Tingkat Aksesibilitas Informasi EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEGIATAN AGROFORESTRI DI KAWASAN HUTAN BROMO KABUPATEN KARANGANYAR

commit to user 65 juga memiliki pekerjaan sampingan lain guna menambah pendapatan seperti berdagang, buruh, maupun memelihara ternak orang lain. Pengalaman pengelolaan agroforestri yang dilakukan oleh responden sangat beragam, yaitu yang kurang dari 8 tahun sebanyak 24 orang 60,00 persen, 8-13 tahun sebanyak 6 orang 15,00 persen dan di atas 13 tahun sebanyak 10 orang 25,00 persen. Keberagaman ini diantaranya dikarenakan pembukaan petak agroforestri dari tahun 1990-2010 sebanyak 4 kali. Dimana yang ikut pada bukaan lahan tahun 1990 terdapat 11 responden atau 27,50 persen, tahun 1995 terdapat 4 responden atau 10,00 persen, tahun 2000 terdapat 19 responden atau 47,50 persen, dan tahun 2007 terdapat 6 responden atau 15,00 persen. Sehingga responden yang telah memenuhi hak-hak dan kewajiban-kewajibannya serta dinyatakan sebagai pesanggem yang baik diperbolehkan untuk mendaftarkan dirinya kembali di petak yang lain. Pesanggem adalah sebutan bagi peserta agroforestri dari mantri dan mandor. Namun ada juga yang dikarenakan adanya suatu pelanggaran sistem yang dilakukan. Misalnya, pada umumnya kegiatan agroforestri untuk satu petak adalah 2-3 tahun, namun terkadang ada responden yang masih ingin mengelola lahan tersebut walaupun sudah ternaungi oleh pohon utama. Sebenarnya hal ini melanggar peraturan, namun responden tidak memiliki pilihan lain akibat ketidakmilikan mereka terhadap lahan dan tidak ada kemampuan lain selain bertani. Rata-rata pengelolaan agroforestri responden adalah 9 tahun, dan biasanya responden berhenti melakukan kegiatan agroforestri karena kondisi tanaman pokok yang sudah menaungi sehingga tidak menguntungkan tanaman semusim.

