45
BAB III KONSEP PERADILAN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Sejarah Peradilan Dalam Islam
I. Nabi yang Menjadi Hakim Sebelum Islam
Nabi Daud dan Nabi Sulaiman „Alaihimassalam merupakan dua hakim
pertama dalam sejarah kemanusiaan. Demikian itu karena Nabi Daud adalah sebagai raja yang menangani keputusan perkara di antara manusia dan mengatur
urusan pemerintahan. Ketika Allah
Subhanahu wa Ta‟ala hendak menambahkan hikmah dan ilmu dalam memutuskan hukum dan peradilan di antara manusia kepada Nabi Daud,
maka Allah mengutus kepadanya dua malaikat yang masuk kepadanya dengan memanjat pagar dengan maksud supaya dia takut terhadap keduanya, karena dia
dapatkan keduanya telah duduk di depannya tanpa meminta izin ketika masuk kepadanya.
51
Nabi Daud menghadapi keduanya dengan tetap tenang. Lalu, keduanya menjelaskan perselisihan dan meminta keputusan yang adil terhadap
masalah tersebut. Salah satunya mengatakan kepada Nabi Daud, “janganlah kamu menyimpang dari kebenaran, dan tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus”.
Daud mendengarkan penjelasan dari kedua orang yang berselisih tersebut terlebih dahulu.
51
Lihat perincian kisah ini, Samith Athif Al-Zain, Majma‟ Al-Bayan Al-Hadits Qashash Al-
Anbiya‟ fi Al-Qur‟an Al-Karim, h. 546-548, sebagaimana dikutip dalam Samir Aliyah, Nizham ad- Daulah wa al-
Qadha‟ wa Al-„urf fi al-Islam. Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, dkk., Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, Jakarta: Khalifa, 2004, h. 285.
46
Sala h satu dari keduanya berkata, “sesungguhnya saudara saya ini
mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan saya mempunyai seekor saja. Tapi, ketamakannya menjadikan dia terkalahkan hawa nafsunya, lalu
dia meminta satu-satunya kambing yang saya miliki. Tetapi saya menolak permintaannya dan saya jelaskan alasan penolakan penyerahan kambing yang
saya miliki kepadanya. Saya jelaskan kepadanya perbedaan antara kekayaan dia dan kemiskinan yang menimpa saya. Namun, rekayasanya lebih besar sehingga
dia mengalahkan saya dengan kehebatan debatnya, sehingga menjadikan saya harus menerima alasannya. Sungguh, dia orang yang paling lancar bicaranya,
paling kuat debatnya dan paling kaya penjelasannya”.
52
Nabi Daud „Alaihissalam melihat bahwa alasan yang dimiliki orang kedua
akan berdampak pada kezhaliman temannya, maka Nabi Daud segera menetapkan keputusan dengan mengatakan, “sesungguhnya dia telah berbuat
zhalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebahagian mereka berbuat zhalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh dan amat
sedikitlah mereka ini”. Lalu, orang yang kedua mengarahkan pandangannya kepada Nabi Daud dan
berkata kepadanya, “ini keputusan yang zhalim, engkau tidak adil. Bagaimana
52
Sebagaimana dikutip dalam Samir Aliyah, Nizham ad-Daulah wa al- Qadha‟ wa Al-„urf fi
al-Islam. Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, dkk., Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, Jakarta: Khalifa, 2004, h. 286.
47
kamu memperbolehkan dirimu memutuskan persengketaan yang tidak kamu dengar, melainkan satu pihak dari dua orang yang bersengketa”. Nabi Daud
mengetahui bahwa Allah Sub hanahu wa Ta‟ala sedang mengujinya, maka dia
meminta ampun kepada-Nya seraya bersungkur sujud dan bertaubat. Kemudian dia merenung, merasa takut dan jiwanya gelisah, sehingga dia mengetahui
kelengahan yang diperbuatnya. Semua itu dikarenakan pandangan kedua orang tersebut. Mengapa dia
tergesa dalam memberikan keputusan, dan dia meyakini ketika itu bahwa dia telah melakukan tindakan yang tidak tepat, dan menetapkan suatu hukum tanpa
kecermatan, tapi hanya berpedoman kepada apa yang tampak pertama kali. Kemudian dia kembali bertanya dirinya, siapakah kedua orang tersebut dan
bagaimana keduanya memecahkan kesunyiannya secara tiba-tiba tanpa mengetahui kapan kedua orang tersebut masuk. Nabi Daud pun mengerti bahwa
keduanya bukanlah manusia, tapi kedua malaikat dari langit yang diutus Allah Subhanahu wa Ta‟ala untuk mengujinya.
53
Maka, beliau bersungkur sujud meminta ampunan Allah dan bertaubat kepada-Nya. Allah pun mengampuninya,
lalu menyampaikan wahyu kepadanya sebagai teguran yang berbunyi:
53
Sebagaimana dikutip dalam Samir Aliyah, Nizham ad-Daulah wa al- Qadha‟ wa Al-„urf fi
al-Islam. Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, dkk., Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, Jakarta: Khalifa, 2004, h. 287.
