Gambaran fungsi Paru Pekerja Bagian Produksi Lateks Yang Terpajan Amoniak Di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010

(1)

GAMBARAN FUNGSI PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI LATEKS YANG TERPAJAN AMONIAK DI PT SOCFINDO KEBUN

AEK PAMIENKE KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH:

GILANG SARI PERMATA 061000079

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

SKRIPSI

GAMBARAN FUNGSI PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI LATEKS YANG TERPAJAN AMONIAK DI PT SOCFINDO KEBUN

AEK PAMIENKE KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

TAHUN 2010

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

GILANG SARI PERMATA 061000079

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

GAMBARAN FUNGSI PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI LATEKS YANG TERPAJAN AMONIAK DI PT SOCFINDO KEBUN

AEK PAMIENKE KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 17 Desember 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

GILANG SARI PERMATA NIM. 061000079

dr. Halinda Sari Lubis, MKKK Dra. Lina Tarigan, Apt, MS NIP.196506151996012001 NIP.195908061988112001

Penguji II Penguji III

Ir. Kalsum M.Kes Umi Salmah. SKM, M.Kes NIP 195908131991032001 NIP 197305232008122002

Medan, 21 Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Gambaran fungsi Paru Pekerja Bagian Produksi Lateks Yang Terpajan Amoniak Di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke

Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010.

X + 56 Halaman + 21 Daftar Pustaka + 9 Daftar Tabel + Lampiran

PT Socfindo Kebun Aek Pamienke merupakan perusahaan swasta dibidang perkebunan karet yang memproduksi produksi lateks. Amoniak merupakan bahan kimia berbentuk gas yang memajan pekerja dalam proses produksi lateks. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pekerja bagian produksi yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010. Sampel dalam penelitian ini meliputi seluruh bagian produksi lateks yang berjumlah 27 orang terdiri dari 3 orang bagian pencairan amoniak, 5 orang penerima lateks, dan 19 orang proses pengolahan lateks.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 13 orang (48,1%) terdiri dari 6 orang (22,2%) gangguan paru restriktif, 5 orang (18,5%) gangguan paru obstruktif dan 2 orang (7,4%) mixed. Ditemukan pekerja yang paling banyak mengalami gangguan fungsi paru terdapat pada pekerja yang berumur ≥ 40 tahun

sebanyak 10 orang (37%), yang telah bekerja ≥ 15 tahun sebanyak 7 orang (25,9%), memiliki riwayat merokok sebanyak 13 orang (48,1%), dan tidak menggunakan alat pelindung diri pernapasan sebanyak 9 orang (33,3%).

Dari hasil penelitian ini disarankan agar pihak perusahaan dapat melakukan pemeriksaan kadar amoniak di udara lingkungan kerja dan melakukan pengawasan pemakaian alat pelindung diri pernapasan kepada pekerja.

Kata Kunci : PT Socfindo Kebun Aek Pamienke, Amoniak, APD Pernapasan


(5)

ABSTRACT

Description of the function of Lung In Latex Production Workers Part Exposed Ammonia In PT Socfindo Aek Pamienke Plantation

Labuhan Batu District North in 2010.

X + 56 Pages + 21 literatures + 9 table List + enclosures

PT Socfindo Aek Pamienke plantation is a private company in the field of rubber plantation. Ammonia is a gaseous chemical which exposes workers in the latex production process. This research was conducted descriptive research to know the description of lung problems in workers exposed parts of the production of ammonia in PT Socfindo Aek Pamienke plantation Labuhan Batu district of North in 2010. The sample in this study include the entire section of latex production was 27 workers consists of 3 parts ammonia liquefaction, 5 latex recipients, and 19 latex processing.

Based on the research, it was gotten that the workers found with lung

malfunction were 13 workers (48.1%) consists of 6 workers (22.2%), restrictive lung disorders, 5 workers (18.5%), obstructive pulmonary disorders and 2 workers(7,4%) mixed. Workers found the most impaired lung function in workers who are aged ≥ 40 years were 9 workers (33.3%), who had worked ≥ 15 years of 7 workers (25.9%), had a smoking history of 13 workers ( 48.1%), and not using respiratory protective equipment were 9 workers (33.3%).

Recommanded For the company can examine the levels of ammonia in the air working environment and to supervise the use of respiratory protective equipment to workers.

Keywords: PT Socfindo Aek Pamienke Plantation, ammonia, Respiratory Protective Equipment


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Gambaran Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi yang Terpajan Amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010”.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. drh. Hiswani M.Kes sebagai dosen penasehat akademik

3. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS sebagai Kepala Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FKM dan sebagai Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Dr.Halinda Sari Lubis, MKKK sebagai dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan pada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Ir. Kalsum, M.Kes sebagai dosen penguji I yang telah memberikan sumbangan pikiran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(7)

6. Umi Salmah, SKM, M.Kes sebagai dosen Penguji II yang telah memberikan sumbangan pikiran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

7. Pihak pimpinan, karyawan dan staff PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Teristimewa penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada kedua orang tua tercinta, Sutrisno dan Siti Sahara. Terima kasih untuk doa, perhatian, dukungan, semangat dan kasih sayang yang tiada tara sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan skripsi ini .

9. Terima kasih banyak untuk abang tersayang Gading, dan adik-adikku, Ghani, Ruslan dan Ade. Terima kasih buat semuanya, dukungan, kebersamaan, keceriaan, tawa dan canda dalam hari-hari sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan skripsi ini.

10.Teruntuk Wawansyah Pulungan, terima kasih untuk kebersamaan kita, dukungan, semangat dan waktu sehingga penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Buat sahabat-sahabat ku Eva (epot), Dedek, Lia, Fitri, Yeni (tuit) terima kasih banyak atas kebersamaan, dukungan dan canda tawa kalian selama ini, tetap semangat ya sahabat-sahabat ku.

12.Buat seluruh teman-teman di K3 kak Tigan, Icha, Nana, Hengky, Andre, Afdal, Ipak, Nova, Dely, Darly, Rita, terimakasih atas dukungan selama ini.


(8)

13.Buat teman-teman PBL Selotong Beta, Beny, Agnes, Retno terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.

14.Buat seluruh teman-teman mahasiswa FKM USU stambuk 2006 Conel, Dila, Amy.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1.Tujuan Umum ... 6

1.3.2.Tujuan Khusus ... 6

1.4.Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1.Sistem Pernafasan ... 8

2.1.1.Anatomi Paru ... 8

2.1.2.Pengetian Pernafasan ... 8

2.1.3.Saluran Pernafasan ... 9

2.1.4.Fungsi Pernafasan ... 12

2.1.5.Mekanika Pernafasan ... 13

2.1.6.Penyebab-penyebab Utama Penyakit Pernafasan ... 14

2.1.7.Tanda-tanda Gejala Gangguan Pernafasan ... 14

2.1.8.Faktor-faktor yang Penyebab Timbulnya Gangguan Paru ... 16

2.3.Amoniak ... 18

2.3.1.Cedera Inhalasi Amoniak ... 18

2.3.2.Nilai Ambang Batas Amoniak ... 19

2.4. Proses Pengolahan Lateks ... 20

2.5. Faal Paru ... 22

2.6.Spirometry Test ... 23

2.7.Kapasitas dan Volume Statis Paru ... 24

2.8.Dasar Test Fungsi Paru ... 26

2.9.Kerangka Konsep ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1.Jenis Penelitian ... 29

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29


(10)

3.2.2.Waktu Penelitian ... 29

3.3.Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1.Populasi ... 30

3.3.2.Sampel ... 30

3.4.Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4.1.Data Primer ... 30

3.4.2.Data Sekunder ... 30

3.5.Definisi Operasional ... 31

3.6.Aspek Pengukuran ... 32

3.7.Teknik Analisa Data ... 32

BAB IV HASIL ... 33

4.1.Gambaran Umum PT.Socfindo Kebun Aek Pamienke ... 33

4.2.Keberadaan Amoniak Pada Produksi Lateks di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke ... 34

4.2.1. Proses Pengenceran Amoniak Larutan 2,5% ... 34

4.2.2. Proses Pengangkutan Lateks dari Kebun ke Pabrik ... 35

4.2.3. Proses Pengolahan lateks Pekat di Pabrik ... 36

4.3.BMI (Body mass index) Pada Pengukuran Spirometry Pekerja Bagian Produksi Lateks PT Socfindo Kebun Aek Pamienke ... 39

