Cedera Inhalasi Amoniak. Nilai Ambang Batas Amoniak

2.2. Amoniak

Amoniak adalah gas yang tidak bewarna dengan bau yang kuat, dan rumus kimianya NH3. Amoniak merupakan bahan kimia korosif yang dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan paru-paru serta dapat membakar kulit dan mata dan dapat menyebabkan kerusakan tetap. Amoniak dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan yaitu hidung, mulut dan kerongkongan yang dapat menyebabkan batuk dan bersin. Menghirup amoniak dapat membuat iritasi paru menyebabkan batuk dan pernafasan pendek serta beresiko terkena bronkitis. 18 Dampak yang lebih besar akibat terhirup gas amoniak dapat menyebabkan pembentukan cairan dalam paru edema paru, keadaan medis darurat, dengan nafas pendek yang parah. Amoniak banyak digunakan dalam industri karet, pupuk, plastik, tekstil, deterjen dan pestisida. Bahan kimia ini termasuk dalam daftar substansi yang membahayakan kesehatan karena bahan kimia ini adalah korosif. 19 menurut penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa pemajanan amoniak pada kadar rendah secara kronik dapat mengakibatkan gangguan paru berupa gangguan restriktif, yang merupakan suata indikasi adanya penyakit paru encyclopedia. 8

2.3.1. Cedera Inhalasi Amoniak.

Cedera amoniak paling sering disebabkan oleh inhalasi. Mekanisme yang paling umum di mana gas amonia menyebabkan kerusakan terjadi ketika ammonia gas bereaksi dengan air jaringan untuk membentuk solusi yang sangat basa disebut hidroksida amonium. Reaksi ini adalah eksotermik dan mampu menyebabkan cedera Universitas Sumatera Utara yang signifikan. Amonium hidroksida alkali parah dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, terutama mempengaruhi saluran pernapasan bagian atas, sedangkan berat eksposur lebih cenderung mempengaruhi sistem pernafasan keseluruhan. Karena kelarutan dalam air tinggi, amonia memiliki kecenderungan untuk diserap oleh mukosa yang kaya air dari saluran pernapasan bagian atas. Namun, tidak seperti gas iritan yang paling tinggi yang larut air yang cenderung mempengaruhi secara eksklusif saluran pernapasan bagian atas, amoniak dapat merusak proksimal dan distal. 7 Menurut Caplin 2001 dalam penelitiannya, yang pertama untuk mengklasifikasikan korban paparan amonia tidak disengaja, terdiri dari paparan ringan, sedang, dan berat. Pada kelompok ringan disajikan dengan konjungtiva dan peradangan pernapasan bagian atas dan rasa sakit tetapi tidak menunjukkan tanda- tanda gangguan pernapasan pada kelompok sedang disajikan sama tetapi dengan gejala berlebihan. Kelompok berat disajikan dalam gangguan pernapasan terbuka dengan batuk produktif, paru cedera akut dan disfagia. 7

2.3.2. Nilai Ambang Batas Amoniak

Nilai ambang batas terkena pajanan amoniak pada tempat kerja ada beberapa macam yaitu ada yang menurut OSHA, NIOSH dan ACGIH. Menurut OSHA nilai ambang batas akibat pajanan amoniak pada udara yang diperbolehkan Permessible Exposure Limit PEL adalah 50 ppm dengan rata-rata lebih dari 8 jam pada sift kerja. NIOSH : nilai ambang batas akibat pajanan amoniak pada udara yang Universitas Sumatera Utara diperbolehkan adalah 25 ppm dengan rata-rata lebih dari 10 jam shift kerja dan 35 ppm dan tidak lewat selama masa kerja selama 15 menit. ACGIH : nilai ambang batas akibat pajanan amoniak pada udara yang diperbolehkan adalan 25 ppm dengan rata-rata lebih dari 8 jam sift kerja dan 35 ppm sebagai STEL Short Term Exposure Limit atau batas terkena dampak jangka pendek. Lamanya terkena pajanan, konsentrasi dari substansi amoniak dan faktor lain akan mempengaruhi kerentanan pekerja terhadap efek potensi dari amoniak tersebut. 6 2.4.Proses Pengolahan Lateks Proses pengolahan lateks secara umum dilakukan melalui tahapan berikut : 1. Pensortiran Cup lump dari lapangan dibelah dengan menggunakan CL saw cup lump saw. Dimana tujuannya adalah memperkecil diameter bahan baku dan untuk memudahkan penggilingan pada proses berikutnya. 2. Penggilingan dan Pencincangan Penggilingan Lump dilakukan dengan menggunakan Lump Cruiser yang bertujuan untuk memipihkan dan mengurangi kadar kotoran dalam Lump. Selanjutnya dimasukkan ke dalam Scrap Cruisher untuk mengeluarkan kadar kotoran yang selanjutnya dikirim kemesin Hammer mill dengan menggunakan Ban Conveyor yang mengalami proses pemukulan dan pencincangan dan dilakukan penekanan sehingga menghasilkan bentuk remah. Universitas Sumatera Utara 3. Pencampuran Blending Makro Lump yang telah berbentuk butiran dimasukkan ke dalam bak blending untuk menghomogenkan cup lump inti. Selanjutnya dimasukkan ke dalam granulator untuk memperkecil butiran. Lalu dimasukkan ke dalam bak sirkulasi yang berisi air untuk membilas campuran dan mengurangi kotoran dalam campuran. Melalui elevator, remahan dimasukkan ke dalam mecarator yang berfungsi untuk memadukan atau menyatukan campuran yang berbentuk remah. Selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin crepper untuk dijadikan lembaran sekaligus mengurangi kadar kotoran. 4. Pembutiran Lembaran karet remah dijadikan butiran kembali dengan menggunakan cutter sekaligus mengurangi kadar kotoran. Selanjutnya dimasukkan ke dalam moceraotor dan mesin crepper 1-5 untuk dijadikan lembaran dengan ukuran 5-7 mm. Lembaran digulung dengan ketentuan 24 kg gulungan. Kemudian dilakukan pemeraman selama 7 hari. Lalu diadakan pengetesan awal laboratorium dengan syarat PO 30 dan PRI 70. Gulungan ini dinamakan blanket. Setelah itu dilakukan proses pengolahan dan penggilingan ulang. 5. Pengeringan Remahan dimasukkan ke dalam trolly untuk dikeringkan selama 4 jam dengan suhu pengeringan antara 100 C-120 C. Universitas Sumatera Utara 6. Pengempaan Bendela Setelah dikeringkan pendingin dengan alat Cooling Fan Blower hingga suhu 40 untuk selanjutnya ditimbang dengan berat 35 kgbal. lalu ditekan sehinggan berbentuk segi empat disebut bentuk bal. Untuk menganalisa bal laboratoriun, diambil sebanyak 4 buah dan memeriksa standar SIR dan diadakan pembelahan untuk mengontrol kandungan white spot bintik putih yang merupakan bintik indikasi kurang bagusnya kualitas SIR. Jika terjadi bintik putih maka SIR diproses ulang. Setelah dianalisis, maka dilakukan pengepakan dengan cetakan pallet, ditimpa dengan batu pemberat 2 ton selama 24 jam. 7. Pengemasan Pengemasan dilakukan dengan menggunakan plastic pembungkus 35mm polithein yang sudah dibentuk. Produk diberikan label SIR 10 dan SIR 20 berdasarkan hasil analisis dari laboratorium, disusun dan siap dipasarkan.

2.5. Faal Paru