Mae : tidak kalah dibanding srimulat. Tambahan dia cantik. Seperti aku Percis. diam cantik dan tersia. tiba-tiba seperti mencari
sesuatu di sekelilingnya, tapi ia pun tersenyum apabila sadar yang dicarinya itu sebenarnya tidak ada. lalu ia berseru keras Retno
Suaramu merdu.
4
Pada dialog Mae terdapat kata „cantik dan tersia‟ memiliki makna
bahwa seorang yang selalu dikagumi pun pada akhirnya akan tersia, seperti pernyataan Embie C. Noer yang mengatakan:
“Cantik dan tersia diibaratkan seperti gadis cantik yang dipuja tetapi disia-siakan. Mengisahkan orang kecilmiskin yang disia-
siakan. Hal ini terjadi akibat empasis budaya politik yang menggeliat dan dipicu oleh kondisi ekonomi yang sangat kering
pada pertengahan tahun ‟60-an.”
5
Mengacu kepada pernyataan Embie C.Noer tersebut dapat dikatakan bahwa pada pemaparan awal drama Mega,mega sudah mulai
terlihat apa yang ingin Arifin sampaikan dan kisahkan melalui Mega,mega yakni mengenai ketimpangan sosial dalam masyarakat antara yang miskin
dan yang kaya. Di sini disebutkan bahwa masyarakat miskin pada tahun 1960-an meskipun sering elu-elukan sebagai masyarakat yang harus
diperjuangkan oleh pemerintah pada akhirnya mereka juga disia-siakan guna kepentingan berbagai pihak. Seperti itulah gambaran dari dialog yang
diucapkan Mae. Selain memiliki tema utama yang membicarakan kehidupan
masyarakat urban yang miskin , akibat kehidupan yang “gagal” di kota besar.
Drama Mega,mega ini juga menggambarkan bagaimana status sosial golongan bawah dalam masyarakat dapat mempererat ikatan kekeluargaan
satu sama lain yang menganggap diri mereka sebagai satu seperjuangan ditanah perantauan. Hal tersebut dapat digambarkan lewat tokoh Mae yang
4
Ibid.,h.1
5
Wawancara pada Embie C. Noer tentang drama Mega,mega karya Arifin C.Noer. bertempat di depan Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta tanggal 31 Mei 2014.
menggambarkan sebagai sosok orang tua yang memiliki perhatian dan kasih sayang serta mengasuh anak-anaknya dan mengayomi mereka. Ia selalu
menasehati tokoh-tokoh lain untuk tidak melakukan sesuatu yang buruk atau merugikan diri mereka sendiri meskipun sesungguhnya mereka bukan anak
kandung Mae, namun sosok Mae selalu memberikan nasehat dan kasih sayangnya terhadap tokoh-tokoh lain selayaknya ibu kandung.
Retno : memotong Mae Mae : Retno, Mae sayang sekali padamu. pada Hamung, pada
Tukijan, pada Koyal, pada Panut, dan pada siapa saja yang menganggap Mae sebagai ibunya. Seperti juga Mae sangat sayang
pada Mas Ronggo. diam ia kena lahar. diam Retno, diam-diam perasaan Mae remuk waktu Tukijan Pamit tadi pagi. Tambah lagi
Hamung dan Panut.
Retno : sudahlah Mae. Hamung : ya, Mae. Retno akan tinggal di sini dan akan selalu
bersama Mae. Mae : keinginan Mae memang begitu juga, tapi sebaliknya bagi
Retno… Hamung
:setidak-tidaknya dia
tidak akan
melupakan Mae.menguap
Retno : Percayalah, Mae. Kami tak akan begitu saja melupakan Mae. Kami juga menganggap diri kami sebagai putra-putri Mae
yang nakal-nakal. Bukan saja Panut dan Koyal yang nakal tapi kami semua juga nakal-nakal. tersenyum menghiburdan
kenakalan kami tidak mengurangi cinta kami pada Mae.
6
Pada kutipan tersebut, dapat terlihat bagaimana sosok Mae yang menyayangi semua tokoh dan menganggap mereka anaknya sendiri. Hal ini
terlihat dari dialog Mae yang menyamakan sayangnya terhadap para tokoh dengan suaminya yang telah meninggal. Selain itu, rasa sayang kepada Mae
juga ditunjukkan tokoh Hamung dan Retno yang mencoba mengalihkan kesedihan Mae.
6
Ibid.,h.6
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa terkadang apa yang dapat dikatakan sebagai keluarga belum tentu mereka
yang memiliki hubungan darah, akan tetapi intensitas pertemuan yang lebih intim, hubungan batin serta adanya timbal balik juga dapat dikatakan sebagai
kumpulan keluarga, selain itu hal yang lebih penting lagi adalah kesepakatan masing-masing anggota yang menganggap satu sama lain sebagai saudara
atau keluarga. Hal tersebutlah yang dapat terlihat dalam kondisi masyarakat drama Mega,mega karya Arifin ini.
b. Plot Alur
Cerita drama Mega,mega karya Arifin C.Noer sangat singkat, yakni peristiwa terjadi hanya dalam kurun waktu satu malam saja akan tetapi alur
yang digunakan dalam drama Mega,mega karya Arifin C. Noer menggunakan alur maju. Rangkaian peristiwa cerita yang ditampilkan
dimulai dari percakapan antara Mae dengan Retno di malam hari kemudian ditutup dengan waktu fajar saat Mae mulai tertidur di bawah pohon beringin.
Tahapan alur tersebut akan dipaparkan sesuai pendapat Tasrif dalam Nurgiantoro yang terbagi menjadi lima tahapan. Kelima tahapan alur
tersebut adalah sebagai berikut: 1
Tahap Situation
Tahap yang memberi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita dan
pemberian informasi awal yang berfungsi melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
Tahap situasi dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer ini dimulai dari pembukaan bagian pertama. Pada tahap awal ini dibuka
dengan menceritakan dua tokoh wanita yang dimunculkan pertama kali, yakni tokoh Mae dan Retno.
Di Bawah Mega
Beberapa saat sebelum layar disingkapkan, kedengaran seorang perempuan muda menyanyikan sebuah tembang jawa. Kemudian
penonton akan menyaksikan perempuan muda itu menyanyi dengan gairah sekali. Ia berdiri dan bersandar pada batang
beringin yang tua berkeriput itu. Di antara jemari tangannya terselip sebatang rokok kretek. Ia biasa dipanggil kawan-
kawannya dengan panggilan Retno. Sementara itu di sebelahnya seorang perempuan tua bersandar.
Ia adalah seorang perempuan tua dengan bentuk bibir yang selalu nampak tersenyum dan dengan kelopak matanya yang
biru. Senyum itu rupanya ditujukan pada suatu harapan yang telah lama dinantikannya; tak kunjung tiba. Adapun malam yang
selalu ia isi dengan perhatian itu agaknya hanya memberikan warna gelap pada sekeliling matanya. Ia biasa dipanggil Mae.
7
Kutipan tersebut menggambarkan perbedaan yang terjadi di antara dua tokoh wanita yang diceritakan, yaitu Retno dan Mae. Retno
digambarkan sebagai wanita muda yang masih bergairah, sedangkan Mae merupakan sosok orang tua yang sedang menantikan sesuatu yang tak
kunjung datang. Situasi pun dimulai dari percakapan antara Mae dan Retno yang membicarakan tentang mbarang dengan tidak saling
memandang satu sama lain. Situasi selanjutnya terjadi saat kemunculan Panut. Ia datang
dengan berpura-pura bisu hingga membuat Mae panik. Akan tetapi seketika Mae kesal setelah tahu ia dibohongi oleh Panut. Pada tahap
situasi ini beberapa tokoh mulai muncul, baik melalui dialog disertai kemunculannya maupun melalui perantara dialog tokoh lain terlebih
dahulu. Seperti tokoh Tukijan dan Koyal, diketahui ada tokoh yang bernama Tukijan dan Koyal melalui dialog tokoh Panut, Hamung, Retno
dan Mae yang membicarakan mereka sebelum kemunculannya.
7
Ibid., h.1
2 Tahap Generation cicumstances
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik kemudian konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi
konflik-konflik pada tahap selanjutnya. Tahap pemunculan konflik yang terjadi dalam drama Mega,mega karya Arifin adalah saat satu per satu
tokoh mulai mengetahui Tukijan menunda keberangkatannya ke
Sumatera. Panut : siapa?
Mae : Tukijan. Pagi tadi ia naik kereta api ke Jakarta. Dari sana nanti ia menyebrang ke Sumatrah.
Panut : mulut rusak Baru saja saya lihat dia sedang nongkrong dekat bioskop indra.
Mae : siapa? Panut : Tukijan.
Mae : kau salah lihat pasti. Bukan Tukijan yang kudisan. Tukijan yang bersih ganteng.
Panut : ya, Tukijan yang gandrung pada si Retno kemayu itu. Mae : kau sngguh-sungguh?
Panut : Biar buta mata saya kalau saya bohong. Kemaren Tukijan memang bilang begitu pada semua orang. Tadi saya
lihat sendiri ia sedang nongkrong dekat bioskop indra.
8
Konflik mulai terlihat saat membicarakan Tukijan yang menunda kepergiannya. Melalui kutipan di atas dapat terlihat kekecewaan Mae saat
mengetahui Tukijan tidak jadi pergi hari itu. Pada saat itu mulai berjalannya program pemerintah yang menganjurkan warganya untuk
membuka lahan yang masih kosong di pulau-pulau tertentu salah satunya Sumatera, untuk menanggulangi masalah padat penduduk. Selain itu
dengan program membuka lahan diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan lahan tersebut sehingga dapat memberikan pemenuhan
kehidupan yang lebih baik. Sama halnya dengan keinginan Mae, maka kekecewaan Mae muncul karena Mae menginginkan agar Tukijan jadi
8
Ibid., h.9
pergi dan memulai kehidupan yang lebih baik di tempat lain dan dapat mengatasi kemiskinan yang sedang dialami.
Pada tahap ini pemunculan konflik juga ditunjukan melalui dialog Hamung yang membicarakan Tukijan. Pada dialog ini Hamung
seolah meluapkan kekesalannya dengan Tukijan yang menunda keberangkatan ke Sumatera.
Hamung : maunya kita sama-sama, tapi si Tukijan itu plintat- plintut seperti orang banci. Saya kira dia sudah sedang tidur di
Senen dan niat saya pagi nanti akan menyusulnya. Setidaknya saya tidak langsung ke Sumatera. Saya memang belum berniat
kesana. E, tahu-tahu, baru saja keluar dari Stasiun Tugu sore tadi, keluar dengan karcis di tangan, nyelonong hidungnya.
Retno : hidung siapa? Hamung : Tukijan.
Mae : betul, Retno. Panut juga bilang begitu.
9
Keberangkatan Tukijan dianggap menjadi titik tolak di mana akan dimulainya kehidupan untuk memperbaiki kemiskinan yang mereka
alami. Pemikiran Tukijan yang realistis serta kegigihannya mencoba berjuang melawan kemiskinan merupakan salah satu contoh agar tokoh
lain mau melakukan hal yang sama dengan Tukijan. Begitupun Hamung yang juga berniat akan pergi menyusul Tukijan demi mencari penghasilan
yang lebih baik.
3
Rising action
Tahap ini merupakan tahap peningkatan konflik di mana peristiwa yang muncul sebelumnya semakin berkembang intensitasnya.
Cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik yang terjadi bisa
9
Ibid., h.19
dari segi eksternal, internal maupun keduanya hingga mengarah ke klimaks.
Peningkatan konflik terlihat setelah membicarakan Tukijan yang menunda keberangkatannya. Hal tersebut terlihat melalui dialog Mae
dengan Retno, saat Mae mulai mencurahkan isi hatinya kepada Retno. Retno : Mae tak usah khawatir. Saya tak akan meninggalkan
Mae. Mae : semua akan meninggalkan Mae pada akhirnya. Suamiku
yang pertama pun berkata begitu dulu tapi akhirnya ia pun mengusirku juga. Dan kemudian suamiku yang bernama Sutar
meninggalkan aku. Malah suamiku yang paling setia dan paling tua pergi juga, dimakan gunung Merapi.
Retno : tidak, Mae. Saya juga sebatang kara saya juga tersia. Sebab itu saya lebih senang dengan Mae. Berkumpul sangat
membantu mengurangi kesusahan. Mae : tidak. Kau tidak tersia, kau masih muda. Belum masanya
kau berputus asa. Sekiranya kau menurut nasehat Mae dan tak usah menjadi
…
10
Kutipan tersebut menunjukan tahap situasi mulai terasa rumit, baik dari segi keadaan maupun perasaan yang sedang dirasakan tiap
tokoh. Masing-masing tokoh mulai dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan mereka menerima keadaan yang tidak mereka inginkan.
Mereka harus rela jauh dengan orang-orang yang mereka sayangi demi mencari kehidupan yang lebih baik agar dapat keluar dari kemiskinan.
Selain itu, Mae juga berusaha memberi nasehat pada Retno bahwa orang yang lebih muda sudah seharusnya bisa mendapatkan kebahagiaan yang
selayaknya. Orang muda juga sudah seharusnya menggunakan kemampuannya untuk mewujudkan impian-impiannya agar mendapatkan
kehidupan yang lebih baik.
10
Ibid., h.25-26
4 Climax
Pada tahap ini konflik yang telah terjadi pada tokoh cerita mencapai titik intensitas puncaknya. Klimaks sebuah cerita akan dialami
oleh totoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.
Mae yang merupakan tokoh utama yang utama, pada tahapan ini sedang mengalami konflik batin dengan keadaan yang harus ia hadapi.
Gejolak perubahan sikap Mae pun terlihat di sini.
Mae : Ya, saya harap begitu. Saya harus merebutnya. Oh, saya tiba-tiba takut sekali. Hamung sebentar lagi pergi. Sebentar lagi.
Semuanya akan kembali sepi. Kenapa jantung saya? Saya
gemetar sekali.
Pluit kereta api sayup-sayup Mae : sekonyong-konyong menubruk dan memeluk Tukijan
Jandalam isak Jan. kenapa sama sekali kau tak punya rasa terimakasih?...Kau tak melihat saya dalam memandang saya.
Sebab itu kau gampang saja akan tinggalkan ibumu sendiri di alun-alun ini, di tanah bebas yang tak bebas ini.melepaskan diri
dari Tukijan dan duduk menunduk kalau saya muda pasti saya tak akan mengucapkan kata-kata ini.
Hamung,
sekalipun cintamu
samar-samar tapi
pasti kepergianmu nanti akan melengkapi kesepian saya. setelah
mengosongkan dirinya tapi sebagai orang tua, sebagai seorang ibu yang tabah tentu saja saya harus melepaskan kalian berdua
dengan doa restu, dan saya akan menyertai kepergian kalian dengan keprihatinan saya.
