Pelayuan Daging PENGARUH DOSIS INJEKSI ANTEMORTEM EKSTRAK PAPAIN KASAR DAN WAKTU PELAYUAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR

commit to user 9 peptida pada residu Arg, Lys, and Gly. Sebanyak 42 residu ikatan peptida ini terdapat di dalam moisin Ionescu et al., 2008. Secara umum dalam reaksi enzim dikenal kecepatan hidrolisis, penguraian, atau reaksi katalisasi lain yang disebut Vello city atau disingkat V. Harga V dari suatu reaksi enzimatik pada umumnya sangat bergantung pada konsentrasi subtrat. Pada konsentrasi subtrat yang tinggi berlebih, kecepatan reaksi V akhirnya mencapai maksimum.dengan kata lain semakin tinggi konsentrasi subtrat reaksi enzim semakin cepat, sampai mencapai kecepatan yang tetap Winarno, 1986.

E. Pelayuan Daging

Menurut Abustam 2009 sesaat setelah hewan dipotong, perubahan biokimia dalam jaringan masih terjadi. Proses kontraksi menyebabkan jaringan otot menjadi keras dan kaku sedangkan proses relaksasi menyebabkan jaringan otot menjadi lunak dan empuk. Fase yang dialami jaringan otot hewan setelah dipotong fase postmortem adalah prerigor, rigormortis dan paska rigormortis. Daging pada fase prerigor, memiliki karakteristik sifat daging yang masih lunak karena daya ikat air dan jaringan otot masih tinggi. Ketika daging masuk pada fase rigormortis, jaringan otot menjadi kaku. Fase ini sangat tergantung pada kondisi penyimpanan. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan fase rigormortis berlangsung cukup lama. Fase paska rigormortis adalah fase pembentukan aroma dan pada fase ini daging menjadi lunak kembali. Pelayuan yang lebih lama dari 24 jam atau sejak terjadinya kekakuan daging atau rigor mortis dapat disebut pematangan. Pelayuan biasanya dilakukan pada temperatur 32 - 38°F 0 - 3 o C, setelah pendinginan selama kira-kira 24 jam pada temperatur -4 o C sampai 1°C atau disebut chilling. Selama jam pertama postmortem, proses yang dominan adalah glikolisis postmortem. Perubahan degradatif termasuk denaturasi protein dan proteolisis terjadi sebelum pH ultimate atau pH akhir karkas tercapai. Otot mengandung enzim-enzim proteolitik. Peningkatan keempukan daging selama proses commit to user 10 pelayuan, antara lain adalah karena kerja enzim-enzim proteolitik terhadap protein fibrus otot, termasuk elemen-elemen kontraktil Soeparno, 2005. Waktu rigormortis fillet daging ayam dimulai sekitar 4-5jam setelah posmortem. Terdapat peningkatan secara jelas pada penurunan nilai daya tarik setelah pelayuan selama 8-10 jam yang mengindikasikan effek pengempukan enzimatis oleh enzim proteolitik endogenous Thielke et al., 2005. Pelayuan merupakan penanganan karkas dengan cara menggantung atau menyimpan pada tempat tertentu dan pada temperatur di bawah temperatur kamar dan di atas temperatur beku daging -1,5 o C. Selama pelayuan ini, akan terjadi peningkatan keempukan dan flavor daging dan penyelesaian proses-proses fisiologis otot postmortem setelah disembelih. Proses fisiologis ini yang pasti terjadi adalah rigormortis, yaitu suatu kekakuan otot yang terjadi setelah penyembelihan. Proses kekakuan ini merupakan kontraksi otot yang ireversibel. Pelayuan dengan cara menggantung karkas akan mengurangi pemendekan otot akibat rigormortis karena secara fisik, penggantungan menyebabkan gaya berat karkas menahan proses kontraksi otot. Selain itu dengan adanya pelayuan maka memberikan kesempatan enzim proteolitik untuk mendegradasi protein protein serat sehingga menjadikan daging terasa lebih empuk Suharyanto, 2009.

F. Kualitas Daging