4.4.Karakteristik Pekerja ... 40

4.3.1. Umur ... 40

4.3.2. Masa Kerja ... 41

4.3.3. Riwayat Merokok ... 42

4.3.4. APD Pernapasan ... 43

4.5.Gangguan Fungsi Paru ... 44

4.6.Tabulasi Silang ... 45

BAB V PEMBAHASAN ... 49

5.1. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Pajanan Amoniak ... 49

5.2. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Umur ... 50

5.3. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Masa Kerja ... 51

5.4. Gambaran Gangguan Fungsi Paru Berdasarkan Riwayat Merokok ... 52

5.5. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Penggunaan APD Pernapasan ... 53

5.6. Gambaran Fungsi Paru di Setiap Bagian Proses Produksi Lateks ... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1 Sistem Saluran Pernafasan ...11 Gambar.2 Kapasitas dan Volume Statis Paru ...24


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Umur di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010 ... 40 Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Masa Kerja di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.3. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Riwayat Merokok di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.4. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Penggunaan APD Pernapasan di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010 ... 43 Tabel 4.5. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Gangguan Fungsi Paru di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010 ... 44 Tabel 4.6. Gambaran Umur Dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian

Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010 ... 45 Tabel 4.7. Gambaran Masa Kerja Dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian

Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010 ... 46 Tabel 4.8. Gambaran Riwayat Merokok Dengan Fungsi Paru Pada Pekerja

Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010... 47 Tabel 4.9. Gambaran Penggunaan APD Pernapasan Dengan Fungsi Paru Pada

Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke labuhan Batu Utara Tahun 2010 ... 48


(13)

ABSTRAK

Gambaran fungsi Paru Pekerja Bagian Produksi Lateks Yang Terpajan Amoniak Di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke

Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010.

X + 56 Halaman + 21 Daftar Pustaka + 9 Daftar Tabel + Lampiran

PT Socfindo Kebun Aek Pamienke merupakan perusahaan swasta dibidang perkebunan karet yang memproduksi produksi lateks. Amoniak merupakan bahan kimia berbentuk gas yang memajan pekerja dalam proses produksi lateks. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pekerja bagian produksi yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010. Sampel dalam penelitian ini meliputi seluruh bagian produksi lateks yang berjumlah 27 orang terdiri dari 3 orang bagian pencairan amoniak, 5 orang penerima lateks, dan 19 orang proses pengolahan lateks.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 13 orang (48,1%) terdiri dari 6 orang (22,2%) gangguan paru restriktif, 5 orang (18,5%) gangguan paru obstruktif dan 2 orang (7,4%) mixed. Ditemukan pekerja yang paling banyak mengalami gangguan fungsi paru terdapat pada pekerja yang berumur ≥ 40 tahun

sebanyak 10 orang (37%), yang telah bekerja ≥ 15 tahun sebanyak 7 orang (25,9%), memiliki riwayat merokok sebanyak 13 orang (48,1%), dan tidak menggunakan alat pelindung diri pernapasan sebanyak 9 orang (33,3%).

Dari hasil penelitian ini disarankan agar pihak perusahaan dapat melakukan pemeriksaan kadar amoniak di udara lingkungan kerja dan melakukan pengawasan pemakaian alat pelindung diri pernapasan kepada pekerja.

Kata Kunci : PT Socfindo Kebun Aek Pamienke, Amoniak, APD Pernapasan


(14)

ABSTRACT

Description of the function of Lung In Latex Production Workers Part Exposed Ammonia In PT Socfindo Aek Pamienke Plantation

Labuhan Batu District North in 2010.

X + 56 Pages + 21 literatures + 9 table List + enclosures

PT Socfindo Aek Pamienke plantation is a private company in the field of rubber plantation. Ammonia is a gaseous chemical which exposes workers in the latex production process. This research was conducted descriptive research to know the description of lung problems in workers exposed parts of the production of ammonia in PT Socfindo Aek Pamienke plantation Labuhan Batu district of North in 2010. The sample in this study include the entire section of latex production was 27 workers consists of 3 parts ammonia liquefaction, 5 latex recipients, and 19 latex processing.

Based on the research, it was gotten that the workers found with lung

malfunction were 13 workers (48.1%) consists of 6 workers (22.2%), restrictive lung disorders, 5 workers (18.5%), obstructive pulmonary disorders and 2 workers(7,4%) mixed. Workers found the most impaired lung function in workers who are aged ≥ 40 years were 9 workers (33.3%), who had worked ≥ 15 years of 7 workers (25.9%), had a smoking history of 13 workers ( 48.1%), and not using respiratory protective equipment were 9 workers (33.3%).

Recommanded For the company can examine the levels of ammonia in the air working environment and to supervise the use of respiratory protective equipment to workers.

Keywords: PT Socfindo Aek Pamienke Plantation, ammonia, Respiratory Protective Equipment


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan yang berguna untuk kehidupan manusia.(1) Penemuan-penemuan baru terutama yang menyangkut pengetahuan kimia yang pada akhirnya berkelanjut keperkembangan industri dengan bahan baku karet.

Tenaga kerja merupakan tulang punggung di bidang industri yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu usaha untuk mempertinggi produksi, produktivitas, dan efisiensi kerja, sekalipun faktor modal cukup, material baik mutunya, mesin-mesin serba sempurna tersebut tidak dapat dijalankan oleh tenaga kerja dengan derajat kesehatan yang rendah dan tidak memuaskan.

Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Dengan memperhatikan peranan kesehatan, diperlukan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu. Upaya kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 Undang-undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 salah satunya adalah Kegiatan


(16)

Kesehatan Kerja. Kesehatan kerja merupakan upaya kelima dan lima belas upaya kesehatan yang tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1992 dan dalam pasal 23 dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.(2)

Di Amerika Serikat diperkirakan ada 125.000 sampai 350.000 kasus pertahun penyakit akibat kerja yang baru dan terjadi 5,3 juta kecelakaan kerja pertahun. Biaya yang dikeluarkan lebih dari dari 60 triliun dolar pertahun.(3)

Ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat mengalami gangguan kesehatan. Menurut International Labour Organization (2000) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan penyakit atau disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat kerja akibat hubungan kerja baru setiap tahunnya.(2)

Di Negara Cina setiap tahunnya menderita kerugian langsung sebesar 100 miliar yuan (US$ 12,5 miliar) akibat penyakit akibat kerja terutama penyakit paru. Menurut Wakil Menteri Kesehatan, Chen Xiaohong, usia pekerja yang menderita penyakit pneumoconiosis makin lama makin muda, dengan rata-rata usia 40 tahun dan yang termuda berusia 20 tahun pada 2005. Periode terkena penyakit yang paling


(17)

cepat adalah tiga bulan, dihitung dari saat pertama kontak dengan debu. Sebagian besar pasien penyakit akibat kerja, termasuk penderita pneumoconiosis adalah pekerja pedesaan dan buruh, perusahaan-perusahaan di kota kecil serta pekerja di lingkungan perusahaan yang mengandung racun dan berbahaya.(4)

Menurut data ILO (2000), penyebab kematian akibat pekerjaan terbesar adalah kanker, kecelakaan, dan gangguan saluran pernapasan. Gangguan saluran pernapasan biasanya identik dengan gangguan paru. Penyakit paru akibat kerja merupakan contoh penyakit-penyakit yang mempunyai dampak luas di masyarakat, misalnya asbestosis, silicosis, bissinosis, pneumocinosis, kanker paru dan asma kerja. Kanker paru sendiri merupakan jenis kanker yang biasanya lebih banyak menyerang pria (61%) di daerah industri di negara berkembang dibanding wanita (39%), kebiasaan merokok merupakan faktor resiko utama kanker paru serta dapat meningkatkan resiko kanker paru 4-14 kali dibanding pekerja yang tidak merokok.(3)

Suma’mur menyatakan ada 5 faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja, salah satunya adalah faktor kimia yaitu gas, uap, debu, kabut, asap, awan cairan dan benda padat.(5) Penyakit paru akibat kerja adalah semua kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh partikel uap, gas debu atau kabut berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan paru jika terinhalasi selama bekerja adalah penyakit paru yang disebabkan oleh penyakit paru akibat kerja.(2)

Industri perkaretan yang memproduksi lateks merupakan salah satu lingkungan kerja yang berbahaya bagi kesehatan paru. Pekerja di bagian produksi lateks sangat rentan terhadap penyakit paru disebabkan oleh pajanan bahan-bahan


(18)

kimia yang bersifat korosif yang tersuspensi di udara, seperti amoniak yang digunakan dalam proses produksi lateks.

Amoniak merupakan zat yang berfungsi mencegah pra koagulasi (pembekuan pendahuluan) agar lateks tetap segar. Amoniak sudah mulai digunakan pada waktu penyadapan lateks di perkebunan begitu juga ketika di pabrik masih diperlukan agar tidak terjadi gumpalan-gumpalan sebelum waktunya.(1)

Amoniak merupakan bahan kimia beracun korosif yang bersifat iritan terhadap manusia. Pekerja yang berhubungan dengan lateks akan selalu terpapar dengan zat amoniak tersebut. Efek amoniak terhadap manusia meliputi saluran pernapasan, mata, kulit dan saluran cerna. Cairan amoniak dapat terurai menjadi gas amoniak yang merupakan gas beracun yang bersifat iritan. Jika terhirup gas amoniak ini akan mengakibatkan saluran bagian atas teriritasi, oedem paru maupun infeksi paru.(6)

American Association of Center 'National Poison Control Poison Data System’ (2007) melaporkan 2 kematian akibat paparan ammonia. Menurut de la Hoz et al (1996) menyatakan telah terjadi 94 kasus akibat amoniak di industri, yang terdiri dari 20 kasus mengakibatkan kematian dan hanya 35 kasus yang tertangani secara klinis.(7)

Menurut Ballal, dkk (1988) pada pekerja laki-laki didua pabrik di Saudi Arabia menunjukkan adanya hubungan antara pemaparan gas amoniak dengan gejala gangguan pernapasan termasuk asma broncial. Pekerja pada pabrik pertama terpapar pada kadar 2,82 - 183,86ppm / 2 - 130,4 mg/m3 memiliki gangguan pernapasan yang


(19)

lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja di pabrik kedua terpapar pada kadar 0,03-9,87 ppm 0,02 – 7 mg/m3. (8)

Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerja Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amoniak dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amoniak berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian.(9)

Berdasarkan hasil pengamatan pada survei pendahuluan yang telah dilakukan di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten labuhan Batu Utara, penulis mendapatkan bahwa PT Socfindo Aek Pamienke belum pernah melakukan pemeriksaan kadar amoniak di udara dan pemeriksaan spirometri pada pekerja, padahal terlihat bahwa pekerja di bagian produksi lateks mulai dari pencairan amoniak gas, pemberian amoniak pada tangki lateks, sampai pada proses pengolahan lateks di pabrik, dapat mempunyai potensi mengalami gangguan fungsi paru karena pajanan amoniak di udara.

Pencairan amoniak gas larutan 2,5% terlebih dahulu dilakukan, sebelum dilakukan proses pemberian amoniak pada tangki lateks. Setiap pagi tangki lateks yang akan dibawa untuk mengangkut produksi dari lapangan diberikan amoniak gas larutan 2,5% dengan dosis 500 cc per 100 liter lateks. Setelah proses pemberian amoniak pada tangki selanjutnya dilakukan proses pengambilan lateks ke lapangan, lalu lateks dibawa kembali ke pabrik untuk diolah. Pekerja pada proses produksi tidak menggunakan alat pelindung diri pernapasan dalam melakukan pekerjaannya, padahal


(20)

mereka mempunyai resiko untuk terkena gangguan fungsi paru dikarenakan gas amoniak yang mudah terhirup.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian, bagaimana fungsi paru pekerja di bagian produksi PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran fungsi paru pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke di Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gangguan fungsi paru pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara Tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan umur pekerja. 2. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan massa kerja pekerja. 3. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan riwayat merokok pekerja.

4. Untuk mengetahui fungsi paru berdasarkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pernapasa


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi PT Socfindo Kebun Aek Pamienke untuk memperhatikan faktor resiko dan bahaya lingkungan kerja

2. Sebagai masukan bagi pekerja sendiri mengetahui bahaya gangguan fungsi paru sehingga terdorong untuk menggunakan alat pelindung diri pernapasan


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pernafasan

2.1.1. Anatomi Paru

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. pembentukan paru dimulai dari sebuah groove yang berasal dari foregut. Selanjutnya pada groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut primary lung bud.(10)

Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi dua, yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronki dan cabang-cabangnya. Bronchial tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.(10)

2.1.2. Pengertian Pernafasan

Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Sisa respirasi

berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan melembabkan udara yang masuk,


(23)

juga melindungi organ lembut. penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.(11)

2.1.3. Saluran Pernafasan

Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (10) :

1. Zona Konduksi

Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.

a. Hidung

Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron.


(24)

b. Faring

Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring.

c. Trakea

Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.

d. Bronki atau bronkioli

Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai bronki sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.


(25)

2. Zona Respiratorik

Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak.(9)

SISTEM SALURAN PERNAFASAN


(26)

2.1.4. Fungsi Pernapasan

Adapun fungsi pernapasan, yaitu (11) :

1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)

3. Melembabkan udara.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.(12)

Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu (10):

1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru

2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar

3. Transportasi gas melalui darah

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernapasan dalam


(27)

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang

disebut juga pernapasan seluler. 2.1.5. Mekanika Pernapasan

Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu (11) : 1. Menarik napas (inspirasi)

2. Menghembus napas (ekspirasi)

Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekskresi secara bergantian, teratur, berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata).

Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflex napas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar karbon dioksida dalam darah dan kekurangan oksigen dalam darah. (11)

Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal).(13) Inspirasi terjadi bila mulkulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat dapat rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara stenum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.(11) Ekspirasi


(28)

merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal.(13) Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkoatalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respiras.(11)

2.1.6. Penyebab-penyebab Utama Penyakit Pernapasan. Sebab-sebab utama penyakit pernapasan, yaitu (12) :

1. Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis

2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag yang menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan

3. Partikel-partikel organic yang merespons imun

4. Kelebihan beban system akibat paparan teru-menerus terhadap debu espirasi berkadar tinggi yang menumpuk disekitar saluran napas terminal. Stimulasi saluran napas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert), menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mucus, merendahkan ambang reflex penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernapasan dan gejala-gejala asmatik. (12)

2.1.7. Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan

Gangguan pada saluran pernapasan ditandai dengan gejala-gejala, yaitu : 1. Gejala Lokal


(29)

Batuk merupakan gejala paling umum dari penyakit pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia dan peradangan. Inhalasi debu, asap dan benda asing kecil merupakan penyebab paling sering dari batuk.

b. Sputum (dahak)

Orang dewasa membentuk sputum sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari, sedangkan dalam keadaan saluran napas terganggu biasanya sputum yang dihasilkan melebihi 100 ml per hari.

c. Dispnea

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar.

d. Nyeri Dada

Ada berbagai penyebab nyeri dada, tetapi yang paling khas dari penyakit paru adalah akibat radang pleura ( pleuritis). Umumnya pleuritis terjadi mendadak, tetapi juga timbul secara bertahap. (13)

2. Gejala Umum

Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing, tidak suka makan, rasa lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya. Masalah pernapasan pada pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran napas atas muncul pada saat kerja biasa.(10)


(30)

2.1.8. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Paru

Debu, aerosol dan gas iritan merupakan parikel yang menyebabkan gangguan saluran pernapasan. Faktor lain yang menyebabkan timbulya gangguan paru adalah kebiasaan merokok, keturunan, perokok pasif , polusi udara dan riwayat infeksi pernapasan sewaktu kecil.

Umur merupakan salah satu yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memperburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan, mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi gangguan fungsi paru dalam tubuh. Menurut Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala gangguan pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan degan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan


(31)

pernapasan, maka semakin lama masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol, dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru. (14)

Merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran nafas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran nafas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hyperplasia kelenjar mucus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi, hyperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya dihubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang sigaret sehari.(15)

Alat pelindung diri adalah pelengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap system pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik berupa dari kain, kertas wol, atau fiberglass.(16)


(32)

2.2. Amoniak

Amoniak adalah gas yang tidak bewarna dengan bau yang kuat, dan rumus kimianya NH3. Amoniak merupakan bahan kimia korosif yang dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan paru-paru serta dapat membakar kulit dan mata dan dapat menyebabkan kerusakan tetap.

Amoniak dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan yaitu hidung, mulut dan kerongkongan yang dapat menyebabkan batuk dan bersin. Menghirup amoniak dapat membuat iritasi paru menyebabkan batuk dan pernafasan pendek serta beresiko terkena bronkitis.(18) Dampak yang lebih besar akibat terhirup gas amoniak dapat menyebabkan pembentukan cairan dalam paru (edema paru), keadaan medis darurat, dengan nafas pendek yang parah.