11
Kesedihan Mae yang merupakan sosok wanita tua tidak terbendung lagi ditahapan ini. Satu sisi Mae merasa sedih karena akan
ditinggalkan anak-anaknya, namun di sisi lain Mae harus mencoba menerima apa yang akan terjadi terhadap dirinya. Hal yang ditunggu-
tunggu Mae di masa tuanya yaitu mengharapkan orang-orang yang ia
11
Ibid., h.103
kasihi dapat berkumpul dan dapat menemaninya. Ia tidak lagi menginginkan hidup sendirian dan tentunya saat anak-anaknya pergi ia
akan merindukan sikap menghargai para tokoh terhadap dirinya sebagai lambang bahwa ia merupakan sosok yang dituakan dalam keluarga
tersebut.
5
Tahap Denouement
Pada tahap ini konflik yang telah mancapai klimaks diberi jalan keluar dan cerita diakhiri. Mae yang sejak awal tidak siap ditinggal
sendirian oleh anak-anaknya, kini mulai melepaskan egonya dan memberikan izin Retno untuk pergi bersama Tukijan.
Mae : kau memang anak perempuan saya. Kau cantik dan baik budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tak tahu.
diam sekarang sebagai anak yang baik turutlah apa kata Mae: pergilah dengan Tukijan.
Retno : menangis dan memeluk Tidak, Mae. Saya tidak bisa. Mae : tentu kau tidak bisa. Dan siapa ynag suka akan ajal?Tidak
ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada. Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan
Mae? Retno menggeleng-geleng kepala tidak, bukan? Mae
juga tidak mau kau tinggalkan…tapi apakah kau berpikir Mae juga ingin mempertahankan kau tetap di sini terus menjual
diri?.
12
Pada tahap sebelumnya Mae mengalami kegelisahan dengan dirinya sendiri untuk menahan Retno agar tidak pergi, namun dilain sisi
Mae harus merelakan kepergian Retno demi masa depannya. Pada tahap inilah sikap Mae terlihat mulai mengosongkan dirinya untuk dapat
kembali berpikir realistis bahwa suatu saat orang yang datang pasti dikemudian hari akan pergi juga, seperti halnya kehidupan manusia yang
suatu saat akan mati.
12
Ibid., h.119
c. Tokoh dan Penokohan
Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang saling berkaitan, sebab melalui dua unsur tersebut dapat diketahui bagaimana
peranan tiap tokoh dalam setiap cerita. Tokoh biasanya ditandai dengan nama sedangkan penokohan atau karakter biasanya ditandai dengan sikap
dan watak. Terdapat enam tokoh dalam cerita drama Mega,mega karya Arifin C. Noer ini yaitu: Mae, Retno, Panut, Hamung, Koyal, Tukijan
serta beberapa tokoh yang hanya disebutkan namanya saja oleh keenam tokoh tersebut, akan tetapi tidak ditampilkan bagaimana karakter mereka
dalam tiap cerita. Tokoh tersebut diantaranya adalah Pemuda, Abah toko Kim Sin, Penjaga warung, pemilik bioskop Indra, penjual jeruk dan
penyewa kuda. Keenam tokoh pada kelompok pertama merupakan tokoh yang
mempengaruhi jalannya cerita dalam drama Mega,mega. Masing-masing tokoh dari keenam tokoh tersebut memiliki peranan yang berbeda serta
karakter yang kuat dalam setiap cerita yang ditampilkan. Selain itu, karakter dari masing-masing tokoh merupakan salah satu hal yang
memperkuat jalannya cerita disetiap babaknya. Inilah yang membuat drama Mega,mega karya Arifin menarik.
Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita secara keseluruhan, tokoh dibedakan ke dalam tokoh utama; tokoh utama
yang utama dan tokoh utama tambahan serta tokoh tambahan; tokoh
tambahan utama dan tokoh tambahan yang tambahan. 1
Mae
Dilihat dari awal kemunculannya tokoh Mae masuk ke dalam tokoh utama yang utama. Sebab tema-tema yang ingin disampaikan
banyak terlihat melalui dialog Mae pada setiap peristiwa. Selain itu peristiwa yang dialami Mae disampaikan secara tuntas. Dimulai dari
pengenalan dirinya secara narasi diawal cerita sekaligus sebagai pembuka cerita, hingga peristiwa-peristiwa yang dialami Mae menciptakan
pergolakan batin kemudian cerita ditutup dengan peristiwa yang dialami
tokoh Mae.
Makna kata “Mae” berasal dari bahasa Jawa memiliki makna
sebagai seorang ibu. Berdasarkan makna tersebut karakter tokoh Mae dalam drama Mega,mega karya Arifin memiliki sifat mengayomi,
penyayang, dan pasrah atau nrimo konsep masyarakat Jawa untuk menerima dengan lapang dada menghadapi apa yang terjadi. Namun
dilain sisi tokoh Mae memiliki sebuah harapan dalam menjalani sisa hidupnya sebagai orang tua. Harapan-harapan tersebut ingin ia dapatkan
melalui para tokoh yang sudah ia anggap sebagai anaknya.
Tokoh Mae merupakan representasi sosok ibu orang tua yang merawat dan mengasuh anak-anaknya. Mulai dari tokoh Retno, Koyal,
Panut, Hamung hingga Tukijan, Mae selalu mengajarkan mengenai baik dan buruk. Selai itu melalui keberadaan para tokoh yang sudah Mae
anggap sebagai anak, Mae pun memiliki harapan-harapan dan ia berharap
anak-anaknya dapat mewujudkannya.
Mae : apa kata Mae? Nguli saja, nguli saja. kau nekat coba- coba nyopet. Nguli lebih baik dari apapun yang dapat kau
lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang yang
suka…percayalah Panut. Kalau nguli kau bisa merasa senang.
Panut : saya tidak akan mencopet lagi. Mae : nah, itu baik sekali. Mae percaya kau memang anak yang
baik…
13
Memiliki kesamaan nasib sebagai orang-orang yang tinggal di perantauan dalam keadaan ekonomi yang tergolong rendah membuat
13
Ibid., h.7
mereka dekat satu sama lain. Melalui dialog di atas menggambarkan tokoh Mae yang menginginkan Panut untuk melakukan pekerjaan yang
lebih baik daripada mencopet. Layaknya seorang ibu, Mae menganggap anaknya orang-orang yang baik. Hal tersebut terlihat pada dialog Mae
yang mengatakan “Mae percaya kau memang anak yang baik”.
14
Secara psikologis jika seseorang dikatakan sebagai orang baik maka otaknya
akan merespon bahwa dirinya memang orang baik sehingga tingkah laku yang dilakukan cenderung ke hal yang baik-baik begitupun sebaliknya.
Tujuan dari upacan Mae tidak lain agar Panut mau melalukan pekerjaan yang baik sehingga ia akan senang dan mendapat kepuasan tersendiri saat
mendapatkan hasilnya. Mae: makin reda tangisnya Saya kesepian. Saya sungguh-
sungguh kesepian sebagai perempuan. Tidak itu saja. bahkan saya sangat kesepian sebagai manusia. Sampai-sampai saya
sangsi pada diri saya sendiri. sampai-sampai saya tidak tahu lagi di mana saya ini berada. Betul-betul seperti mimpi. Mimpi
yang sangat buruk. Kalau sampai pada temapt itu alangkah ngerinya. Saya tidak lagi dapat melihat apa-apa. Saya mulai
menyangsikan semuanya. Saya sangsi apakah saya ada atau
tidak ada…segala yang hidup disibuki oleh tugas kewajibannya masing-
masing. Tapi saya…perempuan kertas yang dipinjami nyawa Cuma. Tersia dan disingkirkan.
15
Melalui dialog ini sisi sensitif Mae sebagai seorang perempuan mulai terlihat. Mae yang tidak memiliki anak dan keluarga merasa
kesepian, ia menganggap bahwa dirinya tidak memiliki arti apa-apa dalam kehidupannya sendiri. Seorang wanita normal akan merasa lebih
berharga sebagai seorang wanita jika ia bisa melahirkan seorang anak dalam menjalani sebuah kehidupan berkeluarga, akan tetapi sosok Mae
yang mandul menganggap dirinya tidak memiliki makna karena tidak
14
Ibid.,
15
Ibid., h.19
dapat melahirkan anak hingga masa tua. Meskipun ia menganggap para tokoh adalah anaknya namun, pada kenyataannya yang melahirkan
mereka bukan Mae. Mae :sekonyong-kongong menubruk dan memeluk Tukijan.
Jandalam isak Jan. dalam isakkenapa sama sekali kau tak punya rasa terimakasih ? tapi siapa yang memilikinya? Tapi kau
anakku…sebab itu kau gampang saja kau tinggalkan ibumu sendiri di alun-alun ini, di tanah bebas yang tidak bebas
ini…kalau saya muda pasti saya tak akan mengucapkan kata- kata itu…
16
Pada dialog ini semakin terlihat bagaimana sikap Mae di tengah keberadaan para tokoh. Mae merupakan sosok orang tua yang mengayomi
para tokoh yang lebih muda, seolah-olah mulai ingin memetik buahnya. Mae yang tidak bisa memiliki anak dan menganggap mereka anaknya
mulai menunjukan rasa ingin dihormati oleh para tokoh. Meskipun Mae mengasuh mereka dengan kasih sayang yang ia berikan, namun tidak
dipungkiri sebagai seorang ibuorang tua ia tetap menginginkan rasa hormat para tokoh terhadapnya seperti halnya seorang anak yang
mengormati ibunya. Mae : tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka akan ajal? tidak
ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada. Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan
Mae? Retno menggelang kepala Tidak, bukan? Mae juga tidak mau kau tinggalkan. Mae sangat mencintai kau lantaran kau
anak perempuanku satu-satunya. Kalau kau pergi Mae tidak akan pernah mempunyai nak secantik dan sebaik kau lagi. Tapi
apakah kau berpikir Mae akan mempertahankanmu tetap di sini dan terus menjual diri?.
17
Pada tahapan peristiwa ini Mae mulai mencoba untuk bisa bersikap menerima apa yang terjadi, meskipun yang terjadi itu sesuatu
16
Ibid., h.103
17
Ibid., h. 119-120
yang tidak ia inginkan. Pada peristiwa ini terlihat bagaimana sikap Mae yang mulai kembali menginginkan Retno untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik. Meskipun sebelumnya Mae pernah merasa ketakutan akan ditinggalkan, namun ditahapan ini Mae mulai menghilangkan
egonya. Secara tidak langsung Mae juga mengajarkan Retno untuk dapat berbuat sesuatu yang lebih baik meskipun pada awalnya itu sulit. Seperti
halnya berhenti menjadi seorang pelacur. Mae : Gusti pangeran. anaknya bangun Kau bangun, sayang.
Kau tertawa, sayang. memainkan anak itu Nah, cah bagus. Kita tak pernah mendapatkan tapi selalu merasa kehilangan.
memejamkan mata tak ada. Sama saja. —Gustiku Cuma kita
berdua.
18
Tahapan terakhir ini adalah peristiwa di mana Mae benar-benar sudah sendirian. Hamung, Tukijan dan Retno pergi ke perantauan, Panut
pergi, dan Koyal semakin menggila. Peristiwa ini merupakan penutup cerita yang menggambarkan kesendirian tokoh Mae. Hingga tahap akhir
ini sosok Mae digambarkan seolah-olah masih mengharapkan sesuatu, namun harapan itu tetap menjadi harapan yang belum terwujud.
2
Koyal
Koyal adalah salah satu tokoh yang memiliki kebiasaan berkhayal serta memiliki ambisi untuk mendapatkan uang banyak. Di
antara keenam tokoh hanya Koyal yang merupakan tokoh gila. Ia tidak lagi berpikir rasional, melainkan dengan khayalan-khayalan untuk
memenuhi kepuasan keinginannya. Tokoh Koyal dalam drama Mega,mega merupakan representasi orang yang mengukur segala
sesuatunya dengan uang. Ia memiliki ambisi untuk menjadi kaya raya secara instan. Koyal sama sekali tidak memikirkan bagaimana proses
untuk mencapai sebuah keberhasilan.
18
Ibid., h.123
Tokoh Koyal dalam drama Mega,mega merupakan tokoh utama tambahan dalam peristiwa ditiap bagian, terutama dibabak kedua tokoh
Koyal memegang peranan penting dalam menjalankan seluruh peristiwa dan kejadian. Koyal dapat mengendalikan seluruh kegiatan para tokoh
lain untuk mengikuti apa yang ia kehendaki. Pada babak kedua juga ia menjadi poros dan mengontrol terlaksananya seluruh aktifitas para tokoh
untuk ikut dalam permainan yang seolah-olah nyata. Meskipun seluruh tokoh memiliki andil yang cukup besar dalam
berlangsungnya setiap peristiwa, akan tetapi tokoh Koyal menjadi fokus cerita setelah tokoh Mae. Dalam drama, Koyal merupakan tokoh yang
dominan karena tahapan peristiwa yang dialami Koyal diceritakan secara tuntas. Berawal dari dialog para tokoh yang membicarakan kegilaan
Koyal untuk mendapatkan uang, lalu Koyal datang dengan membawa sobekan koran yang terpasang dimuka gedung Agung dan lembaran lotre
yang telah ia beli hingga seluruh tokoh masuk dan turut andil dalam khayalan Koyal yang memenangkan lotre. Klimaksnya saat Koyal
dipukul Tukijan karena cemburu dan diakhiri dengan kegilaan Koyal yang merasa kepalanya dipukul beberapa orang hingga berdarah.
Selain rangkaian peristiwa yang dialami Koyal disampaikan secara tuntas. Koyal juga menjadi tokoh yang menggambarkan isi dari
judul Mega,mega itu sendiri, yakni uang menjadi sesuatu yang samar- samar dan sulit digapai. Penyampaian tersebut terlihat melalui dialog
Koyal maupun sifat yang dimiliki Koyal. Tahapan-tahapan peristiwa yang dialami Koyal dapat dilihat melalui kutipan dialog berikut ini:
Mae : memang. Biasanya Koyal terus saja nyelonong kalau kita sedang asyik-asyikmya ngobrol.
Hamung : yakin saya. Dia bisa gila. setengah mati ia ingin jadi orang kaya.
Panut : impiannya selangit.
Hamung : lucunya dia cuma ingin punya uang bertumpuk. Tapi sintingnya sedikit pun ia tidak mau bekerja. Ia Cuma ngemis.
19
Melalui dialog tersebut dapat kita ketahui karakter tokoh Koyal terlebih dahulu sebelum ia dimunculkan sosoknya. Pada kutipan tersebut
juga terlihat bagaimana respon para tokoh terhadap keinginan Koyal untuk menjadi orang kaya.
Koyal : Betul Malam berkah melimpah. tertawa menang Lihatlah kedua tanganku. Ditangan kiri: lembaran lotre.
Ditangan kanan sobekan koran Kalian tahu? Aku telah menyobek koran yang terpasang di muka gedung Agung. Aku
terlalu girang. Aku sobek saja koran itu tak pedulitertawa. Retno dan Hamung : hampir bersamaankau menang?
Koyal : tersenyum banggaHampir Retno : Ha?.
20
Pada tahapan ini, peristiwa yang dialami Koyal berawal dari kedatangan Koyal ke warung Mae yang merupakan tempat berkumpulnya
para tokoh. Pada dialog tersebut menggambarkan bahwa tokoh Koyal tidak dapat mengontrol luapan emosinya saat mengetahui dirinya hampir
menang lotre hingga menyobek koran yang terpasang di gedung Agung. Peristiwa yang terjadi melalui dialog tersebut tentunya membuat Hamung
dan Retno merasa heran dengan kelakuan Koyal dan dianggap mereka semakin menggila. Melalui dialog di atas juga dapat terlihat bagaimana
sikap Koyal yang masa bodoh terhadap anggapan orang-orang sekitar terhadap kegilaannya.
Kutipan selanjutnya adalah menceritakan percapakan Koyal bersama Hamung yang menceritakan bahwa Koyal „hampir‟ menang
lotre. Meskipun baru hampir menang, akan tetapi kegilaan Koyal semakin
19
Ibid., h.23
20
Ibid., h. 28
bertambah hingga datang ke ahli nujum dan mempercayai bahwa sebentar lagi dirinya akan menang lotre.
Koyal : Kau lihat, Mung. Pada koran ini tertulis: “Hadiah seratus juta jatuh pada nomer 432480, Solo”, sedangkan
punyaku 432488. Ha, beda satu,‟kan? tertawa senang Hampir aku menang. Betul tidak?...
Koyal : tak ambil pusing aku. Yang terang aku hampir menang. Artinya tak lama lagi aku pasti menang. Kau
lihat, Mung. menunjukan lot yang lainNih, aku sudah beli lagi. Tidak cuma itu malah. Barusan aku tanya pada
tukang nujum. Burung gladik yang cerdik itupun menjajikan kemenangan itu. satu kartu dengan gambar
bunga mawar, satu kartu dengan gambar sapi, satu kartu dengan gambar rumah. Kau mesti tidak percaya?.
21
Kutipan dialog Koyal pada drama Mega,mega di atas menunjukan sifat Koyal yang beranggapan untuk menjadi kaya
atau berhasil hanya membutuhkan angan-angan yang tinggi dan jalan pintas dengan meyakini ahli nujum yang belum tentu
kebenarannya. Sifat Koyal yang seperti itu dapat dikatakan tidak meggunakan rasionalitas dalam bertindak, sebab Koyal merupakan
tokoh yang sudah gila. Suatu tindakan dikatakan rasional apabila tindakan itu dimaksudkan secara sadar untuk mencapai tujuan
tertentu dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya tujuan- tujuan yang lain dan alat atau cara yang dianggap paling efisien
dan efektif untuk mencapai tujuan.
22
Sedangkan tindakan Koyal dianggap tidak rasional sebab tidak ada pertimbangan tentang
kemungkinan yang akan ia hadapi bahwa ia sebenarnya belum menang lotre.
21
Ibid., h. 28
22
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, h. 31.
Kutipan selanjutnya adalah percakapan Koyal yang menceritakan khayalannya kepada Hamung jika ia menang lotre.
Dalam percakapan ini Koyal menjadi bahan lelucon Hamung bersama Retno saat mendengarkan percakapan Koyal yang tidak
masuk akal, akan tetapi Koyal tidak menghiraukannya dan semakin tenggelam dalam khayalannya sendiri.
Koyal : tidak peduli Lalu saya pikir saya harus punya banyak uang dulu. Malah akhir-akhir saya mencintai
uang. Mengapa tidak? Saya telah melihat rumah yang bagus-bagus. Saya telah melihat mobil yang bagus-bagus.
Saya telah melihat segala apa saja yang hanya didapat dengan uang. Lalu
Hamung :…….ngemis tertawa bersama Retno Koyal : lalu saya mengumpulkan uang. Tapi pasti terlalu lama.
Lalu saya belikan lotre. Dan baru saja saya hampir menang. tertawa tandanya tidak lama lagi saya akan menang. Dan
kalau saya menang dan menang…..dan menang lagi…oh uang say
a bertumpuk setinggi merapi…..
23
Berdasarkan kutipan dialog di atas terlihat bahwa tokoh Koyal beranggapan untuk menjadi sukses hanya dibutuhkan jalan pintas tanpa
mementingkan proses. Berdasarkan dialog di atas juga dapat menggambarkan bahwa Koyal merupakan seorang yang malas untuk
berusaha keras. Ia hanya mengkhayalkan lotre yang sebenarnya hanya membohongi dirinya sendiri. Ia selalu berkhayal bahwa dirinya
memenangkan lotre dan ia menjadi orang yang disegani padahal pada kenyataannya ia belum memenangkan lotre. Kemalasannya untuk
mencari pekerjaan yang layak dan tidak mau berpikir maju itulah yang menyebabkan ia tidak dapat bangkit dari kemiskinan.
23
Arifin C.Noer, Op.Cit., h.35
Jika dilihat dari segi bahasa Jawa, makna kata Koyal disandingkan dengan kata Royal memiliki arti orang yang suka
bermegah-megahan atau berhura-hura, menyukai sesuatu yang lebih besar dari hal lain. Mengacu pada makna tersebut, maka dapat dikatakan
makna nama Koyal sendiri mencerminkan orang yang royal atau suka berlebih-lebihan, serta mengukur segala sesuatunya dengan uang. Ia
beranggapan bahwa bahagia itu dengan menjadi orang kaya, akan tetapi khayalan yang ia lakukan sudah di luar batas kewajaran dan tentunya
tidak sesuai dengan realitas kehidupan Koyal sendiri yang merupakan seorang pengemis, malas bekerja, dan gila.
Dilihat dari cara Koyal menyikapi kehidupan juga tidak terlepas dari latar belakang sosial pendidikan. Ia yang tidak mengecam bangku
sekolah sehingga tidak dapat berpikir sebagaimana mestinya untuk dapat bertahan hidup dengan layak, tentunya dengan pekerjaan yang lebih baik
daripada seorang pengemis. Serta dapat dikatakan pula Koyal adalah salah satu korban dari meningkatnya jumlah penduduk yang
mengakibatkan bertambahnya masyarakat tuna karya yang menyebabkan kerawanan sosial salah satunya menjadi pengemis.
Mae : setelah meraba Tidak ada. Koyal : Tadi ada. tiba-tiba Mae Mereka mengejar
sayamereka mengejar saya Mae : mana mereka? Mana?
Koyal : MerekaMereka datangmerekaMaeMasing-masing membawa kayu sangat besar. Tolong, Mae. Tolong Kayu itu
sangat besar.
24
Pada tahapan akhir, perilaku Koyal yang meggambarkan sebagai orang gila tidak berubah. Ia tetap menjadi orang gila yang
24
Ibid., h. 123
mengkhayalkan uang dengan mengatakan bahwa ia akan diberi upah jika ia menyobek koran di mading gedung. Akan tetapi Koyal malah
mengatakan pada Mae ia dipukul oleh orang yang menyuruhnya. Padahal pada peristiwa sebelumnya saat Tukijan menyobek lot lotre Koyal,
Tukijan mengharapkan agar Koyal dapat sembuh. Berdasarkan jalannya peristiwa tersebut menunjukan bahwa tokoh Koyal merupakan tokoh
yang tidak bisa disembuhkan dari kegilaannya terhadap uang.
3 Tukijan
Arifin menempatkan tokoh Tukijan dalam drama Mega,mega sangat berbeda dengan Koyal. Berdasarkan rangkaian peristiwa yang
terjadi dalam drama ini Tukijan masuk ke dalam tokoh tambahan yang utama, sebab kehadiran Tukijan disetiap peristiwa berpengaruh terhadap
tokoh-tokoh utama, yakni Mae dan Koyal. Bersama tokoh Mae, Tukijan merupakan salah satu tokoh yang bisa membuat pergolakan batin pada
tokoh Mae, sedangkan dengan Koyal ia merupakan tokoh yang sangat
bertolak belakang dengan sifat Koyal.
Tukijan merupakan tokoh yang memiliki pemikiran realistis dalam menyikapi hidup dan optimis menjalaninya. Ia lebih percaya
bahwa kesuksesan dapat diraih dengan cara bekerja keras. Peristiwa yang menggambarkan watak Tukijan tersebut dapat dilihat dalam kutipan
dialognya bersama Retno di bawah ini: Tukijan : impian itu meski diwujudkan,barulah ada artinya.
Retno : Cuma memandang laki-laki itu. itupun Cuma beberapa saat
Tukijan :Saya juga tidak suka menjanjikan apa-apa. Semua masih bakal. Yang saya miliki hanya kemauan. Dan lagi kita
hanya mendengar bahwa tanah di seberang penuh kekayaan yang masih terpendam. Sangat luas. Segalanya masih
terpendam. Segalanya. Di dalam tanah dan di dalam diri kita. Kalau
kita sungguh-sungguh menghendaki,
kita harus
mengangkatnya kepermukaan hidup kita. Saya kira begitu.
25
Dari dialog tersebut terlihat bagaimana pemikiran Tukijan menilai sebuah kehiduapan yang penuh dengan impian. Akan tetapi
impian tersebut tidak akan memiliki arti apabila tidak dapat merealisasikannya. Sedangkan impian Tukijan adalah ingin memiliki
tanah, namun di sisi lain ia juga ingin memperistri Retno maka iapun mencoba membujuk Retno melalui dialog di atas. Selain itu Tukijan juga
mempercayai bahwa baik harta maupun kesuksesan dalam bentuk lain dapat dicapai oleh siapapun, asalkan orang tersebut mau untuk berusaha
keras dan percaya bahwa apa yang menjadi impian semua orang dapat diwujudkan melalui proses yang tidak singkat.
Tokoh Tukijan merupakan tokoh yang sangat bertolak belakang berlawanan dengan tokoh utama tambahan, yakni Koyal. Setiap tahapan
peristiwa yang dialami tokoh Tukijan sering terlihat bahwa ia tidak suka dengan kegilaan Koyal. Tahapan peristiwa yang menunjukan adanya
pertentangan antara keduanya dapat terlihat melalui kutipan dialog di bawah ini:
Koyal : Jan.
Tukijan : sekonyong meletus Diam anjing Koyal
: Tentu aku akan diam nanti setelah kau bilang aku menang.
Koyal : Jan, tolong. Tolonglah. Katakan aku menang lotre.
Tukijan : diam tidak?.
26
Dari kelima tokoh hanya Tukijan yang menolak untuk mengucapkan bahwa Koyal menang lotre, maka dapat terlihat bagaimana
Tukijan menanggapi khayalan Koyal dengan sinis. Ia ingin meyadarkan
25
Ibid., h. 41
26
Ibid., h. 46
Koyal, akan tetapi Koyal sudah masuk terlalu dalam kedalam kegilaannya untuk berkhayal.
Tukijan : kalau begitu mari ramai-ramai kita bakar saja kerajaan ini
Koyal : murka mau berontak? Mae : semangat pemberontakan?
Hamung : pemberontakan? Retno : pemberontakan?
Tukijan : meledak cape Kita nanti jadi sinting semua.
27
Pada babak dua meskipun tokoh Koyal berperan sebagai sentral yang mengendalikan cerita, akan tetapi dengan kehadiran Tukijan semua
yang dikhayalkan Koyal terganggu oleh pendapatnya. Tukijan tidak mudah masuk ke dalam khayalan yang Koyal ciptakan seperti halnya
tokoh lain. Berbeda dengan babak kedua, peritiwa yang terjadi pada awal babak ketiga ini adalah perkelahian Koyal dengan Tujikan saat Koyal
ingin memegang betis Retno. Peristiwa selanjutnya yang menunjukan bahwa Tukijan sangat
bertentangan dengan Koyal yaitu saat Tukijan menyobek seluruh lot lotre milik Koyal. Peristiwa tersebut dapat terlihat dalam kutipan berikut:
Tukijan : kau ingin menang? Koyal : yang banyak.
Tukijan : kau bisa mendapatkannya lebih banyak tanpa kertas ini.
Koyal : kali ini saya pasti menang. Tukijan : saya kira kau akan sembuh kalau saya berani
melakukan sesuatu. betul kau ingin uang banyak? Koyal : betul.
27
Ibid., h. 85
Tukijan : pasti suatu ketika kau akan menjadi orang kaya, kaya harta dan kaya segalanya. disobeknya lot itu.
Koyal : jangan Mae, dia menyobek uang saya.
28
Kutipan dialog di atas adalah percakapan Tukijan dengan Koyal setelah peristiwa pemukulan Koyal oleh Tukijan. Pada peristiwa ini
Tukijan mencoba menasehati Koyal agar tidak hidup dalam khayalan yang menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam sesuatu yang tidak nyata.
Pada tahapan peristiwa ini Tukijan mencoba menyadarkan Koyal dari kegilaannya terhadap uang. Tukijan menginginkan agar Koyal dapat
berpikir realistis bahwa untuk mendaptkan uang dibutuhkan usaha yang besar.
Berdasarkan rangkaian peristiwa pada tokoh Tukijan, maka sangat terlihat bahwa tokoh yang bertolak belakang dengan pemikiran
tokoh Koyal yaitu Tukijan. Sedangkan berdasarkan nama Jawa yang digunakan pada nama Tukijan terdiri dari dua suku kata yakni tuk dan jan
yang mendapat sisipan fonem i. Tuk memiliki makna „sumber atau mata
air‟, dan jan memiliki makna „walah-walah bermakna kagum di luar pemikiran awal atau di luar kewajaran pada
umumnya‟. Mengacu pada makna tersebut tokoh Tukijan memiliki arti seseorang yang memiliki
sumber pemikiran yang positif terhadap kehidupan yang ia jalani. Selain rangkaian peristiwa yang terjadi pada Tokoh Tukijan, makna nama
Tukijan pula sangat berpengaruh terhadap karakter yang dihadirkan pada tokoh Tukijan.
Tukijan merupakan salah satu gambaran masyarakat urban miskin namun memiliki tekad kuat untuk bekerja. Watak keras dan ulet
yang dimiliki Tukijan pula yang mendorong keinginannya untuk dapat hidup lebih baik dan layak. Ia salah satu orang yang tidak mengenal kata
28
Ibid., h. 98
menyerah dalam mewujudkan impiannya. Keinginan Tukijan adalah bisa memiliki sebidang tanah dan mendapatkan Retno sebagai seorang istri.
