makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, istirahat cukup dan mengendalikan stress.
DM Tipe II dapat dicegah dan ditunda dengan deteksi dini dan pengelolaan yang baik terhadap mereka yang menderita DM dan mempunyai faktor risiko DM.
pencegahan dan pengobatan hendaknya dilakukan bersama baik pemerintah maupun masyarakat secara luas. Edukasi sangat diperlukan untuk kesadaran orang-orang
dengan faktor risiko DM untuk mengubah gaya hidup.
5.3. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kasus Diabetes Melitus Tipe II
Pada analisis multivariat diperoleh bahwa ada pengaruh aktivitas fisik dengan kasus DM Tipe II dengan OR=7,377 95CI 1,370-39,711. Hal ini menunjukkan
bahwa penderita DM Tipe II kemungkinan 7 kali lebih besar melakukan aktivitas fisik secara tidak teratur dibanding dengan yang bukan penderita DM. Rendahnya
tingkat kesegaran jasmani pada penderita DM sering dikaitkan dengan pola hidup kurang aktif dan perilaku yang kurang sehat. Olahraga yang teratur terbukti dapat
meningkatkan kesegaran jasmani penderita DM. Sejalan dengan penelitian Trisnawati dan Setyorogo 2013 di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki aktivitas fisik sedang dan berat. Hasil analisis hubungan
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kasus DM Tipe II. Orang yang aktivitas fisik sehari-harinya berat memiliki risiko lebih
Universitas Sumatera Utara
rendah untuk menderita DM Tipe II dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik sehari-harinya ringan OR 0,239 95CI 0,071-0,802.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Manik 2012 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir bahwa ada pengaruh
yang bermakna aktivitas fisik terhadap DM Tipe II dengan OR 2,37 95CI 1,1- 5,06 hal ini berarti penderita DM Tipe II kemungkinan 2,3 kali tidak melakukan
aktivitas fisik dibanding kelompok kontrol. Sejalan dengan penelitian Rahmawati 2011 di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar diperoleh uji Chi-Square didapatkan bahwa nilai p=0,002, yang berarti bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah,
dan nilai OR = 7,15 yang artinya penderita DM Tipe II yang memiliki intensitas aktivitas fisik yang kurang kemungkinan 7,15 kali lebih besar mempunyai risiko
kadar glukosa darah tidak terkontrol. Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter US selama 5 tahun
kohort study menemukan bahwa kasus DM Tipe II lebih tinggi pada kelompok yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 kali perminggu dibanding dengan kelompok
yang melakukan olah raga 5 kali seminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olah raga ditemukan penurunan
risiko penyakit DM Tipe II sebesar 3370, Soegondo dkk, 2009. Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Dalam hal penyakit DM, aktivitas fisik menjadi bagian penentu indek glukosa. Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan berolahraga. Tujuan olah raga
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk meningkatkan kebugaran dan meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin. Jadi olah raga disini bukan saja untuk menurunkan berat badan bagi penderita
DM tetapi juga untuk meningkatkan oksidasi glukosa. Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi
energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang
berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah
glukosa menjadi energi maka akan timbul DM Kemenkes, 2010. Telah diperlihatkan bahwa aktivitas fisik secara teratur menambah sensitivitas
insulin dan menambah toleransi glukosa. Baru-baru ini penelitian prospektif juga memperlihatkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan berkurangnya risiko
terhadap DM Tipe II. Penelitian ini lebih lanjut mengusulkan ada penurunan risiko dengan bertambahnya aktivitas fisik. Lebih lanjut aktivitas fisik mempunyai efek
menguntungkan pada lemak tubuh, tekanan darah, dan distribusi lemak tubuh berat badan, yaitu pada aspek ganda ‘sindroma metabolic kronik’, sehingga juga mencegah
penyakit kardiovaskuler. Hubungan antara aktivitas fisik dengan DM masih terlihat, bahkan setelah di-adjusted dengan obesitas, hipertensi dan riwayat keluarga DM Tipe
II. Dengan demikian olahraga memiliki efek protektif yang dapat dicapai dengan pengurangan berat badan melalui bertambahnya aktivitas fisik Darmono dkk, 2007.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa adanya pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian DM Tipe II karena responden yang aktivitas fisik tidak teratur
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi mengalami DM dibanding yang memiliki aktivitas fisik teratur. Sebesar 70,6 penderita DM melakukan aktivitas fisik tidak teratur yaitu kurang dari 3 kali
dalam 1 minggu dan kebanyakan mereka hanya melaksanakan 1 kali seminggu pada hari libur yaitu hari minggu, bahkan ada yang tidak melakukan olah raga. Aktivitas
fisik mengakibatkan meningkatnya sensitivitas dari reseptor dan insulin semakin meningkat sehingga glukosa darah yang dipakai untuk metabolisme energy semakin
baik. Setelah berolahraga selama 10 menit, kebutuhan glukosa darah akan meningkat sampai 15 kali jumlah kebutuhan pada saat biasa, setelah berolahraga 60 menit
kebutuhan glukosa darah dapat meningkat sampai 35 kali. Depkes RI, 2008. Jenis pekerjaan juga erat kaitannya dengan kejadian DM. Pekerjaan seseorang
mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Dari analisis univariat, sebagian besar responden adalah bekerja sebagai wiraswasta. Variabel pekerjaan ini memiliki kaitan
dengan aktivitas fisik. Kelompok yang bekerja wiraswasta memiliki aktivitas fisik yang rendah karena mereka tidak mempunyai pekerjaan yang tetap.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah DM Tipe II dengan cara intervensi olahraga yaitu olahraga dilakukan dengan frekuensi 3x45 menit dalam seminggu.
Bagi orang yang memiliki kesibukan yang tinggi seperti pekerja kantoran dan guru diharapkan tetap melakukan olahraga dengan menyesuaikan jadwal untuk melakukan
olahraga, bila tidak sempat dipagi hari maka sempatkanlah di sore hari terutama bagi orang orang yang memiliki faktor risiko terhadap DM. olahraga tidak saja untuk
mengurangi kadar gula darah dan indek massa tubuh atau berat badan dengan membakar energi dan lemak dalam tubuh tetapi juga meningkatkan kebugaran tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa
dengan lebih efektif sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini dapat berlanjut beberapa jam setelah olahraga, manfaat olahraga akan hilang apabila
berhenti dalam 3 hari, hal ini menekankan pentingnya olahraga secara teratur dan berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang panjang Suhartono, 2004.
5.4. Pengaruh Pola Makan terhadap Kasus Diabetes Melitus Tipe II