Karya Arifin C.Noer
miskin. Cerita yang berlatar belakang kehidupan senin kamis ini, banyak mengungkap optimisme yang timbul dari suatu keputusasaan.
Sedangkan dari segi penilaian masyarakat terhadap seni, menurut Arifin perhatian masyarakat terhadap seni akting tercermin diberbagai macam tulisan
koran maupun majalah. Sedangkan dari segi kualitas teater sesungguhnya dapat terlihat dari aktornya, seperti diketahui melalui wawancara Arifin dengan sebuah
surat kabar tahun 90-an Mingguan Pikiran Rakyat, Arifin mengemukakan pernyataan
“Sutradara boleh mati, tapi aktor tidak, maksud dari pernyataannya tersebut ialah bahwa dalam sebuah seni pertujukan atau akting bahwa yang harus
benar-benar hidup adalah aktor sebab jika aktor tersebut mati, maka teaterpun akan ikut mati. Sedangkan kalau aktor mati niscaya masyarakat akan kesepian
dan menjadi gila. Dan jika masyarakat menjadi gila, teater palsu akan merajalela. Akibatnya yang paling parah adalah semua warga masyarakat akan ramai-ramai
bermain teater. Para ilmuan bermain teater dan lupa dengan ilmunya. Sehingga nantinya dapat bermunculan teater ilmu, Teater Agama, Teater Politik dan
sejumlah teater palsu lainnya, sementara itu teater sejati menjadi mati. Jika situasi tersebut terjadi maka masyrakat akan bingung membedakan mana pemain
dan penonton.
16
Menurut Arifin seni akting sebagai bahan telaah, baik dari segi kesenian maupun dari segi sosiologi ataupun dari segi lainnya sungguh sangat kaya dan
sangat menantang, terlebih lagi di Indonesia sebab akan membawa seseorang ke dalam hutan pengetahuan yang wilayahnya banyak bersampiran dengan wilayah
ilmu-ilmu sosial yang selalu bikin penasaran. Sebab seni akting itu lahir tidak sendirian, ia berdampingan dengan berbagai macam ragam pengetahuan,
terutama psikologi.
16
Anonim, Op.Cit.,
Setiap pembuatan karyanya Arifin selalu menangkap realitas yang ada di sekitar, menurutnya dengan cara tersebut ia dapat mendekatkan masyarakat
Indonesia dengan realitas di sekitarnya. Meskipun begitu, ia juga menemui banyak kesulitan dalam menemukan karya yang memiliki identitasnya sendiri,
tidak kebarat-baratan maupun tidak terlalu ketimuran akan tetapi tetap mencerminkan keIndonesiaan itu sendiri. Hal lain yang tidak kalah penting yang
diperlukan dalam menciptakan sebuah karya adalah menanamkan budaya Planning, tidak dapat dipungkiri pula budaya planning tersebut dapat
mencerminkan bagaimana sikap manusia Indonesia menghadapi masa depan dan mengurus dirinya. Sikap yang-apa boleh buat-merupakan sikap yang
mencemaskan, karena masa depan kemudian menjadi hal yang sulit diramalkan. Gencarnya arus informasi yang dihasilkan teknologi komunikasi, antara lain ikut
mempersulit ketepatan prediksi manusia.
41