Batas Maksimal KETENTUAN UMUM WASIAT

BAB III WASIAT WAJIBAH

A. Pengertian

Wasiat wajibah menurut Suparman Usman adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak yang meninggal dunia. Wasiat ini tetap harus dilaksanakan, baik diucapkan atau tidak diucapkan, baik dikehendaki maupun tidak dikehendaki oleh si yang meninggal dunia. 1 Jadi pelaksanaan wasiat tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan atau ditulis atau dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarakan kepada alasan-alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakan. 2 Indonesia memang negara yang aneh tetapi nyata. Sebab sering salah kaprah dalam menerapkan istilah , termasuk dalam masalah menyebutkan istilah wasiat wajibah ini. Istilah yang ada dalam UU Hukum Keluarga Mesir, jelas tidak sama dengan istilah yang disebutkan dua kali pada pasal 209 KHI di atas. Pasal itu membahas mengenai jatah waris bagi orang tua angkat dan anak angkat 1 Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Fiqih mawarits Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: gaya Media Pratama, 1997, h. 163. 2 Usman dan Somawinata, Fiqih mawarits Hukum Kewarisan Islam, 1997, h. 163. 29 yang oleh karena tidak bisa mendapatkan warisan maka oleh ulama Indonesia, mereka tetap diberi jatah dengan nama wasiat wajibah

B. Pandangan Ulama

Dasar hukum penentuan wasiat wajibah adalah kompromi dari pendapat- pendapat ulama salaf dan khalaf. Menurut Fatchur Rahman dijelaskan : 1 tentang kewajiban berwasiat kepada kerabat-kerabat yang tidak menerima pusaka ialah diambil dari pendapat- pendapat Fuqaha dan Tabi’in besar ahli hukum Islamfiqih dan ahli hadis, antara lain, Said Ibnu al Musayyah, Hasan al Basry, Tawus,Ahmad, Ishaq Ibnu Rahawaih dan Ibnu Hazm, 2 pemberian sebagian hartapeninggalan si mati kepada kerabat-kerabatnya yang tidak menerima pusaka yang berfungsi sebagai wasiat wajibah, bila si mati tidak berwasiat adalah diambil dari pendapat Ibnu Hazm yang dinukilkan dari Fuqaha Tabi ’in dan pendapat Imam Ahmad, 3 pengkhususan kerabat-kerabat yang tidak dapat menerima pusaka kepada cucu- cucu dan pembatasan penerimaan sebesar sepertiga peninggalan adalah didasarkan pendapat Ibnu Hazm dan kaidah syari’ah yang mengatakan bahwa pemegang kekuasaan mempunyai wewenang memerintahkan perkara yang diperbolehkan karena ia berpendapat bahwa hal itu akan membawa kemashlahatan umum, bila penguasa menetapkan maka wajib mentaati. 3 Ketentuan wasiat wajibah di atas merupakan hasil ijtihad para ulama dalam menafsirkan ayat 180 surat al-Baqarah. Sebagaimana ulama, dalam menafsirkan 3 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Cet.IV, h. 65 ayat tersebut berpendapat bahwa wasiat kepada ibu, bapak dan kerabat yang asalnya wajib, sampai sekarang pun kewajiban tersebut masih tetap dan masih dapat diberlakukan. Sedang sebagian ulama lain berpendapat bahwa ketentuan wasiat wajibah tidak dapat diterapkan dan dilaksanakan karena ketetapan hukum mengenai wasiat dalam ayat tersebut sudah di nasakh atau dihapus hukumnya baik oleh al-Quran maupun al-Hadis. 4 Para ulama berbeda pendapat mengenai wasiat wajibah. Hal ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan pendapat dalam masalah mansukh atau tidaknya ayat Al- Qur’an dalam bidang kewarisan. Akan tetatpi jumhur ulama berpendapat sudah mansukh, baik yang menerima warisan atau tidak. 5 Sebagian ulama fiqih seperti Ibnu Hazim azh-Zhahiri, ath-Thabari, dan Abu Bakr bin Abdul Aziz dari golongan Hambali berpendapat, wasiat adalah kewajiban bersifat utang dan pemenuhan untuk kedua orang tua serta kerabat yang tidak bisa mewarisi. 6 Namun demikian penguasa atau hakim sebagai aparat negara tertinggi, mempunyai wewenang untuk memaksa atau memberi putusan wajib wasiat yang terkenal dengan wasiat wajibah, kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu ketika orang yang meninggal lupa atau teledor dalam memberikan wasiat kepada 4 Usman dan Somawinata, Fiqih mawarits Hukum Kewarisan Islam, h. 164 5 Tengku, Muhammad Hasbih, Ash-shiddieaqy, Fiqh Mawaris, Semarang: PT Pustaka, 2001, h. 274 6 Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 245 orang yang seharusnya menerima harta wasiat. 7 Dalam kaitan ini Ibn Hzm berpendapat bahwa apabila diadakan wasiat untuk kerabat dekat yang mendapatkan yang tidak mendapatkan pusaka dari warisnya, maka hakim harus bertindak memberikan sebagian harta peninggalan kepada kerabatnya. 8 Karena, sesuatu yang menghalangi mereka seperti perbedaan agama. 9 Mesir dan Syiria menggunakan pendapat tersebut dalam Perundang-Undangan negaranya. 10

C. Menurut KHI

Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI pada pasal 209 ayat 1 dan 2 dijelaskan : 1 Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak- banyaknya 113 dari harta warisan anak angkatnya. 2 Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 113 darki harta warisan orang tua angkatnya. 7 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Cet.IV, h. 63 8 Dorry Elvana, sarie, Wasiat Sebagai Bentuk Penerobosan Kewarisan Ahli Waris Non Muslim, 2005, h. 37 9 Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 245 10 Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 145