commit to user 10
pelayuan, antara lain adalah karena kerja enzim-enzim proteolitik terhadap protein fibrus otot, termasuk elemen-elemen kontraktil Soeparno, 2005.
Waktu rigormortis fillet daging ayam dimulai sekitar 4-5jam setelah posmortem. Terdapat peningkatan secara jelas pada penurunan nilai daya tarik
setelah pelayuan selama 8-10 jam yang mengindikasikan effek pengempukan enzimatis oleh enzim proteolitik endogenous Thielke et al., 2005.
Pelayuan merupakan penanganan karkas dengan cara menggantung atau menyimpan pada tempat tertentu dan pada temperatur di bawah
temperatur kamar dan di atas temperatur beku daging -1,5
o
C. Selama pelayuan ini, akan terjadi peningkatan keempukan dan flavor daging dan
penyelesaian proses-proses fisiologis otot postmortem setelah disembelih. Proses fisiologis ini yang pasti terjadi adalah rigormortis, yaitu suatu
kekakuan otot yang terjadi setelah penyembelihan. Proses kekakuan ini merupakan kontraksi otot yang ireversibel. Pelayuan dengan cara
menggantung karkas akan mengurangi pemendekan otot akibat rigormortis karena secara fisik, penggantungan menyebabkan gaya berat karkas menahan
proses kontraksi otot. Selain itu dengan adanya pelayuan maka memberikan kesempatan enzim proteolitik untuk mendegradasi protein protein serat
sehingga menjadikan daging terasa lebih empuk Suharyanto, 2009.
F. Kualitas Daging
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi
kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan additif hormon, antibiotik dan
mineral. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH
karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotika, lemak intramuskular atau marbling, metode
penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi otot daging Soeparno, 2005.
commit to user 11
Uji inderawi dan organoleptik digunakan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas masing-masing sampel daging petelur afkir dengan
penambahan papain dan pelayuan, peubah meliputi keempukan, tekstur, jus daging dan kesukaan dengan menggunakan empat klasifikasi. Uji inderawi
merupakan pengujian yang panelisnya cenderung melakukan penilaian berdasarkan kesukaan. Uji organoleptik adalah suatu pengujian terhadap sifat
karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indera manusia termasuk
indera penglihatan, pembau, perasa dan pendengar Kartika et al., 1988. F.1. pH daging
Penurunan pH akan mempengaruhi sifat fisik daging. Laju penurunan pH otot yang cepat akan mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air,
karena meningkatnya kontraksi aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan memeras cairan keluar dari dalam daging. Suhu tinggi juga dapat
mempercepat penurunan pH otot paskamortem dan menurunkan kapasitas mengikat air karena meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya
perpindahan air ke ruang ekstraseluler Lawrie, 1995. Nilai pH digunakan untuk menunjukkan tingkat keasaman dan
kebasaan suatu substansi. Jaringan otot hewan pada saat hidup mempunyai nilai pH sekitar 5,1 sampai 7,2 dan menurun setelah pemotongan karena
mengalami glikolisis dan dihasilkan asam laktat yang akan mempengaruhi pH. pH ultimat daging tercapai setelah glikolisis otot menjadi habis atau setelah
enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau glikogen tidak lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik. pH ultimat normal
daging postmortem adalah sekitar 5,5 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril Lawrie, 1995. pH
daging akan mengalami penurunan sesuai dengan waktu penyimpanan, semakin lama penyimpanan akan semakin rendah pH daging sampai tercapai
pH akhir pada kisaran 5,4 sampai 5,8 Soeparno, 2005. Menurut Sams 2001 ketika asam laktat mulai dihasilkan maka akan terjadi perubahan sel otot yaitu
perubahan pH dari pH mendekati netral 7 menjadi pH yang lebih asam sekitar
commit to user 12
5,7. Penurunan ini menyebabkan pengurangan aktivitas memproduksi enzim, dan selanjutnya akan mengurangi produksi ATP.
Nilai pH juga berpengaruh terhadap keempukan daging. Daging dengan pH tinggi mempunyai keempukan yang lebih tinggi daripada daging
dengan pH rendah. Kealotan atau keempukan serabut otot pada kisaran pH 5,4 sampai 6,0 lebih banyak ditentukan oleh status kontraksi serabut otot dari pada
oleh status fisik serabut otot Bouton et al., 1986.
F.2. Daya ikat Air
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen, di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air
dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan dan pengeringan, sedangkan air
terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain
kristal dan air yang terikat dalam sistem disperse Purnomo, 1995. Air yang diikat dalam daging dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu air yang terikat
secara kimiawi oleh protein daging sebesar 4 – 5 yang merupakan lapisan monomolekuler pertama. Lapisan kedua adalah air yang terikat agak lemah
dari molekul air terhadap kelompok hidrofilik yakni sebesar 4. Lapisan ketiga merupakan air bebas yang terdapat di antara molekul-molekul protein
yang memiliki jumlah terbanyak. Selanjurtnya, Forest et al. 1975 menyatakan bahwa air bebas terletak di bagian luar sehingga mudah lepas,
sedangkan air terikat adalah kebalikkannya dimana air sulit dilepaskan karena terikat kuat pada rantai protein, dan air dalam bentuk tidak tetap merupakan
air labil sehingga mudah lepas bila terjadi perubahan. Dalam otot hewan yang masih hidup kira-kira 10 air terikat pada
protein otot. Akan tetapi sebagian besar air dalam otot terikat pada bagian antar filamen tebal dan filamen tipis pada protein. Kontraksi pada filamen ini
disebabkan oleh perbedaan interaksi antara aktin dan miosin. Selama proses rigormortis daging akan mengalami penyusutan dan air akan dikeluarkan.
