resiko kehamilan ”. 88 Apabila di luar itu maka memerlukan prosedur medis yang berisi penjelasan dan pemahaman dengan melalui konseling. Bahkan Forum Kesehatan Perempuan mengusulkan disertai alasan kesehatan dan dilakukan oleh dokter tertentu dan dilakukan di tempat yang telah ditunjuk oleh pemerintah melalui Departemen Kesehatan yang diatur dalam UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 15 ayat 1, 2 dan 3 dan Pasal 80 ayat 1. 88 Hasil Wawancara Penulis dengan Dr. E. Rohati, SpOg, Bertempat di RS. UIN Syahid Jakarta, Tanggal 1 Maret 2010. 69 Ahli hukum melihatnya dari sisi tindakan aborsinya, yang berarti membunuh calon makhluk hidup baru yang termasuk dalam unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam KUHP yaitu Pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, 349 dan 535. Namun demikian Rancangan Undang- Undang RUU KUHP yang dipersiapkan untuk mengubah KUHP yang berlaku saat ini, nampaknya tidak memberikan perubahan ke arah perbaikan malah sebaliknya. Karena dalam Rancangan Undang-Undang RUU KUHP ini pengaturan aborsi tidak disamakan dengan pembunuhan. Oleh karena itu, pengaturan aborsi seharusnya tidak diatur dalam KUHP melainkan diatur dalam Undang-Undang Kesehatan.

B. Hukuman Aborsi Provokatus Criminalis Bagi Pelakunya Menurut Hukum Islam