Putusan Mahkamah Agung Nomor 193 PKPid.Sus2010

Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban di jumpai selaput dara robek pada posisi jam 7 sampai dasar berdasarkan hasil Visum et Repertum Nomor : Klien1121V2008 tanggal 8 juni 2008 yang di tandatangani oleh dr. Mastutik dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Kendal.Berdasarkan hal tersebut perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 26 ayat 1Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 81 ayat 1 di sebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp. 60.000.000.00 enam puluh juta rupiah. Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menuntut agar terdakwa di pidana selama 6 enam tahun penjara dan denda Rp. 60.000.000,- enam puluh juta rupiah subsidair 3 tiga bulan kurungan.Unsur-unsur dalam perbuatan tersebut yaitu, perbuatan melawan hukum, memaksa melakukan persetubuhan, dengan kekerasan atau ancaman. Namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kendal dalam amar putusan nyaNo. 234Pid.B2008PN.KDL menyatakan bahwa Terdakwa JEFRI OLOANDIKA SILALAHI Bin JARASMIN SILALAHI tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan didalam dakwaan Primair, Subsidair, dan Lebih Subsidair. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memerintahkan terdakwa untuk dibebasakan dari tahanan rumah tahanan Negara, serta memulihkan hak dan martabat terdakwa. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kendal, Jaksa Penuntut Umum mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung.Terhadap Kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum, Mahkamah Agung memutuskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 272 KPid.Sus2009 tanggal 15 Mei 2009 yang dalam amar putusan nya menyatakan bahwa Mengabulkan Permohonan Kasasi dari Pemohon KasasiJaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kendal, Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Kendal Nomor: 234Pid 2008PN.KDL, Menyatakan terdakwa JEFRI OLOANDIKA SILALAHI Bin JARASMIN SILALAHI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “persetubuhan terhadap anak dibawah umur” dan Menjatuhkan kepada terdakwa JEFRI OLOANDIKA SILALAHI Bin JARASMIN SILALAHI dengan hukuman pidana penjara selama 1 satu tahun 6 enam bulan. Terhadap putusan kasasiMahkamah Agung tersebut Terdakwa mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali PK. Dalam Memori Peninjauan Kembali PK salah satunya terdakwa mengajukan keberatan terhadap Mahkamah Agung bahwa pertimbangan Majelis Hakim Kasasi Judex Juris adalah keliru karena di dasarkan pada keterangan saksi yang tidak pernah melihat sendiri, mengalami sendiri dan mendengar sendiri, melainkan hanya berdasarkan cerita dari orang lain Testimonium De Auditu. Berdasarkan Putusan Kasasi No. 272 KPid.Sus2009 pada halaman 12- 13 perkara a quo Majelis Hakim Kasasi telah membenarkan keberatan yang dikemukakan oleh Penuntut UmumPemohon Kasasi dengan menyatakan bahwa keberatan Penuntut Umum tersebut dapat dibenarkan karena JudexFacti Pengadilan Negeri yang tidak cermat dan teliti dalam pertimbangan hukumnya dimana keterangan para saksi-saksi yang didengar dipersidangan I pertama saksi Farida Lumban Raja Binti Amintas Lumban Raja, Amintas Lumban Raja Bin D. Lumban Raja, saksi Anis Sirait Binti Ahiya Sirait, saksi Dyah Ariiani Pudjilestari Binti Soedjadi, saksi Ucok Sabar Lumban Raja Bin Amintas Lumban Raja menerangkan bahwa terdakwa pernah mengakui bersetubuh dengan saksi korban Farida Lumban Raja. Begitu pula dalam pengakuannya kepada para saksi tersebut terdakwa bersedia bertanggung jawab atas perbuatan yang telah ia lakukan pada saksi korban. Menurut terdakwa keempat saksi tersebut tidak memiliki kapasitas sebagai saksi. Karena keempat saksi tersebut menerangkan hanya berdasarkan cerita dari saksi korban Farida Lumban Raja. Dengan demikian keterangan para saksi tersebut adalah sebagai keterangan yang di dengar dari orang lain testimonium de audituyang tidak mempunyai nilai pembuktian. 2. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali PK yang di ajukan oleh Terdakwa JEFRI OLOANDIKA SILALAHI Bin JARASMIN SILALAHI Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 272 KPid.Sus2009 yang mengabulkan permohonan Kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dan menyatakan terdakwa JEFRI OLOANDIKA SILALAHI Bin JARASMIN SILALAHI terbukti bersalah melakukan tindak pidana “persetubuhan terhadap anak dibawah um ur” sudah tepat dan benar. Sehingga tidak ada kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dari JudexJuris. Putusan Majelis hakim PK yang membenarkan putusan kasasi Mahkamah Agung menurut penulis sudah tepat dan benar. Hal ini didasarkan bahwa walaupun kesaksian de auditu tidak diterima sebagai alat bukti namun banyak dari putusan-putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang mempergunakan saksi de auditu sebagai alat bukti yakni melalui alat bukti petunjuk. Terkait dengan kasus ini sejatinya adalah untuk menegakkan keadilan dan hukum terhadap terdakwa yang secara jelas dan nyata sesuai dengan fakta baik melalui hasil Visum etReprertum maupun keterangan saksi korban telah melakukan perbuatan pidana yakni memaksa melakukan persetubuhan dengan saksi korban yang merupakan anak di bawah umur. Pertimbangan Hukum Mahkamah Kasasi yang membenarkan keberatan Pemohon KasasiPenuntut Umum bahwa Judex FactiPengadilan Negeri Kendal telah keliru dalam menilai keterangan saksi-saksi selain saksi korban itu menurut hemat penulis sangat patut dihargai sebagai sebuah kemajuan berfikir. Bahwa tidak selamanya saksi yang bersifat de auditudilarang untuk didengar keterangannya, adakalanya saksi de auditutersebut dapat didengarkan oleh hakim sebagai petunjuk untuk menumbuhkan keyakinan hakim bahwa telah terjadi suatu tindak pidana.

