Daya Ikat Air Daging DIA

commit to user 27

C. Daya Ikat Air Daging DIA

Rata-rata nilai daya ikat air daging selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 3. Rerata nilai daya ikat air daging dengan perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, dan 3 mgbb masing-masing adalah 14,51, 19,66, 27,11, dan 27,46. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa dosis injeksi ekstrak papain kasar berpengaruh sangat nyata P0.01 terhadap DIA daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik C.1. dibawah menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis injeksi ekstrak papain kasar dapat meningkatkan nilai daya ikat air daging. Menurut Muchtadi 1992 daya ikat air protein dipengaruhi oleh pH dan jumlah ATP, oleh karenanya peningkatan nilai DIA ini kemungkinan dipengaruhi oleh naiknya nilai pH daging perlakuan dan meningkatnya kepolaran protein dalam daging, sehingga menyebabkan banyak air yang terikat dengan protein. Menurut Lawrie 1995 pada pH yang lebih tinggi dari pH isoleutrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen, sehingga memberi lebih banyak ruang untuk molekul air. Meningkatnya molekul air yang mengisi ruang-ruang dalam interfilamen mengakibatkan peningkatkan nilai DIA daging. Tabel 3. Nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mgbb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam dalam . Waktu Pelayuan jam Dosis injeksi ekstrak papain kasar mgbb Rerata 1 2 3 13,65 26,52 35,32 33,94 27,36 A 4 14,12 17,18 29,82 31,22 23,08 B 8 15,77 15,30 16,21 17,21 16,12 C Rerata 14,51 A 19,66 B 27,11 C 27,46 C Keterangan: A, B, C Superskrip yang berbeda pada kolom dan atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 commit to user 28 Grafik C.1. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mgbb. Rerata nilai DIA perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0 mgbb berbeda sangat nyata dengan injeksi pada level dosis 1, 2, dan 3 mgbb. Hasil DIA yang lebih rendah ini kemungkinan karena nilai pH daging kontrol yang lebih rendah dari pH daging perlakuan yang mengakibatkan ruang interfilamen berkurang ukurannya sehingga lebih sedikit air yang mengisi ruang interfilamen Lawrie, 1995. Perlakuan dosis injeksi 1 mgbb berbeda sangat nyata dengan dosis injeksi 2 dan 3 mgbb, sementara dosis injeksi 2 mgbb tidak berbeda nyata dengan dosis injeksi 3 mgbb. Hasil ini dimungkinkan terjadi karena semakin intensifnya hidrolisis protein dengan meningkatnya dosis injeksi yang menyebabkan peningkatan kepolaran protein, sehingga banyak ion air yang terikat dalam daging Lehninger, 1982. Nilai DIA daging yang relatif sama pada injeksi ekstrak papain kasar dosis 2 dan 3 mgbb dimungkinkan karena konsentrasi enzim telah jenuh dengan subtrat sehingga menghasilkan percepatan hidrolisis yang tidak berbeda nyata pada pemberian dosis injeksi diatas 2 mgbb Girindira, 1990. 5 10 15 20 25 30 0 mgbb 1 mgbb 2 mgbb 3 mgbb 14.51 19.66 27.11 27.46 commit to user 29 Grafik C.2. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. Rerata nilai daya ikat air daging selama pelayuan 0, 4, dan 8 jam adalah 27,36, 23,08, dan 16,12. Berdasarkan perhitungan statistik perlakuan lama waktu pelayuan berpengaruh sangat nyata P0,01 terhadap daya ikat air daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik C.2. diatas menunjukkan perlakuan pelayuan dapat menurunkan daya ikat air daging, hal ini disebabkan karena daya ikat air protein dipengaruhi oleh pH dan jumlah ATP. Menurut Soeparno 2005 pH otot paskamerat akan menurun pada saat pembentukan asam laktat yang mengakibatkan menurunnya DIA, serta akan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot yang bebas meninggalkan serabut otot. pH daging yang mencapai titik isoelektrik protein miofibril, menyebabkan filamen miosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang diantara filamen-filamen menjadi kecil. Daya Ikat Air akan menurun pada saat pemecahan dan habisnya ATP serta pada saat terbentuknya rigormortis. Rerata nilai DIA pada pelayuan 0 jam berbeda sangat nyata dengan pelayuan selama 4 jam dan 8 jam, sedangkan pelayuan 4 jam berbeda sangat nyata dengan pelayuan selama 8 jam, hal ini dimungkinkan karena semakin menurunnya pH daging