Perlindungan Pembeli Tanah Melalui Peraturan Pemerintah nomor 37 Tahun 1998

3. Perlindungan Pembeli Tanah Melalui Peraturan Pemerintah nomor 37 Tahun 1998

Perlindungan terhadap pihak-pihak yang melakukan pendaftaran tanah melalui pemindahan hak termasuk jual beli tanah antara lain oleh adanya tanggungjawab PPAT dalam pembuatan akta pemindahan hak atas tanah seperti diatur dalam Pasal 2 dan Peraturan Pemerintah nomor 37 Tahun 1998 yang pelaksanaannya diatur dalam Pasal 53 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor l Tahun 2006. Substansi dari ketentuan tersebut adalah adanya kewajiban PPAT untuk melakukan pendataan tentang tanah yang dipindahkan haknya dengan teliti sehingga terhindar dari adanya cacat hukum data yuridis yang akan dipergunakan sebagai data pendukung pembuatan akta pemindahan hak atas tanah. Permasalahan utama yang timbul dalam praktek antara lain karena sifat dari tanah berbeda dengan kebendaan lainnya. Ancaman batal demi hukum atas jual beli tanah yang dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan terhadap pembeli dalam faktanya justru dapat merugikan pembeli. Hal ini terjadi karena berbagai faktor yang melekat dalam sifat tanah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, pembatalan jual beli tanah dilakukan dengan pembatalan hak atas tanah. Seolah-olah tidak ada korelasinya antara pembatalan hak atas tanah karena dibatalkannya jual beli dengan ganti rugi yang semestinya diterima oleh pembeli yang dirugikan itu. Universitas Sumatera Utara B. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Hak Atas Tanah 1. Perlindungan Melalui Sertipikat Sebagai Alas Hak Yang Kuat Sesuai dengan sifatnya sebagai benda tetap, tanah diharapkan oleh para pembelinya sebagai bagian dari miliknya yang bersifat tetap dan jika dimungkinkan dapat dimiliki secara turun temurun. Oleh karena itu, setiap pembeli tanah mengharapkan hak kepemilikannya tetap melekat kepadanya tanpa ada pihak lain yang mengganggu gugat. Sebagaimana telah diuraikan dimuka bahwa alat bukti kepemilikan tanah adalah sertipikat hak atas tanah. Kekuatan hukum yang melekat pada sertipikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti yang kuat sebagamana dijamin oleh ketentuan Pasal 19 ayat 2 c UUPA. yang pada intinya dimaksudkan bahwa dalam pendaftaran tanah diikuti dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak, berlaku sebagai pembuktian yang kuat. Untuk memperjelas bagaimana konkritnya yang dimaksud dengan alat bukti yang kuat dan bukan alat bukti yang mutlak, Pasal 32 Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 menjelaskan sebagai berikut: 92 a. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. 92 Ibid., hal. 147-148 Universitas Sumatera Utara b. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak tersebut tidak dapat lagi menuntut haknya, apabila dalam waktu 5 lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. Berdasarkan ketentuan di atas pembeli tanah telah memegang sertipikat tanda bukti hak atas tanah yang dibelinya dengan syarat data yang tertera pada sertipikat itu sesuai dengan data yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah. Kemungkinan untuk adanya pihak yang menggugat atas kepemilikannya itu memang masih ada yaitu kemungkinan adanya pengajuan keberatan kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan sampai dengan kurun waktu 5 lima tahun sejak terbitnya sertipikat atau melalui Pengadilan jika telah melampaui masa waktu itu.

2. Perlindungan Dalam Proses Pemindahan Hak Atas Tanah