Syarat Wasiat Adalah : Rukun dan Syarat

Mengenai wasiat yang melebihi sepertiga harta tidak dilaksanakan melainkan setelah adanya izin dari ahli waris. Wahbah Zuhaili menjelaskan : pertama, Imam madzhab empat berpendapat bahwa pemberian izin tidaklah diterima atau diharuskan untuk dilakukan melainkan setelah meninggalnya Mushii. Apabila pemberian izin atau penolakan terjadi semasa hidupMushii hal tersebut tidak dianggap tidak sah. Karena, status kepemilikan harta peninggalan hanya akan sah menjadi milik ahli waris ketika Mushii sudah meninggal. Maka, pemberian izin atau penolakan mereka baru menjadi sah setelah status kepemilikan benar-benar ada ditangan mereka. 36 Namun, golongan malikiyyah mengatakan ahli waris memberikan izin saat Mushii sakit yang mengkhawatirkan dan dilakukan dihadapan Mushii,dan setelah itu Mushii tidak lagi sehat, maka pemberian izin itu menjadi wajib dilaksanaka. Kecuali, karena ada udzur yang berupa ketidaktahuan. Artinya, ahli waris tersebut tidak mengetahui akan komitmen pemberian izin saat sakit tersebut. 37 Wasiat tidaklah syah pada selebihnya dari 13 harta dalam wasiat yang diucapkan pada waktu sakit parah, yaitu yang kebanyakan orang mati dari penyakit sejenis itu, jika ditolak ahli waris khas yang mempunyai hak tasarruf mutlaq, karena harta itu adalah hak ahli waris itu. Apabila ada sebagian ahli waris 36 Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 229 37 Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 229 yang menyetujuinya, maka syah untuk jumlah sebesar bagian mereka dalam selebihnya 13 harta, dan apabila seluruh ahli waris menyetujuinya. 38 Qatada mengatakan Abu Bakar mewasiatkan seperlima, sedang Umar mewasiatkan seperempat. Dan Abu Bakar berkata seperlima itu lebih aku sayangi. Sementara para fuqaha berpendapat bahwa kadar wasiat yang dianjurkan adalah sepertiga. 39 Jadi jelas bahwa hadist Nabi SAW dan sahabat serta para fuqaha tidak ada yang berpendapat lebih dari sepertiga berserikat ataupun sendiri. 38 Ali, Fathul Mu’in Yogyakarta : Menara Kudus, 1979,h. 40 39 Al-faqih Abul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisis Fiqih Para Mujtahid, h. 370

BAB III WASIAT WAJIBAH

A. Pengertian

Wasiat wajibah menurut Suparman Usman adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak yang meninggal dunia. Wasiat ini tetap harus dilaksanakan, baik diucapkan atau tidak diucapkan, baik dikehendaki maupun tidak dikehendaki oleh si yang meninggal dunia. 1 Jadi pelaksanaan wasiat tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan atau ditulis atau dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarakan kepada alasan-alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakan. 2 Indonesia memang negara yang aneh tetapi nyata. Sebab sering salah kaprah dalam menerapkan istilah , termasuk dalam masalah menyebutkan istilah wasiat wajibah ini. Istilah yang ada dalam UU Hukum Keluarga Mesir, jelas tidak sama dengan istilah yang disebutkan dua kali pada pasal 209 KHI di atas. Pasal itu membahas mengenai jatah waris bagi orang tua angkat dan anak angkat 1 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqih mawarits Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: gaya Media Pratama, 1997, h. 163. 2 Usman dan Somawinata, Fiqih mawarits Hukum Kewarisan Islam, 1997, h. 163. 29