menyebabkan enzim proteolisis aktif dan terjadi pemotongan ikatan peptida dalam miofibril Soeparno, 2005. Akibatnya semakin lama waktu pelayuan menyebabkan semakin banyak air yang keluar, sehingga menurunkan daya ikat air daging Irma et al., 1997. Nilai pH 5 10 15 20 25 30 0 jam 4 jam 8 jam 27.36 23.08 16.12 commit to user 30 daging yang rendah pada pelayuan 8 jam menyebabkan kekuatan protein untuk menahan air dalam daging juga menurun, sehingga nilai DIA daging pada pelayuan yang lebih lama semakin rendah dibanding kontrol yang memiliki pH lebih tinggi. Grafik C.3. Nilai interaksi daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan kombinasi perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mgbb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. Data yang digambarkan pada Grafik C.3. diatas menunjukkan terdapat interaksi P0,01 antara kombinasi perlakuan dosis injeksi dan lama waktu pelayuan terhadap daya ikat air daging. Perlakuan kombinasi antara dosis injeksi dan lama waktu pelayuan mengakibatkan penurunan DIA daging. Hal ini disebabkan dengan semakin bertambahnya hidrolisis protein menyebabkan semakin banyak air yang keluar. Menurut Irma et al. 1997 proses pemecahan protein oleh enzim mernbentuk ikatan-ikatan dipeptida dan dalam setiap ikatan dipeptida dibebaskan satu molekul air, sehingga dengan semakin tingginya dosis injeksi dan lama pelayuan mengakibatkan semakin banyak hirolisis pada protein daging yang menyebabkan nilai DIA turun. Dosis injeksi 2 mgbb disertai pelayuan selama 0 dan 4 jam mampu memberikan perbedaan sangat nyata dari kontrol, Tabel 3 diatas juga menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis injeksi diatas 2 mgbb tidak memberikan pengaruh yang berbeda. Namun nampak berbeda pada dosis 2 10 20 30 40 0 mgbb 1 mgbb 2 mgbb 3 mgbb 0 Jam 4 Jam 8 Jam commit to user 31 mgbb dan 3 mgbb yang disertai pelayuan selama 4 jam, hal ini dimungkinkan semakin intensifnya hidrolisis protein oleh enzim proteolitik. Sementara pelayuan 4 jam dengan injeksi ekstrak papain kasar 0 dan 1 mgbb tidak berbeda dengan pelayuan selama 8 jam pada injeksi dengan dosis 0, 1, 2, 3 mgbb, hal ini dimungkinkan karena habisnya ATP setelah 4 jam pertama pelayuan Ionescu et al., 2005. Oleh kerena itu perlakuan kombinasi setelah pelayuan selama 4 jam menghasilkan nilai DIA yang relatif sama. Nilai interaksi dihasilkan pada dosis injeksi 1 mgbb dan pelayuan 4 jam. D. Susut Masak Daging Rata-rata nilai susut masak daging selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mgbb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam dalam . Waktu Pelayuan jam Dosis injeksi ekstrak papain kasar mgbb Rerata 1 2 3 10,31 11,31 14,21 14,88 12,68 A 4 9,51 9,89 11,54 11,97 10,73 B 8 9,31 9,42 11,08 11,37 10,29 B Rerata 9,71 A 10,20 A 12,28 B 12,74 B Keterangan: A, B Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 Grafik D.1. Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mgbb. Rerata nilai susut masak daging pada dosis injeksi 0, 1, 2, dan 3 mgbb adalah 9,71, 10,20, 12,28, dan 12,74. Hasil analisis 2 4 6 8 10 12 14 0 mgbb 1 mgbb 2 mgbb 3 mgbb 9.71 10.2 12.28 12.74 commit to user 32 menunjukkan dosis injeksi ekstrak papain kasar berpengaruh sangat nyata P0.01 terhadap nilai susut masak daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik D.1. diatas menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis injeksi ekstrak papain kasar dapat meningkatkan susut masak daging seperti yang ditunjukkan Grafik D.1. diatas, hal ini disebabkan semakin intensifnya proteolisis protein. Adanya proses proteolisis beberapa protein daging pada saat prosesing menjadi bagian yang lebih sederhana membuat ada sebagian protein yang akan larut dengan air, seperti misalnya protein miofibrilar Lin dan Park, 1996 cit. Nuhriawangsa, 2002. Begitu juga terdapat hubungan yang sangat erat antara kompartemen di dalam daging dengan adanya keterikatan protein dengan air. Menurut Soeparno 2005 air akan terikat lemah bersama nutrien jika terjadi degradasi protein, sehingga semakin bertambahnya dosis ekstrak papain kasar yang diinjeksikan mengakibatkan peningkatan nilai susut masak. Nilai susut masak daging kontrol berbeda sangat nyata dengan