Hingga tahapan akhir cerita tetap memperlihatkan konsistensi sikap Tukijan sebagai tokoh yang teguh pendirinya terhadap apa yang dia
inginkan sejak awal. Pada akhirnya sikap konsisten Tukijan pun dapat menghantarkan kepada terwujudnya impian-impian yang telah ia susun
sejak awal, meskipun dalam pencapaian tersebut tidak berjalan mulus. Tokoh Tukijan juga dihadirkan Arifin untuk tetap menjadi tokoh yang
konsisten dalam menjalani hidup secara realistis dari awal cerita hingga akhir.
4 Retno
Berbeda dengan tokoh Mae yang keibuan dan pasrah. Retno cenderung lebih sinis dalam menghadapi hidup. Sikap sinisnya terlihat
melalui setiap peristiwa yang ia hadapi. Retno cenderung menunjukan amarahnya
disetiap peristiwa.
Hal tersebut
disebabkan oleh
kekecewaannya terhadap masa lalunya. Ia memiliki kenangan buruk terhadap rumah tangganya dan itu yang membuat hidupnya penuh dengan
rasa penyesalan akan kematian anaknya yang masih kecil. Hingga
akhirnya ia memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang pelacur.
Berdasarkan peristiwa yang terjadi, tokoh Retno masuk ke dalam tokoh tambahan yang utama. Retno merupakan salah satu tokoh yang
memiliki pengaruh terhadap rangkaian peristiwa yang terjadi kepada Mae, sebab mereka memiliki kedekatan karena sama-sama seorang
perempuan yang hidup sendiri dan harus berjuang untuk menghidupi
dirinya.
Retno : Banci sinting, banci sinting, banci sinting Uuuuu meludah pasti mahasiswa dia. Nafsu melimpah uang serupiah.
Panut : ngaku santri lagi. Retno : tahu saya. Kita sering lihat dia lewat. Rumahnya pasti
dekat rumah Haji Bilal. Kalau saya sedang mencuci ia selalu lewat. Kalau siang ia buang mukanya jauh-jauh dari
sayameludah. Tapi kalau malam naik turun nafsunya melihat kecantikan saya. tertawa besok malam saya peluk dia dari
belakang meludah pura-pura.
29
Dialog tersebut menunjukan bagaimana Retno bersikap tiap harinya. Pekerjaannya sebagai seorang pelacur membuatnya bicara secara
blak-blakan meski ia seorang perempuan. Selain itu Retno cenderung terlihat lebih menggunakan emosi dalam setiap peristiwa yang terjadi.
Retno :sejak gadis dulu aku mengidamkan dapat melahirkan anak laki-laki. Anak itu laki-laki dengan mata yang teduh seperti
kolam. Hatiku selalu bergetaran menyanyi setiap kali bertemu dengan mata itu. tapi makin lama mata itu makin kering sembab
bapaknya tidak pernah melakukan apa-apa. Suatu ketika aku sakit. lama diam Anak itu sakit. Kelaparan. Ia mati. Sejak itu
aku hampir gila oleh perasan kecewa dan sesal. diam suatu hari suamiku pulang setelah menuntaskan bergelas-gelas arak.
Bukan main aku marah. Dan sekonyong nasib turut campur. Rumah itu terbakar. gerahamnya merapat ketat Setan
Setan.
30
Kehadiran tokoh
Retno dalam
drama Mega,mega
merepresentasikan sosok wanita yang sinis, ia cenderung menggunakan emosi dan mudah meluapkan perasaannya menanggapi peristiwa yang
terjadi baik pada dirinya sendiri maupun di lingkungannya. Namun di sisi lain Retno merupakan tokoh yang mewakili sosok wanita yang tegar dan
tangguh menghadapi kehidupannya yang serba kekurangan dan berusaha untuk dapat menyenangkan dirinya sendiri. Ia juga menggambarkan
wanita urban miskin yang cacat moral, pekerjaannya merupakan cara
29
Ibid., h. 12
30
Ibid., h. 17
untuk bertahan hidup akan tetapi usahanya untuk bertahan hidup melanggar norma masyarakat.
Retno : bangkit marahApa kau pikir kau juga mencintai saya? Omong kosongkau Cuma mencintai dirimu sendiri. saya akui
yang paling saya cintai tentu diri saya sendiri, sebab tak ada orang yang mencintai orang lain lebih daripada mencintai
dirinya sendiri.
Tukijan : kenapa kau jadi marah-marah begitu? Retno : marah siapa yang mulai?
Tukijan : saya marah karena kau berubah sikap lagi. Retno : saya marah karena aku marah. Belum apa-apa sudah
berani marah-marah. Akan kau jadikan apa saya di tanah seberang sana? Jadi babu? Seenaknya saja. apa kau pikir saya
akan mati kelaparan kalau tetap tinggal di sini?tiba-tiba menangis saya jadi bingung.
31
Melalui dialog yang dihadirkan, Retno juga mencoba melawan apa yang akan terjadi. Ia mewakili sebagian wanita yang tetap
memperjuangkan kebahagiaan dirinya dengan caranya sendiri. Meskipun sensitivitasnya sebagai seorang wanita terkadang muncul, akan tetapi ia
selalu memiliki cara sendiri untuk keluar dari masalah yang sedang ia hadapi.
Retno : saya bingung karena terlampau banyak orang yang saya cintai. Dan, O Gusti, saya tidak bisa melupakannya. Saya sangat
mencintai perempuan tua itu.
32
Retno yang memiliki kedekatan dengan Mae karena sama-sama sebagai seorang perempuan yang hidup dan berjuang untuk dirinya
sendiri merasa tidak tega meninggalkan Mae. Sisi sensitifnya sebagai seorang perempuan sekaligus sebagai anak muncul disaat-saat
31
Ibid., h. 117
32
Ibid.,
kepergiannya bersama Tukijan. Berdasarkan tahapan peristiwa yang dialami Retno sejak awal kemunculannya, Retno merupakan tokoh yang
tidak berubah. Ia tetap mudah meluapkan emosi yang ia rasakan saat itu juga disetiap peristiwa yang sedang ia alami.
5 Hamung
Berdasarkan jenisnya, Hamung masuk ke dalam tokoh tambahan yang memang tambahan. Nama Hamung diambil dari dua kata yakni
„ha‟ dan „mung‟. „Ha‟ dalam bahasa Jawa seolah tidak memiliki makna dan biasanya
dijadikan bahasa umpatan sedangkan kata „mung‟ memiliki makna „hanyacuma‟ sehingga jika digabungkan kata „Hamung‟ memiliki
makna „ah hanyaCuma‟. Dalam bahasa Jawa kata Hamung jika
dilafalkan menjadi Ha-mung ini biasanya digabungkan dengan kata „ngono‟ sehingga menjadi kalimat „ha mung ngono‟ memiliki makna
„Cumahanya seperti itu, jadi jangan diambil pusing‟. Hal tersebut sesuai
dengan watak Hamung yang tidak mengambil pusing perihal hidupnya.
Hamung : kau sendiri percaya? Koyal : tentu saja. sudah bayar.
Hamung : ya. Sudah. Sama saja. Koyal : apanya yang sama?
Hamung : ya, kalau kau sendiri percaya pada tukang nujum itu saya ya turut-
turut percaya. Biar kau senang. Kau „kan selalu ingin senang?
Koyal : tertawa bagaimana kau ini. Senan g itu „kan tujuan
semua orang?.
33
33
Ibid., h. 29
Meskipun Hamung merupakan salah satu tokoh yang terlihat tidak cocok dengan pemikiran Koyal, akan tetapi ia berbeda dengan
Tukijan yang secara terang-terangan menyakiti Koyal dengan tindakannya menyobek lot lotre. Di sini Hamung mencoba masuk ke
dalam pemikiran Koyal dan terlihat mengikuti kemana arah pembicaraan mereka tanpa adanya perlawanan pemikiran yang terang-terangan
menolak Koyal dan membuatnya sakit hati. Bahkan dalam rangkaian peristiwa yang terjadi hingga babak terakhir Hamung masih terlihat
menahan diri untuk tidak menyakiti Koyal karena khayalannya yang mustahil.
Tokoh Hamung merupakan tokoh yang sudah memiliki pemikiran sebagai seorang laki-laki dewasa. Hal tersebut pula yang dapat
menjadikan Hamung tidak terlihat membenci atau menentang tokoh Koyal. Ia merupakan salah satu tokoh yang dapat menahan egonya
terhadap orang lain. Ia juga memiliki sisi kebapakan. Hamung yang mengajarkan Panut untuk dapat menjadi laki-laki dewasa dan tidak
cengeng menghadapi kehidupan mereka yang keras dan serba terbatas, meski mereka berada dalam kemiskinan.
Hamung :barangkali saya akan nguli di sana. Atau kembali ke pekerjaan lama; becak. Tapi saya akan berusaha jadi calo. Kau
harus membesarkan otot di Sumatra. Musuhmu bukan saja binatang tapi batang pohon raksasa. Kau pernah dengar cerita
mbah Wirjo tentang sebuah keluarga yang habis musnah karena didatangi seekor ular? Saya tidak punya apa-apa tapi saya ingin
punya apa-apa kalau sudah lama saya tinggal di Jakarta. Saya kira saya harus banyak belajar pada orang-
orang Batak…Saya harus seprti mereka. Kalau ukuran meraka mati saya pun harus
demikian…”.
34
34
Ibid., h. 104
Selain Tukijan, Hamung juga tokoh yang memiliki rasa optimis terhadap masa depan. Ia menjalani hidup dengan realita yang ada di
sekelilingnya serta mau mencoba belajar dari lingkungan yang ia tinggali. Rangkaian peristiwa yang dialami Hamung menunjukan bahwa ia
konsisten terhadap sikapnya yang selalu memiliki tekad kuat untuk bekerja demi kehidupannya yang lebih baik. Tokoh Hamung juga
merupakan salah satu tokoh yang mampu mengendalikan egonya menyikapi setiap peristiwa yang terjadi.
6 Panut
Tokoh Panut masuk ke dalam tokoh tambahan yang memang tambahan. Meskipun ia berperan sebagai tokoh tambahan, akan tetapi
Panut memiliki andil yang besar terhadap tema yang ingin disampaikan mengenai kemiskinan pada masyarakat urban. Tokoh Panut dikatakan
sebagai tokoh yang lugu dikarenakan terlihat dari bagaimana cara Panut mengikuti orang disekitarnya untuk dapat bertahan dalam kehidupan
sosial kalangan bawah. Rangkaian peristiwa yang menunjukan bagaimana
peran dan watak Panut dapat terlihat dalam kutipan di bawah ini:
Panut : soal baik tidaknya saya tidak peduli. Soalnya tangan ini. Sial. Setengah tahun sudah latihan tapi sekalipun tak pernah
saya berhasil. Bagaimana saya tidak jengkel? Mae : jengkel pada siapa?
Panut : pada diri saya sendiri. coba di pasar pringharjo. Jelas laki-laki itu orang yang ceroboh. Artinya kalau saya pinter dan
cekat tentu vulpennya sudah saya dapatkan. Tapi kaki saya gemetar. Karena gemetar rusak segalanya. Vulpen itu sudah di
tangan, tapi kaki sukar dilangkahkan. Terpaksa saya berikan lagi vulpen itu ketika mata laki-laki itu melotot dan segera saya
menghilang.
35
Pada dialog ini menjelaskan bagaimana pekerjaan Panut yang tidak menentu dan tidak jelas. Ia hanya mengikuti apa yang dilakukan
35
Ibid., h. 30
oleh orang terdekatnya agar dapat uang untuk makan dan bertahan hidup. Ia tidak lagi memikirkan bagaimana bekerja yang baik dan buruk sebab
yang ia pikirkan bukan soal menaikkan statusnya dari miskin ke kaya akan tetapi yang ia pikirkan hanyalah bagaimana mendapat uang untuk
makan. Ia juga cenderung malas untuk mencari pekerjaan lain yang lebih layak untuk bertahan hidup.
Tokoh Panut dihadirkan sebagai representasi karakter orang yang lugu dan suka mengikuti orang terdekatnya, hal tersebut terlihat saat
Panut menjawab pertanyaan dari Mae mengenai Tuhan. Mae : Nah, itu baik sekali. Mae percaya kau memang anak yang
baik. Kau pernah dengar suara adzan tidak? Panut : setiap kali saya dengar.
Mae : maksudku kau percaya Tuhan tidak? Panut : seperti setiap orang. Tapi mas Woto bilang Tuhan itu
tidak ada. Tuhan itu racun. Tuhan itu arak. Candu. Tuhan itu asap rokok. Kata mas Marwoto.
Mae : itu tidak perlu. Kau sendiri percaya tidak?kalau kau percaya memang tak layak kau mencopeti barang milik orang
lain.
36
Dialog Panut dengan Mae menggambarkan bagaimana cara Panut bertingkah laku dalam kesehariannya dan cara pandang panut
mengenai sesuatu. Tanggapan Panut terhadap pertanyaan Mae menggambarkan bagaimana pemikiran Panut tentang Tuhan yang ia
ketahui melalui pendapat Mas Woto. Ia hanya mengikuti apa yang biasa orang sekelilingnya lakukan tanpa memikirkannya kembali dan
cenderung tidak memiliki pendirian sendiri terhadap kehidupannya. Panut : tapi kau seharusnya menerangkan semua itu. saya ingin
menjadi laki-laki yang jantan. Hamung : betul?
36
Ibid., h. 7
Panut : betul. Bagaimana? Hamung : itu gampang.
Panut : bagaimana? Hamung : kalau saya berangkat nanti, tepat sewaktu saya
melangkah kaki ke sana kau harus membenci saya. Setidak- tidaknya kau boleh menyimpan perasaan apapun karena
peristiwa itu. Sekalipun kita sudah lama sekali bergaul.
