Al-Qur’an Dasar Hukum

Surat An Nisa ayat : 12                                                                                                   Artinya:“Dan bagimu suami-suami seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau dan seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja, Maka bagi masing- masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat kepada ahli waris. Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”. Q.S. an-Nisaa 4: 12 Dua ayat tersebut diatas menurut Mahmud Yunus pembagian pusaka itu dilaksanakan sesudah dibayarkan utang-utangnya dan dibagikan wasiatnya, jika wasiatnya tidak lebih dari sepertiga harta pusaka, jika lebih maka wasiat itu hukumnya batal. Jadi sangat jelas bahwa menyalurkan warisan itu setelah utang dan wasiat. 21

2. Hadits

رمع نْب هاّْبع ْنع ،عفان ْنع ،كلم انربْخا ،فس ْ ي نْب هاّْبع انثَّح ها يضر ฀ ص ها ْ سر َّا ،ام ْنع مَلس هْيلع ها َىل اق َّحام : ةبْ تْ م هتَيص َاا نتلْيل ْيبي ،هْيف ْيصْ ي ئْيش هل ملْسم ئرْما ْنع ،رمع ْنع،رْمع ْنع ،ملْسم نْبَّمحم. ّْنع هْيلع ها َىلص ِيبَنلا مَلس Artinya: “Abdullah bin Yusuf berkata: Malik memberi kabar kepada saya dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar ra. Sesungguhnya nabi SAW berkata: bukanlah hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkan bermalam diperlambat selama dua malam, ke cuali wasiatnya telah dicatat disisinya”, hadits ini diikuti oleh Muhammad bin Amar, dari Ibn Umar, dari Nabi Muhammad SAW.” HR. Imam Bukhari ْ مي ّْأ رْ ي ه ة مب انأ يندْ عي ملس هْيلع ها ىلص يبنلا ينءاج ءارْفع نْبا ها محْري : اق ا ْنم رجاه يتلا ضْرأْلاب ‚ ْ سراي : ْلق : اق ,ثًلثلا : ْلق ,ال : اق؟رْطشلا: ْلق .ال : اق؟هلك امب يصْ أ,ها كتثر عّ ّْأ كنا ,رْيثك ثلثلا ,ثلثلاف ءاينْغأ ْم عّ ّْأ ْنم رْيخ ًةلاع .ْمهّْيأ يف سانلا ّْ فف تي 21 Yunus, Tafsir Qur’an Terjemahan, h. 107 22 Abu Al-Hasan Nur Ad-Din Muhammad, Shahih Al-Bukhari jilid 2,Bairut:Dar Al- Kutub Al-Alamiyyah,1971, h. 230 23 Abi ‘abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Bardizbah Al-Bukhori, Shohih al- Bukhori, Juz, 5 Mesir: 1985 h. 5 “Rasulullah SAW datang mengunjungi saya ketika berada di Mekkah pada saat saya menderita sakit keras. Rasulllah mendoakan: semoga Allah Merahmati mu wahai Ibn „Afra. Saya bertanya kepada rasul: bolehkah Saya mewasiatkan seluruhku kepada anakku? Rasulullah menjawab: Tidak. Saya pun bertanya kembali:separu wahai rasul?Rasulullah menjawab: Tidak. Saya pun bertanya kembali: sepertiga wahai Rasulluah?Rasulullah menjawab: berikanlah sepertiga, karena sepertiga sudah cukup banyak, karena jika kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang banyak. ’ Dalam pembahasan mengenai syarat-syarat wasiat, kita telah mengetahi bahwa hak manusia dalam wasiat dibatasi, yakni sepertiga harta peninggalan mayit, maka ukuran wasiat adalah sepertiga.

3. Ijma’

Umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang banyak menjalankan wasiat. Perbuatan yang demikian itu tidak pernah diingkari oleh seorangpun. Ketidak ingkaran seseorang tersebut 24 menunjukkan adanya Ijma.

C. Rukun dan Syarat

1. Rukun Wasiat Ada Empat : a. Orang yang berwasiat, keadaannya bersifat mukallaf dan berhak berbuat kebaikan dengan kehendaknya sendiri. 24 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Cet.IV, h. 51 b. Yang menerima wasiat Maushilah, hendaklah kedaannya yang bukan jalan maksiat, baik kepada kemaslahatan umum seperti membuat masjid, sekolah atau lainnya. c. Suatu yang diwasiatkan, keadaannya dapat berpindah milik dari seseorang kepada orang lain. d. Lafaz kalimat wasiat dengan kalimat yang dapat difaham untuk wasiat. 25 Dalam kitab ad-Durrul Mukhtaar dari golongan Hanafiyah yang dikutip oleh Wahbah Zuhaili mengatakan, rukun wasiat hanya ijab saja, yakni perkataan tentang wasiat yang keluar dari pihak mushii orang yang berwasiat. Sedangkan qabul dari pihak mushaa lah orang yang menerima wasiat hanya merupakan syarat bukan rukun. Yang dimaksud qabul adalah suatu ucapan yang jelas atau terang-terangan, seperti qabiltu aku terima, atau secara isyaratpetunjuk. Qabul dalam wasiat hanya sah apabila dialukan setelah meninggalnya mushii 26 .Sedangkan Jumhur Ulama mengatakan, ada empat rukun wasiat, yaitu mushii pihak pembuat wasiat, mushaa lah penerima wasiat, mushaa bih sesuatu atau barang yang diwasiatkan, dan shigat ucapan serah terima. 27 25 Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam,Jakarta: Atthahiriyyah, 1976,hlm. 352 26 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 160 27 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 161 Sedangkan Jumhur Ulama mengatakan, ada empat rukun wasiat, yaiu mushii pihak pembuat wasiat, mushaa lah penerima wasiat, mushaa bih sesuatu atau barang yang diwasiatkan, dan shigat ucapan serah terima. 28 Dalam hukum perdata Islam hanya kabul rukun wasiat, karena jika disatukan antara ijab dan kabul itu terlalu mengada-ngada, sebab bagaimana mungkin ijab dan kabul dilaksanakan seandainya penerima wasiat tidak ada ditempat, misalnya dalam keadaan si pewasiat ditengah perjalanan, atau si pewasiat meninggal mendadak. 29 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 194 : 1 Orang yang telah berumur skurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga. 2 harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari si pewasiat. 3 Pemilik terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat 1 pasal ini dilaksanakn sesudah pewasiat meninggal dunia. 28 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 161 29 Suhardi K. Lubis dan Komis, Simanjuntak, Hukum Waris Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 46