4.4.1. Hubungan Umur dengan Kasus Diabetes Melitus Tipe II
Pada Tabel 4.3 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 1,000 dengan CI 95=0,362-2,762 dan nilai p=1,000. Dapat disimpulkan bahwa penderita
DM Tipe II sebesar 1,000 kali kemungkinan berumur ≥45 tahun dibandingkan
dengan yang bukan penderita DM dan secara statistik tidak bermakna p=1,000. Selanjutnya variabel umur tidak dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena
tidak bermakna p0,25.
Tabel 4.3. Hubungan Umur dengan Kasus DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Lhokseumawe
Umur Kelompok
P OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
≥ 45 tahun 11
32,4 11
32,4 1,000
1,000 0,362-2,762
0,000 45 tahun
23 67,6
23 67,6
Jumlah 34
100,0 34
100,0
4.4.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kasus Diabetes Melitus Tipe II
Pada Tabel 4.4 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 1,294 dengan CI 95= 0,477-3,509 dan nilai p=0,612. Dapat disimpulkan bahwa penderita
DM Tipe II sebesar 1,294 kali kemungkinan berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan yang bukan penderita DM dan secara statistik tidak bermakna
p=0,612. Selanjutnya variabel jenis kelamin tidak dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena tidak bermakna p0,25.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kasus DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Lhokseumawe
Jenis Kelamin Kelompok
p OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
Perempuan 13
38,2 11
32,4 0,612
1,294 0,477-3,509
0,258 Laki-laki
21 61,8
23 67,6
Jumlah 34
100,0 34
100,0 4.4.3. Hubungan Riwayat Keluarga Diabetes Melitus dengan Kasus Diabetes
Melitus Tipe II
Pada Tabel 4.5 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 9,500 dengan CI 95= 2,739-32,949 dan nilai p=0,0001. Dapat disimpulkan bahwa
penderita DM Tipe II sebesar 9,5 kali kemungkinan memiliki riwayat keluarga dengan DM dibanding yang bukan penderita DM dan secara statistik bermakna
p=0,0001. Selanjutnya variabel riwayat keluarga DM dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena bermakna p0,25.
Tabel 4.5. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kasus DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Lhokseumawe
Riwayat Keluarga DM
Kelompok p
OR 95 Cl
χ
2
Kasus Kontrol
n n
Ya 19
55,9 4
11,8 0,0001
9,500 2,739-32,949 14,783
Tidak 15
44,1 30
88,2
Jumlah 34
100,0 34
100,0 4.4.4. Hubungan IMT dengan Kasus Diabetes Melitus Tipe II
Pada Tabel 4.6 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 9,257 dengan CI 95= 3,046-28,130 dan nilai p=0,0001. Dapat disimpulkan bahwa
penderita DM Tipe II sebesar 9,257 kali kemungkinan IMT berisiko dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
dengan yang bukan penderita DM dan secara statistik bermakna p=0,0001. Selanjutnya variabel IMT dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena
bermakna p0,25.
Tabel 4.6. Hubungan IMT dengan Kasus DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Lhokseumawe
IMT Kelompok
P OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
Berisiko 24
70,6 7
20,6 0,0001
9,257 3,046-28,130
17,133 Tidak berisiko
10 29,4
27 79,4
Jumlah 34
100,0 34
100,0 4.4.5. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kasus Diabetes Melitus Tipe II
Pada Tabel 4.7 hasil analisis tabulasi silang diperoleh OR sebesar 3,877 dengan CI 95=1,410-10,658 dan nilai p=0,007. Dapat disimpulkan bahwa penderita
DM Tipe II sebesar 3,877 kali kemungkinan aktivitas fisik tidak teratur dibandingkan dengan yang bukan penderita DM dan secara statistik bermakna p=0,007.
Selanjutnya variabel aktivitas fisik dapat dimasukkan dalam analisis multivariat karena bermakna p0,25.
Tabel 4.7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kasus DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Lhokseumawe
Aktivitas Fisik Kelompok
p OR
95 Cl χ
2
Kasus Kontrol
n n
Tidak teratur 24
70,6 13
38,2 0,007
3,877 1,410-10,658
7,173 Teratur
10 29,4
21 61,8
Jumlah 34
100,0 34
100,0
Universitas Sumatera Utara
4.4.6. Hubungan Tekanan Darah dengan Kasus Diabetes Melitus Tipe II