37
Pada peristiwa keberangkatan Hamung yang diantar oleh Panut, Hamung mengajarkan kepada Panut agar menjadi laki-laki jantan. Pada
saat itu juga setelah kepergian Hamung, Panut menuruti apa yang telah Hamung ajarkan kepada dirinya. Melihat peristiwa ini menujukan bahwa
tokoh Panut tetap menjadi tokoh yang belum bisa melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinannya sendiri ia masih mudah menuruti orang lain,
meskipun di sisi lain keinginan Panut menuruti Hamung adalah agar ia bisa menjadi laki-laki dewasa.
d. Latar
Latar merupakan lingkungan. Latar berkaitan dengan penokohan dan alur. Latar harus saling menunjang dengan alur dan penokohan dalam
membangun permasalahan dan konflik. Latar cerita adalah tempat umum general locale, waktu kesejarahan historical time , dan kebiasaan
masyarakat social circuntances dalam setiap episode atau bagian-bagian
tempat. Latar Tempat
Secara garis besar latar tempat yang digunakan dalam drama Mega,mega adalah di kota Yogyakarta. Meskipun pada babak kedua
terdapat beberapa tempat yang dikunjungi para tokoh, akan tetapi tempat
37
Ibid., h. 111
tersebut hanya merupakan hasil dari khayalan Koyal semata dan bukan tempat sesungguhnya. Tempat-tempat khayalan Koyal tersebut antara
lain: Gedung Bank, Tawangmangu, Rumah makan, Toko pakaian, dan Kerajaan. Adapun tempat yang bukan merupakan hasil khayalan Koyal
dan merupakan tempat yang dijadikan mereka untuk tinggal adalah
sebagai berikut: Yogyakarta
Retno : lama-lama aku jadi ingin pergi dari Yogya ini
Mae : kemana? Retno : kemana saja. tiba-tiba Aduuuuuh
Mae : kalau kau bilang begitu pada Tu…. Retno : diam Si banci itu lewat lagi.
38
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa tokoh Retno sebebnarnya menginginkan untuk pergi dari Yogya. Pada tahun 1960-
an, kota Yogyakarta merupakan salah satu pusat kota di Indonesia yang ramai didatangi oleh pendatang dari luar daerah Yogya. Tujuan
mereka tentu saja untuk mengadu nasib di kota tersebut dan mencari kerja agar memiliki penghasilan yang memadai bagi kehidupan
mereka. Seperti halnya Mae, setelah ia ditinggal meninggal suaminya, ia datang dari Tegal ke Yogyakarta untuk mengadu nasib menjadi
penjual nasi. Akan tetapi berbanding terbalik dengan Mae yang berjuang dengan cara jualan makanan demi memenuhi kehidupannya,
tokoh Retno yang tidak memiliki jenjang pendidikan tinggi disertai tidak memiliki keterampilan untuk mencari pekerjaan ia malah
memilih pekerjaan sebagai wanita tunasusila di kota tersebut. Berdasarkan kutipan dialog di atas terlihat bagaimana Retno
mulai jenuh tinggal di kota Yogya. Kota yang semakin padat penduduk
38
Ibid., h. 11
dan belum dapat menjamin kehidupannya menjadi lebih baik. Akan tetapi keinginan Retno yang mengatakan ingin pergi seperti berlalu
begitu saja saat kemunculan pemuda yang menarik perhatiannya. Di bawah tiang listrik
Mae, Retno, dan Hamung sudah nyenyak tidur. Tukijan terbaring gelisah setengah tidur di atas tikar. Sedangkan
Koyal asyik masyuk di tengah impian-impiannya dengan serulingnya duduk di bawah tiang listrik.
39
Latar tempat di tiang listrik ini sering digunakan untuk menggambarkan tokoh Koyal saat ia semakin gila dengan
khayalannya. Jika dilihat melalui peristiwa yang berlangsung, maka tempat tiang listrik ini merupakan tempat yang biasa Koyal gunakan
untuk menumpahkan segala keinginan dan tempat berkhayalnya. Di bawah tiang listrik Koyal berjongkok membelakangi
penonton. Ia menangis. Koyal : Semua tahu kalau Koyal menang lotre. Kau juga
sudah tahu. Kelalawar juga sudah tahu, saya telah menjadi orang yang terkaya. Kau juga, rumput. Kau juga maklum,
beringin tua. Lebih- lebih kau bulan….
40
Di bawah tiang listrik juga digunakan Koyal sebagai tempat untuk menumpahkan segala yang sedang ia rasakan. Tidak hanya saat
ia girang karena Hampir menang lotre, tetapi tiang listrik ia jadikan tempat untuk mengadu.
Alun-alun Mae : Tidak baik. Apalagi untuk malam ini. Aku bilang
senang. Malam
ini malam
terang bulan.
Sangat menyenangkan tidur di alun-alun ini. Di muka pegelaran.
39
Ibid., h. 43
40
Ibid., h. 84
Berkat. Sinuwun itu sakti. Alangkah segarnya. Kita boleh melamun dengan sempurna di sini.
Panut : Tidak bau air kencing seperti di Musium.
41
Alun-alun merupakan tempat yang dijadikan untuk berkumpul orang-orang atau hanya sekedar ngobrol. Sedangkan dalam drama
Mega,mega karya Arifin ini latar tempat utama yang digunakan yaitu alun-alun, sebab lokasi warung Mae yang menjadi tempat
berkumpulnya semua tokoh adalah di tempat ini. Alun-alun juga dapat menggambarkan bagaimana keadaan dan situasi orang-orang yang
bertahan hidup di tempat tersebut, sebab emperan alun-alun merupakan tempat mereka untuk tidur dan bertahan hidup.
Latar waktu Latar waktu yang terdapat dalam drama Mega,mega merupakan
latar waktu yang sangat singkat, sebab seluruh peristiwa hanya berlangsung dalam satu malam saja. Latar waktu yang terjadi dalam
drama ini hanya dua, yakni malam hari dan subuh. Malam hari
Koyal :berhenti bermain suling Uuuuu.UuuuUuuuu melepas nafas kepada beringin Selamat malam, beringin
tua. kepada bulan Selamat malam, bulan gendut. kepada rumputan Selamat malam, rumput. memandang keliling
selamat malam semuanya. Huh malam...
42
Latar dan peristiwa yang terjadi dalam dialog di atas yaitu malam hari saat Koyal akan memulai khayalannya. Malam hari
merupakan waktu yang sering digunakan manusia untuk bermimpi, dan Koyal pun memanfaatkan waktu tersebut dengan baik, yakni
41
Ibid., h. 13
42
Ibid., h. 43
bermimpi melalui khayalan. Ia sedang menikamti kemenangan lotrenya dan ingin mengajak semua menikmati kemenangannya, tak
terkecuali malam hari saat bulan masih menunjukan bentuknya. Jika manusia umumnya akan melakukan segala aktivitasnya
pada siang hari untuk memenuhi kebutuhannya, maka Koyal melakukannya pada malam hari. Dalam drama Mega,mega ini Arifin
menampilan bagaimana proses Koyal menikmati khayalannya pada malam ini. Hal tersebut dapat diartikan bahwa khayalan Koyal
merupakan representasi dari mimpi-mimpi setiap orang di malam hari dan memiliki arti bahwa khayalan Koyal adalah peristiwa yang
absurdtidak nyata. Subuh
Azan subuh berkumandang di udara di sela-sela garis cahaya fajar yang lembut. Lalu Mae muncul lagi.
Mae : Gusti pangeran. anaknya bangun Kau bangun, sayang. Kau tertawa, sayang. memainkan anak itu Nah, cah
bagus. Kita tak pernah mendapatkan tapi selalu merasa kehilangan. memejamkan mata Tak ada. Sama saja
— Gustiku, Cuma kita berdua.
43
Waktu subuh di sini merepresentasikan bahwa waktu subuh merupakan awal manusia untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Melalui dialog ini juga menggambarkan selesainya kegiatan bermimpi manusia saat terlelap tidur malam dan kembali bangun untuk
melanjutkan kehidupan yang sebenarnya. Latar sosial-budaya
Latar sosial budaya menunjuk pada hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Latar sosial yang terdapat
dalam Mega,mega menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa yang
43
Ibid., h. 123
hidup di kota Yogyakarta. Hal tersebut dapat terlihat melalui penggunaan nama-nama tokoh serta bahasa yang digunakan.
Mae : Sinuwun Sinuwun Malam lagi Ini malam syura. Malam syura Apa? menggeleng-geleng dengan sedih. Ia
menangis tapi ia sudah capek… Mae : Gustiku. Gusti Pangeran. Kenapa? Gusti. Kenapa kau
jadi bisu.
44
Dari diaog di atas terlihat bagaimana penggunaan nama tokoh mencerminkan sosok orang Jawa. Seperti nama Mae merupakan nama
panggilan masyarakat Jawa yang digunakan untuk memanggil seorang ibu. Seperti tokoh Tukijan, Koyal, Retno, Hamung, dan Panut merupakan
nama-nama yang diambil dari nama Jawa. Sedangkan kata „Sinuwun‟ dan
„Gusti‟ merupakan ungkapan yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk menyebut atau memanggil Tuhan dengan rasa kepasrahan diri. Hal
lain yang menunjukan bahwa drama ini merupakan gambaran masyarakat Jawa adalah terlihat melalui keadaan lingkungan.
Samar-samar dari kejauhan kedengaran orkes jalanan sedang memainkan kroncong langgam Jawa tema cinta.
45
Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana suasana yang terjadi dalam drama yang bertempat di alun-alun Yogyakarta yang
merupakan tempat keramaian di kota tersebut sangat bernuansa keJawaan. Hal tersebut terlihat melalui lagu yang dinyayikan orkes
jalanan digunakan sebagai back sound cerita.
d. Gaya bahasa
Terdapat beberapa gaya bahasa yang digunakan dalam Mega,mega antara lain: metafora, pars prototo, simile, antonomasia.
44
Ibid., h. 4
45
Ibid., h. 40
Metafora
Majas ini berfungsi untuk menggambarkan suasana kejiwaan tokoh, yakni saat Hamung meluapkan kekesalannya terhadap Tukijan.
Majas metafora ini terdapat pada bagian pertama yakni dalam dialog Hamung yang tiba-tiba datang dan mengajak berbicara dengan Retno,
Panut dan Mae. Hamung : Maunya kita sama-sama, tapi si Tukijan itu plintat-
plintut seperti orang banci…
46
Berdasarkan kutipan tersebut terlihat bagaimana warga yang tinggal di Yogya mulai jenuh dengan kondisi ekonomi di tempat tersebut.
Keadaan ini digambarkan melalui dua tokoh yaitu Tukijan dan Hamung. Mereka pada awalnya beranggapan bahwa Yogyakarta merupakan kota
besar yang dapat mengubah nasib menjadi lebih baik. Tapi pada kenyataannya penghasilan yang mereka dapatkan tidak dapat memenuhi
kebutuhan mereka, sehingga munculah kekecewaan dan merekapun ingin mengubah hidupnya di tempat lain yang lebih menjanjikan yakni
Sumatera, yang pada saat itu masih besar kemungkinan untuk mensejahterakan kehidupan dengan kekayaan alamnya.
Pars prototo
Dalam drama Mega,mega juga terdapat majas pars prototo yang terdapat dalam dialog Hamung. Majas ini digunakan untuk
menggambarkan suasana hati tokoh Hamung terhadap tokoh Tukijan. Dialog tersebut adalah sebagai berikut:
Hamung : …E, tau-tau, baru saja keluar dari stasiun Tugu sore tadi, keluar dengan karcis di tangan, nyelonong
hidungnya.
46
Ibid., h. 19
Retno: hidung siapa? Hamung : Tukijan.
47
Dialog di atas menggambarkan bagaimana kekesalan Hamung terhadap Tukijan yang menunda keberangkatannya ke Sumatera tanpa
alasan yang ia ketahui. Pada dialog di atas Hamung menggunakan majas pars prototo tersebut untuk menyebut tokoh Tukijan.
Simile
Majas simile terdapat pada dialog Hamung saat sedang mengejek Panut dan menyamakan kegilaan Panut dengan Koyal. Berikut
kutipannya, Hamung : habis kau seperti orang yang kehilangan kepala.
Kalau terus begitu kau bisa sinting. Tapi ya bagus juga. Kalau kamu miring, si Koyal ada kawannya. Ya, tentu ada
bedanya. Kalau Koyal ke sana kemari pamer bahwa dia anak kumico dan bangga akan badannya yang jangkung seperti
opsir Belanda, sebaliknya tentu kamu gembar gembor bilang masih keturunan Jepang.tertawa.
48
Berdasarkan kutipan di atas terlihat bagaimana perilaku masyarakat berpengaruh terhadap cara hidup mereka. Tokoh Hamung
menggambarkan bagaimana cara guyonan orang pinggiran yang ditanggapi dengan santai oleh Panut dan tokoh lain. Hamung mengatakan
bahwa Panut sinting karena kelakuannya yang berpura-pura menjadi bisu dan Panut melakukan bisu-bisuan itu untuk mengemis. Perilaku Panut
sendiri tentunya yang menyebabkan keadaan sosial ekonominya tidak berubah. Keterampilan yang ia miliki sangat terbatas akan tetapi
kebutuhan ekonomi menuntutnya untuk terus dapat bertahan hidup sehingga berbagai cara ia lakukan untuk mendapat uang, salah satunya
47
Ibid.,
48
Ibid., h. 22
dengan mengemis. Perilaku Panut tersebut merupakan gambaran akibat dari terjadinnya tuna karya yang tidak dapat bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan disertai sikap malas untuk berusaha menjadi pekerjaan yang lebih baik.
Antonomasia
Majas ini digunakan sebagai penghargaan kepada tokoh Koyal yang menjadi Raja dalam kerajaan khayalannya. Majas antonomasia
terdapat dalam bagian kedua, yakni dalam dialog Tukijan saat memanggil Koyal sebagai Rajanya.
Tukijan : ampuni hamba, Sinuwun Gusti. Sehubungan dengan kuwajiban hamba, perkenankanlah hamba bertanya bukankah
tatkala paduka berkenaan belanja di toko Kim sin paduka telah hilap, maksud hamba paduka belum bayar.
49
Pada masyarakat Jawa, khususnya keluarga kerajaan panggilan seorang raja merupakan salah satu hal yang sangat penting. Melalui nama
yang digunakan akan terlihat tingkat strata sosial seseorang. Selain itu tentunya panggilan tersebut berpengaruh terhadap perlakuan istimewa
masyarakat kepada orang yang memiliki gelar tersebut. Sama seperti halnya nama panggilan yang akan Koyal gunakan merupakan tanda
kedudukannya dalam kerajaan khayalannya.
e. Amanat
Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya atau pendengar.
50
Setiap pengarang memiliki tujuan atau pesan tersendiri yang ingin
49
Ibid., h. 84
50
Wahyudi Sisiwanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT.Grasindo, 2008. h. 162.
disampaikan kepada para pembacanya melalui karya yang mereka buat,
baik dalam bentuk pertunjukan maupun naskah drama.
Pertunjukan maupun naskah drama selalu berisi pesan yang disampaikan melalui dialog-dialog tiap tokoh, sehingga diharapkan pesan
yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca maupun penonton. Begitupun Arifin C. Noer dengan drama Mega,mega-nya.
Berkaitan dengan situasi atau keadaan sosial yang terjadi dalam masyarakat, banyak pesan yang dapat diambil melalui drama tersebut.
