Larangan Menjadi Saksi KESAKSIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA DAN

Selain itu yang dapat di kecualikan menjadi saksi menurut pasal 170 KUHAP yaitu mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatan nya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. Menurut Andi Hamzah pengecualian ini hanya bersifat relatif, karena frasa pasal tersebut mengatakan”dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi…” maka berarti jika mereka bersedia menjadi saksi, dapat diperiksa oleh hakim. 33 Oleh karena itulah maka kekecualian menjadi saksi karena harus menyimpan rahasia jabatan atau karena martabatnya merupakan kekecualian relatif. Terkait dengan larangan seseorang menjadi saksi, dalam hukum acara pidana Islam berhubungan dengan konsep tahammul dan ada ’. 34 Tahammul ialah kesanggupan memelihara dan mengingat suatu peristiwa. Sedangkan A da‟ ialah kesanggupan untuk mengemukakanmelapalkan peristiwa tersebut dengan benar. Orang-orang yang secara sempurna memiliki kemampuan untuk tahammul dan ada‟ ialah orang merdeka, baligh, akil dan adil. Sedangkan golongan yang tidak memiliki kemampuan untuk tahammul dan ada‟ sehingga kesaksiannya ditolak dan tidak ada nilai pembuktian sama sekali yaitu kanak-kanak, orang gila, orang kafir dan hamba. Permasalahan 33 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, h. 262. 34 Usman Hasyim, Teori Pembuktian Menurut Fiqih Jinayat Islam, Yogyakarta: Andi Offset, 1984 h. 14. tidak diterimanya kesaksian orang kafir non muslim karena al- Qur’an menghendaki bahwa kesaksian itu harus dilakukan oleh orang yang adil. Dan orang kafir tidak termasuk dalam kategori adil. 35 Ibnu Qayyim mengemukakan bahwa penolakan secara mutlak terhadap kesaksian orang non muslim kepada orang Islam sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh para ahli hukum Islam sebenarnya perlu ditinjau kembali. Lebih lanjut Ibnu Qayyim mengemukakan bahwa dalam masalah persaksian yang penting adalah saksi-saksi tersebut dapat mengungkapkan tabir yang menutup kebenaran. 36 Orang-orang yang dapat mengungkapkan kebenaran itu adakalanya dari orang-orang yang bukan Islam dan orang-orang itu dapat dijamin kepercayaannya, maka dalam hal ini kesaksian dapatlah diterima. Lebih lanjut ia mengatakan yang terpenting dari sebuah kesaksian ialah nilai kebenarannya. Pendapat tersebut sejalan dengan perkembangan zaman saat ini, dimana pengaruh globalisasi mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi membaur satu sama lain yang tidak terikat dengan satu agama saja. Apabila terjadi perselisihan diantara mereka bukan suatu hal yang mustahil peristiwa dan kejadian yang terjadi justru disaksikan oleh orang-orang yang beragama selain Islam. Para praktisi hukum dibeberapa negara Islam, pendapat ini banyak 35 Mahmud A’is Mutawalli, Dlomanatul A‟dalah fil Qadla Islami, Beirut: Dar al Kutub El Ilmiya, 2003, h. 81. 36 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, I‟lam al-Muwaqi‟in, Kairo: Darul Hadis, 2006, Juz. I, h. 91. dipergunakan dalam menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi didalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu para praktisi hukum harus dapat membedakan saksi sebagai syarat hukum atau sebagai alat pembuktian, kalau syarat hukum berkenaan dengan syarat materiil dan berhubungan dengan diyanatan, sedangkan saksi sebagai alat pembuktian berhubungan dengan syarat formal yang berkaitan dengan qadlaan. 37 Selain itu tidak dapat diterima kesaksiannya diantarnya juga ialah kesaksian orang fasik. Menurut Syafi’iah orang fasik bukan ahli Syahadah tidak diterima kesaksiannya. Kesaksian orang fasik ditawakkufkan ditunda penerimaanpenolakannya sampai terbukti benar. Sebagaimana firman Allah SWT: ا تف إ ب قساف ْمكءاج ْ إ ا مآ ّا ا أ ا م ا ْمتّْعف ام ٰ ّع ا ح ْصتف ّا جب امْ ق ا صت ْ أ “ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” QS. Al-Hujuraat: 6. Menurut pendapat sebagian Fuqaha, mesti dibedakan antara sifat fasik yang datang pada saksi sesudah ia menunaikan kesaksian, jika sifat fasik itu termasuk yang tersembunyi dari manusia, seperti zina dan minum khamar, maka karena fasik ini ulama bersepakat untuk menolak kesaksiannya. 37 Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif, h.126. Menurut Wahab Zuhaili, bahwa ayat ini menunjukan keumuman lafadz dalam fasik dan berita. Artinya siapapun orang fasik dengan membawa kabar berita apapun maka harus diperiksa kebenarannya. 38 Kesaksian karena hubungan kekerabatan juga dilarang. Tidak diterima kesaksian suami bagi isteri nya atau sebaliknya dan tidak diterima kesaksian ayahibu bagi anak dan seterusnya, sebagaimana tidak diterima kesaksian isteri ayah ibu tiri bagi anak tirinya, maupun ayah bagi anak tiri. Pelarangan keluarga menjadi saksi karena dikhawatirkan ia akan berdusta demi melindungi anggota keluarganya itu.