Amoniak banyak digunakan dalam industri karet, pupuk, plastik, tekstil, deterjen dan pestisida. Bahan kimia ini termasuk dalam daftar substansi yang membahayakan kesehatan karena bahan kimia ini adalah korosif.(19) menurut penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa pemajanan amoniak pada kadar rendah secara kronik dapat mengakibatkan gangguan paru berupa gangguan restriktif, yang merupakan suata indikasi adanya penyakit paru (encyclopedia). (8)

2.3.1. Cedera Inhalasi Amoniak.

Cedera amoniak paling sering disebabkan oleh inhalasi. Mekanisme yang paling umum di mana gas amonia menyebabkan kerusakan terjadi ketika ammonia (gas) bereaksi dengan air jaringan untuk membentuk solusi yang sangat basa disebut hidroksida amonium. Reaksi ini adalah eksotermik dan mampu menyebabkan cedera


(33)

yang signifikan. Amonium hidroksida alkali parah dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, terutama mempengaruhi saluran pernapasan bagian atas, sedangkan berat eksposur lebih cenderung mempengaruhi sistem pernafasan keseluruhan. Karena kelarutan dalam air tinggi, amonia memiliki kecenderungan untuk diserap oleh mukosa yang kaya air dari saluran pernapasan bagian atas. Namun, tidak seperti gas iritan yang paling tinggi yang larut air yang cenderung mempengaruhi secara eksklusif saluran pernapasan bagian atas, amoniak dapat merusak proksimal dan distal.(7)

Menurut Caplin (2001) dalam penelitiannya, yang pertama untuk mengklasifikasikan korban paparan amonia tidak disengaja, terdiri dari paparan ringan, sedang, dan berat. Pada kelompok ringan disajikan dengan konjungtiva dan peradangan pernapasan bagian atas dan rasa sakit tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda gangguan pernapasan pada kelompok sedang disajikan sama tetapi dengan gejala berlebihan. Kelompok berat disajikan dalam gangguan pernapasan terbuka dengan batuk produktif, paru cedera akut dan disfagia.(7)

2.3.2. Nilai Ambang Batas Amoniak

Nilai ambang batas terkena pajanan amoniak pada tempat kerja ada beberapa macam yaitu ada yang menurut OSHA, NIOSH dan ACGIH. Menurut OSHA nilai ambang batas akibat pajanan amoniak pada udara yang diperbolehkan (Permessible Exposure Limit (PEL)) adalah 50 ppm dengan rata-rata lebih dari 8 jam pada sift kerja. NIOSH : nilai ambang batas akibat pajanan amoniak pada udara yang


(34)

diperbolehkan adalah 25 ppm dengan rata-rata lebih dari 10 jam shift kerja dan 35 ppm dan tidak lewat selama masa kerja selama 15 menit.

ACGIH : nilai ambang batas akibat pajanan amoniak pada udara yang diperbolehkan adalan 25 ppm dengan rata-rata lebih dari 8 jam sift kerja dan 35 ppm sebagai STEL (Short Term Exposure Limit) atau batas terkena dampak jangka pendek. Lamanya terkena pajanan, konsentrasi dari substansi amoniak dan faktor lain akan mempengaruhi kerentanan pekerja terhadap efek potensi dari amoniak tersebut.(6) 2.4.Proses Pengolahan Lateks

Proses pengolahan lateks secara umum dilakukan melalui tahapan berikut : 1. Pensortiran

Cup lump dari lapangan dibelah dengan menggunakan CL saw ( cup lump saw). Dimana tujuannya adalah memperkecil diameter bahan baku dan untuk memudahkan penggilingan pada proses berikutnya.

2. Penggilingan dan Pencincangan

Penggilingan Lump dilakukan dengan menggunakan Lump Cruiser yang bertujuan untuk memipihkan dan mengurangi kadar kotoran dalam Lump.

Selanjutnya dimasukkan ke dalam Scrap Cruisher untuk mengeluarkan kadar kotoran yang selanjutnya dikirim kemesin Hammer mill dengan menggunakan Ban Conveyor yang mengalami proses pemukulan dan pencincangan dan dilakukan penekanan sehingga menghasilkan bentuk remah.


(35)

3. Pencampuran (Blending) Makro

Lump yang telah berbentuk butiran dimasukkan ke dalam bak blending untuk menghomogenkan cup lump inti. Selanjutnya dimasukkan ke dalam granulator untuk memperkecil butiran. Lalu dimasukkan ke dalam bak sirkulasi yang berisi air untuk membilas campuran dan mengurangi kotoran dalam campuran.

Melalui elevator, remahan dimasukkan ke dalam mecarator yang berfungsi untuk memadukan atau menyatukan campuran yang berbentuk remah. Selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin crepper untuk dijadikan lembaran sekaligus mengurangi kadar kotoran.

4. Pembutiran

Lembaran karet remah dijadikan butiran kembali dengan menggunakan cutter sekaligus mengurangi kadar kotoran. Selanjutnya dimasukkan ke dalam moceraotor dan mesin crepper 1-5 untuk dijadikan lembaran dengan ukuran 5-7 mm.

Lembaran digulung dengan ketentuan 24 kg/ gulungan. Kemudian dilakukan pemeraman selama 7 hari. Lalu diadakan pengetesan awal laboratorium dengan syarat PO 30 dan PRI 70. Gulungan ini dinamakan blanket. Setelah itu dilakukan proses pengolahan dan penggilingan ulang. 5. Pengeringan

Remahan dimasukkan ke dalam trolly untuk dikeringkan selama 4 jam dengan suhu pengeringan antara 1000C-1200C.


(36)

6. Pengempaan Bendela

Setelah dikeringkan pendingin dengan alat Cooling Fan (Blower) hingga suhu 400 untuk selanjutnya ditimbang dengan berat 35 kg/bal. lalu ditekan sehinggan berbentuk segi empat disebut bentuk bal.

Untuk menganalisa bal laboratoriun, diambil sebanyak 4 buah dan memeriksa standar SIR dan diadakan pembelahan untuk mengontrol kandungan white spot (bintik putih) yang merupakan bintik indikasi kurang bagusnya kualitas SIR. Jika terjadi bintik putih maka SIR diproses ulang. Setelah dianalisis, maka dilakukan pengepakan dengan cetakan pallet, ditimpa dengan batu pemberat 2 ton selama 24 jam.

7. Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan menggunakan plastic pembungkus (35mm) polithein yang sudah dibentuk. Produk diberikan label SIR 10 dan SIR 20 berdasarkan hasil analisis dari laboratorium, disusun dan siap dipasarkan.

2.5. Faal Paru

Volume paru manusia rata-rata adalah 6 liter udara dan hanya sedikit saja yang digunakan dalam pernapasan biasa. Volume paru menunjukkan adanya perbedaan fisik, kapasitas paru menunjukkan beberapa kombinasi volume paru yang berbeda, sehubungan dengan aktifitas pernafasan (menghirup dan mengeluarkan). Kapasitas total paru yang paling besar yang dicatat oleh seorang peneliti Inggris, Peter Reed adalah 11,6 liter. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi volume paru,


(37)

beberapa diantaranya dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan. Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Jenis kelamin ( laki-laki memiliki kapasitas paru yang lebih besar dari pada perempuan)

2. Tinggi badan ( orang yang berbadan tinggi memiliki kapasitas paru yang lebih besar dari pada orang yang pendek)

3. Status merokok ( tidak merokok memiliki kapasitas paru yang lebih besar dari pada perokok)

4. Pergerakan fisik (atlit lebih besar memiliki kapasitas paru dari pada tidak) 5. Tinggi permukaan tanah (orang yang tinggi di dataran tinggi lebih besar

kapasitas parunya dari pada orang yang tinggal di daerah dataran rendah). Seseorang yang lahir pada daerah yang memiliki ketinggian yang rendah, memiliki kapasitas paru yang lebih kecil dari pada orang yang tinggal pada daerah yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena atmosfir kurang padat pada permukaan yang lebih tinggi dan karena itu pada volume yang sama akan mengandung molekul gas yang lebih sedikit termasuk oksigen. Karena itu paru akan lebih besar untuk menghasilkan lebih banyak udara.(8)

2.6. Spirometry Test

Pemeriksaan fungsi paru (fungsi pernafasan, fungsi ventilasi) lazim dilakukan dengan alat spirometer, baik spirometer konvensional mapun elektronik.(10)

Spirometer adalah alat untuk mengukur volume udara pernafasan, yang berfungsi untuk mengetahui kondisi paru-paru manusia. Ketika manusia bernafas


(38)

dalam jangka waktu tertentu, spirometer akan merekam jumlah udara yang keluar dan masuk ke dalam paru-paru manusia.