Seperti drama Mega,mega yang menghadirkan cara masyarakat urban di tengah kemiskinan. Dengan demikian dapat diambil kesimmpulan bahwa
amanat dari drama Mega,mega yaitu menyikapi hidup di tengah kondisi
ekonomi miskin. B.
Perilaku Masyarakat Urban
Analsis perilaku dapat diketahui melalui analisis intrinsik yang telah dilakukan, yakni analisis mengenai tokoh dan penokohan. Analisis tersebut telah
menjelaskan bagaimana perilaku tiap tokoh dalam menyikapi hidup mereka sehingga berpengaruh terhadap kemiskinan yang mereka alami. Sedangkan
analisis selanjutnya menekankan pada perilaku yang terbentuk dalam masyarakat urban menggunakan teori paradigma perilaku dalam buku Zamroni, berikut
bentuk-bentuk perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega. 1.
Proposisi keberhasilan Semakin sering suatu tindakan mendapatkan ganjaran, maka akan
semakin sering pula tindakan dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Mengacu pada teori tersebut maka yang masuk ke dalam proposisi ini adalah
Koyal. Meskipun Koyal dikenal sebagai orang yang gila dan cenderung disepelekan, akan tetapi apa yang dilakukan oleh Koyal juga sering mendapat
respon positif dari orang sekitarnya. Respon positif yang selalu diberikan
adalah dari Mae. Mae selalu memanjakan Koyal dan memberi perhatian lebih pada Koyal. Hal tersebut terlihat melalui kutipan berikut,
Retno Hamung: hampir bersamaan Kau menang? Koyal : tersenyum bangga hampir
Retno : ha? Koyal : tersenyum bangga Hampir Cuma beda sedikit. Beda satu
tertawa. Retno : edan.
Hamung : Biasa. Kepala penjol otaknya ya penjol. Mae : riang anakku dapat lotre
Koyal : bangga hampir Mae. Mae : Syukur. Syukurlah. Hampir.
51
Berdasarkan kutipan tersebut dapat terlihat bagaimana respon yang diberikan Mae sangat berbeda dengan lainnya. Hamung dan Retno cenderung
menganggap Koyal benar-benar sudah edan karena uang. Sehingga semua yang dilakukan Koyal berpusat kepada uang untuk menjadi kaya akan tetapi
usahanya mustahil menjadikannya kaya, sedangkan Mae cenderung mendukung apapun yang Koyal lakukan. Respon dari Mae ini dapat
menyebabkan tindakan Koyal kembali diulang, sebab ia merasa bahwa yang ia lakukan bukanlah tindakan yang salah, justru ia merasa bahwa tindakannya
ini merupakan cara yang tepat untuk dapat menjadi kaya secara cepat. Panut : Makan pun tak mau ia urunan seperti kita-kita ini. Dia cuma
makan. Bayar tidak mau. Retno : tertawa Dan edannya uang hasil minta-mintanya ia belikan
lotre. Entah sudah berapa puluh lembar lotre dibelinya. Satu kalipun belum pernah ia menang.
Mae : biarkan ia tidak urunan. Ini permintaan Mae. Mae bilang, kalau kalian semua yang Mae masakkan boleh Mae anggap sebagai anak-
anak Mae…
52
Sikap Mae yang selalu memanjakan Koyal merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Koyal semakin malas untuk bekerja. Selain itu
51
Arifin, Op.Cit., h. 28
52
Ibid., h. 23
respon yang sering Mae tunjukan kepada tindakan Koyal yang selalu memimpikan uang menunjukan bahwa apa yang Koyal lakukan merupakan
hal yang wajar. Mae juga justru cenderung mengingatkan yang lainnya agar sama-sama menghargai apa yang Koyal lakukan, meski pada kenyataannya
Koyal merupakan orang yang gila. Perilaku yang terjadi pada Koyal ini merupakan bentuk perilaku
negatif dari masyarakat urban yang tidak mau berusaha untuk mengubah hidupnya melalui cara bersaing dengan lainnya untuk mendapat pekerjaan.
Perilaku Koyal juga cenderung dilakukan secara berulang untuk mencapai kepuasaan bagi dirinya sendiri.
2. Proposisi stimulus
Proposisi ini menekankan jika stimulus tertentu merupakan kondisi di mana tindakan mendapat ganjaran, maka jika muncul stimulus yang serupa
makin besar kemungkinannya untuk mengulang tindakan seperti sebelumnya. Perilaku ini digambarkan oleh Retno, ia merupakan seorang wanita yang
bekerja sebagai wanita tunasusila. Tindakan bekerja sebagai wanita tunasusila tidak akan diulangi jika ia tidak mendapat respon yang menguntungkan
dirinya, yakni mendapat respon dari laki-laki dan ganjaran berupa uang atas apa yang telah dilakukan.
Retno : tertawa lalu meludah. Hanya orang banci saja yang lewat sini tanpa sekerlingpun melihat pinggang saya.
Mae : Memang kau cantik. Retno : Tidak Cuma itu. montok. tertawa lalu meludah. Kadang-
kadang saya ingin berpodato di alun-alun ini. pidato di hadapan berjuta-juta laki-laki. Telanjang. Kalau tidak-sebentar Pemuda itu
berdiri saja di pojok di jalan itu. membetulkan letak kutangnya rejeki tidak boleh terbang percuma begitu saja. pergi menyusup
gelap.
53
Meskipun tindakan yang dilakukan sering mendapat stimulus respon yang menguntungkan baginya, akan tetapi perilaku Retno ini dapat dikatakan
53
Ibid., h. 3
sebagai perilaku negatif, sebab melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat secara umum. Perilaku Retno juga dapat dikatakan sebagai
perilaku yang cacat moral. Pekerjaan yang Retno lakukan pada dasarnya untuk mendapatkan uang
demi mencukupi kehidupannya, akan tetapi perilaku yang terbentuk tidak dapat mendorong perubahan ekonominya menjadi lebih baik. Ia juga tidak
memiliki pemikiran untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menguntungkan dirinya dan mendapat penghasilan lebih baik dan banyak.
Perilaku Retno ini menggambarkan bagaimana kemiskinan moral dan mental seseorang dapat membentuk perilaku negatif. Selain itu rendahnya
pendidikan yang didapat dan minimnya keterampilan juga menyebabkan sulitnya seseorang bersaing dalam masyarakat untuk memperoleh pekerjaan.
3. Proposisi nilai
Menurut proposisi ini jika seseorang dihadapkan pada alternatif beberapa pilihan, maka seseorang akan memilih tindakan yang paling
menguntungkan, dilihat dari segi waktu, nilai hasil, dan berdasar berbagai kemungkinan pencapaian hasil. Seperti halnya yang dipikirkan Tukijan dan
Hamung, kemudian merekapun dihadapkan pada pilihan untuk tetap tinggal di Yogyakarta dengan kemiskinan yang terus melilitnya atau pergi ke Sumatera
yang menjajikann lahan untuk dapat mereka olah guna mendapat penghasilan. Meskipun Tukijan mengambil pilihan untuk menunda keberangkatan ke
Sumatera dengan alasan untuk membujuk Retno, tetapi Tukijan tetap pada pilihan awalnya untuk pergi ke Sumatera bersama Retno.
Tukijan : Saya juga tidak suka menjanjikan apa-apa. Semuanya masih bakal. Yang saya miliki hanya kemauan. Dan lagi kita hanya
mendengar bahwa tanah di seberang penuh kekayaan yang masih terpendam. Sangat luas. Segalanya masih terpendam. Segalanya. Di
dalam tanah dan di dalam diri kita. Kalau kita sungguh-sungguh
menghendaki, kita harus mengangkatnya ke permukaan hidup kita. Saya kira begitu.
54
Dari kutipan tersebut Tukijan mengatakan bahwa apa yang benar- benar kita yakini kelak sesuatu itu akan terwujud melalui tekad dan kerja
keras. Tukijan merasa usahanya hidup di Yogyakarta belum dapat memenuhi kebutuhan, maka iapun harus berpikir kembali bagaimana caranya agar ia bisa
mendapat kehidupan yang layak. Jalan yang harus ia tempuh untuk mewujudkannya adalah dengan cara merantau ke tempat lain. Ia berharap
dengan bekal tekad yang dimiliki dan kesungguhan untuk ingin berusaha mengubah hidupnya, maka semua dapat terwujud.
Hamung : barangkali saya akan nguli di sana. Atau kembali ke pekerjaan lama. Lama. Tapi saya akan berusaha jadi calo. Kau harus
membesarkan otot di Sumatera. Musuhmu bukan saja binatang tapi juga batang pohon raksasa…saya tak punya apa-apa tapi saya ingin
punya apa-apa kalau sudah lama saya tinggal di Jakarta. Saya kira saya harus banyak belajar pada orang-
orang batak…Saya pikir begitu. Saya harus seperti mereka. Kalau ukuran mereka mati saya
pun harus demikian. Saya tidak punya apa-apa.
55
Sama halnya dengan Tukijan yang merasa perlu mengubah hidupnya dengan pergi ke daerah lain untuk mendapat penghasilan yang lebih dari
cukup. Hamung juga memiliki pemikiran demikian. Jika dengan bekerja apapun bisa menguntungkan dan dapat memenuhi kebutuhanya, maka
Hamung akan bekerja semampunya untuk bisa mendapat apa-apa yang ia inginkan. Keuntungan yang dihasilkan dari kerja serabutannya di Yogya
belum di rasa cukup untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga ia merasa perlu mencari pilihan lain supaya dapat memberikannya keuntungan yang lebih
besar, salah satunya dengan merantau ke Jakarta. Perilaku yang ditunjukan Hamung dan Tukijan merupakan salah satu
wujud semangat dan tekad untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ada.
54
Ibid., h. 41
55
Ibid., h. 104
Hamung yang selalu berusaha mencari pekerjaan apapun untuk memenuhi hidupnya agar bisa mendapatkan apa-apa yang ia inginkan selama ini meski
dengan kondisi fisik yang cacat. Dan Tukijan merupakan salah satu gambaran dari masyarakat tuna karya yang memiliki keyakinan bahwa apabila kita ingin
mendapatkan sesuatu untuk kebutuhan hidup yang lebih baik, dapat dengan cara memanfaatkan alam yang ada dengan sebaik-baiknya.
4. Proposisi kejenuhan-kerugian
Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka ganjaran tersebut akan menjadi kurang bermakna.
Tukijan : Saya mengerti. Bukan kau saja yang mencintainya. Banyak orang mencintainya. Kita semua berhutang budi kepada Mae. Dengan
sayang ia mengurus kita. Paling tidak saya tidak bisa melupakan masakannya. Kita selalu tidak percaya bahwa dengan bahan-bahan
yang kacau kita dapat menikmati makanan yang luar biasa
lezatnya…tapi apa kau pikir demikian picik Mae sehingga Mae mengharapkan balasan dari setiap yang dilakukannya untuk kita?
Mae orang tua. Orang tua tidak pernah mengharapkan apa-apa. Mereka Cuma mengharapkan anak-anaknya senang dan bahagia.
Jauh lebih senang daripada dirinya. Tukijan: betul-betul kau tidak punya kepala. Apa kau akan makan
tanah karena perempuan tua bangka itu?.
56
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa ganjaran istimewa yang sering kita dapatkan akan menjadi kurang bermakna jika ganjaran tersebut
sering diberikan. Seperti sikap Tukijan yang merasa bahwa tindakan Mae menyayangi dan mengurus mereka merupakan tindakan wajar yang sudah
seharusnya dilakukan orang tua terhadap anaknya. Padahal pada kenyataannya Tukijan dan yang lain bukan anak kandung Mae, akan tetapi Mae mengurus
mereka dengan kasih sayang bagai anaknya sendiri. Dalam hal ini dapat terlihat bagaimana Tukijan menganggap bahwa tindakan Mae bukanlah
sesuatu yang istimewa lagi, sebab tindakan istimewa Mae sering diberikan kepada mereka yang Mae anggap anaknya, termasuk Tukijan.
56
Ibid., h. 118
Mae : sekonyong-konyong menubruk dan memeluk TukijanJan dalam isak Jan dalam isak kenapa sama sekali kau tudak punya
rasa terima kasih? Tapi siapa yang memilikinya? Tapi kau anakku. Kalau sama sekali kau tak punya apa-apa namun paling sedikit kau
harus punya rasa terima kasih. Sekarang kau diam saja serupa patung-patung di musium. Kau tak melihat saya dalam memandang
saya. Sebab itu gampang kau tinggalkan ibumu sendiri di alun-alun ini.
57
Sesuatu yang menambah rasa sedih Mae adalah karena Tukijan tidak memperlihatkan kasih sayangnya kepada Mae, meskipun itu hanya
diwujudkan lewat ucapan terima kasih. Pada akhirnya kekecewaan Mae ia sembunyikan melalui caranya sendiri dengan mengucapkan kalimat “kalau
saya muda pasti saya tak akan mengucapkan kata-kata itu ”
58
Perilaku tersebut menandakan bahwa hubungan kasih sayang antara anak dan orang tua tidak hanya diwujudkan lewat tindakan saja, akan tetapi
ucapan singkat pun dapat menunjukan bentuk perhatihan seseorang kepada orang lain. Seperti halnya ucapan terima kasih yang Mae tunggu dari Tukijan.
Gambaran kasih sayang Mae dengan Tukijan dan Tukijan kepada Mae tersebut seolah-olah menunjukan bahwa kualitas hubungan berkomunikasi
dalam sebuah keluarga dan ajaran yang diberikan dapat membentuk perilaku seseorang.
Mae : kalau kau anak say, kuping mu saya jewer. Urat-uratmu masih keras dan bulat. Tubuh masih utuh. Kau akan meminta-minta serupa
si tua-bangka yang tersia sebatang kara. Panut, Panut. Astaga. Dagingmu akan busuk kalau tak kau manfaatkan dengan kerja.
Panut : ngemis juga kerja kan? Dikiranya ngemis itu enteng? Kan makan tenaga juga? Soalnya bukan itu. soalnya sial saya ini. dan lagi
soal makan, bukan soal perasaan.
59
Sedangkan kutipan di atas menunjukan ajaran dalam keluarga dapat berpengaruh dalam pembetukan perilaku seseorang. Mae mencoba
memberikan nasehat kepada Panut, akan tetapi dalam pikiran Panut telah
57
Ibid., h. 103
58
Ibid., h. 103
59
Ibid., h. 8-9
tertanam bahwa Mae bukanlah orang tua yang melahirkannya, sehingga ia merasa tidak punya kuwajiban untuk menuruti nasehatnya. Seperti terlihat
pada kutipan berikut, Panut : Mae juga saya beri
Mae : jangan. Panut : ini uang saya. Uang saya sendiri
Mae : tapi kau anak saya Panut : tapi kau bukan ibu saya.