E. Kekuatan Pembuktian Kesaksian dalam Hukum Islam

Terkait dengan pembuktian kesaksian dalam hukum acara jinayat setidaknya tidak sama antara satu perkara dengan perkara lain, ada beberapa peristiwa yang dituntut padanya empat orang saksi, ada yang perlu 3 orang saksi, ada yang perlu dua saksi laki-laki atau seseorang saksi laki-laki dan dua orang perempuan, atau seorang saksi dan ditambah sumpah, atau seseorang laki-laki saja. 39 Perbedaan ini karena berbedanya ketentuan hukum yang berlaku Al- Qur’an dan Sunnah. Dalam kasus perzinahan para ulama bersepakat bahwa untuk membuktikannya diperlukan kesaksian 4 orang saksi yang adil. Hal yang 38 Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir fil Aqidah wasyariah wal Minhaj, Damsyq : Darul Fikr, 2003 Juz. XIII, h. 558. 39 Ahmad Fath Bahansy, Nazriatul Itsbat Fil Fiqh al- Jina‟i al-Islami, Dirasat Fiqhiah Muqaranah, Beirut: Dar al-Suruq, 1983 cet.IV. h.107. demikian itu karena rasa malu terbukanya rahasia dalam jarimah ini lebih buruk dari yang lain-lainnya. Hal ini berdasarkan pada Firman Allah SWT: فّْا تْأ تاّّا ْم ْم عبْ أ ّْع ا ْ تْساف ْم ئاس ْ م حا “Dan Terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi dia ntara kamu yang menyaksikannya”. QS. An- Nisa’: 15. Ayat ini menegaskan bahwa terhadap para wanita yang mendatangi perbuatan yang sangat keji yakni berzina atau lesbian maka hendaklah pembuktian itu didasarkan atas kesaksian empat orang saksi laki-laki. Persyaratan penerimaan persaksian perzinaan yang demikian berat agar pembuktiannya benar-benar valid karena menyangkut aib orang lain. 40 Tata cara penyampaian kesaksiannya dilakukan didepan hakim pada waktu yang bersamaan, dengan menjelaskan secara lengkap kapan dimana dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Agar kejelasannya menjadi sempurna karena berhubungan dengan harga diri dan martabat seorang manusia. Dalam perkara-perkara had selain zina seperti pencurian, minum khamar, qadzaf dan pemberontakan, maka pembuktiannya harus didasarkan atas kesaksian 2 orang saksi laki-laki yang adil. Perkara-perkara selain dari 40 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h.453. hal tersebut kesaksiannya cukup dengan seorang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan. Salah satu hal yang menjadi perdebatan dikalangan para ulama ialah soal saksi perempuan. Para Fuqahapada umumnya berpendirian bahwa kesaksian perempuan tidak bisa diterima untuk hukum hudud. Namun Ibnu Qayyim berpendapat bahwa seorang perempuan dapat diterima sebagai saksi jika ia dapat dipercaya, jika perempuan tersebut sempurna ingatannya tentang apa yang dia lihat, adil, dan juga cenderung religius, maka hukum ditetapkan atas dasar kesaksiannya saja. Menurut penulis tampaknya Ibnu Qayyim melihat perkembangan kehidupan manusia dimana derajatkesetaraan antara laki-laki dan perempuan itu sama. Era modern pun menunjukan jika kualitas ingatan serta intelegensia perempuan tidak kalah dengan laki-laki. Menurut suatu riwayat, pernah terjadi kaum perempuan menetapkan mahar yang cukup tinggi untuk suatu pernikahan pada saat kondisi ekonomi mereka sudah cukup. Melihat hal itu, Umar Bin Khattab khawatir bahwa gejala ini akan terus berlanjut, maka Umar menetapkan batas mahar itu maksimal 400 dirham. Pandangan ini di tentang oleh seorang wanita Quraisy, yang mengatakan, “Tidakkah tuan telah mendengar bahwa Allah SWT telah berfirman, “Dan kamu sekalian telah memberikan kepada salah seorang diantara perempuan itu harta yang banyak, maka janganlah sekali- kali kamu mengambilnya sedikit pun” QS An-Nisa’: 20. Mendengar hal itu, Umar langsung menjawab, “semoga Allah