hal tersebut kesaksiannya cukup dengan seorang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan.
Salah satu hal yang menjadi perdebatan dikalangan para ulama ialah soal saksi perempuan. Para Fuqahapada umumnya berpendirian bahwa
kesaksian perempuan tidak bisa diterima untuk hukum hudud. Namun Ibnu Qayyim berpendapat bahwa seorang perempuan dapat diterima sebagai saksi
jika ia dapat dipercaya, jika perempuan tersebut sempurna ingatannya tentang apa yang dia lihat, adil, dan juga cenderung religius, maka hukum ditetapkan
atas dasar kesaksiannya saja. Menurut penulis tampaknya Ibnu Qayyim melihat perkembangan kehidupan manusia dimana derajatkesetaraan antara
laki-laki dan perempuan itu sama. Era modern pun menunjukan jika kualitas ingatan serta intelegensia
perempuan tidak kalah dengan laki-laki. Menurut suatu riwayat, pernah terjadi kaum perempuan menetapkan mahar yang cukup tinggi untuk suatu
pernikahan pada saat kondisi ekonomi mereka sudah cukup. Melihat hal itu, Umar Bin Khattab khawatir bahwa gejala ini akan terus berlanjut, maka Umar
menetapkan batas mahar itu maksimal 400 dirham. Pandangan ini di tentang oleh seorang wanita Quraisy, yang mengatakan, “Tidakkah tuan telah
mendengar bahwa Allah SWT telah berfirman, “Dan kamu sekalian telah memberikan kepada salah seorang diantara perempuan itu harta yang banyak,
maka janganlah sekali- kali kamu mengambilnya sedikit pun” QS An-Nisa’:
20. Mendengar hal itu, Umar langsung menjawab, “semoga Allah
memberikan ampunan-Nya, semua orag t ernyata lebih pandai dari Umar.”
Riwayat lain menyebutkan bahwa saat itu Umar menjawab, “Ibu benar dan Umar yang salah.” Kemudian ia naik mimbar dan menarik keputusannya.
41
BAB III KEKUATAN PEMBUKTIAN KESAKSIAN
DE AUDITU DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
A. Kesaksian De Auditu dalam Hukum Acara Pidana
Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan tidak ada perkara pidana
yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar pada keterangan saksi. Sekurang-
kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih perlu pembuktian dengan bukti keterangan saksi.
Dalam hukum acara pidana di Indonesia sebagaimana dikemukakan dalam KUHAP bahwa yang dimaksud dengan saksi ialah orang yang dapat
memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan
41
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010 h. 101.
suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”.
42
Di samping itu juga terdapat apa yang dikenal dengan istilah Testimonium de Auditu atau HearsayEvidence.
Hearsay berasal dari kata Hear yang berarti mendengar dan Sayberarti mengucapkan. Oleh karena itu secara harfiah istilah hearsay berarti
mendengar dari ucapan orang lain. Jadi, tidak mendengar sendiri fakta tersebut dari orang yang mengucapkannya sehingga disebut juga sebagai bukti
tidak langsung second hand evidence sebagai lawan dari bukti langsung original evidence. Karena mendengar dari ucapan orang lain, maka saksi
deauditu atau hearsay ini mirip dengan sebutan “report”, “gosip” atau
“rumor”. Dengan demikian, definisi kesaksian de auditu atau hearsay evidence
yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain. Disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang mengalami. Ada
juga yang mendefinisikan kesaksian yang diperoleh secara tidak langsung dengan melihat, mendengar dan mengalami sendiri melainkan dari orang
lain.
43
Sedangkan Subekti menamakannya dengan kesaksian pendengaran.
42
M.Karjadi dan R.Soesilo, KUHAP dengan Penjelasan dan Komentar, Bogor: Politea, 1983, h.6.
43
Muntasir Syukri, “Menimbang Ulang Saksi de Auditu Sebagai Alat Bukti Pendekatan Praktik Yurisprudensi dalam Sistem Civil Law. Artikel di akses pada 28 juli 2013 dari
http:www.Badilag.com.
Sementara itu, definisi yang cukup lengkap dikemukakan oleh Munir Fuady yakni yang dimaksud dengan kesaksian tidak langsung atau de auditu
atau hearsay adalah suatu kesaksian dari seseorang dimuka pengadilan untuk membuktikan
kebenaran suatu
fakta, tetapi
saksi tersebut
tidak mengalamimendengarmelihat
sendiri fakta
tersebut.
44
Dia hanya
mendengarnya dari pernyataan atau perkataan orang lain, dimana orang lain tersebut menyatakan mendegar, mengalami atau melihat fakta tersebut
sehingga nilai pembuktian tersebut sangat bergantung pada pihak lain yang sebenarnya berada diluar pengadilan. Jadi, pada prinsipnya banyak kesangsian
atas kebenaran dari kesaksian tersebut sehingga sulit diterima sebagai nilai bukti penuh.
Menurut Sudikno Mertokusumo adalah keterangan seorang saksi yang diperolehnya dari pihak ketiga. Dalam sistem Common Law dikenal dengan
hearsay evidence yang memiliki pengertian yang sama yakni keterangan yang diberikan seseorang yang berisi pernyataan orang lain baik melalui verbal,
tertulis atau cara lain. Sebagai gambaran contoh mengenai kesaksian de auditu atau hearsay
evidence ini misalnya si A menjadi saksi di pengadilan, dimana si A mendengar dari si B bahwa si B telah melihat, mengalami atau mendengar
dengan panca inderanya sendiri bahwa suatu fakta telah terjadi. Dalam hal
44
Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, , Bandung : Citra Aditya Bakti, 2012, Cet II h. 132.