B. Tingkat Aksesibilitas Informasi

Empowerment atau pemberdayaan secara singkat dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat miskin untuk mampu dan berani bersuara voice serta kemampuan dan keberanian untuk memilih choice. Karena itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses terencana guna meningkatkan commit to user 66 skalaupgrade utilitas dari obyek yang diberdayakan. Upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan empat unsur pokok, salah satunya yaitu aksesibilitas informasi. Aksesibilitas informasi ini penting karena informasi merupakan kekuasaan baru kaitannya dengan peluang, layanan, penegakkan hukum, efektivitas negosiasi, dan akuntabilitas Mardikanto, 2005. Evaluasi terhadap aksesibilitas informasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah peserta agroforestri sudah mengakses informasi dari berbagai sumber secara tepat atau belum, meliputi banyaknya sumber informasi yang dimanfaatkan, frekuensi aksesibilitas informasi, kemanfaatan informasi yang terangkum dalam tabel jenis sumber informasi yang diakses oleh peserta agroforestri sebagai berikut: Tabel 5.2. Jenis Sumber Informasi yang Diakses oleh Responden yang Pernah dan Masih Menjadi Peserta Agroforestri di Kawasan Hutan Bromo Kabupaten Karanganyar dari Tahun 1990-2010 No. Sumber Informasi Jumlah Responden Orang Prosentase Median Keterangan 1. Sesama Peserta 23 57.50 2 Pernah 2. Penyuluh 1 2.50 1 Tidak pernah 3. LMDH 3 7.50 3 Sering 4. Perhutani 38 95.00 2 Pernah Sumber: Analisis Data Primer Median adalah nilai tengah dari semua aspek yang ditanyakan. Rentang median yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4-1 dimana 4 berarti selalu dilakukan, 3 berarti sering dilakukan, 2 berarti pernah dilakukan, dan 1 berarti tidak pernah dilakukan oleh responden. Sumber informasi yang digunakan oleh peserta agroforestri adalah sesama peserta, penyuluh, LMDH, dan Perhutani, dimana yang terbanyak dan paling sering digunakan adalah Perhutani yaitu sebesar 95,00 persen atau sebanyak 38 orang. 1. Perhutani Peserta agroforestri mengakses informasi dari Perhutani karena dianggap paling valid dan karena pihak Perhutani juga pernah bertemu dengan peserta baik itu di lahan hutan garapan maupun di rumah peserta commit to user 67 itu sendiri. Median total dari pernyataan pada tabel adalah 2 yang berarti pernah dilakukan. Pernah, dikarenakan tidak selalu Perhutani memantau kinerja peserta. Begitu pula dengan peserta yang tidak selalu ke hutan, sehingga pertemuan dengan Perhutani tidak selalu dapat terjadi. Pertemuan formal pun tidak selalu dilakukan, sehingga peserta hanya dapat berinteraksi bila bertemu saja atau karena pihak Perhutani yang mengunjungi rumah peserta. Biasanya informasi yang didapatkan peserta dari Perhutani adalah informasi bukaan lahan, bibit penyulaman, teknik budidaya, dan sebagainya. Terdapat 2 peserta yang menyatakan tidak pernah bertemu atau berinteraksi dengan pihak Perhutani dengan alasan bahwa mereka mendapatkan informasi mengenai lahan bukaan untuk agroforestri ataupun mengenai bercocok tanam di hutan dari sesama teman maupun dari perantara. Perantara yang dimaksudkan adalah seseorang yang mendapat lahan garapan, namun lahan tersebut tidak dikerjakan sendiri bersama keluarga tetapi disewakan kembali. Perantara juga bisa berarti seseorang yang mempunyai hubungan dekat dengan pihak Perhutani, dimana petani yang ingin menggarap lahan hutan akan mendapatkan informasi lahan bukaan dari perantara tersebut. Melewati perantara tersebut, responden mengaku harus membayar sejumlah uang sukarela atau harus memberikan sebagian kecil hasil tanaman budidayanya sebagai ucapan terima kasih. Peserta lain juga melakukan hal yang sama untuk diberikan kepada mantri atau mandor yang dilakukan secara sukarela. 2. Sesama Peserta Peserta agroforestri mengakses informasi dari sesama peserta dengan alasan bahwa sesama petani tentunya lebih mengerti dan mudah untuk ditemui karena dekat. Oleh karena itu, sumber informasi terbanyak kedua adalah sesama peserta, yaitu sebesar 57,50 persen atau sebanyak 23 orang. Informasi yang didapatkan dari sesama peserta biasanya lebih umum baik itu seputar agroforestri maupun informasi lainnya. commit to user 68 Frekuensi peserta untuk bertatap muka dan mendapatkan informasi mengenai agroforestri sering dilakukan. Dikatakan sering karena sesama peserta merupakan tetangga satu desa, sehingga tidak mungkin untuk jarang bertemu. Begitu pula bila ada informasi mengenai agroforestri, bukaan lahan baru misalnya, informasi tersebut akan cepat menyebar dengan sendirinya. Hal ini berarti, penyebaran informasi melalui teman dari mulut ke mulut lebih efektif karena lebih banyak digunakan. Peserta agroforestri tidak hanya bertanya mengenai informasi bukaan lahan saja, namun juga pernah berdiskusi dan bertanya untuk menyelesaikan masalah walaupun tidak sering. Hal ini juga didukung pada proses budidaya, dimana menggarap di lahan hutan tidak terlalu sulit karena hama dan unsur hara sudah dikendalikan oleh alam. Kesulitan yang dirasakan peserta hanya pada masa bukaan lahan awal saja, karena lahan hutan terdiri dari banyak bebatuan yang harus disingkirkan dari lahan garapan. 3. Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH LMDH sebagai lembaga yang menjembatani antara peserta agroforestri dan Perhutani tidak banyak yang mengaksesnya untuk mendapatkan informasi, yaitu hanya sebanyak 3 orang atau sebesar 7,50 persen saja. Jumlah responden yang hanya 3 orang saja dikarenakan LMDH tidak aktif lagi dan pengurus LMDH yang kurang dapat berinteraksi dengan peserta agroforestri. Sebenarnya pada tahun 2000 telah dibentuk LMDH yang dimana akan dilakukan penurunan sertifikat bagi pengurus LMDH dari notaris, tapi hingga kini hal tersebut belum dapat terwujud. Hal inilah yang menjadi penyebab peserta agroforestri hanya tahu nama dari ketua dan sekretarisnya saja tanpa tahu apa fungsi dan kinerja mereka. Dari ketiga responden tersebut, median total tingkat aksesibilitas informasi dari LMDH adalah 3 sering. Hal ini karena responden tersebut adalah tetangga satu desa dengan ketua dan sekretaris LMDH. commit to user 69 4. Penyuluh Menurut peserta agroforestri, penyuluh kehutanan tidak berperan aktif dalam memberdayakan peserta, walaupun ada 1 responden yang mengatakan terdapat penyuluh kehutanan yang mengunjungi peserta. Itu pun dilakukan hanya satu kali, dimana menurut peserta lain hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sebuah penyuluhan dan frekuensi informasi mengenai agroforestri tidak terlalu banyak diberikan pada saat itu.

C. Tingkat Keterlibatan atau Partisipasi