Hasil Uji Antagonisme In Vitro

yang terbentuk dari modifikasi hifa yang dapat diproduksi oleh Saprolegnia . Klamidospora dihasilkan oleh Saprolegnia yang diisolasi dari ikan dan sebagian famili yang lain karena kondisi ketersediaan oksigen berkurang pada masa pertumbuhannya Hughes 1994. Klamidospora berbentuk tidak teratur dan terkadang membentuk rantai seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Klamidospora kemudian akan bertunas menghasilkan hifa atau hifa yang disertai zoospongarium pada ujung hifa. Gambar 8. Struktur Saprolegnia sp. yang ditumbuhkan pada media SDA. A Hifa dengan banyak inti sel, globule minyak dan glikogen, B gemmae atau klamidospora dengan bentuk iregular keluar tunas terbentuk hifa baru dan C katenulasi klamidospora seperti rantai

4.3. Hasil Uji Antagonisme In Vitro

Bakteri kitinolitik yang telah diisolasi kemudian diuji antagonisme dengan isolat Saprolegnia sp. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri ini dalam menghambat pertumbuhan Saprolegnia sp. Bakteri yang diuji adalah sebanyak 24 isolat yang memiliki kemampuan menghidrolisis kitin pada media. Pengamatan yang dilakukan adalah pengukuran zona hambat pertumbuhan Saprolegnia oleh bakteri selama 7 hari masa inkubasi. Bentuk zona hambat tersebut adalah berupa cerukan penipisan elevasi seperti terlihat pada Gambar 9 C B A Universitas Sumatera Utara Gambar 9. Zona hambat hari ke-4 beberapa isolat bakteri kitinolitik terhadap isolat Saprolegnia sp. Isolat PB04 menunjukkan tidak memiliki daya hambat terhadap isolat Saprolegnia sp. A. Isolat PB06 menunjukkan daya hambat yang rendah terhadap isolat Saprolegnia sp. B. Isolat PB13 dan PB17 memiliki daya hambat yang baik terhadap isolat Saprolegnia sp. C;D. Isolat PB10 dan PB08 memiliki kemampuan yang baik dalam menghambat Saprolegnia sp. E; F Hasil uji antagonisme 24 bakteri air terhadap Saprolegnia sp. menunjukkan bahwa bakteri yang memiliki kemampuan menghambat Saprolegnia dengan baik C A B D E F Universitas Sumatera Utara adalah 10 bakteri yaitu isolat bakteri dengan kode PB3A, PB01, PB02, PB05, PB08, PB10, PB13, PB14, PB15 dan PB17. Diameter daya hambat isolat bakteri tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji antagonisme in vitro bakteri kitinolitik terhadap isolat Saprolegnia sp. Kode Bakteri Zona Hambat Isolat Saprolegnia sp. Hari ke mm 4 5 6 7 PB2A 1,69 2,95 PB3A 15,08 12,21 12,98 13,54 PB5A 0,99 2,16 PB6A 0,81 4,47 PB9A 1,23 2,85 PB01 11,04 11,55 15,38 10,1 PB02 9,39 13,33 11,2 8,53 PB03 8,89 8,13 9,89 8,05 PB04 1,75 PB05 0,288 12,9 11,26 12,73 PB06 0,15 4,44 PB07 4,49 2,75 9,75 8,45 PB08 1,95 10,74 9,67 10,05 PB09 0,33 5,17 PB10 12,34 16,75 12,03 12,63 PB11 7,49 10,52 PB12 11,31 0,41 PB13 10,74 11,99 11,11 11,12 PB14 7,65 14,53 10,88 10,88 PB15 9,81 14 10,95 9,14 PB16 2,74 7,48 11,29 9,18 PB17 12,5 18,08 18,46 13,13 PB18 7,95 6,51 8,2 6,05 PB19 4,88 3,74 Isolat bakteri kode PB17 memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan Saprolegnia sp yang paling tinggi yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 18,46 mm. Efektivitas paling rendah dalam menghambat Saprolegnia sp ditunjukkan oleh isolat bakteri kode PB06 dengan diameter zona hambat sebesar 0,15 mm. Berdasarkan data di atas terlihat bahwa pada hari keempat dan kelima sebagian besar bakteri