kemampuan dalam menghambat patogen dari akar gandum yaitu
Gaeumannomyces
dan
Pythium
Gurusiddaiah
et al
. 1986.
4.4. Hasil Patogenitas
Saprolegnia
sp.
Patogenitas isolat
Saprolegnia
sp. dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat ini menyebabkan penyakit saprolegniasis pada telur serta dalam tahapannya
hingga menjadi larva. Hasil patogenitas menunjukkan bahwa tingkat infeksi isolat
Saprolegnia
sp. yang diinokulasikan pada telur kelompok perlakuan adalah sebesar 15 dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol P0,05.
T
ingkat kematian telur gurami yang diinokulasikan
Saprolegnia
sp. pada kelompok perlakuan adalah sebesar 33,33 dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol 6,67 P0,05. Daya tetas
telur kelompok perlakuan adalah sebesar 76,66 dan berbeda nyata dengan
kelompok kontrol 93,3 P0,05
Tingkat infeksi, tingkat kematian dan daya tetas pada kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan nyata dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa isolat
Saprolegnia
sp. yang diambil dari lesi pada telur di pembenihan bersifat patogen terhadap sel telur. Hanjavanit
et al.
2008 telah melaporkan bahwa isolat beberapa spesies
Saprolegnia
dapat diinfeksikan secara skala laboratorium dan bersifat patogen terhadap telur ikan lele. Walaupun beberapa laporan menyebutkan
bahwa infeksi buatan pada telur ikan membutuhkan beberapa stres lingkungan agar gejala klinis jelas terlihat. Pada penelitian ini gejala klinis yang tampak terdapat pada
telur yang mati sedangkan pada tahapan telur yang masih hidup atau sakit gejala klinis tidak terlihat nyata seperti telur yang mati.
Saprolegniasis merupakan penyakit dengan gejala yang umum terlihat pada permukaan kulit seperti bentukan kapas putih pada ikan ataupun telur Bruno
Wood 1999. Gejala klinis yang tampak pada tiap tahapan telur menjadi larva berbeda. Telur gurami yang terinfeksi isolat
Saprolegnia
sp. memiliki gejala klinis yaitu telur mengalami perubahan warna menjadi lebih pucat dan dalam 24 jam akan
tampak hifa menyelimuti permukaan telur. Tahapan awal perubahan gejala klinis a
Universitas Sumatera Utara
tidak terlalu terlihat pada telur yang belum memiliki ekor dan mata umur 4 hari. Pada tahap telur yang memiliki ekor dan mata umur 7 hari, gejala klinis yang
terlihat adalah kemerahan pada bagian abdomen, tidak berenang aktif sehingga hanya mengapung di pinggir wadah, sisa kuning telur lebih banyak dibandingkan normal
dan pada tubuh seperti sirip atau kulit terdapat bentukan putih. Bruno Wood 1999 menyebutkan bahwa gejala klinis infeksi awal adalah lesi kulit berwarna putih atau
abu-abu yang kemudian dapat dengan berkembang cepat menyebabkan kerusakan pada kulit dan otot sehingga ikan akan lemah dan kehilangan keseimbangan.
Berdasarkan hal ini menunjukkan pada telur umur 7 hari adalah tahapan awal infeksi. Gambaran perubahan jaringan telur gurami disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Perubahan lapisan bagian luar telur umur 4 hari dan perubahan epidermal dan dermal telur umur 7 hari yang berhubungan dengan
lesi yang disebabkan oleh
Saprolegnia
sp. A Kontrol, B Lapisan paling luar telur terdapat perubahan berupa peradangan dan
degenerasi vacuolar B1. C Kontrol D Perubahan pada epidermal dan dermal menunjukkan degenerasi vakuolar pada
bagian epidermal D1 disertai peradangan pada bagian otot D2
A B
C D
D1
D2 B1
Universitas Sumatera Utara
Perubahan histologi
menunjukkan bahwa
infeksi
Saprolegnia
sp. menyebabkan peradangan dan degenerasi vakuolar pada bagian lapisan luar telur
yang terdapat hifa
Saprolegnia
. Perubahan pada lapisan telur ini disebabkan
Saprolegnia
mengeluarkan enzim untuk mendegradasi komponen lapisan pada telur. Pada telur umur 7 hari maka lapisan dermal dan epidermal telur menunjukkan
perubahan peradangan dan degenerasi vakuolar. Perubahan yang sama dilaporkan oleh Giesker
et al.
2006 yaitu infeksi
Saprolegnia
pada ikan salmon
Onchorhyncus mykiss
ditemukan hemorrhagi dan peradangan mononuklear pada bagian tepi lesi, degenerasi vakuolar pada sel epitel dan degenerasi pada jaringan pengikat dan otot.
Gejala klinis dan perubahan jaringan telur gurami serta tahapan telur menjadi larva menunjukkan bahwa isolat
Saprolegnia
sp. mampu menyebabkan infeksi sehingga bersifat patogen bagi telur.
Telur terinfeksi diambil sampelnya dan diisolasi pada media GYA kemudian dilakukan pengamatan morfologi. Hasil uji reisolasi pada telur yang terinfeksi
menunjukkan bahwa telur tersebut yang terinfeksi oleh isolat yang sama dengan isolat
Saprolegnia
sp. yang diinfeksikan. Hal ini menunjukkan telur yang terinfeksi pada penelitian ini disebabkan karena isolat
Saprolegnia
sp.
4.5. Hasil Patogenitas dan Perlekatan Bakteri Kitinolitik