48
Artinya : “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah penguasa di
muka bumi. Maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.” QS. Shaad; 26. Peristiwa kedua malaikat dengan Nabi Daud ini adalah kasus pertama yang
ditangani oleh seorang hakim dalam sejarah manusia, sehingga Allah menyebutkan peristiwa ini dalam al-
Qur‟an. Peristiwa ini terjadi sejak lima belas abad silam, sebagaimana yang disebutkan dalam al-
Qur‟an surat ash-Shaad ayat 17-26:
49
Artinya : Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan, dan ingatlah hamba
Kami Daud yang mempunyai kekuatan. Sesungguhnya dia amat taat kepada Tuhan. Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk
bertasbih bersama dia Daud di waktu petang dan pagi. Dan kami tundukkan pula burung-burung dalam keadaan terkumpul masing-
masingnya amat taat kepada Allah. Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah
54
dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. Dan adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang
berperkara ketika mereka memanjat pagar? Ketika mereka masuk menemui Daud, lalu ia terkejut karena kedatangan mereka. Mereka
berkata: Janganlah kamu merasa takut, kami adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain.
Maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus.
Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata:
Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan. Daud berkata: Sesungguhnya dia telah berbuat zalim
kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang
54
Yang dimaksud hikmah di sini ialah kenabian, kesempurnaan ilmu dan ketelitian amal perbuatan.
50
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini. Dan Daud mengetahui bahwa kami
mengujinya. Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan
sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi kami dan tempat kembali yang baik. Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah penguasa di muka bumi. Maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang- orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan. QS. Ash-Shaad: 17-26
Beberapa ayat tersebut bertujuan untuk melakukan terapi terhadap hawa nafsu seorang hakim, dan keharusannya mengikuti kebenaran serta tidak tergesa-
tergesa dalam menetapkan hukum sebelum mendengar argumentasi dua pihak yang berseteru. Demikian itu, berdasarkan pandangan al-
Qur‟an yang komprehensif dan tidak terbatas pada waktu dan tempat tertentu, namun untuk
seterusnya selama kehidupan manusia masih ada di muka bumi ini, untuk menegakkan keadilan di antara manusia yang merupakan harapan masyarakat
manusia di setiap tempat dan zaman. Adapun Nabi Sulaiman
„Alaihissalam yang hidup dalam didikan ayahnya dan memiliki pemahaman dan kecerdasan yang dianugerahkan Allah kepadanya
sejak kecil, sebagaimana tampak dalam berbagai ucapan dan perbuatannya serpihan mutiara dan keputusan yang tepat. Ketika berusia 11 tahun, ia memiliki
kebiasaan duduk di samping ayahnya Nabi Daud untuk mendengarkan keputusan yang diambilnya bagi orang-orang yang bersengketa.
51
Pada suatu hari, dua orang menemui Nabi Daud untuk meminta keputusan hukum dan tercermin kemarahan pada raut muka keduanya. Keduanya duduk di
depan Nabi Daud dan salah satu dari keduanya mengajukan gugatan kepada yang lain seraya mengatakan:
“Wahai Nabi, sesungguhnya saya memiliki tanaman yang berbuah dan telah dekat masa petiknya. Ketika tanaman itu telah indah
dipandang, datanglah kambing-kambing orang ini tanpa ada yang mencegahnya atau dicegah oleh penggembala. Sehingga kambing-kambing berada di kebun
saya pada siang hari dan berdiam di dalamnya pada malam hari hingga merusak kebun yang saya miliki, dan tidak ada lagi tanaman yang tersisa”.
55
Ketika penggugat ini menyelesaikan pembicaraannya, maka Nabi Daud „Alaihissalam memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk menyampaikan
pembelaannya jika dia memiliki pembelaan. Orang tersebut menjawab dengan mengakui kebenaran lawannya. Ia berkata: “Saya adalah pemilik kambing, apa
yang disampaikan temanku benar, dan saya tidak memiliki sanggahan terhadap tuduhan tersebut. Maka, putuskanlah di antara kami dengan adil dan tegakkanlah
kebenaran sebagaimana yang diajarkan Allah kepadamu”. Nabi Daud berfikir sejenak, lalu berkata: “Pemilik tanaman mengambil
kambing sebagai ganti kerugian yang dideritanya dan balasan atas kecerobohan
55
Lihat pemaparan beberapa kejadian kisah yang disebutkan al- Qur‟an ini dalam Samith
Athif Al-Zain, Majma‟ Al-Bayan Al-Hadits Qashash Al-Anbiya‟ fi Al-Qur‟an Al-Karim, h. 561-563,
sebagaimana dikutip dalam Samir Aliyah Nizham ad-Daulah wa al- Qadha‟ wa Al-„urf fi al-Islam.
Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, dkk., Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, h. 289.
52
pemilik kambing, sebab membiarkannya berada di kebun orang sehingga merusak hasil tanamannya”.