B. Analisis Hukum Acara Pidana Terhadap KesaksianDe Auditu

Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu mengenai kekuatan pembuktian kesaksian de auditu dipersidangan yang tidak dapat dipakai sebagai alat bukti penuh. Bahkan, dalam banyak putusan pengadilan keterangan saksi de auditu dianggap sama sekali tidak berharga sebagai alat bukti. Namun, bertolak belakang dengan pendapat umum yang menolak saksi de auditu sebagai alat bukti, Munir Fuady justru menerima kesaksian deauditu sebagai alat bukti di persidangan, tentunya dengan klasifikasi dan persyaratan-persyaratan tertentu. Ia berpendapat: “ apakah saksi de auditu dapat dipergunakan sebagai alat bukti?. Hal ini sangat bergantung pada kasus perkasus. Apabila ada alasan yang kuat untuk memercayai kebenaran dari saksi de auditu, misalnya keterangan tersebut dapat dimasukkan dalam kelompok yang dikecualikan, saksi de auditu tersebut dapat dipergunakan sebagai alat bukti. Dalam hukum acara perdata saksi de auditu dapat diakui, baik lewat bukti persangkaan maupun tidak. Adapun dalam hukum acara pidana dapat diakui lewat bukti petunjuk.” 60 Penulis berpendapat tampaknya Munir Fuady lebih bersikap luwes dan terbuka dibanding dengan para ahli hukum lainnya, dengan tidak menolak secara mentah-mentah saksi de auditu.Hal ini tentunya apabila terdapatalasan yang kuat untuk mempercayainya dan menggunakannya sebagai alat bukti petunjukguna membangun keyakinan hakim dalam memutuskan suatu perkara dipersidangan. Untuk itu, menurut penulis patut dipertimbangkan oleh hakim kapan saatnya keterangan saksi de auditu dapat digunakan sebagai alat bukti petunjuk tersebut. Disini dibutuhkan kecerdasan dan kecermatan hakim untuk menilai kebenaran saksi de auditu . Karena keberatan dan yang disangsikan dalam saksi de auditu adalah tentang benar atau tidaknya ucapan pihak saksi yang tidak kepengadilan tersebut, maka titik fokus utama dari dipakainya saksi de auditu sebagai alat bukti adalah sejauh mana dapat dipercaya ucapan saksi yang tidak ke pengadilan itu. Jika menurut hakim yang menyidangkan ternyata keterangan saksi pihak ketiga cukup reasonable untuk dapat 60 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2012, Cet II h. 146 dipercaya, maka keterangan saksi seperti itu dikecualikan dari de auditu. Artinya keterangan saksi seperti itu dapat diakui sebagai alat bukti meskipun secara tidak langsung yakni lewat alat bukti petunjuk. Senada dengan hal tersebut Wirjono Prodjodikoro juga mengemukakan pendapatnya tentang saksi de auditu yang dapat dipergunakan dalam persidangan sebagai alat bukti petunjuk. Menurutnya: “larangan terhadap saksi testimonium de auditu adalah baik dan semestinya. Akan tetapi harus diperhatikan, bahwa kalau ada saksi yang menerangkan telah mendengar terjadinya suatu keadaan dari orang lain, kesaksian semacam itu tidak selalu dapat dikesampingkan begitu saja. Mungkin hal pendengaran suatu peristiwa dari orang lain dapat berguna untuk penyusunan suatu rangkaian pembuktian terhadap terdakwa.” 61 Penulis sependapat dengan kedua sarjana hukum tersebut bahwa saksi de auditu tidak dapat dikesampingkan begitu saja untuk tidak di dengar keterangannya. Kecermatan hakim untuk menilai kebenaran dari kesaksian de auditu sangat diperlukan untuk membangun keyakinan hakim. Saksi de auditu dapat saja di terima sebagai sebuah alat bukti asal hakim mempunyai alasan yang rasionable untuk itu. Prinsip umum yang diterima secara meluas dalam praktik pengadilan adalah bahwa saksi de auditu tidak berharga sebagai alat bukti. Namun 61 Hari Sasangka dan lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2003, h. 40