11.96 43.74 Analisis Struktur Pasar Kayu Sengon 1. Pembeli dan Penjual

Fungsi penelitian pasar yaitu kegiatan yang menunjang pemasaran berjalan secara efektif dan efisien. Adapun pelaksanaannya dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari berbagai media cetak ataupun informasi yang berkembang ditempat penelitian. Lalu informasi ini diteruskan ke perantara guna mendapatkan diameter, kualitas dan kuantitas yang diinginkan. Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan sawmill melakukan pembiayaan atas biaya yang keluar untuk keperluan pengolahan dan biaya pemasaran. Biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan sawmill disajikan pada tabel 11 Tabel 11. Marjin, Keuntungan dan Biaya Pemasaran Ditingkat Sawmill Rupiahm3 Uraian Marjin Pemasaran Biaya Keuntungan Tenaga Kerja Chainsaw Trans- portasi Bandsaw Harga 281.169 69.091 22.273 33.636 33.182 122.987 100 24.57

7.92 11.96

11.8 43.74

Sumber: Data Lapangan diolah Pada tabel di atas diketahui bahwa ada 4 komponen biaya pemasaran ditingkat sawmill yaitu biaya tenaga kerja, chainsaw, transportasi dan bandsaw. Biaya tenaga kerja adalah meliputi semua biaya yang keluar akibat pembayaran upah tenaga kerja untuk kegitan bongkar muat di sawmil, pemotongan kayu, pengakutan, perawatan kayu selama di sawmill dll sebesar Rp.69.901m3. Biaya Chainsaw adalah biaya pemotongan kayu dalam bentuk Log kedalam bentuk yang lebih kecil lagi agar dapat dibentuk ke dalam bentuk kotak didalam pemotongan Bandsaw, biaya ini sebesar Rp.22.273m3. Biaya transportasi adalah biaya pengakutan dari sawmill ke lokasi pembeli selanjutkany baik itu material ataupun industri lain baik dalam maupun luar kota, biaya ini diperkirakan sebesar Rp.33.636m3. Biaya Bandsaw adalah biaya yang ditimbulkan dari proses pembentukan kayu dari log ke bentuk kotak persegi panjang, biaya yang dikeluarkan untuk bandsaw meliputi biaya bahan bakar dan baiaya asah gergaji yaitu sebesar Rp.33.182m3. Total biaya pemasaran ditingkat sawmill dari keempat kompenen pemasaran yaitu sebesar Rp 158.182m3. Keuntungan ditingkat perantara untuk pemasaran kayu sengon adalah sebesar Rp 122.987m3 5.3. Analisis Struktur Pasar Kayu Sengon 5.3.1. Pembeli dan Penjual Pemasaran kayu sengon melibatkan beberapa penjual dan pembeli. Selama penelitian berlangsung terhitung ada beberapa petani yang terlibat dalam pemasaran kayu sengon. Mereka umumnya tergabung dalam kelompok tani. Perantara yang ada di kecamatan Leuwisadeng terdiri dari individu dan beberapa merupakan orang suruhan dari sawmill. Jumlah sawmill sendiri di Kecamatan Leuwisadeng terdiri dari 11 sawmill, yaitu UD Putra Mahkota, Cahaya Alam, Sipa Jaya, PD Permata Putra, Nanda Jelambar, Salira Indah, PD Goa Putra, CV Karya Jaya, CV Dian Surya Gemilang, Wande dan Dedi Hudaedi. Seluruh sawmill ini merupakan Pengolahan kayu yang menjadikan Sengon sebagai produk utamanya, selain itu juga ada beberapa kayu lain seperti Kayu Afrika, Jabon, Gmelina, Jati dan Durian. Untuk Material sendiri jumlahnya tidak terlalu banyak di Kecamatan Leuwisadeng, selama penelitian hanya ada satu material yang ada di Kecamatan Leuwisadeng yaitu Toko Sinar Sakti. Toko material lain berada diluar kecamatan Leuwisadeng yaitu didaerah Leuwiliang, Jasinga, Nanggung dan Bogor Kota.

