Masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

55 Di dalam al- Qur‟an juga disebutkan dalam surat an-Nisaa‟ ayat 65, yaitu:                      Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. QS. An-Nisaa‟: 65 Pada saat Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam memangku jabatan di pemerintahan, masih sedikit sekali perkara yang diajukan kepadanya. Kebanyakan dari umat Islam dewasa itu hanya meminta fatwa saja, mereka menyelesaikan sendiri perkara mereka setelah memperoleh fatwa dari Rasul. Begitu juga dalam memutus perkara, Rasulullah dengan cepat dan mereka segera menjalankan, tak perlu lagi Nabi ikut campur tangan dalam urusan eksekusi putusan.

B. Perkembangan Peradilan Islam Dari Masa Ke Masa

1. Masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Para ahli hukum Islam berbeda pendapat tentang kapan dimulainya peradilan dalam Islam, apa sejak Nabi Muhammad menerima wahyu di Mekkah atau sejak beliau diangkat sebagai Rasul Madinah. Dalam Islam adalah sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul, tepatnya ketika terbentuknya sistem pemerintahan di kota Madinah, tahun 1 H 662 M, berakhir pada tahun 150 H 56 767 M. Sejak itu, banyak kegiatan peradilan dilaksanakan Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi Wasallam., terutama hal-hal yang menyangkut penegekan hukum kepada seluruh warga masyarakat. Di masa Rasulullah Shallallah u „Alaihi wa Sallam dalam melaksanakan peradilan didasarkan pada surat an- Nisaa‟ ayat 65. Sejak turun perintah melalui ayat tersebut, mulai saat itu Rasulullah melaksanakan tugasnya sebagai hakim, di samping tugas-tugas lain dalam bidang yudikatif dan dakwah Islamiyah. Di kota Madinah Rasulullah bertindak sendiri sebagai seorang hakim, ketika Islam mengalami perluasan di luar kota Madinah, barulah Rasulullah mengutus para sahabat untuk menjadi hakim di daerah tertentu dan Rasul menguji kelayakan kepada sahabat yang diutus sebelum berangkat bertugas. Sahabat yang diutus oleh Rasulullah untuk bertindak sebagai hakim di antaranya; Ali bin Abi Thalib, ditunjuk menjadi hakim ke Yaman. Kedua, Muadz Ibn Jabal, ditunjuk menjadi hakim di Yaman. Ketiga , „Attab ibn Asied, menjadi gubernur di negeri Makkah. 60 Keempat, Abi Burdah, beliau diangkat sebagai kadi untuk mendampingi Muadz Ibn Jabal bertugas sebagai kadi di Yaman. Kelima, Huzaifah al-Yamani diutus oleh Rasulullah untuk menetapkan hukum terhadap dua orang bertetangga memperselisihkan tentang dinding 60 „Attab ibn Asied ini memeluk agama Islam di hari Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi wa Sallam menaklukkan Makkah. Pada hari ini Nabi berangkat dari Makkah ke Hunain, „Attab ibn Asied diangkat menjadi wali negeri Makkah. Di waktu itu „Attab baru berumur 20 tahun lebih sedikit. Lihat Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Peradilan Islam, h. 14. 57 tembok yang ada di antara rumah mereka. 61 Selain itu, tercatat juga Umar ibn Khattab, Khalid ibn Walid, Yahya ibn Ya‟mar, Asy-Sya‟bi dan Amru ibn Ash. Di zaman Rasulullah belum ada bangunan pengadilan khusus untuk keperluan persidangan. Untuk menyelesaikan sengketa, sering digunakan masjid atau di lapangan atau di perjalanan atau di teras rumah. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Yahya bin Ya‟mar atas restu Rasulullah diselesaikan ketika perjalanan dan Sya‟biy di teras rumah. 62 Meskipun pelaksanaan peradilan pada zaman Rasulullah terkesan tidak formal, tetapi rukun-rukun al-Qadha telah terpenuhi, yaitu hakim, hukum, al-mahkum bih, al- mahkum „alaih, dan al- mahkumlah orang yang menggugat. Putusan yang ditetapkan oleh Rasulullah itu diterima dengan secara sukarela dan tidak memerlukan upaya eksekusi. 63 Orang yang datang kepada Rasulullah untuk mengajukan gugatan agar diselesaikan sengketa yang dihadapinya bukan saja dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshor, tetapi juga dari kalangan kaum Yahudi dan musyrik Mekkah. Rasulullah menetapkan hukum berdasarkan wahyu yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala, dan jika belum ada wahyu beliau berijtihad sebagaimana mestinya. 61 Muhammad A. Al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan, Jakarta: Rajawali, 1986, h. 255. 62 Al-Bukhariy al- Ja‟fiy, Matan Bukhariy, Juz VII, Semarang: Thaha Putra, tt, h. 107-109, sebagaimana dikutip dalam Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan; Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta: Kencana, 2007, cetakan Ke-1, h. 78. 63 Fazlur Rahman, Islamic Metodologi in History, terjemahan Anas Mahyudi, Bandung: Pustaka, 1984, h. 15-16, sebagaimana dikutip dalam Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan; Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam, h. 78. 58

2. Masa al-Khulafa ar-Rasyidin