Test fungsi saluran pernafasan atau test fungsi paru digunakan untuk mengukur kemampuan bekerja yang dilakukan oleh paru-paru dalam proses pernapasan. Dari hasil test fungsi paru ini, akan terlihat sebuah grafik yang menjelaskan skala kerja paru-paru yang disebut spirogram.

Dari pemeriksaan spirometri dapat ditentukan gangguan fungsional ventilasi seseorang. Jenis gangguan dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibandingkan dengan nilai standar. (10)

2.7. Kapasitas dan Volume Statis Paru


(39)

Volume statis paru-paru

- Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas pada saat istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml. - Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah

menghembuskan nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.

- Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC). Besarnya adalah 4800 ml.

- Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC= VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.

- Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidak normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.

- Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRT. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.

- Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidak normal.

- Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidak normal.(21)


(40)

Volume dinamis paru-paru

FVC (Forced Vital Capacity) merupakan volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik, normalnya 4 liter dan FEV1 ( Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah parameter dalam menentukan fungsi paru.

Spirogram normal yang menunjukkan FVC, FEV1, dan FEF25 – 75 %

2.8. Dasar Test Fungsi Paru Dasar test fungsi paru terdiri dari :

1. Penyakit paru obstruktif

Tidak dapat menghembuskan udara (unable to get air out)

FEV1/FVC<75% Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya - FEV1 : 60-75% = mild


(41)

- FEV1 : 40-59% = moderate - FEV1 : <40% = severe

Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi. Amati bahwa FVC hanya dapat dicapai setelah eshalasi yang panjang. Rasio FEV1/FVC berkurang secara nyata. Ekspirasi diperlama dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak tercapai sampai waktu 15 detik.

2. Penyakit paru restriktif

Tidak dapat menarik napas (unable to get air in)

- FVC rendah ; FEV1/FVC normal atau meningkat - TLC berkurang -> sebagai Gold Standard


(42)

malah meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.

3. Mixed

Ekspirasi diperlama dengan meningkatkan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola pencampuran ini, jika tidak terlalu parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif.(21)

2.9. Kerangka Konsep

gGa Amoniak

Fungsi Paru  Karakteristik

pekerja (umur, masa kerja, riwayat merokok)  Alat Pelindung

Diri (APD) Pernapasan


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi paru pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan batu Utara tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke yang berlokasi di Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan alasan sebagai berikut:

1. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gangguan fungsi paru pada pekerja bagian produksi lateks di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke tersebut.

2. Peneliti mendapatkan kemudahan dalam memperoleh izin untuk melakukan penelitian ini.

3.2.2. Waktu Penelitian


(44)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi meliputi seluruh pekerja yang bekerja pada pabrik PT Socfindo Kebun Aek Pamienke di Kabupaten Labuhan Batu yang berjumlah 101 orang.

3.3.2. Sampel

Jumlah sampel adalah seluruh pekerja di bagian produksi lateks pada PT Socfindo Kebun Aek Pamienke sebanyak 27 orang. Terdiri dari:

1. Bagian pencairan amoniak gas larutan 2,5% sebanyak 3 orang.

2. Penerimaan produk lateks sebanyak 5 orang.

3. Pengolahan crumb rubber lateks sebanyak 19 orang.

Dengan ketentuan pekerja hadir pada saat peneliti melakukan Spirometry Test.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan observasi ke lokasi penelitian dan data karakteristik pekerja diperoleh dari wawancara langsung dan melakukan Spirometry Test dengan menggunakan Spirometer Tipe MICROLAB ML 3500.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak perusahaan mengenai jumlah tenaga kerja, dan gambaran umum perusahaan.


(45)

3.5. Defenisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Amoniak adalah bahan kimia berbentuk gas yang memajan pekerja dalam proses produksi lateks .

2. Karakteristik pekerja adalah ciri-ciri pekerja yang ditinjau dari umur, masa kerja, riwayat merokok.

3. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan.

4. Masa kerja adalah waktu mulainya pekerja bekerja sampai saat penelitian dihitung dalam tahun.

5. Riwayat Merokok adalah kebiasaan pekerja merokok sehari-hari.

6. Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari bahaya amoniak berupa pelindung pernafasan.

7. Gangguan fungsi paru adalah hasil pengukuran fungsi faal paru dengan menggunakan spirometer, yang terdiri dari gangguan resriktif, gangguan obstruktif, dan mixed


(46)

3.6. Aspek Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Spirometer tipe MICROLAB ML 3500.

Cara kerja :

1. Pekerja diukur tinggi badan dan berat badannya

2. Pekerja diminta bernafas dengan posisi alat dimasukkan pada mulut, dengan bibir mengulum bagian alat dengan erat

3. Pekerja menarik nafas dan kemudian menghembuskan nafas sesuai instruksi.

3.7. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh di kelompokkan ke dalam suatu tabel kemudian diolah dan disajikan secara deskriptif.


(47)

BAB IV HASIL

4.1. Gambaran Umum PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke

PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke merupakan salah satu perusahaan swasta dibidang perkebunan karet. Luas lahan perkebunan ±3.984,40 Ha. Kebunan Aek Pamienke terletak di kecamatan Aek Natas, kabupaten Labuhan Batu Utara ± 235 Km dari Medan dengan batas wilayah :

1. Sebelah utara : kampung Beo, kampung Jawa dan kampung Adian Trop

2. Sebelah selatan : kampung Padang Nabidang, kampung Pajak dan Aek Merbau

3. Sebelah Barat : kampung Bandar Durian

4. Sebelah Timur : kampung Tanjung Rejo dan kampung Parsiluman. Pabrik pengolahan karet PT Socfindo Kebun Aek Pamienke memiliki beberapa unit bagian antara lain penerimaan produk lateks, pengolahan crumb rubber lateks, pengolahan atau pembantu gudang, mekanik dan supir. Jumlah tenaga kerja di pabrik sebanyak 101 orang. Untuk bagian produksi lateks terdiri dari 27 orang pekerja, 3 orang pencairan amoniak, 5 orang penerimaan lateks, dan 19 orang bagian pengolahan lateks.


(48)

4.2. Keberadaan Amoniak Pada Proses Produksi Lateks di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke

4.2.1. Proses Pengenceran Amoniak Larutan 2,5%

Memindahkan tabung amoniak gas dari gudang ke tempat pencampuran

a. Setiap petugas harus memakai alat pelindung diri sarung tangan, apron, kacamata, masker, dan safety shoes pada saat memindahkan tabung gas amoniak dari gudang ke tempat pencampuran bahan kimia dan sebelum melakukan pekerjaan pencairan dan pengenceran amoniak gas.

b. Tabung amoniak gas dibuka dari ikatannya dan dipindahkan keatas trolley/kereta sorong dengan kemiringan 700.

c. Satu orang petugas memegang bagian tabung gas sambil mendorong tabung dan seorang lagi menarik trolley pada saat memindahkannya. Pastikan pada saat pemindahan posisi tabung tetap pada kemiringan minimum 700.

Pencairan gas amoniak menjadi larutan 20%

a. Letakkan drum kosong diatas timbangan dan timbang beratnya. b. Isikan air ke dalam drum sebanyak 160 kg.

c. Alirkan gas amoniak dari tabung amoniak ke dalam drum, dengan cara merendam ujung selang ke dalam air sampai berat larutan (air + gas amoniak) dalam drum mencapai 200 kg.


(49)

Pembuatan larutan 2,5%

a. Isi air ke dalam tangki pelarut sebanyak 155 liter. b. Campurkan larutan 20% amoniak sebanyak 25 liter. c. Aduk campuran sampai merata

d. Larutan yang terbentuk adalah larutan 2,5% amoniak. 4.2.2. Proses Pengankutan Lateks dari kebun ke pabrik

a. Setiap pagi hari seluruh tangki lateks yang akan dibawa mengankut lateks produksi harian lapangan dicuci bersih termasuk sekitar mulut tangki lateks, tutup tangki lateks dan selruh saringan lateks.

b. Pada setiap tangki lateks yang akan dibawa mengangkut produksi dari lapangan diberikan amoniak gas larutan 2,5 % atau soda ash larutan 4% dengan dosis 500cc per-100 iter pada cuaca normal dan 750 cc pada cuaca buruk dan setelah pemberian bahan kimia tersebut tutup setiap tangki lateks langsung dipasang dengan baik.

c. Pada saat akan membawa tangki lateks ke lapangan seluruh mantel tangki harus tetap disiram dengan air sampai basah yaitu untuk membantu agar panas matahari tidak menimbulkan prakoagulasi pada lateks yang ada di dalam tangki.

d. Setiap kendaraan yang akan berangkat mengangkut produksi dari lapangan harus diperiksa terlebih dahulu kelengkapannya seperti ban serap harus dalam keadaan baik, anti kental cadangan seperti amoniak gas larutan 2,5% atau soda ash larutan 4 % minimal 25 liter.