5.3.2. Keadaan Produk

Umumnya jenis kayu yang diperdagangkan di wilayah penelitian Kecamatan Leuwisadeng adalah jenis kayu Sengon Paraserianthes falcataria atau yang lebih dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan kayu jeunjing. Jenis kayu lain yang diperdagangkan di kecamaran Leuwisadeng antara lain: kayu Afrika Maesopsis eminii, kayu Jabon Anthocephalus cadamba, kayu GmelinaJati putih Gmelina arborea, kayu Jati Tectona grandis dan kayu Durian Durio zibethinus Untuk jenis kayu Sengon pada tingkat Industri Penggergajian Kayu IPK dapat dihasilkan bermacam-macam kayu olahan dengan berbagai macam ukuran seperti; bentuk tiang, papan, kaso, kusen, palang, reng, palet. Untuk bentuk tiang dapat dibuat 10 cm x 10 cm. Papan dibuat dengan ukuran 3 cm x 20 cm. Kaso dengan ukuran 6 cm x 6 cm. Kusen bahan jendela dan pintu biasanya berukuran 7- 8 cm x 15 cm. Palang dada umumnya berukuran 5 cm x 10 cm. Reng berukuran 2 cm x 3 cm dan merupakan jenis olahan kayu yang paling kecil. Sedangkan palet yang digunakan untuk bahan baku pembuat beraneka ragam meubel berukuran 3 cm x 8-10 cm. Semua jenis kayu olahan umumnya memiliki panjang ukuran kayu yang sama yaitu 200 cm, 250 cm dan 300 cm. Kecuali jenis palet dapat dihasilkan kayu dengan ukuran 100 cm, 120 cm dan 140 cm. Pada umumnya untuk industri gergajian, selain menyediakan kayu dengan ukuran dan jenis tertentu, industri juga menyediakan ukuran kayu pesanan berdasarkan kebutuhan konsumen. Kayu olahan yang akan diperdagangkan umumnya diberikan perlakuan terlebih dahulu dengan cara dikering anginkan dibawah terik sinar matahari selama kurang lebih 3-7 hari. Kemudian kayu disusun berdasarkan jenis dan ukurannya sehingga memudahkan dalam pengakutan Di tingkat IPK sawmill selain dihasilkan kayu dengan jenis dan ukuran tertentu, juga dihasilkan kayu sisa olahan rendemen yang berupa serbuk gergajian, potongan-potongan kayu dan kulit kayu bablir. Ketiganya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai jual untuk digunakan sebagai kayu bakar. Pada saat berlangsungnya penebangan, cabang dan ranting pohon yang sudah ditebang hak kepemilikannya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak penjual petani sengon dengan pembeli perantara. Kepemilikan cabang dan ranting ini tidak mempengaruhi harga jual pohon yang bersangkutan. Beberapa keuntungan yang didapatkan oleh industri gergajian apabila mendapatkan pesanan dari material-material di sekitar kota Bogor seperti Leuwiliang, Nanggung, Ciampea dan Dramaga ataupun luar daerah Bogor seperti Jakarta, Tanggerang dan Bekasi , hal ini karena spesifikasi ukuran kayu olahan yang lebih kecil dari seharusnya potongan khusus. Untuk tiang berukuran 8 cm x 8 cm, papan berukuran 2 cm x 18 cm, kaso berukuran 4,5 cm x 4,5 cm dan palang dada berukuran 4,5 cm x 8 cm. Sortimen khusus tersebut ditampung oelh material material tersebut dengan standar harga yang sama. Sehingga walaupun bahan baku yang tersedia di lokasi indutri kurang memadai akan tetapi tetap dapat dimanfaatkan sehingga tidak ada bahan baku yang terbuang percuma. Data selengkapnya tercantum pada tabel 12 Tabel 12. Bentuk dan Jenis kayu Olahan Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 No Bentuk Kayu Ukuran Yang Dijual cm Ukuran Khusus cm 1 Tiang 10 x 10 x 200 10 x 10 x 250 10 x 10 x 300 8 x 8 x 200 8 x 8 x 250 8 x 8 x 300 2 Papan 3 x 20 x 200 3 x 20 x 250 3 x 20 x 300 2 x 18 x 200 2 x 18 x 250 2 x 18 x 300 3 Kaso 6 x 6 x 250 5 x 10 x 250 5 x 10 x 300 4,5 x 8 x 200 4,5 x 8 x 250 4,5 x 8 x 300 4 Palang 5 x 10 x 200 5 x 10 x 250 5 x 10 x 300 4,5 x 8 x 200 4,5 x 8 x 250 4,5 x 8 x 300 Sumber: Data Lapangan diolah Pada umumnya cabang dan ranting yang terbuang dijadikan bahan baku kayu bakar oelh masyarakat untuk keperluan memasak dirumah ataupun bagi industri kecil rumah tangga. Adanya cabang dan ranting yang digunakan sebagai kayu bakar oleh masyarakat, dirasakan sebagainilai tambah bagi perantara, selain hasil kayu gelondongan. Beberapa hal yang menjadi alasan perantara untuk menjual kayu bakar atau menyerahkannya kepada pemilik kebun tergantung lokasi penebangan. Apabila dirasakan biaya pemungutan kayu bakar lebih besar dari harga jualnya maka perantara lebih baik memberikannya kepada petani pemilik kebun. Selain itu juga tergantung cuaca pada saat pengakutan, apabila cuca hujan maka kondisi jalan akan sedikit terhambat karena kondisi tanah yang becek sehingga para kuli nagkut kayu akan kesulitan membawanya. Kesulitan lainnya karena kondisi geografis daerah Leuwisadeng yang berbukit dan bergunung sehingga umumnya kayu yang dipanen berada diatas lereng bukit yang cukup tinggi dengan jalan yang masih berupa tanah