yang potensial menunjukkan aktivitas daya hambat terhadap Universitas Sumatera Utara Saprolegnia paling tinggi. Prapagdee et al . melaporkan bahwa filtrat kultur isolat bakteri pada fase stasioner menunjukkan kemampuan daya hambat yang lebih besar terhadap C. gloeosporioides dibandingkan kultur isolat bakteri pada fase eksponensial. Pada hari kelima hingga tujuh tidak menunjukkan peningkatan bahkan ada yang mengalami penurunan diameter zona hambat. Pada beberapa bakteri yang tidak potensial maka Saprolegnia akan terus tumbuh sehingga pada hari kelima rata- rata koloni Saprolegnia menutupi cakram isolat bakteri. Hal ini disebabkan interaksi antara kemampuan bakteri kitinolitik dalam menghasilkan enzim hidrolitik, umur biakan bakteri, jumlah enzim yang dihasilkan, komposisi medium dan waktu inkubasi. Penurunan zona hambat pada setelah hari keenam menunjukkan bahwa kemampuan bakteri semakin menurun karena isolat bakteri sudah masuk fase kematian karena sumber nitrisi pada media terbatas, kitin sebagai inducer kitinase dalam media berkurang sehingga sekresi kitinase berkurang dan perkembangan Saprolegnia sp. yang tumbuh vertikal sehingga dapat melewati daerah zona hambat. Kemampuan bakteri dalam menghambat Saprolegnia dibagi menjadi 4 kategori yaitu daya hambat kuat yaitu dengan diameter 20 mm, daya hambat sedang yaitu dengan diameter 10-19 mm, daya hambat rendah yaitu dengan diameter 5-9 mm dan tidak memiliki daya hambat jika diameter 5 mm Prapagdee et al. 2008. Isolat bakteri diatas memiliki kemampuan menghambat Saprolegnia dalam kategori sedang yaitu dengan diameter rata-rata di atas 10 mm sampai dengan 19 mm. Kategori kemampuan isolat bakteri tersaji pada Tabel 4. Isolat bakteri kitinolitik memiliki kemampuan daya hambat kategori sedang sebanyak 12 isolat yaitu sebesar 50, isolat bakteri yang memiliki daya hambat rendah sebanyak 6 isolat yaitu sebesar 25 dan tidak memiliki kemampuan daya hambat terhadap Saprolegnia sp. sebesar 25 . Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Kategori pengelompokan kemampuan daya hambat isolat bakteri kitinolitik terhadap Saprolegnia sp. Kode Bakteri Kategori Daya Hambat Kode Bakteri Kategori Daya Hambat PB2A - PB08 ++ PB3A ++ PB09 + PB5A - PB10 ++ PB6A - PB11 + PB9A - PB12 ++ PB01 ++ PB13 ++ PB02 ++ PB14 ++ PB03 + PB15 ++ PB04 - PB16 ++ PB05 ++ PB17 ++ PB06 + PB18 + PB07 + PB19 - Keterangan : ++ = Daya Hambat Sedang + = Lemah - = Tidak Memiliki Daya Hambat Beberapa penelitian sebelumnya telah melakukan uji antagonisme secara in vitro bakteri sebagai biologi kontrol Saprolegnia sp. Hatai dan Willoughby 1988 melaporkan bahwa bakteri yang diambil dari lesi ikan salmon yaitu Pseudomonas fluorescens memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Saprolegnia S. parasitica secara in vitro. Bakteri lain yang ditemukan yaitu Aeromonas dan Enterobacteriaceae tidak menunjukkan daya hambat terhadap pertumbuhan S. parasitica yang ditunjukkan hifa Saprolegnia yang menutupi koloni bakteri tersebut. Bakteri yang termasuk dalam strain Aeromonas tidak patogen Non Pathogenic Aeromonas Strain NPAS telah diketahui memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan Saprolegnia spp. secara in vitro Osman et al. 2008. Beberapa derivat kitosan seperti MP, NCM dan NPHM telah dilaporkan memberikan penghambatan pertumbuhan terhadap Saprolegnia Saprolegnia parasitica secara in vitro. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengukuran pertumbuhan S. parasitica pada media YM dengan penambahan kitosan NCM dan NPHM yaitu pertumbuhan S. parasitica terhambat dibandingkan dengan kontrol bahkan pada MP, S parasitica tidak menunjukkan pertumbuhan Muzarelli et al. 2001. Uji antagonisme bakteri terhadap Saprolegnia sp. secara in vitro pada hari ke tujuh dilanjutkan dengan pengamatan mikroskopis hifa Saprolegnia yang mengalami Universitas Sumatera Utara abnormalitas. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bakteri terhadap struktur morfologi Saprolegni a sp. Abnormalitas pada hifa Saprolegnia adalah perubahan morfologi yang terjadi pada hifa yang seharusnya tumbuh normal. Perubahan morfologi yang terjadi merupakan penyebab terhambatnya pertumbuhan Saprolegnia . Beberapa perubahan morfologi Saprolegnia sp. disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengamatan mikroskopis abnormalitas hifa Saprolegnia sp. yang disebabkan oleh isolat bakteri kitinolitik pada uji antagonisme Kode Isolat Bentuk Abnormalitas Hifa Nekrosis Ujung Hifa Terputus Nekrotik Dinding Hifa Bengkok PB2A - - - - PB3A + - + + PB5A - - - - PB6A - - - - PB9A - - + - PB01 - + + - PB02 + + - + PB03 - - + - PB04 + - - + PB05 + - + + PB06 - - - - PB07 + - + + PB08 - - + - PB09 - - - - PB10 + - + - PB11 - - - - PB12 - - - - PB13 - - + - PB14 - - + - PB15 + - + + PB16 + - - - PB17 + - + + PB18 - - - - PB19 - - - - + : Abnormalitas - : Tidak ditemukan abnormalitas Abnormalitas hifa yang ditemukan pada uji antagonisme ada 4 yaitu nekrosis pada hifa dan ujung hifa, hifa bengkok dan terputus. Perubahan morfologi hifa dapat dilihat pada Gambar 10. Universitas Sumatera Utara a Gambar 10. Perubahan morfologi hifa Saprolegnia sp. setelah diuji antagonisme dengan bakteri kitinolitik. Hifa normal A Lisis pada ujung hifa B ; C Hifa Bengkok D Lisis pada dinding sel hifa E ; F lisis ujung hifa G1 dan Hifa terputus disertai lisis G2 : H Perbesaran 400x. E A B C D E F G H Universitas Sumatera Utara Nekrosis pada hifa merupakan abnormalitas yang paling banyak dijumpai yaitu 40 kemudian nekrosis ujung hifa yaitu 30, hifa bengkok 23,33 dan persentase paling rendah ditemukan pada abnormalitas hifa terputus yaitu 6,67. Persentase masing-masing abnormalitas dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini Gambar 11. Abnormalitas hifa Saprolegnia sp. pada uji antagonis in vitro Bakteri kitinolitik memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim hidrolitik yaitu enzim kitinase ditunjukkan pada media kitin terdapat zona bening disekitar koloni bakteri tersebut. Pada uji antagonisme terlihat zona bening di sekitar koloni menunjukkan adanya enzim kitinase yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Enzim yang disekresikan oleh bakteri kitinolitik sangat berperan dalam kontrol biologi jamur patogen pada tanaman karena kemampuan enzim tersebut dalam mendegradasi dinding sel hifa jamur Saphira et al. 1989. El-Tarabilya et al. 2000 melaporkan bahwa bakteri kitinolitik Serratia marcescens, Streptomyces viridodiasticus and Micromonospora carbonacea dapat menghambat pertumbuhan Sclerotina minor secara in vitro dan ketiga bakteri tersebut menghasilkan