60
Dalam kutipan tersebut dapat dilihat bagaimana Panut sangat tidak menghormati kehadiran Mae yang telah mengurus dan memberinya makan.
Paling tidak, meskipun ia tidak dilahirkan dari rahim Mae sendiri tapi Panut juga harus menjaga perasaan Mae dan menghormati Mae sebagai orang tua
yang telah mengurusnya. Dari perilaku Panut tersebut menunjukan rendahnya kualitas moral yang ia miliki dikarenakan kurangnya pendidikan dari keluarga
inti yang ia dapatkan dan rendahnya pendidikan formal yang bisa memberikan pelajaran dalam bersikap.
5. Proposisi persetujuan-perlawanan
Apabila tindakan seseorang mendatangkan ganjaran yang ia inginkan, maka ia akan merasa senang dan menimbulkan persetujuan terhadap sikap
tersebut Namun, jika seseorang tidak mendapat ganjaran seperti yang ia inginkan, maka besar kemungkinan ia akan menjadi marah dan menimbulkan
perlawanan. Sikap yang muncul pada Retno merupakan bentuk persetujuan yang ia
terima dari permohonan Tukijan untuk mengajaknya merantau dan memperistrinya. Persetujuan sikap Retno ini juga dilatarbelangi oleh
dorongan Mae yang mengizinkannya pergi bersama Tukijan. Selain itu munculnya asumsi dari Mae yang mengatakan bahwa ia akan dapat
memperbaiki hidup dengan cara menjadi istri Tukijan dan berhenti menjadi
60
Ibid., h. 113
wanita tunasusila menyebabkan munculnya keputusan untuk menerima ajakan Tukijan. Sebagai wanita urban yang termasuk dalam golongan tuna karya
karena wujud dari kerawanan sosial sehingga ia memilih bekerja sebagai wanita tunasusila, maka Retno merasa perlu kualitas hidupnya harus berubah
dengan cara yang menurutnya tidak akan merugikannya, yakni menjadi istri Tukijan.
Tukijan : Kau telah menghina saya, Yal. Kamu telah mengejek saya. Berapa kali telah saya katakan tentang ini semua? Kamu boleh, boleh,
boleh melakukan apa saja dengan dia. Siapa bisa melarang? Memang dia lonte. Saya tahu, Yal. Dia lonte. Karena itu tidak ada yang bisa
melarang kau berbuat apa saja dengan dia. Tidak peduli kau tidak waras. Tapi jangan di depan muka saya. Berapa kali telah saya
katakan? Jangan di muka saya. Semua kawan mengerti. Tapi diam- diam rupanya kamu memancing-mancing amarah saya.
61
Dari kutipan di atas terlihat adanya perlawanan dari Tukijan melihat tindakan Koyal yang ia anggap sebagai bentuk penghinaan Koyal terhadap
dirinya. Bentuk perlawanan tersebut ditunjukan Tukijan melalui ucapan dan tindakan. Ia memarahi Koyal karena Koyal berusaha melampiaskan nafsunya
kepada Retno meski tanpa sepengetahuan Retno. Tukijan juga menempeleng Koyal hingga menyebabkan Koyal meraung kesakitan. Bentuk perlawanan
yang ditunjukan Tukijan merupakan gambaran seseorang yang tidak bisa mengontrol pikirannya untuk menerima setiap tindakan yang tidak ia sukai.
Tukijan : Jangan menangis. Kau bukan anak kecil. Kalau kau tetap menangis kau tak akan pernah mendapatkan uang yang banyak itu
kecuali angka-angka. Koyal :Kau jahat. bangkit takut-takut mengancam Tukijan.
62
Meskipun ia terlihat keras dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi, tetapi Tukijan merupakan seseorang yang sangat realistis dalam
menjalani kehidupan. Bentuk perlawanan sikap Tukijan terhadap Koyal ini
61
Ibid., h. 93
62
Ibid., h. 98
seolah ingin menunjukan bahwa ia ingin mengubah pemikiran Koyal, bahwa untuk mendapatkan uang dan kekayaan bukan dengan cara membeli angka-
angka akan tetapi diwujudkan dengan kerja keras dari diri sendiri. Pemikirannya realistis yang bertentangan dengan Koyal inilah yang terkadang
menimbulkan persepsi orang lain bahwa tindakannya terlihat keras dan kasar. Tukijan : Kenapa kau jadi marah-marah?
Retno : marah siapa yang mulai? Tukijan : Saya marah karena kau berubah sikap lagi.
Retno : Saya marah karena saya ingin marah. Belum apa-apa sudah berani marah-marah. Akan kau jadikan apa aku ini di tanah seberang
sana jadi babu? Seenaknya saja. Apa kau pikir saya akan mati kelaparan kalau tetap tinggal di sini? tiba-tiba menangis Saya jadi
bingung. Tukijan : Tentu saja kau bingung. Sudah saya bilang yang harus kau
lakukan sekarang adalah berpikir bukan merasakan.
63
Tukijan cenderung mudah menunjukan bentuk sikapnya terhadap sesuatu yang bersangkutan dengan dirinya. Hal tersebut terlihat salah satunya
saat ia menyuruh Retno untuk memikirkan apa yang seharusnya ia pikirkan untuk langkah hidupnya ke depan. Menurut Tukijan dalam menghadapi
kehidupan yang penuh dengan pertimbangan, yang harus dilakukan adalah berpikir untuk menemukan pilihan sebagai jalan keluar, bukan sekedar
menghayati melalui perasaan-perasaan yang tidak menghasilkan keputusan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diketahui
perilaku yang muncul dari masyarakat urban dalam Mega,mega. Perilaku tersebut antara lain ditunjukkan oleh Koyal, yakni melalui proposisi
keberhasilan, perilaku negatif Koyal bermain lotre dan menjadi pengemis cenderung tidak berubah. Hal tersebut salah satunya dikarenakan respon dari
Mae yang cenderung membiarkan perilaku Koyal tersebut sebagai bentuk kasih sayangnya terhadap Koyal. Selain itu tidak adanya usaha Koyal untuk
63
Ibid., h. 117
berpikir agar ia bisa keluar dari kemiskinannya melalui bekerja dengan memanfaatkan kemampuan dirinya.
Perilaku lain ditunjukan oleh Retno yang bekerja sebagai wanita tunasusila. Ia mendapatkan stimulus respon dari orang lain yang menurutnya
dapat menguntungkan bagi dirinya. Akan tetapi pada kenyataannya dari respon yang ia dapatkan tidak bisa mengubah keadaan ekonomi Retno. Faktor
lain yang menyebabkan Retno masih hidup dengan kemiskinan adalah kualitas moral yang rendah dan tidak adanya usaha Retno untuk berpikir
mencari kerja yang lebih menjanjikan demi mendapat kualitas hidup yang lebih baik.
Berdasarkan proposisi nilai dapat terlihat melalui Hamung dan Tukijan. Mereka sama-sama memiliki pandangan hidup yang realistis
sehingga muncullah rasa ingin yang kuat untuk dapat memiliki apa-apa untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Keinginan kuat tersebut mendorong
adanya pilihan alternatif untuk pergi merantau ke daerah lain. Secara garis besar perilaku yang muncul dalam masyarakat
Mega,mega adalah perilaku negatif, yaitu menjadi pengemis, pencuri, dan wanita tunasusila. Munculnya perilaku tersebut diakibatkan oleh beberapa
faktor diantaranya: akibat dari urbanisasi itu sendiri yang memunculkan masyarakat tuna karya akibat gagalnya mereka dalam bersaing untuk
mendapatkan pekerjaan di kota, sehingga muncullah kerawanan sosial yakni kesenjangan sosial sebagai masyarakat miskin. Faktor lain yaitu tidak adanya
tekad mereka yang kuat guna memperbaiki kualitas hidup dengan cara menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Selain itu rendahnya kualitas moral akibat kurangnya pendidikan yang didapat baik pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan formal,
sehingga mereka tidak memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi persaingan hidup yang keras.
C.
Masyarakat Miskin
Masyarakat miskin merupakan masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi sandang, pangan, dan papan sesuai standar. Jika
elemen wajib yang harus dipenuhi untuk kebutuhan hidup manusia tersebut terpenuhi dengan standar rendah maka dapat berpengaruh terhadap kesehatan,
moral, dan rasa harga diri mereka. a.
Klasifikasi atau penggolongan seseorang maupun masyarakat dikatakan miskin dengan dua tolok ukur, yakni:
Tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan ini dihitung melalui pendapatan per waktu kerja dalam sebulan. Dalam drama Mega,mega karya Arifin ini masalah tingkat
pendapatan tampak pada ciri sosial tokoh, yaitu tidak ada yang memiliki pekerjaan tetap dan kehidupan mereka jauh dari kata cukup. Semua tokoh
tidak memiliki pekerjaan yang dapat diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan yang mereka geluti merupakan pekerjaan serabutan
yang tidak tentu pendapatan dan jenis pekerjaannya. Seperti halnya Panut, ia tidak memiliki pekerjaan seperti orang-
orang pada umumnya. Ia bekerja sebagai pencopet dan juga ingin menjadi pengemis agar dapat membeli makan. Menurut Panut menjadi seorang
pengemis juga merupakan sebuah pekerjaan.
Mae :…Kau akan meminta-minta serupa si tua bangka yang
tersia sebatang kara. Panut, Panut. Astaga. Dagingmu akan busuk kalau tak kau manfaatkan dengan kerja.
Panut : Ngemis juga kerja „kan? Dikiranya ngemis itu
enteng? Kan makan tenaga dan perasaan juga? Soalnya bukan itu. soalnya sial saya ini. Dan lagi soal makan, bukan soal
perasaan.
64
Untuk bisa makan dan bertahan hidup, Panut menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan uang. Tidak hanya Panut, Koyal juga
64
Ibid., h. 9
demikian ia melakukan segala cara untuk mendapatkan uang. Sama seperti Panut, Koyal juga menjadi seorang pengemis. Diketahui pekerjaan yang
Koyal lakukan terlihat melalui dialog Hamung dengan Panut. Hamung: Lucunya diaKoyal Cuma ingin punya uang
setumpuk. Tapi sintingnya sedikitpun ia tidak mau bekerja. Ia Cuma ngemis.
Panut: makanpun tak mau ia urunan seperti kita-kita ini. Dia Cuma makan. Bayar tak mau.
65
Pendapatan Koyal dari hasil mengemis jauh dari cukup untuk menutupi kebutuhannya dalam sebulan meskipun untuk kehidupan
sederhana yang layak. Uang yang ia hasilkan tidak menentu dan kalaupun mendapat uang dalam kerjanya sebagai pengemis, Koyal menggunakannya
untuk membeli lotre. Karena kegemarannya membeli lotre yang belum tentu kemenangannya, ia juga harus merelakan untuk tidak membeli
makan. Dari pekerjaan sebagai seorang pengemis tersebut mereka tidak
memiliki penghasilan tetap tiap harinya. Mereka hanya mengandalkan pendapatan yang didapat hari itu untuk membeli makan hari itu saja tanpa
memikirkan kebutuhan dihari berikutnya. -
Kebutuhan relatif
Kebutuhan relatif merupakan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi untuk melangsungkan kehidupan secara sederhana tetapi
memadai sebagai masyarakat yang layak. Kebutuhan yang harus dipenuhi berupa tempat tinggal sederhana namun kelengkapan memadai, biaya
untuk sandang panganpun sederhana tapi memadai.
65
Ibid., h. 23
Pada drama Mega,mega karya Arifin C.Noer tampak pada ciri sosial tokoh, yaitu tidak ada yang memiliki rumah atau tempat tinggal yang
layak disebut sebagai tempat tinggal. Mereka tidur bersama dalam satu
tempat yakni di pinggiran alun-alun dengan beralaskan tikar.
Bersamaan dengan makin terangnya cahaya pentas, terdengar suara seruling Koyal yang sumbang itu menyusup di sela-sela
angin malam yang bergemuruh. Mae, Retno, dan Hamung sudah nyenyak tidur. Tukijan terbaring gelisah setengah tidur di atas
tikar. Sedangkan Koyal masih asyik masyuk di tengah impian- impiannya dengan serulingnya duduk di bawah tiang listrik.
66
Meskipun mereka menganggap satu sama lain sebagai anggota keluarga ekstensi keluarga yang tidak memiliki ikatan darah, tetapi
mereka tidak memiliki peralatan rumah tangga yang layak yang seharusnya dimiliki oleh anggota keluarga pada umumnya untuk keperluan dan
kebutuhan keluarganya, seperti kasur, tempat tidur dan peralatan makan. Satu-satunya barang yang mereka miliki dan sering mereka gunakan untuk
tidur adalah tikar. Lama-lama Mae tertidur bersandar pada batang beringin.
Warna fajar. Lalu beragam warna waktu berputar.
67
Tidak hanya barang rumah tangga yang tidak mereka miliki, rumah untuk dijadikan tempat tinggal pun mereka tak punya. Mereka
hanya mengandalkan kawasan pinggiran alun-alun untuk tempat mereka berkumpul dan berteduh.
Berdasarkan perhitungan tingkat pendapatan dan kebutuhan relatif tersebut, maka dapat dikatakan pendapatan yang mereka peroleh
disertai dengan kebutuhan minimal rumah tangga yang harus dimiliki guna
66
Ibid., h. 43
67
Ibid., h. 123
kelangsungan hidup sederhana dan layak tidak memenuhi kriteria sehingga mereka dikatakan miskin.
b. Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan dalam tiga unsur,
yaitu: -
Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang yakni kemiskinan yang disebabkan seseorang memiliki anggota tubuh cacat
sehingga harus bekerja sebagai pengemis selain itu bisa juga karena malas. Yang termasuk miskin karena aspek ini yaitu tokoh Koyal, Hamung, dan
Panut. Panut : Soalnya memang tangan ini. Sial. Tapi nanti dulu.
Mae tadi mengira betul- betul bisu „kan?.
Mae : Hampir Mae tidak bisa bernafas tadi. Kaget bukan
kepalang. Tiba-tiba kau bisu padahal kau adalah anak yang palinng cerewet dan suka…
Panut : itu sudah cukup. Namanya berhasil Mae besok pagi saya akan mulai.
Mae
: mulai apa? Panut :ngemis. Pura-pura bisu.