56
Sulaiman “Alaihissalam senantiasa mendengarkan keputusan ayahnya
dengan penuh perhatian dan melihat bahwa keputusan ayahnya tidak memperhatikan kemaslahatan kedua belah pihak, meskipun telah memberikan
ganti rugi kepada pemilik ladang dan balasan kepada pelaku kemaslahatan. Hanya saja keputusannya tidak merealisasikan keadilan sepenuhnya. Maka, Nabi
Sulaiman memandangi kedua orang tersebut yang hendak pergi seraya mengisyaratkan kepada keduanya agar tetap di tempat duduk. Lalu, dia
menengok ke arah bapaknya dan berkata kepadanya: “Ubahlah apa yang telah engkau tetapkan. Barangkali lebih bagus bagi
kedua belah pihak dan lebih sesuai bagi kemaslahatan keduanya serta bagi kebenaran. Semua orang yang hadir pun terkaget karena keberanian pemuda ini,
hingga mereka pun terdiam. Akan tetapi, Nabi Daud berusaha menetralkan suasana seraya berkata kepada putranya: “Berikanlah pendapatmu, wahai
Sulai man”. Maka putranya itu mengemukakan pendapat dan alasan sesuai
dengan pemahaman yang diberikan Allah kepadanya”. Ia berkata: “Engkau serahkan kambing kepada pemilik ladang sehingga dia
dan keluarganya dapat memanfaatkan susu kambing, bulu dan anaknya selama beberapa tahun, sedangkan pemilik kambing mengurus ladang dan
56
Sebagaimana dikutip dalam Samir Aliyah, Nizham ad-Daulah wa al- Qadha‟ wa Al-„urf fi
al-Islam. Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, dkk., Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, Jakarta: Khalifa, 2004, h. 290.
53
mengembalikan tanamannya dari baru. Hingga ketika tanaman telah kembali seperti semula, kambing itupun dikembalikan kepada pemiliknya semula,
sedangkan tanah dan tanamannya dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan demikian, tidak ada yang dirugikan dan tidak ada pula yang diuntungkan di
antara keduanya”. Al-
Qur‟an menyebutkan kisah ini dalam surat al-Anbiya‟ ayat 78-79, sebagai berikut:
Artinya : “Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan
keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing- kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan
yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat;
57
dan kepada masing- masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami
tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud dan kamilah yang melakukannya”. QS. Al-Anbiya‟: 78-79
57
Menurut riwayat Ibnu Abbas, bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. Maka yang Empunya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud
„Alaihissalam, Nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang Empunya tanaman
sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. Tetapi Nabi Sulaiman „Alaihissalam memutuskan supaya
kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang Empunya tanaman untuk diambil manfaatnya. Dan perang yang Empunya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanam-
tanaman yang baru. Apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya, mereka yang mempunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali. Putusan Nabi Sulaiman
„Alaihissalam ini adalah keputusan yang tepat.
54
II. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Hakim Pertama
dalam Islam
Setelah tiga belas tahun Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam
menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta‟ala di tengah-tengah masyarakat
Arab di Mekkah, dengan kehendak Allah beliau hijrah ke Madinah untuk meneruskan langkah tugasnya.
58
Di Madinah beliau melanjutkan dakwahnya, yakni menyeru dan menyampaikan ajaran-ajaran Allah
Subhanahu wa Ta‟ala kepada para manusia. Di samping itu, Rasulullah juga diperintahkan untuk memutuskan hukum dan
menyelesaikan persengketaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dengan kesimpulan, bahwa Rasulullah
Shallallahu „Alaihi wa Sallam merupakan orang yang pertama menjadi profesi hakim dalam sejarah Islam.
Sungguh Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam memutuskan dan menetapkan
hukum di antara orang-orang yang berselisih. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
“Jika hakim duduk untuk memutuskan hukum, maka Allah mengutus kepadanya dua malaikat untuk menunjukkannya kepada jalan yang benar. Jika
dia adil maka keduanya berdiri, dan jika dia menyeleweng maka keduanya naik dan meninggalkannya”.
59
58
Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Peradilan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970, cetakan Ketiga, h. 12.
59
Abu Hasan Al-Mawardi, Adab al-Qadhi, Baghdad: Tahqiq Muhyi Hilal As-Sarhan, 1971, juz 1 No. 15, h. 130, sebagaimana dikutip dalam Samir Aliyah Nizham ad-Daulah wa al-
Qadha‟ wa Al-
„urf fi al-Islam. Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, dkk., Sistem Pemerintahan, Peradilan dan Adat dalam Islam, h. 289.
55
Di dalam al- Qur‟an juga disebutkan dalam surat an-Nisaa‟ ayat 65, yaitu:
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya”. QS. An-Nisaa‟: 65 Pada saat Rasulullah
Shallallahu „Alaihi wa Sallam memangku jabatan di pemerintahan, masih sedikit sekali perkara yang diajukan kepadanya.
Kebanyakan dari umat Islam dewasa itu hanya meminta fatwa saja, mereka menyelesaikan sendiri perkara mereka setelah memperoleh fatwa dari Rasul.
Begitu juga dalam memutus perkara, Rasulullah dengan cepat dan mereka segera menjalankan, tak perlu lagi Nabi ikut campur tangan dalam urusan eksekusi
putusan.
B. Perkembangan Peradilan Islam Dari Masa Ke Masa