(50)

e. Sebelum lateks diisikan pada tangki transport seluruh permukaan lateks dari setiap ember penderes harus tetap terlebih dahulu diserok atau disaring, sehingga jika ada koagulan tipis dapat dipisahkan.

f. Untuk lateks yang mudah mengalami prakoagulasi seperti lateks produksi tanaman muda agar ditambahkan dilapangan anti kental (amoniak) sebanyak 250 cc untuk setiap 100 liter lateks yang ada di dalam tangki. g. Apabila pengangkutan terlambat maka diberikan anti kental tambahan

(amoniak) di lapangan sebanyak 250 cc untuk setiap 100 liter lateks dan selanjutnya jika lateks masih belum dapat tiba dipabrik juga diberikan 250 cc/100 liter lateks satu kali per-dua jam agar nantinya lateks dapat segar tiba di pabrik yaitu dengan pH 7-7,5.(20)

4.2.3. Proses Pengolahan Lateks Pekat di Pabrik

Ada beberapa kegiatan pengolahan lateks pekat di pabrik, yaitu : Penimbangan

Sesampainya Lateks Tranfort Tank (LTT) di pabrik, lateks terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui jumlah lateks yang diterima.

Penerimaan

a. Contoh lateks dari setiap LTT diambil sebanyak 200-300 ml dan dianalisa kadar karet kering, amoniak serta VFA nya. Lateks kebun yang akan diolah menjadi lateks pekat harus memenuhi syarat, sebagai berikut :

KKK (Kadar Karet Kering) > 28%. VFA (Volatile Fatty Acid)< 0,050%.


(51)

Low Amoniak = 0,4-0,5%

b. Lateks dari LTT dituang/dipompa ketangki penerimaan (OT= Overange Tank) setelah OT penuh, dilakukan analisis ulang KKK dan NH3 guna menentukan

rencana pengolahan dan spesifikasi invoor/serum screw yang akan digunakan. c. Penambahan bahan kimia di OT

1. Kedalam OT ditambahkan Diammonium Phospate (DAP) 10%. Ditambahkan dengan dosis = 1 cc/liter latek kebun. Penambahan DAP bertujuan untuk memperbaiki Mechanical Stability Tim (MST).

2. Bak dan akhir dibuang

3. Penambahan Ammonia ke dalam OT berpedoman kepada masa waktu pengolahan lateks, yaitu:

a. NH3 : 6-7 gram/liter lateks, untuk yang siap diolah selama 7 jam dari mulai penerimaan

b. NH3 : 7-8 gram/liter, bila lateks siap diolah lewat dari 24 jam dari mulai penerimaan.

Sedimentasi

1. Dari OT, lateks di kirim kesedimen bak. 2. Pengendapan dilakukan selama 2-3 jam.

3. Selama pengolahan, setiap 1 kali 4 jam dilakukan pemeriksaan mutu lateks yang berada di sedimen bak terutama terhadap VFA dan NH3.

4. Selanjutnya, setelah lateks mengendap selama 2-3 jam, lateks dialirkan ke mesin centrifuge.


(52)

Pemusingan

Pengaliran lateks ke mesin centrifuge diatur dengan kran dan fluter agar terjadi over loaded. Prinsip kerja sentrifuge dalam mengolah lateks kebun menjadi lateks pekat, pada dasarnya adalah memisahkan lateks dengan serumnya, sehingga hasil yang diperoleh berupa lateks pekat dengan kadar karet kering sekitar 60% dan rapat jenis 0,94 dan bagian lain (serum) dengan KKK, 4-8% dengan rapat jenis sekitar 1,02. Untuk menjaga agar efisiensi pabrik tetap tinggi perlu diperhatikan pemakaian lobang masuk (Invoor) dengan waktu jalan bowl, makin besar kecepatan masuk maka makin cepat waktu jalan dari bowl tersebut, demikian juga sebaliknya makin kecil lobang masuk maka waktu jalannya lebih lama.

Mixing Tank

Dari centrifuge, lateks pekat dialirkan kedalam mixing tank. Di mixing tank dilakukan penambahan pengawet ammonia larutan 20% sebanyak 1,75-2 cc/liter lateks kebun.

Tangki Timbang (Weight Tank)

1. Dari mixing tank, lateks pekat dialirkan kedalam tangki timbang 2. Ditangki timbang dilakukan pembubuhan bahan kimia sebagai berikut

Ammonia gas yang dipergunakan adalah 5 gram/liter lateks pekat, dan TZ 25% sebanyak 0,5cc/liter lateks pekat. Sedangkan untuk high ammonia gas ammonia yang dipergunakan 2,5-3 gram/liter lateks pekat dan TZ yang dipergunakan adalah 0,5cc/liter lateks pekat.


(53)

3. Selama prosesing berlangsung secara periodik diambil contoh lateks pekat dari weight tank untuk dianalisa NH3. KKK dan VFA nya. Bila VFA nya belum tercapai sesuai dengan permintaan (>60%) dilakukan penukaran serum skrup (lebih pendek) pada beberapa mesin-mesin centrifuge yang sedang dioperasikan, sehingga diperoleh KKK yang sesuai. Demikian sebaliknya, bila KKK nya terlalu tinggi dilakukan penukaran serum skrup (lebih panjang) dari centrifuge KKK selama dalam proses agar diusahakan serendah mungkin maksimal 4-6%. Tangki Timbun/Storage

Lateks pekat yang sudah memenuhi syarat (NH3, TSC, KKK dan VFA) disimpan dalam tangki timbun minimal 7 hari. Hal ini untuk memantapkan lateks pekat (maturing time) bertujuan menaikkan MST-nya setelah itu produksi lateks pekat dapat dikirim.(19)

4.3. BMI (Body Mass Index) Pada Pengukuran Spirometry Pekerja Bagian Produksi Lateks PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke

Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan Spirometer tipe Microlab ML 3500, sebelum melakukan pemeriksaan terlebih dahulu pekerja di ukur tinggi badan dan berat badan untuk mendapatkan BMI (Body Mess Index) yang dapat dilihat pada out put Spirometry Microlab ML3500. Body Mess Index berperan untuk menentukan prediksi dari grafik fungsi paru alat Spirometry Microlab ML 3500, karena setiap pekerja mempunyai BMI yang berbeda-beda maka prediksi alat untuk setiap pekerja juga berbeda-beda. Jika BMI pada pekerja tinggi maka prediksi grafik


(54)

untuk fungsi paru juga tinggi. Selain BMI, umur juga berperan dalam prediksi grafik fungsi paru Sprirometry Microlab ML 3500, semakin muda seorang pekerja maka semakin tinggi prediksi grafik fungsi paru pada Spirometry tersebut.

4.4. Karakteristik Pekerja 4.4.1. Umur

Keadaan umur pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan BatuTahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Umur di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010

Dari tabel di atas dengan umur antara 26 – 54 tahun yang dibedakan berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 40 tahun. Umur pekerja bagian produksi lateks yang terbanyak pada umur ≥ 40 tahun sebanyak 15 orang (55,6%) yaitu 2 orang (7,4%) pencairan amoniak, 3 orang (11,1%) penerimaan lateks, dan 10 orang (37%) pengolahan lateks.

Umur

Pencairan Amoniak

Penerimaan Lateks

Pengolahan Lateks

Total

Orang % Orang % Orang % Orang %

< 40

tahun 1 3,7 2 7,4 9 33,3 12 44,4

≥ 40

tahun 2 7,4 3 11,1 10 37,0 15 55,6


(55)

4.4.2. Masa Kerja

Keadaan masa kerja pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Masa Kerja di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas dengan masa kerja antara 1 – 26 tahun yang dibedakan berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 15 tahun. Masa kerja pekerja bagian produksi lateks yang terbanyak pada masa kerja ≥ 15 tahun sebanyak 16 orang (59,3%) yaitu 3 orang (11,1%) pencairan amoniak, 3 orang (11,1%) penerimaan lateks, dan 10 orang (37%) pengolahan lateks.