kitinase dan glukanase dengan konsentrasi tinggi. Kitinase dan glukanase hasil uji antagonis tersebut merupakan enzim yang berperan dalam menghambat pertumbuhan Saprolegnia El Tarabilya et al. 2000. Universitas Sumatera Utara Mekanisme penghambatan Saprolegnia sp. oleh isolat bakteri kitinolitik dipelajari pada penelitian ini. Enzim kitinase yang disekresikan oleh isolat bakteri kitinolitik pada uji antagonis terhadap Saprolegnia sp. kemungkinan menjadi salah satu mekanisme dalam penghambatan terhadap Saprolegnia sp. namun bukan merupakan mekanisme utama penghambatan tersebut. Hasil uji kadar GlcNAc bebas menunjukkan hanya pada isolat PB17 terdapat kadar GlcNAc bebas dengan kadar yang rendah yaitu 0,008 µgml sedangkan kedua bakteri potensial lainnya PB08 dan PB15 tidak ditemukan. N asetilglukosamin merupakan gula yang terlepas apabila enzim kitinase mendegradasi kitin yang terdapat pada dinding sel Saprolegnia sp. Hasil pengukuran kadar N asetilglukosamin hasil degradasi dinding hifa Saprolegnia sp oleh isolat bakteri kitinolitik potensial disajikan pada Lampiran 12. Saprolegnia sp. merupakan kelompok Oomycetes dengan komposisi polisakarida pada dinding sel didominasi oleh β-1-3 dan β-1-6- glukan dan selulosa. Kitin pada dinding sel Oomycetes merupakan komponen minor dan tidak lebih dari 4 dari total polisakarida pada dinding sel Compos-Takaki et al. 1982. Namun demikian kitin merupakan komponen yang penting pada dinding sel hifa oomycetes. Banyak penelitian melaporkan bahwa gen kitin sintase terdapat pada beberapa spesies Oomycetes. Mort-Bontemps et al. 1997 melaporkan bahwa biosintesis kitin pada Saprolegnia monaica diperantarai oleh kitin sintase yang dikode oleh gen yang sama dengan Saprolegnia yang berkitin sehingga kitin bukan menjadi perbedaan antara Oomycetes dan jamur berkitin. Kitin sintase pada Saprolegnia berperan dalam pertumbuhan ujung hifa telah dilaporkan oleh Guerriero et al. 2010. Pada penelitian ini membuktikan bahwa sintesis ujung hifa diawali oleh sintesis kitin Guerriero et al. 2010. Pemberian Nikkomycin Z memberikan efek pada morfologi ujung hifa yaitu sel membengkak kemudian pecah dan terjadi kematian sel lisis pada ujung hifa. Perubahan yang sama dapat ditemukan pada penelitian ini yaitu lisis pada ujung hifa Gambar 10B sehingga kemungkinan isolat bakteri kitinolitik potensial ini mengeluarkan enzim kitinase untuk mendegradasi kitin yang disintesis pada ujung hifa mengakibatkan penghambatan pertumbuhan isolat Saprolegnia sp. Universitas Sumatera Utara Mekanisme penghambatan Saprolegnia oleh glukanase yang dikeluarkan oleh isolat bakteri kitinolitik dipelajari pada penelitian ini. Hasil uji menunjukkan bahwa delapan isolat menunjukkan kemampuan menghasilkan glukanase ditandai dengan adanya zona bening di sekitar koloni bakteri yaitu PB3A, PB01, PB02, PB05, PB13, PB14, PB15 dan PB17 dalam uji antagonisme dengan C. albicans. Isolat PB17 menunjukkan diameter zona bening paling besar yaitu 6,75 mm dan yang paling rendah adalah PB3A yaitu 1,5 mm. Dinding sel C. albicans didominasi oleh karbohidrat glukan yaitu 47-60 glukan Chaffin et al . 