5.3.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar

Kondisi keluar atau masuk ke suatu pasar diantara tingkat atau lembaga pemasaran akan berbeda-beda. Pada tingkat petani hampir tidak ada halangan untuk memasuki atau keluar dari pasar. Jika petani memiliki areal lahan yang cukup dan memiliki modal produksi yang diperlukan untuk budidaya Sengon, memiliki ketekunan dan kesabaran tinggi, maka setiap saat dapat bebas untuk menentukan ikut serta atau tidak dalam pasar. Disamping itu juga menjadi petani sengon tidak memerlukan suatu keahlian tertentu. Pada tingkat perantara dan sawmill mungkin sedikit lebih sulit untuk keluar masuk pasar sebagai pendatang baru ataupun masuk kembali setelah keluar pasar. Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk turut serta dalam pemasaran yaitu memiliki modal yang cukup besar, jaringan pemasaran yang luas, jaminan konsistensi pasokan, serta kemampuan dalam melakukan transaksi atau bernegoisasi. Pada tingkat toko material karena hanya ada satu toko material yang saat ini ada, hampir tidak ada halangan untuk masuk ke dalam pemasaran kayu Sengon. Walaupun tergolong harus memiliki modal yang cukup besar, namun karena diwilayah penelitian tidak banyak toko material yang menjadi pesaing. Tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatian dari karakteristik user kayu Sengon pembeli akhir, mereka cenderung langsung membeli ke sawmill ketimbang membeli di Material karena harganya lebih murah. Sehingga toko material harus jauh dari sentra pengolahan kayu seperti sawmill.

5.3.4. Jenis Transaksi

Pada umumnya proses penjualan kayu Sengon dan jenis kayu lainnya dilakukan petani dalambentuk pohon berdiri, akan tetapi ada juga yang menawarkan kayu dalam bentuk sudah ditebang. Ada beberapa cara yang digunakan dalam proses penjualan kayu di Kecamatan Leuwisadeng, diantaranya: 1. Petani menawarkan langsung kayu yang akan dijualnya kepada perantara dengan menyebutkan kondisi fisik kayu seperti jenis, umur dan volume kayu 2. Perantara telah mengamati kebun-kebun kayu milik masyarakat sebelumnya. Apabila ada jenis dan ukuran kayu yang dibutuhkan maka akan langsung menanyakan apakah dijual atau tidak. 3. Perantara mendapatkan informasi dari pihak ketiga. Informasi tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan mensurvei langsung ke lokasi kebun kayu. Umumnya pihak ketiga tersebut juga mendapat upah dari perantara yang bersangkutan. Setelah salah satu dari ketiga proses tersebut dilaksanakan, maka petani dan perantara langsung melakukan tawar menawar harga sampai terjadinya transaksi jual beli. Pada proses tersebut dibahas mengenai kesepakatan pembayaran dengan sistem tunai atau tempo mencicil. Perantara yang tidak memiliki modal besar umumnya melakukan pembayaran dengan cara mencicil, kadang kala para perantara ini meminjam modal terlebbih dahulu kepada sawmill yang menjadi langganannya untuk menutupi kekurangan pembayaran. Kerjasama antara sawmill dengan perantara terjalin karena adanya permintaan terhadap kebutuhan kayu untuk industri, sehingga mereka memanfaatkan jasa perantara untuk memenuhi kebutuhan kayu. Berdasarkan pengamatan di wilayah kecamatan Leuwisadeng diperoleh data bahwa pada tingkat perantara yang menggunakan sistem pembayaran tunai sebanyak 61,11 dan 11,11 dengan cara mencicil, sisanya sebanyak 28,78 menggunakan cara keduanya. Sawmill yang ada di wilayah penelitian berjumlah 11 unit industri. Industri tersebut hampir seluruhnya terletak di jalan Leuwiliang-Jasinga. Dari seluruh industri tersebut tercatat sebanyak 54.55 persen industri membayar kontan, sebanyak 27.27 persen dengan cara mencicil dan 18.17 persen dengan cara keduanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 13 Tabel 13. Sistem Pembayaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng 2011 No Sistem Pembayaran PELAKU PASAR Perantara orang Persen Sawmill unit Persen 1 Kontan 11 61.11 6. 54.55 2 Tempo 2 11.11 3. 27.27 3 Keduanya 5 27.78 2. 18.17 Total 18 100 11 100 Sumber: Data Lapangan diolah Pembayaran dengan mencicil biasanya memakan waktu berkisar antara 2- 3 bulan setelah penebangan. Hal ini memang dirasakan memberatkan bagi petani karena pada umumnya mereka menjual kayu untuk membayar kebutuhan- kebutuhan penting yang bersifat mendadak seperti membayaran iuran sekolah anak, membayar hutang piutang, membiayai hajatan seperti pernikahan, biaya naik haji, ataupun kebutuhan mendesak lainnya. Umumnya petani memprioritaskan penjualan kayunya kepada orang yang sudah dipercaya akan membayar dengan lancar seperti kepada orang-orang yang memiliki jabatan penting diwilayah desanya seperti; Guru, Petugas Kantor Desa, ataupun Juragan-juragan tanah yang terkenal memiliki modal yang besar dan memiliki sifat jujur.

5.3.5. Informasi Pasar

Informasi pasar yang berkenaan dengan kayu Sengon sangat dibutuhkan oleh tiap pelaku pemasaran yang terlibat. Pemberian informasi yang lengkap khususnya mengenai harga jual dan beli kayu Sengon hanya mungkin dilakukan dengan pihak yang berada dalam tingkat atau kelompok lembaga pemasaran yang sama, sehingga tidak pernah ada penyebaran informasi harga antara lembaga pemasaran yang tidak satu tingkat. Hubungan diantara mereka hanyalah pada saat terjadi transaksi jual beli kayu Sengon berlangsung. Lain halnya antara petani dan perantara, umumnya diantara mereka sudah terjalin hubungan kekeluargaan kerena memang diantara petani ada yang masih kerabat dekat, tetangga, atau teman dekat sehingga tidak segan untuk saling berdiskusi dan bertukar informasi.

5.3.6. Harga dan Struktur Pasar

Salah satu indikator untuk melihat struktur pasar adalah lembaga pemasarannya, umumnya komoditas pertanian memiliki jalur pemasaran yang realtif panjang. Berdasarkan perbandingan jumlah petani dan jumlah perantara, sawmill atapun Material, struktur pasar yang terbentuk dari sisi petani adalah oligopsoni jumlah petani yang lebih banyak daripada perantara, sawmill maupun material menyebabkan petani menjadi penerima harga price taker. Lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 14. Tabel 14. Lembaga Pemasaran Kayu Sengon Kec. Leuwisadeng Tahun 2011 No Pelaku Pasar Jumlah orang Persen 1 Petani 32 51.61 2 Perantara 18 29.03 3 Sawmill 11 17.74 Total 62 100 Sumber: Data Lapangan diolah Pada tingkat pemasaran selanjutnya jumlah perantara lebih banyak daripada jumlah sawmill. Dengan demikian struktur pasar yang terbentuk adalah monopsoni. Hambatan untuk masuk sebagai pelaku pasar lebih tinggi karena membutuhkan sejumlah modal yang besar dan proses penentuan harga didominasi oleh sawmill sehingga menempatkan perantara sebagai penerima harga. Dengan demikian struktur pasar yang terbentuk berdasarkan jumlah antara lembaga pemasaran dan petani adalah struktur pesaingan tidak sempurna. Harga jual dan beli kayu gelondongan jenis Sengon pada setiap tingkatan pelaku pemasaran di Kecamatan Leuwisadeng berbeda beda, untuk harga beli rata-rata ditingkat perantara sebesar Rp.682.308m3 dengan harga jual rata-rata Rp.988.492m3 dan pada tingkat sawmill harga beli rata-rata Rp.975.649m3 dengan harga jual rata- rata sebesar Rp.1.256.818m3 untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel 15 Tabel 15. Harga Rata-rata kayu Sengon Rupiahm3 Pelaku Saluran Pemasaran Rata-rata Harga Beli Rata-rata Harga Jual Petani I - 688.839 II - 898.809 II - 675.714 Rata-rata - 724.107 Perantara I 687.897 985.119 III 671.131 995.238 Rata-rata 682.308 988.492 Sawmill I 988.889 1.237.500 II 901.786 1.200.000 III 998.413 1.333.333 Rata-rata 975.649 1.256.818 Sumber: Data Lapangan diolah 5.4. Marjin Pemasaran 5.4.1. Analisis Marjin Pemasaran ditingkat Perantara