Masa

Pencairan Amoniak

Penerimaan Lateks

Pengolahan Lateks

Total

Kerja Orang % Orang % Orang % Orang %

< 15

tahun 0 0 2 7,4 9 33,3 11 40,7

≥ 15

tahun 3 11,1 3 11,1 10 37,0 16 59,3


(56)

4.4.3. Riwayat Merokok

Keadaan riwayat merokok pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.3. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Riwayat Merokok di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010 Merokok

Pencairan Amoniak

Penerimaan Lateks

Pengolahan Lateks

Total

Orang % Orang % Orang % Orang %

Ya 2 7,4 5 18,5 16 59,3 23 85,2

Tidak 1 3,7 0 0 3 11,1 4 14,8

Jumlah 3 11,1 5 18,5 19 70,4 27 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pekerja yang terbanyak adalah pekerja bagian produksi lateks yang merokok sebanyak 23 orang (85,2%), yaitu 2 orang (7,4%) pencairan amoniak, 5 orang (18,5%) penerimaan lateks, 16 orang (59,3%) pengolahan lateks.


(57)

4.5. APD Pernapasan

Keadaan APD Pernapasan pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Penggunaan APD Pernapasan di PT Socfindo kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010

Pemakaian

Pencairan Amoniak

Penerimaan Lateks

Pengolahan Lateks

Total

APD Orang % Orang % Orang % Orang %

Pernafasan

Selalu 1 3,7 0 0 2 7,4 3 11,1

Kadang- 2 7,4 2 7,4 6 22,2 10 37,0

Kadang

Tidak 0 0 3 11,1 11 40,7 14 51,9

Jumlah 3 11.1 5 18,5 19 70,4 27 100

Berdasakan tabel di atas dapat dilihat bahwa pekerja yang terbanyak adalah pekerja bagian produksi lateks yang tidak menggunakan APD pernapasan sebanyak 14 orang (51,9%) yaitu 3 orang (11,1%) penerimaan lateks dan 11 orang (40,7%) pengolahan lateks.


(58)

4.6. Gangguan Fungsi Paru

Keadaan fungsi paru berdasarkan gangguan restriktif, obstruktif dan mixed pada pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5. Distribusi Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak Berdasarkan Gangguan Fungsi Paru di PT Socfindo kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2010. Gangguan

Pencairan Amoniak

Penerimaan Lateks

Pengolahan Lateks

Total

Fungsi Orang % Orang % Orang % Orang %

Paru

Restriktif 0 0 2 7,4 4 14,8 6 22,2

Obstruktif 1 3,7 0 0 4 14,8 5 18,5

Mixed 0 0 0 0 2 7,4 2 7,4

Normal 2 7,4 3 11,1 9 33,3 14 51,9

Jumlah 3 11,1 5 18,5 19 70,4 27 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa gangguan fungsi paru yang terbanyak pada pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak adalah gangguan paru restriktif sebanyak 6 orang (22,2%), yaitu 2 orang (7,4%) penerimaan lateks dan 4 orang (14,8%) pengolahan lateks.


(59)

4.7. Tabulasi Silang

Tabel 4.6.Gambaran Umur Dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak yang paling banyak adalah pekerja mengalami gangguan paru restriktif pada umur ≥ 40 tahun sebanyak 4 orang yaitu 1 orang (3,7%) penerima lateks dan 3 orang (11,1%) pengolahan lateks.

Umur

Restriktif Obstruktif Mixed Normal Total orang % Orang % orang % orang % orang % Pencairan

Amoniak

< 40 tahun 0 0 0 0 0 0 1 3,7 1 3,7

≥ 40 tahun 0 0 1 3,7 0 0 1 3,7 2 7,4

Penerimaan Lateks

< 40 tahun 1 3,7 0 0 0 0 1 3,7 2 7,4

≥ 40 tahun 1 3,7 0 0 0 0 2 7,4 3 11,1

Pengolahan Lateks

< 40 tahun 1 3,7 2 7,4 0 0 6 22,2 9 33,3

≥ 40 tahun 3 11,1 2 7,4 2 7,4 3 11,1 10 37


(60)

Tabel 4.7.Gambaran Masa Kerja Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010

Masa Kerja

Restriktif Obstruktif Mixed Normal Total orang % orang % orang % orang % orang % Pencairan

Amoniak

< 15 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

≥ 15 tahun 0 0 1 3,7 0 0 2 7,4 3 11,1

Penerimaan Lateks

< 15 tahun 1 3,7 0 0 0 0 1 3,7 2 7,4

≥ 15 tahun 1 3,7 0 0 0 0 2 7,4 3 11,1

Pengolahan Lateks

< 15 tahun 1 3,7 3 11,1 0 0 5 18,5 9 33,3

≥ 15 tahun 3 11,1 1 3,7 2 7,4 4 14,8 10 37

Jumlah 6 22,2 5 18,5 2 7,4 14 51,9 27 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak yang paling banyak adalah pekerja mengalami gangguan paru restriktif pada masa kerja ≥ 15 tahun sebanyak 4 orang yaitu 1 orang (3,7%) penerima lateks dan 3 orang (7,4%) pengolahan lateks.


(61)

Tabel 4.8.Gambaran Riwayat Merokok Dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak yang paling banyak adalah pekerja mengalami gangguan paru restriktif pada pekerja yang memiliki riwayat merokok sebanyak 6 orang (22,2%) yaitu 2 orang penerima lateks (7,4%) dan 4 orang (14,8%) pengolahan lateks.

Riwayat Merokok

Restriktif Obstruktif Mixed Normal Total orang % orang % Orang % orang % orang % Pencairan

Amoniak

Ya 0 0 1 3,7 0 0 1 3,7 2 7,4

Tidak 0 0 0 0 0 0 1 3,7 1 3,7

Penerimaan Lateks

Ya 2 7,4 0 0 0 0 3 11,1 5 18,5

Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengolahan lateks

Ya 4 14,8 4 14,8 2 7,4 6 22,2 16 59,3

Tidak 0 0 0 0 0 0 3 11,1 3 11,1


(62)

Tabel 4.9.Gambaran APD Pernapasan Dengan Fungsi Paru Pada Pekerja Bagian Produksi Lateks yang Terpajan Amoniak di PT. Socfindo Kebun Aek Pamienke Labuhan Batu Utara Tahun 2010

APD Pernapasan

Restriktif Obstruktif Mixed Normal Total orang % orang % Orang % orang % orang % Pencairan

amoniak

Selalu 0 0 1 2,7 0 0 0 0 1 2,7

Kadang-kadang 0 0 0 0 0 0 2 7,4 2 7,4

Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Penerimaan Lateks

Selalu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kadang-kadang 0 0 0 0 0 0 2 7,4 2 7,4

Tidak 2 7,4 0 0 0 0 1 3,7 3 11,1

Pengolahan Lateks

Selalu 0 0 0 0 0 0 2 7,4 2 7,4

Kadang-kadang 1 2,7 1 2,7 0 0 2 7,4 4 14,8

Tidak 3 11,1 3 11,1 2 7,4 5 18,5 13 48,1

Jumlah 6 21,2 5 18,5 2 7,4 14 51,9 27 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak yang paling banyak adalah pekerja mengalami gangguan paru restriktif pada pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri sebanyak 5 orang (14,8%) yaitu 2 orang (7,4%) penerima lateks dan 3 orang (11,1%) pengolahan lateks.


(63)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Pajanan Amoniak

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terdiri dari pencairan amoniak (3 orang), penerimaan lateks (5 orang), pengolahan lateks (19 orang) mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 13 orang (48,1%) diantaranya 6 orang (22,2 %) pekerja yang terdiri dari 2 orang penerimaan lateks dan 4 orang pengolahan lateks mengalami gangguan paru restriktif, 5 orang (18,5 %) yang terdiri dari 1 orang pencairan amoniak dan 4 orang pengolahan lateks mengalami gangguan paru obstruktif, 2 orang (7,4 %) pekerja pengolahan lateks mengalami gangguan paru mixed dan 14 orang (51,9 %) tidak mengalami gangguan fungsi paru. Gangguan fungsi paru yang terjadi adalah gangguan fungsi paru restriktif, gangguan fungsi paru obstruktif dan mixed.