1998. Enzim glukanase yang dikeluarkan isolat bakteri diduga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan C. albicans pada daerah sekitar koloni bakteri. Hal ini menyebabkan terbentuknya zona bening disekitar bakteri yang menunjukkan zona hambat terhadap pertumbuhan C. albicans oleh bakteri. Hasil pengamatan uji glukanase tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran diameter zona bening pada uji awal glukanase Kode Bakteri Diameter Zona Bening mm PB3A 1,5 PB01 6 PB02 4 PB05 4,5 PB08 PB10 PB13 6 PB14 5,5 PB15 4,25 PB17 6,75 Enzim hidrolitik glukanase yang dikeluarkan bakteri potensial mampu mendegradasi dinding sel hifa. Dinding sel hifa Saprolegnia sp. didominasi oleh glukan. Hal ini menjadikan glukan sebagai target dari mekanisme kontrol biologi Oomycetes. Glukanase merupakan enzim hidrolitik yang dihasilkan oleh beberapa mikroba. Bakteri kitinolitik telah banyak dilaporkan menghasilkan glukanase. Bakteri kitinolitik Serratia marcescens, Streptomyces viridodiasticus and Micromonospora carbonacea dilaporkan menghasilkan kitinase dan glukanase El Tarabilya et al . Universitas Sumatera Utara 2000. Strain Paenibacillus sp. 300 dan Streptomyces sp. 385 menghasilkan kitinase dan β-1,3-glukanase dalam media kultur Singh et al. 1999. Pada penelitian ini perubahan morfologi hifa yang paling mendominasi yaitu lisis pada dinding sel Gambar 10E dan 10F disertai koagulasi sitoplasma yaitu sebesar 40. Berdasarkan perubahan tersebut bisa disimpulkan bahwa kemungkinan glukanase yang dikeluarkan oleh isolat bakteri potensial berperan dalam mekanisme menghambat pertumbuhan Saprolegnia sp. secara in vitro. Hal ini sesuai dengan laporan oleh Diby et al. 2005 yaitu glukanase memiliki mekanisme melisiskan dinding sel Saprolegnia dan menyebabkan koagulasi sitoplasma Phytophtora capsici setelah diuji antagonis dengan Pseudomonas fluorescens . Glukanase dan kitinase yang dihasilkan oleh Pichia membranafaciens dan Candida guillermondii merupakan enzim hidrolitik yang berperan dalam penghambatan terhadap Rhizopus stolonifer dan terdapat mekanisme yang sinergis diantara keduanya telah dilaporkan juga oleh Qing et al. 2002. Isolat bakteri potensial juga kemungkinan memiliki mekanisme yang lain dalam melakukan penghambatan Saprolegnia sp. selain dengan menghasilkan enzim hidrolitik. Probiotik Aeromonas media A199 menghasilkan substansi penghambat ekstraseluler terhadap S. parasitica yaitu Indol T1 Lategan et al. 2006. Pada penelitian ini sitoplasma hifa juga mengalami perubahan pada sitoplasma yang menyebabkan hifa terpuntir atau terputus Gambar 10G dan 10H sehingga kemungkinan terdapat substansi indol yang dikeluarkan oleh isolat bakteri . Mekanisme lain yang dapat terjadi adalah kompetisi isolat bakteri terhadap logam tertentu. P. fluorescens melakukan penghambatan terhadap S. parasitica dengan melakukan kompetisi terhadap besi melalui sistem penangkapan besi siderophore Hatai Willoughby 1988. Antibiotika juga telah dilaporkan merupakan salah satu substansi penghambat terhadap Saprolegnia. Antibiotika yang dikeluarkan oleh bakteri P. fluorescens kemungkinan merupakan salah satu penyebab efek penghambatan terhadap pertumbuhan S. parasitica Hatai Willoughby 1988. Antibiotika Phenazine Carboxylic Acid yang diproduksi oleh P. fluorescens telah diketahui memiliki Universitas Sumatera Utara kemampuan dalam menghambat patogen dari akar gandum yaitu Gaeumannomyces dan Pythium Gurusiddaiah et al . 1986.

4.4. Hasil Patogenitas