Obyek Pendaftaran Tanah Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah

bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah walaupun ia ternyata bukan pemilik yang berhak, atau kepada buku tanah diberikan kepercayaan yang mutlak. 76 Untuk sistem pendaftaran tanah di Indonesia dikategorikan menganut sistem campuran keduanya, yaitu sistem negatif yang bertendensi positif, maksudnya Negara tidak menjamin mutlak kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat, namun selama tidak ada orang lain yang menagjukan gugatan ke pengadilan yang merasa lebih berhak, maka data dalam sertipikat adalah tanda bukti hak yang kuat. 77

3. Obyek Pendaftaran Tanah

Berdasarkan hak menguasai dari negara, maka negara dalam hal ini adalah pemerintah dapat memberikan hak-hak atas tanah kepada seseorang, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum. Pemberian hak itu berarti pemberian wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundangan. Dari uraian di atas dapatlah diketahui bahwa diberikannya hak-hak atas tanah tersebut dalam jenis hak yang berlainan. Keberadaan hak-hak atas tanah yang bermacam-macam itu merupakan obyek yang harus didaftar. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 obyek pendaftaran tanah meliputi: a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai; 76 Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit., hal. 172-173 77 Ibid., hal. 174 Universitas Sumatera Utara b. Tanah hak pengelolaan; c. Tanah wakaf; d. Hak milik atas satuan rumah susun; e. Hak tanggungan; f. Tanah negara. Berbeda dengan obyek pendaftaran tanah yang lain, dalam hal tanah Negara pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang bersangkutan dalam daftar tanah. Untuk Tanah Negara tidak disediakan Buku Tanah dan karenanya juga tidak diterbitkan sertipikat. Obyek pendaftaran tanah yang lain didaftar dengan membukukannya dalam peta pendaftaran dan Buku Tanah serta menerbitkan sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya. 78

4. Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah

Hasil dari suatu proses pendaftaran tanah ini akan menghasilkan peta-peta pendaftaran, surat-surat ukur untuk kepastian letak, batas dan luas tanah, keterangan dari subyek yang bersangkutan untuk kepastian siapa yang berhak atas tanah yang bersangkutan, status daripada haknya, serta beban apa yang berada di atas tanah hak tersebut dan yang terakhir menghasilkan sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat. 79 78 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ; Sejarah Pernbentukkan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Op.cit., hal. 479-480 79 Y.N. Sunindhia, dan Ninik Widiyanti, Pembaharuan Hukum Agraria Beberapa Pemikiran, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1988, hal. 139 Universitas Sumatera Utara Tujuan pendaftaran tanah memerlukan perangkat hukum yang lengkap dan terperinci serta integritas yang tinggi dari para pejabat yang berwenang untuk itu dalam melaksanakan pendaftaran tanah di Indonesia. Hal-hal yang selayaknya mendapat perhatian antara lain adalah: a. Tujuan dan Manfaat Pendaftaran Tanah Tujuan pendaftaran tanah tidak terlepas dari tujuan pokok terbitnya UUPA, yaitu: 80 1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur; 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan; 3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dalam mencapai tujuan pokok dari terbitnya UUPA, pendaftaran tanah memiliki peranan penting dan strategis. Seluruh tujuan pokok UUPA tersebut mustahil terwujud tanpa terselenggaranya pendaftaran tanah. Sebaliknya, tujuan dari penyelenggaraan pendaftaran tanah harus selaras dengan tujuan pokok terbitnya UUPA. 80 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan- Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2002, hal. 27 Universitas Sumatera Utara Landasan bagi penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 UUPA menyatakan: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran diseluruh wilayah RI menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan Pemerintah.” Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 dirumuskan tujuan pendaftaran tanah berikut ini: a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar c. Untuk terselenggaranya tata tertib administrasi pertanahan. Atas dasar tujuan pendaftaran tanah di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang manfaat dari pendaftaran tanah antara lain bahwa pendaftaran tanah dapat memberikan manfaat kepada masyarakat, antara lain: 1 Mendapatkan jaminan kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah. 2 Menghindari adanya perselisihan-perselisihan hak-hak atas tanah yang biasanya timbul. Pada masyarakat pedesaan masalah batas sering kali menjadi pemicu terjadinya pertengkaran. Dengan adanya bukti kepemilikan hak atas tanah yang Universitas Sumatera Utara memuat data yuridis dan data teknis mengenai hak atas tanah dan batas-batasnya menjadi jelas. 3 Memberikan kemudahan kepada pihak-pihak yang memerlukan data tentang tanah yang telah didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional. Bagi pemerintah penyelenggaraan pendaftaran tanah memberikan manfaat, antara lain: a. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, sehingga dapat tersediannya data tanah secara lengkap dan up to date. b. Meningkatkan pendapatan negara dari biaya pendaftaran tanah. c. Meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak bumi dan bangunan PBB. b. Kepastian Hukum bagi Pemegang Hak Atas Tanah Kepastian hukum yang timbul dari terselenggaranya pendaftaran tanah memiliki sasaran untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Setiap permasalahan yang timbul ketika adanya sengketa di pengadilan yang terkait dengan hak atas tanah, penyelesaiannya akan melalui proses pembuktian. Alat bukti terpenting yang harus dimiliki oleh para pihak yang bersengketa adalah sertipikat sebagai hasil dari proses pendaftaran tanah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kepastian hukum yang dapat dicapai Universitas Sumatera Utara melalui pendaftaran tanah sebagaimana dikemukakan oleh Irawan Soerodjo, sekurang-kurangnya meliputi 2 dua hal, yaitu: 81 1. kepastian mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak; dan 2. kepastian mengenai letak, batas-batas serta luas bidang-bidang tanah. Mengenai kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah dengan memiliki surat bukti kepemilikan tanah sertipikat ini, Arie Hutagalung menjelaskan: Dalam praktek Pendaftaran Tanah yang menjadi masalah adalah sejauh mana orang boleh mempercayai kebenaran data fisik dan data yuridis yang disajikan dan sejauh mana orang akan dilindungi oleh hukum apabila mengadakan perbuatan hukum berdasarkan data tersebut yang kemudian ternyata tidak benar; atau dengan perkataan lain, sampai sejauh mana tujuan Pendaftaran Tanah dapat dicapai? 82 Menjawab terhadap pertanyaan yang dilontarkannya tersebut maka semua itu tergantung pada apakah pendaftaran tanah tersebut pendaftaran akta registration of deeds atau pendaftaran hak registration of title. Umumnya negara-negara yang menganut asas publikasi negatif akan melakukan pekerjaan pendaftaran tanah ini meliputi pendaftaran akta dan pendaftaran titel. Sedang bagi negara-negara yang menganut sistem publikasi positif selalu disebut pendaftaran titel sebab tidak sekedar administrasi saja tetapi lebih memberikan hak kepada seseorang. 83 81 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2003, hal. 78 82 Arie S. Hutagalung, Op.cit., hal. 84 83 Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Op.cit., hal. 124-127 Universitas Sumatera Utara Perbedaan antara sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif tersebut sebagai berikut : 84 a. Sistem Publikasi Positif Dalam pendaftaran tanah yang menggunakan sistem publikasi positif, orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Dalam sistem ini negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah dilakukan adalah benar. Konsekwensi dari penggunaan sistem ini adalah bahwa dalam proses pendaftarannya harus benar-benar diteliti bahwa orang yang minta pendaftarannya meruang berhak atas tanah yang didaftar tersebut dalam arti dia memperoleh tanah itu dengan sah dari pihak yang benar-benar berwenang memindahtangankan hak atas Tanah tersebut dan batas-batas Tanah tersebut adalah benar adanya. Oleh karenanya sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem pendaftaran hak menurut Boedi Harsono, sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan apakah yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis serta bentuk tanda buktinya. Setelah diadakan penelitian barulah hak yang yang diberikan didaftar dengan membukanya dalam Buku Tanah termasuk peristiwa-peristiwa dan perbuatan hukum yang terjadi kemudian. Sebagai tanda bukti haknya diterbitkan Sertipikat. Di dalam Sistem Pendaftaran Hak untuk setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus 84 Ibid., hal. 84-87 Universitas Sumatera Utara dibuktikan dengan suatu Akta. Namun dalam pendaftarannya bukan Aktanya yang didaftarkan melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta merupakan sumber datanya. Sistem publikasi Positif dianut antara lain di Australia, Singapura, Jerman, Swiss dan negara-negara Commonwealth. b. Sistem Publikasi Negatif Dalam pendaftaran tanah yang menggunakan sistem publikasi negatif, negara sebagai pendaftar tidak menjamin bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak benar-benar orang yang berhak karena menurut sistem ini bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Dalam sistem ini Negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang minta pendaftaran. Oleh karena itu dia sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas tanah itu. Pihak yang memperoleh tanah dari orang yang sudah terdaftarpun tidak dijamin, walaupun dia memperoleh tanah itu dengan itikad baik. Dengan demikian Pendaftaran tanah dengan sistem publikasi negatif tidak memberikan kepastian hukum kepada orang yang terdaftar sebagai pemegang hak karena negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Dalam sistem publikasi negatif umumnya digunakan sistem pendaftaran akta. Tidak ada Buku Tanah dan tidak pula diterbitkan sertipikat. Yang merupakan tanda bukti hak adalah akta atau turunan akta yang sudah dibubuhi tanda pendaftaran. Dalam sistem ini berlaku azas yang dikenal sebagai nemo plus juris, jadi walaupun telah melakukan pendaftaran, Universitas Sumatera Utara pembeli selalu masih menghadapi gugatan dari orang yang dapat membuktikan bahwa dia pemegang hak yang sebenarnya. Dalam praktek kedua sistem ini tidak pernah digunakan secara murni. Sistem positif memberi beban terlalu berat kepada Negara sebagai pendaftar. Apabila ada kesalahan dalam pendaftaran, Negara harus menanggung akibat dari kesalahan itu. Untuk itu penelitian dilakukan secara cermat yang mengakibatkan lambatnya proses pendaftaran dan untuk semua resiko itu biasanya Negara mengenakan biaya yang mahal untuk pendaftaran untuk menyediakan suatu dana khusus menghadapi tuntutan ganti kerugian jika terjadi kesalahan pada pihak pejabat dalam melaksanakan pendaftaran. 85 c. Memenuhi azas-azas Pendaftaran Tanah Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran tanah mengandung asas sederhana, asas aman, asas terjangkau, asas mutakhir dan asas terbuka. Meskipun dalam UUPA tidak mengatur mengenai asas yang berlaku dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, maka dalam Pasal 2 PP No. 24 tahun 1997 mencantumkan asas sederhana yang ditujukan kepada aturannya mengenai pelaksanaan pendaftaran yang dibuat secara sederhana sehingga aturan itu mudah untuk dipahami dan dicerna oleh semua pihak khususnya masyarakat yang memerlukannya. 85 Ibid., hal. 87 Universitas Sumatera Utara Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ini harus dilakukan secara hati-hati dan teliti terhadap hal yang terkait dengan obyek dan subyek pendaftaran tanah untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat. Kegiatan pendaftaran tanah ini biayanya harus ringan atau semurah mungkin sehingga tidak membebani masyarakat terutama golongan ekonomi lemah, dan bila perlu diberikan subsidi dari pemerintah untuk memperlancar pelaksanaan pendaftaran tanah Pasal 19 UUPA ayat 4 Data yang diperoleh haruslah data yang akurat atau data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sesuai dengan perkembangan yang terjadi atas status tanah tersebut ketika didaftarkan. Hasil dari pendataan yang dibukukan dan berbentuk daftar-daftar buku akan dikelola oleh administrasi pertanahan dan daftar itu disimpan di BPN, dimana daftar tersebut bersifat terbuka dan tidak dirahasiakan. Meskipun prosedur dan ketentuan-ketentuan pendaftaran tanah telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya akan tetapi kelemahan sistem publikasi negatif yang pada dasarnya dianut dalam sistem pendaftaran tanah telah memperlemah kepastian hukum bagi para pembeli tanah. PP Nomor 24 Tahun 1997 memang tidak menerapkan sistem publikasi negatif secara utuh akan tetapi dalam kenyataan banyak kasus-kasus sengketa tanah merupakan gugatan terhadap hak atas tanah yang sertipikatnya telah terbit lebih dari 5 lima tahun sebelum gugatan itu diajukan ke Pengadilan. Pasal 32 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 tidak mampu mencegah berlangsungnya gugatan terhadap hak atas yang dianggap cacat hukum oleh pihak Universitas Sumatera Utara yang merasa berhak walaupun hak atas tanah telah didaftarkan dan sertipikatnya telah terbit lebih dari 5 lima tahun. Di sisi lain, sangat jarang adanya Putusan Sela yang menolak untuk mengadili sengketa tanah karena dianggap bertentangan dengan Pasal 32 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 yaitu telah melampaui masa waktu 5 lima tahun sejak terbitnya sertipikat yang bersangkutan.

5. Pengumpulan Dan Penelitian Data Yuridis