68
Dalam kutipan tersebut, Panut yang sehat jasmaninya menjadi pura-pura bisu untuk menjadi pengemis. Aksinya ini dilarang oleh Mae
namun Panut tetap menjalankan aksinya sebagai pengemis dengan alasan agar bisa mendapatkan uang untuk makan. Sedangkan Koyal menjadi
pengemis dengan tujuan agar bisa menjadi kaya, namun uang yang ia peroleh dari kegiatan mengemisnya selalu ia gunakan untuk membeli lotre,
sehingga ia tak bisa menikmati uangnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Koyal: tidak peduli lalu saya berpikir saya harus punya banyak uang dulu. Malah akhir-akhirnya saya menci
ntai uang…saya telah melihat segala apa saja yang hanya didapat dengan uang.
Lalu
68
Ibid., h. 8
Hamung : ….ngemis tertawa bersama Retno
Koyal : … lalu saya mulai mengumpulkan uang, tapi pasti terlalu
lama. Lalu saya belikan lotre. Dan baru saja saya hampir menang tertawa. Tandanya tidak lama lagi saya akan
menang….apa yang saya perbuat. Hamung : ngemis tertawa bersama Retno.
69
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Koyal tidak mau mengandalkan kemampuan badannya yang masih sehat untuk bekerja. Ia
hanya mengandalkan lotre untuk dijadikan panutan menjadi orang kaya. Koyal menjadi malas bekerja namun memiliki keingingan yang tinggi
terhadap kekayaan. Meskipun ingin menjadi kaya akan tetapi ia hanya mengandalkan badannya menjadi seorang pengemis untuk mencapai
kekayaan tersebut tanpa bekerja seperti orang-orang pada umumnya dan mendapat upah yang layak sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup.
Kegilaan Koyal pula yang menyebabkan ia hanya bisa berangan-angan menjadi orang kaya tanpa berpikir bagaimana mendapatkan pekerjaan
untuk mencukupi hidupnya. Berbeda dengan Koyal dan Panut yang mengandalkan badan
sehatnya menjadi seorang pengemis, Hamung seorang yang kakinya cacat tetapi ia masih mau bekerja, meskipun pekerjaan serabutan. Ia juga pernah
menjadi tukang becak dan niatnya ia pergi ke Jakarta untuk menjadi calo atau kuli. Pekerjaan-pekerjaan tersebut ia jalani dengan tujuan agar dapat
mengubah hidupnya menjadi lebih baik lagi. Hamung : barangkali saya akan nguli di sana. Atau kembali
kepekerjaan lama; becak. Tapi saya akan berusaha menjadi calo…
70
69
Ibid., h. 35
70
Ibid., h. 104
Berbanding terbalik dengan Koyal dan Panut, Hamung yang memiliki cacat fisik namun masih sangat bersemangat untuk mencari
pekerjaan yang dapat mensejahterakan hidupnya. Ia lebih realistis ketimbang dua tokoh sebelumnya yang malas dan gila. Hamung cenderung
memiliki pendapat bahwa untuk menjadi orang yang memiliki hidup yang layak, dibutuhkan kerja keras meskipun dalam keterbatasan sekalipun.
- Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
Bencana merupakan sesuatu yang menyebabkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.
71
Yang termasuk dalam golongan ini adalah tokoh Mae. Suami Mae meninggal karena terkena lahar gunung merapi
dan sekarang ia hanya hidup seorang diri hingga pada akhirnya bertemu dengan yang lainnya.
Mae: semua meninggalkan Mae pada akhirnya. Suamiku yang pertamapun berkata begitu dulu tapi akhirnya ia mengusirku
juga. Dan
kemudian suamiku
yang bernama
Sutar meninggalkan aku. Malah suamiku yang paling setia dan
paling tua pergi juga, dimakan gunung merapi.
72
Kepergian suami-suami Mae juga berpengaruh terhadap kemiskinan yang dialami Mae. Mae kini hanya hidup sendiri dan tanpa
ditemani seorang suami. Padahal seyogyanya seorang suami dalam keluarga berperan sebagai pencari nafkah untuk kebutuhan keluarga,
akan tetapi disebabkan Mae tidak memiliki suami lagi sehingga ia harus banting tulang menafkahi dirinya sendiri. Selain itu faktor usia dan
minimnya keterampilan yang dimiliki membuat Mae tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik.
71
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:Pusat Bahasa.2008, h. 171.
72
Arifin, Op.Cit., h. 25
Kesendirian dalam kemiskinan yang dialami Mae juga berpengaruh terhadap pola pikir Mae. Ia menjadi sensitif setiap
menemui permasalahan yang muncul. Ia juga cenderung ingin selalu memiliki teman untuk menemaninya di masa tua.
- Kemiskinan buatan
Kemiskinan buatan disebut juga kemiskinan struktural. Kemiskinan yang ditimbulkan oleh dan dari struktur-struktur ekonomi,
dan kultur serta politik. Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penenangan atau nrimo memandang kemiskinan sebagai nasib,
malahan menganggap yang terjadi sebagai takdir Tuhan. Tokoh yang digolongkan miskin dalam kriteria “nrimo” adalah
Mae. Mae merupakan orang yang paling tua dan dituakan di antara anggota lainnya. Mae juga berusaha menyikapi kemiskinan dengan
sabar selain karena sudah tua, ia menganggap semua yang terjadi karena takdir.
Mae : …Hamung, meskipun cintamu samar-samar tapi pasti kepergianmu nanti akan melengkapi kesepian saya. setelah
mengosongkan dirinya tapi sebagai orang tua, sebagai seorang ibu yang tabah tentu saja saya harus melepaskan
kalian berdua dengan doa restu, dan saya akan menyertai kalian berdua dengan doa restu, dan saya akan menyertai
kalian dengan keprihatinan saya. Ikhtiar. tersenyum sementara air mata itu masih kemerlap pada bulu matanya
yang kelabu itu Nah, beginilah memang kesudahannya.
73
Dalam kutipan di atas menggambarkan sikap Mae yang tidak hanya menerima nasibnya sebagai seorang wanita miskin dan ditinggal
mati suaminya, tetapi ia mencoba sabar menerima segala sesuatu yang menimpa dirinya. Termasuk berusaha sabar menerima kenyataan bahwa
73
Ibid., h. 103
orang-orang yang ia sayangi juga akan meninggalkannya demi mendapatkan hidup yang lebih baik lagi di tempat lain.
Mae: Tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka akan ajal?tidak ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak
ada. Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi meninggalkan Mae?Retno menggeleng kepalanya tidak,
bukan?Mae juga tidak mau kau tinggalkan. Mae sangat mencintai kau lantaran kau anak perempuanku satu-satunya.
Kalau kau pergi Mae tidak akan pernah mempunyai anak secantik dan sebaik kau lagi. Tapi apakah kau berpikir Mae
juga ingin mempertahankan kau tetap di sini dan terus menjual diri?
74
Berdasarkan kutipan di atas juga dapat menggambarkan bagaimana sikap Mae yang selalu berusaha menerima setiap kejadian
yang menimpa dirinya. Faktor usia yang sudah tua juga berpengaruh terhadap caranya menyikapi sesuatu, selain itu juga keadaan dan
lingkungan di sekitarnya yang memaksa Mae harus selalu bisa menerima dengan sabar terhadap setiap peristiwa yang terjadi baik
untuk dirinya maupun untuk orang-orang di sekelilingnya. Kemiskinan buatan ini tidak hanya kemiskinan atas dasar sikap
“nrimo”, akan tetapi kemiskinan yang disebabkan oleh struktur ekonomi, kultur, dan politik. Kemiskinan buatan dapat terlihat dari
sektor ekonomi. Tokoh dalam drama Mega,mega ini merupakan sekelompok orang yang mengalami kemiskinan struktural. Kemiskinan
yang mereka alami merupakan efek dari struktur sistem yang kurang bekerja dengan efisien. Salah satunya dari sektor ekonomi dan lapangan
pekerjaan yang kurang memberikan ruang terhadap masyarakat tuna karya.
Mae : berapa kali Mae bilang? Tidak usah kau belajar mencopet. Tidak baik.
74
Ibid., h. 119
Panut : soal baik-tidaknya saya tidak peduli. Soalnya tangan ini. Sial. Setengah tahun sudah latihan tapi sekalipun tak
pernah saya berhasil. Bagaimana saya tidak jengkel.
75
Akibat penanganan yang kurang serius terhadap masyarakat tuna karya ini menyebabkan mereka mengambil pilihan untuk
melakukan apapun
demi mendapatkan
uang. Tokoh
Panut menggambarkan sebagian kecil masyarakat yang memiliki pemikiran
tersebut. Ia tidak memiliki keterampilan yang dapat digunakan untuk pekerjaan dibidang industri, sekaligus kurangnya kepedulian pemerintah
untuk memberikan bekal keterampilan kepada masyarakat seperti dirinya.
Interaksi antara pemimpin unit ekonomi sektor negara dengan golongan menengah disektor swasta dan
kolaborasi terbentuk oleh kedua belah pihak telah menjadi penyebab mengalirnya sumber-sumber ekonomi
nasional ke arah tujuan yang bukan menjadi kepentingan rakyat.
Sumber-sumber kembali
dikelola secara
menyimpang dari arah kepentingan nasional.
76
Hal tersebut menyebabkan kemiskinan digolongan bawah yang semakin bertambah karena tidak terpenuhinya hak-
hak mereka. Sedangkan golongan menengah semakin meroketkan pendapatan dari hasil-hasil yang tidak seharusnya miliki. Tanpa
disadari tindakan korupsi menjadi salah satu bentuk bukti terjadinya kemiskinan secara struktural.
D. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah
Analisis Perilaku Masyarakat Urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer, dapat diimplikasikan ke dalam pembelajaran sastra di sekolah yaitu
melalui materi unsur intrinsik dan ekstrinsik drama serta materi menulis drama.
75
Ibid., h. 6
76
Sritua Arif, Etika dan Moral Bisnis1 Perilaku Golongan Menengah di Indonesia, Jawa Pos, 2 May 2000, h. 4.
Dengan mempelajari unsur-unsur tersebut maka siswa akan mempelajari apa saja yang terdapat di dalam drama.
Pembelajaran sastra dengan mengapresiasikan karya sastra dapat mengembangkan kompetensi siswa untuk memahami setiap unsur dalam karya
sastra. Dengan menghargai keindahan yang tercermin dalam setiap unsur drama, seperti unsur intrinsik dan unsur ekstrinsiknya siswa akan mengetahui apa pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang. Siswa juga tidak hanya diajak untuk membaca dan menganalisis karya sastra saja, akan tetapi siswa diajak untuk
menanamkan sikap positif terhadap karya sastra sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan keterampilan siswa.
Melalui pembelajaran sastra, siswa akan belajar percaya diri untuk tampil di depan publik dan mengasah kemampuan dari berbagai aspek, baik dari
segi kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Guru juga dapat memposisikan dirinya sebagai guru bahasa Indonesia yang dapat mentransfer ilmu melalui
pengalaman dan pendekatan yang menyenangkan terhadap siswa. Selain itu dapat membantu siswa untuk menggali potensi yang dimiliki. Sehingga siswa dapat
lebih bijaksana menghargai dirinya sendiri dan lingkungan. Selain itu siswa dapat menanamkan nilai-nilai positif dalam hubungan bermasyarakat dan menjadi insan
yang saling menghargai serta memiliki semangat untuk memperjuangkan hidup sejahtera.
Jika dikaitkan dengan kompetensi dasar, drama Mega,mega karya dapat dijadikan bahan untuk mengetahui perilaku manusia melalui dialog yang
dihadirkan tiap tokoh. Selain itu, drama Mega,mega karya Arifin ini juga menceritakan masyarakat golongan miskin, sehingga diharapkan siswa dapat
saling membantu dan menolong sesama yang masih kekurangan. Siswa juga dapat belajar agar bekerja keras terlebih dahulu untuk mendapatkan sesuatu, agar tidak
hanya memimpikan sesuatu tanpa adanya usaha dan tekad yang kuat. Guru juga harus dapat menggunakan metode pembelajaran bervariatif
agar siswa tidak merasa bosan disetiap pertemuan. Dengan adanya variasi metode
ini diharapkan siswa dapat lebih nyaman dan antusias dalam menerima pelajaran, sehingga pesan yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran dapat ditangkap
dengan baik oleh siswa. Selain itu diharapkan siswa akan lebih menghayati di setiap proses pembelajaran.
Selain unsur ekstrinsik dan intrinsik drama, jika naskah drama Mega,mega karya Arifin ini dijadikan sebagai buku sumber untuk pembelajaran
drama di SMA kelas XI maka guru dapat menggunakannya untuk mendeskripsikan perilaku tokoh. Materi tersebut terdapat dalam pembahasan unsur
intrinsik. Guru dapat mengajarkan bagaimana perilaku masyarakat urban dalam memenuhi kebutuhan hidup. Guru juga dapat mengajarkan kepada peserta didik
bahwa dalam hidup bermasyarakat di kota besar tidaklah mudah, banyak terjadi kesenjangan sosial. Maka sebagai seorang guru sudah seharusnya memberi
semangat siswa untuk terus berusaha mewujudkan setiap mimpi yang telah ditentukan, agar dapat menuai sukses di tengah kota yang ganas. Melalui naskah
drama Mega,mega ini guru dapat menceritakan bagaimana keadaan masyarakat di kota Yogyakarta pada tahun „60an khususnya perilaku masyarakat urban.
105
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah melakukan analisis terhadap naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perilaku negatif yang terbentuk pada masyarakat urban dalam drama
Mega,mega merupakan akibat dari kemiskinan. Bentuk kemiskinan tersebut meliputi kemiskinan finansial dan kemiskinan mental serta moral
akibat rendahnya pendidikan yang didapat. Perilaku yang terjadi akibat kemiskinan ini dapat terlihat melalui beberapa tokoh yang dihadirkan
dalam Mega,mega seperti Mae, Panut, Hamung, Koyal, Tukijan, dan Retno. Perilaku negatif tersebut antara lain menjadi pencuri, pengemis, dan
wanita tunasusila. Selain itu, Mega,mega juga menggambarkan kebimbangan sikap hidup masyarakat urban dalam kemiskinan di kota
perantauan, sehingga perilaku yang muncul akibat kemiskinan berpengaruh terhadap cara mereka untuk bertahan hidup sebagai masyarakat urban.
2. Implikasi pembelajaran sastra di sekolah melalui drama Mega,mega karya
Arifin berkaitan dengan kompetensi dasar untuk mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama. Melalui Mega,mega siswa dapat
mengetahui bagaimana perilaku yang terjadi pada masyarakat urban yang ikut dipengaruhi oleh kemiskinan. Selain dapat menulis teks drama sesuai
kompetensi dasar yang harus terpenuhi, siswa juga dapat mengetahui unsur-unsur drama. Melalui drama Mega,mega siswa diharapkan dapat
menghargai sesama yang masih kekurangan tanpa memandang sebelah mata. Selain itu, siswa dapat diajarkan untuk tidak bermalas-malasan dalam