perlakuan pada dosis 2 dan 3 mg bb dan tidak berbeda nyata dengan dosis 1 mgbb. Sementara itu perlakuan dosis 1 mgbb berbeda sangat nyata dengan perlakuan dosis 2 dan 3 mgbb, sedangkan perlakuan dosis 2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 3 mgbb. Perlakuan injeksi dosis 1 mg bb belum mampu secara sangat nyata meningkatkan nilai susut masak daging, hal ini disebabkan hidrolisis enzim belum maksimal karena konsentrasi enzim belum maksimal terikat pada subtrat sehingga proses degradasi masih lambat Lehninger, 1982. Namun demikian pada dosis injeksi 2 mgbb nilai susut masak semakin besar. Hasil ini disebabkan adanya degradasi protein oleh enzim papain yang lebih intensif pada protein jaringan ikat dan miofibrilar pada dosis injeksi yang semakin tinggi. Menurut Soeparno 2005 proteolisis protein mengakibatkan keterikatan protein dan air merenggang sehingga pada saat dimasak akan terjadi eksudasi pada cairan daging karena proses pengkerutan daging. Sedangkan pada dosis injeksi 3 mgbb nilai susut masak relatif sama hal ini disebabkan konsentrasi enzim telah jenuh dengan subtrat sehingga commit to user 33 menghasilkan percepatan hidrolisis yang tidak berbeda nyata pada pemberian dosis injeksi diatas 2 mgbb Girindira,1990. Grafik D.2. Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir pada perlakuan lama pelayuan 0 ,4, dan 8 jam adalah 12,68, 10,73, dan 10,29 . Berdasarkan analisis statistik perlakuan pelayuan berpengaruh sangat nyata P0,01 terhadap susut masak daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik D.2. diatas menunjukkan rata-rata nilai susut masak turun dengan bertambahnya waktu pelayuan. Menurut Soeparno 2005 selama proses postmortem terjadi perubahan struktur jaringan otot karena adanya kontraksi dan kelebihan energi ATP. Otot daging mengalami pemendekan semasa melewati rigormortis dan meregang setelah melewati faserigor. Metode penggantungan daging selama pelayuan menyebabkan otot meregang oleh gaya berat karkas dan dimungkinkan ruang interfilamen bertambah ukurannya. Menurut Lawrie 1995 ruangan interfilamen sebagian besar menentukan kapasitas memegang air dari miofibril dengan pelayuan ruangan interfilamen bertambah ukurannya sehingga banyak air yang mengisi ruang tersebut. Nilai susut masak daging pada waktu pelayuan 0 jam berbeda nyata dengan waktu pelayuan 4 dan 8 jam, sedangkan perlakuan waktu pelayuan 4 jam tidak berbeda dengan pelakuan 8 jam, hal ini dimungkinkan pada 4 dan 8 jam postmortem rigormortis telah berhenti dan terjadi relaksasi 2 4 6 8 10 12 14 0 jam 4 jam 8 jam 12.67 10.73 10.29 commit to user 34 otot sehingga menyebabkan ruang interfilamen semakin lebar yang menyebabkan susut masak relatif sama dengan pelayuan selama 4 jam. Grafik D.3. Nilai interaksi susut masak daging ayam petelur afkir dengan kombinasi perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mgbb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. Data yang digambarkan pada grafik D.3. diatas menunjukkan terdapat interaksi P0,01 antara kombinasi perlakuan dosis injeksi dan lama waktu pelayuan terhadap susut masak daging. Dosis injeksi yang meningkat dengan semakin lamanya waktu pelayuan dapat menurunkan nilai susut masak daging, hal ini disebabkan pada temperatur dingin lemak akan membentuk emulsi Lehninger, 1982. Selama proses pelayuan lemak akan memadat dan bersamaan dengan proses rigormortis akan mengembang Muchtadi et al., 1992. Menurut Lawrie 1995 kandungan lemak yang terdapat dalam daging akan mempengaruhi kapasitas menahan air, yang lebih lanjut akan berpengaruh terhadap susut masak daging. Menurut Soeparno 1992 keluarnya cairan daging pada saat dimasak akan dihambat oleh adanya lemak yang terdapat di dalam dan dipermukaan daging serta translokasi lemak yang ada didalamnya. Selama proses pemanasan lemak akan mencair, terdistribusi ke dalam dan akan menutup jaringan makrostruktur daging, sehingga akan menahan hilangnya cairan daging oleh karena itu dengan semakin tinggi dosis dan lama waktu pelayuan 5 10 15 20 0 mgbb 1 mgbb 2 mgbb 3 mgbb 0 Jam 4 Jam 8 Jam commit to user 35 menyebabkan nilai susut masak turun. Nilai interaksi dihasilkan pada dosis injeksi 1 mgbb dan pelayuan 4 jam.

E. Kekuatan Tarik Daging