Pengertian dan Landasan Hukum Kesaksian

suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu”. 20 Definisi saksi dalam Pasal 1 angka 26 juncto pasal 1 angka 27 juncto Pasal 184 ayat 1 huruf a KUHAP mengalami perluasan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65PUU-VIII2010 tertanggal 8 Agustus 2011. Dalam amarPutusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat 3 dan ayat 4; serta pasal 184 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang pengertian saksi dalam Pasal a quotersebut tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”; Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal-pasal a quotersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang pengertian saksitidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak 20 M.Karjadi dan R.Soesilo, KUHAP dengan Penjelasan dan Komentar, h.163. pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”; 21 Dengan demikian, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, definisi keterangan saksi sebagai alat bukti adalah keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu, termasuk pula keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. 22 Memberikan kesaksian merupakan kewajiban bagi setiap orang. Hal ini dapat kita lihat dalam rumusan penjelasan Pasal 159 ayat 2 KUHAP yaitu “Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil kesuatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Demikian pula halnya dengan ahli”. Dari ketentuan tersebut memberikan pemahaman bahwa memberikan keterangan sebagai saksi dalam pemeriksaan perkara pidana disidang pengadilan adalah kewajiban setiap orang. Terhadap segala penolakan atau pengingkaran terhadap kewajiban hukum tersebut merupakan pelanggaran 21 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65PUU-VIII2010, diakses dari situs Www.Mahkamahkonstitusi. com pada Senin 9 September 2013. 22 Eddy O.S. Hiariej, Teori Hukum Pembuktian, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012, h. 103. hukum dan dapat dikenakan pidana. Oleh karenanya apabila saksi tidak datang menghadap ke sidang pengadilan setelah dipanggil secara patut dan wajar tanpa alasan yang dapat diterima,maka saksi dapat dihadirkan secara paksa. Kesaksian dalam Islam dikenal dengan Syahadah, yang berarti melihat dengan mata. 23 Karena syahid, atau orang yang menyaksikan memberi tahu apa yang ia lihat dan ia saksikan. Maksudnya ialah pemberitahuan terhadap apa yang ia ketahui dengan suatu ungkapan yaitu:”Aku saksikan atau Aku telah menyaksikan asyhadu atau syahidtu. Sedangkan menurut Syara‟ kesaksian adalah pemberitaan yang pasti yaitu ucapan yang keluar yang diperoleh dengan penyaksian langsung atau dari pengetahuan yang diperoleh dari orang lain karena beritanya telah tersebar. 24 Definisi lain juga dapat dikemukakan tentang kesaksian yaitu sebagai: اخ ظفّب غ ّع قحب ّا ا خا “Pemberitaan seseorang dengan hak atas orang lain dengan lafal tertentu”. 25 Memberikan kesaksian merupakan kewajiban yang bersifat Kifayah. 26 Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam QS: al-Baqarah ayat 283: 23 Sayid Sabiq, Fiqih Sunah, Mesir: Fath alam el-Arabi, 2004, h.1037. 24 Anshoruddin, Hukum Pembuktian menurut Hukum Acara Islam dan Hukum positif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h.73. 25 Abi Bakr Usman bin Muhammad Syata’ Addimyati, Hasyiyah I‟anah Attholibin, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 2012, Juz. IV, h. 452. م ّع ّ ْعت ا ب ّّا ۗ ّْق مثآ إف ا ْ تْ ْ م ۚ ا ّا ا تْ ت اّ Artinya: “ Dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. QS. Al-Baqarah 283. Berdasarkan pada ayat ini menurut Wahbah Zuhaili menunjukan bahwa jika seseorang dipanggil untuk memberikan kesaksian maka wajib hukumnya untuk memenuhi panggilan itu, apabila dua orang telah menunaikannya maka gugurlah kewajiban masyarakat umum dan berdosa semuanya jika tidak ada yang mau memenuhi panggilan untuk memberikan kesaksian tersebut. 27

C. Syarat-syarat Menjadi Saksi

Keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir dapat dikatakan bahwa dalam setiap perkara pidana di sidang pengadilan selalu bersandar pada alat bukti keterangan saksi disamping alat bukti yang lain. Oleh karenanya agar keterangan saksi memiliki nilai pembuktian di hadapan hakim maka perlu diatur mengenai syarat menjadi saksi. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP mengatur secara tegas tentang hal itu, diantaranya: 26 Mahmud A’is Mutawalli, Dlomanatul A‟dalah fil Qadla Islami, Beirut: Dar al Kutub El Ilmiya, 2003, h. 70. 27 Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir fil Aqidah wasyariah wal Minhaj, Damsyq : Darul Fikr, 2003 Juz. II, h. 117. 1. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji Hal ini diatur dalam pasal 160 ayat 3 yaitu ” Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib memberikan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya”. Berdasarkan ketentuan ini maka terhadap saksi yang menolak untuk mengucapkan sumpah atau janji tanpa alasan yang sah maka ia dapat dikenakan sandera selama 14 hari, Pasal 161 ayat 1. 2. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan Artinya keterangan saksi yang diberikan di luar sidang pengadilan tidak dapat dijadikan alat bukti. Sehingga hakim tidak dapat menjatuhkan putusan terhadap terdakwa berdasarkan pada keterangan saksi yang disampaikan diluar sidang pengadilan. 3. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup Pasal 185 ayat 2 menyatakan “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Ketentuan dalam pasal ini berasal dari asas hukum pidana Unnus Testis, Nullus Testis, artinya adalah satu saksi bukan merupakan saksi. Asas tersebut dapat disimpangi berdasarkan pasal 185 ayat 3 yaitu “ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.Berdasarkan tafsir a contrario menurut Alfitra keterangan seorang saksi cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai satu alat bukti lain, misalnya satu keterangan saksi ditambah keterangan terdakwa, satu keterangan saksi ditambah satu alat bukti surat. 28 Dalam hukum Islam persyaratan seseorang untuk menjadi saksi sangat ketat dan selektif, hal ini dikarenakan kesaksian merupakan unsur terpenting dalam persidangan qadla yang bertujuan untuk menumbuhkan dan menguatkan keyakinan hakim dalam memutuskan perkara pidana terhadap terdakwa. Karena berhubungan tidak hanya dengan hak-hak terdakwa tetapi juga dengan hak-hak Allah. Adapun syarat menjadi saksi menurut Sayid Sabiq 29 yaitu: 1. Islam 2. Adil Hal ini sebagaimana firman Allah SWT: ّّ ا ّا ا قأ ْم ْم ْ ع ْ ا ْشأ Artinya: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.” QS. Ath-Thalaq: 2. Para ulama ahli fiqih berpendapat bahwa sifat adil itu berkaitan dengan kesalehan dalam agama dan memiliki sifat Muru ‟ah kewibawaan. Kesalehan 28 Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011, h. 60. 29 Sayid Sabiq, Fiqih Sunah,h.1038.