commit to user 13
Faktor yang mempengaruhi pembentukan filamen dan tingkat keasaman yang terjadi selama postmortem juga akan mempengaruhi jumlah air yang keluar
dari daging Mead, 1984. Kapasitas mengikat air didefinisikan sebagai kemampuan dari daging
untuk mengikat atau menahan air selama mendapat tekanan dari luar, seperti pemotongan, pemanasan, penggilingan atau pengepresan. Kapasitas mengikat
air jaringan otot mempunyai efek langsung pada pengkerutan dari daging selama penyimpanan. Daging dengan kapasitas mengikat air yang rendah akan
menyebabkan banyaknya cairan yang hilang, sehingga selama pemasakan akan terjadi kehilangan berat yang besar. Kapasitas mengikat air merupakan
faktor mutu yang penting karena berpengaruh langsung terhadap keadaan fisik daging seperti keempukan, warna, tekstur, jus daging, serta pengerutan daging
Forrest et al.,1975. Kebasahan merupakan kemampuan daging untuk melepaskan jus
cairan daging selama pengunyahan, sebaliknya kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air disebut sebagai water holding capacity
WHC. Kebasahan merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian kualitas daging, bersama dengan keempukan dapat menjelaskan sampai lebih
dari 80 pilihan konsumen dinegara maju terhadap kualitas daging. Daging yang empuk pada umumnya pada saat gigitan pertama akan menghasilkan jus
yang cukup berarti. Terdapat korelasi yang baik antara pelepasan jus daging dengan keempukan. Kebasahan bervariasi berdasarkan pH, maturasi dan
faktor stress Abustam, 2009.
F.3. Susut masak
Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan. Pemanasan daging pada temperatur yang tinggi dalam waktu yang lama akan
menyebabkan meluasnya dehidrasi, yang berarti susutnya berat daging yang dikonsumsi. Susut masak adalah banyaknya berat yang hilang selama
pemasakan cooking loss. Semakin tinggi temperatur dan waktu pemasakan, maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai tingkat konstant.
commit to user 14
Susut masak bisa dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, ukuran dan berat sampel daging
Soeparno, 2005. Susut masak bervariasi antara 1,5 sampai 54,5 Persen dengan kisaran
15 sampai 40 . Sifat mekanik daging termasuk susut masak merupakan indikasi dari jaringan ikat dengan bertambahnya umur ternak, terutama
peningkatan panjang sarkomer Bouton et al., 1978. Daging yang berkualitas baik nilai susut masaknya lebih sedikit dari
pada daging yang berkualitas rendah, meskipun daging yang baik kehilangan lemak lebih banyak, tetapi total kehilangan air lebih sedikit. Kandungan lemak
yang terdapat dalam daging akan mempengaruhi kapasitas menahan air, yang lebih lanjut akan berpengaruh terhadap susut masak daging. Keluarnya cairan
daging pada saat dimasak akan dihambat oleh adanya lemak yang terdapat di dalam dan dipermukaan daging serta translokasi lemak yang ada didalamnya.
Selama proses pemanasan lemak akan mencair, terdistribusi ke dalam dan akan menutup jaringan makrostruktur daging, sehingga akan menahan
hilangnya cairan daging Lawrie, 1995.
F.4. Keempukan
Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan
daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut
daging serta rigormortis daging yang terjadi setelah ternak dipotong Reny, 2009. Keempukan bervariasi di antara spesies, bangsa, ternak dalam
spesies yang sama, potongan karkas, dan di antara otot, serta pada otot yang sama.
Keempukan daging banyak ditentukan oleh tiga komponen daging yaitu struktur miofibril dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan
tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging serta jus daging Soeparno, 2005. Kekuatan tarik daging adalah keempukan daging yang
commit to user 15
diekspresikan dengan gaya maksimal Newton yang diperlukan untuk menarik sampel daging, semakin kecil gaya yang diperlukan maka semakin
empuk sampel daging yang diukur Murtini dan Qomarudin, 2003. Soeparno 2005 menyatakan uji kekuatan tarik lebih mengukur keempukan
daging yang disebabkan oleh keempukan serat-serat miofibril. Sebagian besar serabut otot mengandung 55 persen protein miofibril. Faktor kekuatan tarik
antara lain pH dan pemasakan. Penilaian sensorik kualitas daging, khususnya keempukan, didasarkan
atas kemudahan penetrasi gigi pada daging dan usaha-usaha yang dilakukan oleh otot-otot pada daerah geraham selama pengunyahan. Penilaian secara
sensorik dilakukan oleh sejumlah juri degustasi dalam bentuk panelis. Masing- masing juri menilai keempukan berdasarkan atas angka-angka skor yang
telah ditentukan terlebih dahulu ; 1 sangat keras dan 10 sangat empuk. Indeks keempukan daging ditentukan berdasarkan nilai rata-rata dari masing-
masing juri Abustam, 2009.
commit to user 16
HIPOTESIS
Hipotesis yang diambil dalam penelitian ini adalah 1. Kualitas daging ayam petelur afkir dipengaruhi oleh dosis injeksi
antemortem ekstrak papain kasar. 2. Kualitas daging ayam petelur afkir dipengaruhi oleh lama waktu pelayuan.
3. Terdapat interaksi antara dosis injeksi papain dan waktu pelayuan terhadap kualitas daging ayam petelur afkir.
commit to user 17
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian