74
1997 saldo negatif tersebut dapat ditutup sehingga menjadi saldo positif saldo kredit sebesar Rp. 6. 160. 000. 000,-.
Namun demikian, keesokan harinya tanggal 22 Agustus 1997, PT. BHS mengalami saldo negatif kembali sebesar Rp. 5. 018. 000. 000,-
dan kemudian secara terus-menerus mengalami saldo negatif yang semakin besar yang berlangsung sampai tanggal 31 Oktober 1997.
2. Bahwa terjadinya saldo negatif pada rekening giro PT. BHS di Bank
Indonesia tersebut dikarenakan PT. BHS sudah berada dalam kondisi tidak sehat, karena sekitar 88 atau sekitar Rp. 2. 659. 308. 000. 000,-
dari kredit yang dikeluarkan oleh PT. BHS diberikan kepada perusahaan group, seedangkan kredit tersebut beserta bunganya tidak
pernah dibayar kembali oleh perusahaan group.
2. Putusan dan Pertimbangan Hakim
Kasus yang dibahas ini diselesaikan sebagaimana disebutkan di atas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui putusan nomor perkara:
1032Pid.B2001PN.JKT.PST. Putusan ini ditetapkan oleh sebuah majelis yang terdiri dari Hakim Ketua dan 2 dua Hakim Anggota serta dihadiri oleh
Panitera Pengganti dan Jaksa Penuntut Umum. Seperti lazimnya putusan lain, putusan ini berisi ketentuan sanksi pidana
yang diberikan oleh hakim kepada terdakwa. Setelah mempertimbangkan banyak hal, seperti akan dijelaskan pada bagian selanjutnya, dan setelah
majelis hakim dan hakim anggota memeriksa dan mengadili perkara tersebut,
75
dan mendengar pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, dan juga mendengar keterangan terdakwa, dan para saksi serta memperhatikan bukti di
persidangan. Namun, dalam hal ini para terdakwa tidak hadir dalam proses pemeriksaan dan mengadili. Akan tetapi, Majelis Hakim memutuskan bahwa
para terdakwa dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana, yaitu melakukan perbuatan melawan hukum.
Putusan yang diucapkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengacu pada ketentuan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1974 yang menentukan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan menggali nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat. Dan hakim juga menggunakan dalil yang tercantum pada Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa pemeriksaan dan diputusnya perkara korupsi bisa dilakukan tanpa hadirnya terdakwa in absentia apabila
telah dilakukan dengan dua syarat, yaitu telah dipanggil secara sah dan tidak hadir tanpa alasan sah.
Pada substansi putusan tersebut, majelis tetap berpegang teguh kepada azas praduga tak bersalah kepada mereka yang disangka melakukan tindak
pidana korupsi untuk diperiksa dan diadili tetapi berada di luar negeri. Selain itu, majelis juga mengartikan tentang in absentia tidak secara
sempit, melainkan diartikan secara luas maknanya, yaitu pemeriksaan in absentia harus diartikan dan atau dikenakan kepada siapa saja yang menurut
76
sangkaan dan dugaan telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dapat diperiksa dan diadili secara in absentia, baik orang tersebut diketahui maupun
tidak diketahui keberadaannya, baik di luar negeri maupun di dalam negeri dan telah dipanggil secara patut, sehingga mempermudah pemerintah untuk
memeriksa yang bersangkutan. Mengenai persoalan melanggar hak asasi manusia atau tidak, Majelis
berhemat pendapat, bahwa putusan yang diputuskan tidak melanggar hak asasi, karena yang bersangkutan telah dipanggil secara patut dan dalam hal ini
telah diatur dalam Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Oleh karenanya, apabila
mereka akan menggunakan hak-haknya untuk beracara, baik tingkat penyidikan dan penuntutan serta pemeriksaan di muka persidangan,
diharapkan kembali ke tanah air. Majelis
hakim menjatuhkan
putusan terhadap
terdakwa telah
mempertimbangkannya secara yuridis dari fakta-fakta dan bukti-bukti yang diungkapkan dalam persidangan. Adapun yang dimaksud dengan fakta-fakta
di persidangan adalah tidak ditemukan adanya alasan yang dapat memaafkan ataupun alasan yang membenarkan, sehingga dapat mengahapuskan
pertanggungjawaban pidana atau melepaskannya dari hukuman. Sedangkan yang dimaksud dengan pertimbangan Majelis Hakim dalam
putusannya adalah termasuk ha-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa. Yang dimaksud dengan hal-hal yang memberatkan
77
para terdakwa yaitu akibat perbuatannya telah merugikan keuangan negara sangat besar, hasil korupsi telah dinikmati oleh mereka dan para terdakwa
tidak mempunyai rasa tanggung jawab kepada bangsa dan negara, terbukti setelah melakukan perbuatan korupsi, mereka melarikan diri. Dan perbuatan
para terdakwa merupakan salah satu potensi yang merusak perekonomian negara yang ditandai dengan terjadinya krisis moneter.
Adapun dalam putusan perkara ini, majelis hakim memutuskan tidak adanya hal-hal yang meringankan bagi para terdakwa.
Selain itu, majelis hakim mempertimbangkan putusannya dengan memperhatikan pada dakwaan dan tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa
Penuntut Umum. Adapun dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah bahwa para terdakwa Hendra Rahardja, Eko Edi Putranto dan
Sherny Kojongian telah bersalah melakukan turut serta tindak pidana korupsi yang diatur Pasal 1 ayat 1 sub a juncto Pasal 28 juncto 34 c Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1971 juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 1 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1 sub 1 e juncto Pasal 64 ayat 1
KUHP, dalam surat dakwaan Kesatu. Dalam dakwaan Kedua, dengan terdakwa Sherny Kojongian bersalah
melakukan tindak pidana korupsi yang diatur Pasal 1 ayat 1 sub a juncto Pasal 28 juncto 34 c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 juncto Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 1 ayat 2 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
78
Unsur-unsur yang terkandung dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum melakukannya secara kumulatif. Pertama majelis hakim mempertimbangkan
pada dakwaan Kesatu terlebih dahulu. Unsur-unsur yang terdapat pada dakwaan Kesatu yaitu; 1. Barangsiapa, 2. Dengan melawan hukum, 3.
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, dan 4. Secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan dan
atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Sedangkan dalam dakwaan Kedua, unsur-unsur yang terkandung yaitu; 1. Barangsiapa, 2. Dengan melawan hukum, 3. Melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang atau suatu badan, 4. Secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan dan atau perekonomian negara atau
diketahui patut disangka bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan dan atau perekonomian negara.
Bahwa dari unsur-unsur Pasal 1 ayat 1 sub a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 sebagaimana telah disebutkan di atas, yang kemudian
dihubungkan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur-
unsur tersebut. Penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum itu selaras dengan putusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim.
Jaksa melakukan penuntutan terhadap terdakwa I yaitu Hendra Rahardja dengan pidana penjara seumur hidup, terhadap terdakwa II yaitu Eko Edi
79
Putranto dengan pidana penjara selama 20 tahun, dan terhadap terdakwa III yaitu Sherny Kojongian dengan pidana penjara selama 20 tahun. Mengenai
pidana denda, para terdakwa dipidana denda masing-masing sebesar Rp. 30. 000. 000,-
Untuk mendukung penuntutan dan dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yang telah bersumpah menurut tatacara
agamanya masing-masing yang bernama; saksi Sudarto, saksi Muhammad Hasjim, F. Dinald, Iswanto Tedjadinata, saksi Hendi Susanto, Hendro
Suwono, saksi Ari Dharma, saksi Kim Ha Tirto Kuntjoro, saksi Djuhanda, saksi Puspa Lili Tanusatrio, saksi Muhtar Suriadihardja, saksi Bambang
Budiman, saksi Muhammad Nur Tajeb, saksi Lanny Ratna Ekowati, saksi Lie Kessy Lisyanto, saksi Andre Wijayanto, saksi Hardi Susanto, saksi Eko
Tjipto, saksi Hasan Bisri, saksi Oei Hoey Tiong. Setelah membahas putusan dan pertimbangan yang dilakukan oleh majelis
hakim sebagaimana telah dijelaskan di atas, kasus tersebut diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Senin,
tanggal 18 Maret 2002, oleh sebuah majelis yang terdiri dari hakim ketua, yaitu H. Subardi, SH. MH. dan dua hakim anggota, yaitu H. Herri Swanto, SH. dan H. Asep
Iwan Iriawan, SH., dan didampingi oleh panitera pengganti bernama Supangat serta dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum, dengan tidak dihadiri oleh para terdakwa.
80
B. Analisa Putusan Perkara Korupsi secara In Absentia Pandangan Hukum