Menurut Caplin (2001) pada pajanan amoniak ringan disajikan dengan peradangan pernapasan bagian atas dan rasa sakit tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda gangguan pernapasan, pada kelompok sedang disajikan sama tetapi dengan gejala berlebihan. Kelompok berat disajikan dalam gangguan pernapasan terbuka dengan batuk produktif, paru cedera akut dan disfagia.(18) Cedera amoniak paling sering disebabkan oleh inhalasi, mekanisme yang paling umum di mana gas amoniak menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, terutama mempengaruhi saluran pernapasan bagian atas, meyebabkan batuk dan pernafasan pendek serta berisiko terkena bronkitis kronis.(18) Menurut OSHA nilai ambang batas akibat pajanan amoniak di udara diperbolehkan adalah 50 ppm dengan rata-rata lebih dari 8 jam pada


(64)

shift kerja. Lamanya terkena pajanan amoniak, akan mempengaruhi kerentanan pekerja terhadap potensi amoniak tersebut.(6)

Walaupun kadar gas amoniak di lingkungan kerja bagian produksi tidak pernah diukur, tetapi pekerja di bagian produksi lateks mempunyai potensi terkena gangguan fungsi paru, karena gas amoniak yang dihasilkan dari proses produksi lateks tidak terlihat oleh mata, tetapi baunya dapat mengganggu pekerja dalam bekerja. Jika terhirup secara terus menerus dan pekerja tidak memperhatikan dan menanggulangi dengan pemakaian alat pelindung diri pernapasan, amoniak ini dapat mengganggu fungsi paru pekerja.

Dari hasil penelitian ini didapatkan pekerja paling banyak mengalami gangguan paru restriktif. Hal ini juga didukung oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa pemajanan amoniak pada kadar rendah secara kronik dapat mengakibatkan gangguan paru berupa gangguan restriktif, yang merupakan suata indikasi adanya penyakit paru (encyclopedia).(8)

5.2. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Umur

Dari tabel 4.6 gambaran umur dengan fungsi paru, dijumpai pekerja paling banyak mengalami gangguan fungsi paru terdapat pada umur ≥ 40 tahun sebanyak 9 orang (33,3%), 4 orang mengalami gangguan paru restriktif, 3 orang mengalami gangguan paru obstruktif dan 2 orang mengalami mixed. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa umur berperan terhadap gangguan fungsi paru. Pada dasarnya umur merupakan faktor penting dalam kesehatan karena semakin bertambahnya usia semakin rentan tubuh manusia begitu juga dengan paru-paru terutama yang berumur


(65)

40 tahun keatas. Hal ini juga didukung oleh Juli Soemirat , dkk (1993) mengugkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru.

Menurut Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala gangguan pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini juga didukung oleh Ria Faridawati (1995) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru, semakin bertambahnya umur maka kualitas paru dapat memburuk dengan cepat dan terjadinya gangguan fungsi paru di dalam tubuh serta menyebabkan fungsi dari organ tubuh pekerja termasuk saluran pernapasan akan semakin berkurang.

5.3. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan tabel 4.7 gambaran masa kerja dengan fungsi paru menunjukkan paling banyak adanya gangguan fungsi paru pada pekerja yang memiliki masa kerja ≥ 15 tahun sebanyak 8 orang (25,9%), 4 orang mengalami gangguan paru restriktif, 2 orang mengalami gangguan paru obstruktif dan 2 orang mixed. Hal ini menunjukkan bahwa masa kerja berperan terhadap gangguan fungsi paru.

Masa kerja merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya gangguan fungsi paru karena bila terpajan terus menerus setiap harinya oleh gas iritan seperti amoniak maka akan menyebabkan terjadinya gangguan paru. Lamanya terkena pajanan amoniak, akan mempengaruhi kerentanan pekerja terhadap potensi amoniak tersebut. Hal ini di perkuat oleh hasil penelitian Rosbinawati (2002) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan


(66)

pernapasan, maka semakin lama masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru pekerja.

5.4. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Riwayat Merokok

Berdasarkan tabel 4.8 gambaran riwayat merokok dengan fungsi paru, dijumpai pekerja yang paling banyak mengalami gangguan fungsi paru adalah pekerja yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 13 orang (48,1%), 6 orang mengalami gangguan paru restriktif, 5 orang mengalami gangguan paru obstruktif dan 2 orang mengalami mixed.

Berdasarkan tabel 4.3 Jumlah pekerja yang merokok sebanyak 23 orang (85,2%) dan yang tidak merokok sebanyak 4 orang (14,8%). Dalam hal ini perbandingan jumlah pekerja yang merokok lebih banyak dari yang tidak merokok, penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berperan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja. Pekerja di proses produksi biasanya merokok pada saat beristirahat dan mereka merokok di dalam lingkungan kerja, dimana gas amoniak juga berada di lingkungan kerja. Merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan karena asap rokok yang terhisap dalam saluran napas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas.


(1)

Keterangan :

Restriktif/ FVC (%)

Obstruktif/ FEV1

(%)

Normal

≥ 80

≥ 80

Mild

60-79

60-79

Moderate

30-59

30-59

Severe

< 30

< 30

18 Suroso

Pengolahan 42

21

Ya

Tidak

103

91

112

Normal

19 Saniran

Pengolahan 42

21

Ya

Tidak

62

69

90

Mild

Restriktif

20 Slamet

Pengolahan 48

25

Ya

Tidak

64

67

99

Mild

restriktif

21 Syaiful Bahri Pengolahan 29

5

Tidak

Kadang-kadang

110

112 94

Normal

22 Panahatan

Pengolahan 49

26

Ya

Tidak

84

95

93

Normal

23 Simson

Pengolahan 30

2

Tidak

Kadang-kadang

93

98

92

Normal

24 Rasdin

Penerimaan 40

20

Ya

Tidak

76

75

102

Mild

Restriktif

25 Arbagus

Penerimaan 32

12

Ya

Tidak

74

78

92

Mild

Restriktif

26 Sudar eko

Pengolahan 32

9

Ya

Selalu

94

86

107

Normal

27 Sukrianto

Pengolahan 27

5

Ya

Kadang-kadang

75

80

92

Mild


(2)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Gangguan Fungsi Paru *

tahun 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

Gangguan Fungsi Paru *

bagian 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

Gangguan Fungsi Paru *

masa kerja (tahun) 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0% Gangguan Fungsi Paru *

RM 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

Gangguan Fungsi Paru *

APD 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent tahun * bagian 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

Umur (tahun) * bagian pekerjaan Crosstabulation

bagian Total

Pencairan amoniak

penerimaan lateks

Pengolahan lateks

tahun <40 tahun Count 1 2 9 12

% of Total 3,7% 7,4% 33,3% 44,4%

>=40 tahun Count 2 3 10 15

% of Total 7,4% 11,1% 37,0% 55,6%

Total Count 3 5 19 27


(3)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent masa kerja

(tahun) * bagian 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

masa kerja (tahun) * bagian pekerjaan Crosstabulation

bagian Total

Pencairan amoniak penerimaan lateks Pengolahan lateks masa kerja (tahun)

<15 tahun Count

0 2 9 11

% of Total ,0% 7,4% 33,3% 40,7%

>=15 tahun Count 3 3 10 16

% of Total 11,1% 11,1% 37,0% 59,3%

Total Count 3 5 19 27

% of Total 11,1% 18,5% 70,4% 100,0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent RM * bagian 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

RM * bagian pekerjaan Crosstabulation

bagian Total

Pencairan amoniak penerimaan lateks Pengolahan lateks

RM ya Count 2 5 16 23

% of Total 7,4% 18,5% 59,3% 85,2%

Tidak Count 1 0 3 4

% of Total 3,7% ,0% 11,1% 14,8%

Total Count 3 5 19 27


(4)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent APD * bagian 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0%

APD * bagian pekerjaan Crosstabulation

bagian Total

Pencairan amoniak penerimaan lateks Pengolahan lateks

APD Selalu Count 1 0 2 3

% of Total 3,7% ,0% 7,4% 11,1%

Kadang-kadang Count 2 2 6 10

% of Total 7,4% 7,4% 22,2% 37,0%

Tidak Count 0 3 11 14

% of Total ,0% 11,1% 40,7% 51,9%

Total Count 3 5 19 27

% of Total 11,1% 18,5% 70,4% 100,0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Gangguan Fungsi

Paru * bagian 27 100,0% 0 ,0% 27 100,0% Gangguan Fungsi Paru * bagian Crosstabulation

bagian Total

Pencairan amoniak penerimaan lateks Pengolahan lateks Gangguan Fungsi Paru

Restriktif Count

0 2 4 6

% of Total ,0% 7,4% 14,8% 22,2%

Obstruktif Count 1 0 4 5

% of Total 3,7% ,0% 14,8% 18,5%

Mixed Count 0 0 2 2

% of Total ,0% ,0% 7,4% 7,4%

Normal Count 2 3 9 14

% of Total 7,4% 11,1% 33,3% 51,9%

Total Count 3 5 19 27


(5)

LAMPIRAN

Gambar1. Spirometer Microlab ML 3500

Gambar2. Pengukuran Tinggi

Gambar3. Pengukuran Berat


(6)

LAMPIRAN