commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara dengan keragaman ekosistem yang melimpah, salah satunya adalah hutan. Hutan sebagai salah satu sumber
daya alam yang dapat memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat. Kemanfaatannya yang besar itu menimbulkan banyak kegiatan
illegal logging yang pada akhirnya dapat merugikan berbagai pihak. Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa Indonesia sejak tahun
1985-1997 telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hektar hutan produksi yang tersisa. Menurut data
Departemen Kehutanan RI tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar
kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi perusakan hutan atau penggundulan hutan dalam 5 tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per
tahun Parasdya, 2010. Oleh karena itu, pembangunan hutan perlu dilakukan untuk
mendukung kelancaran pembangunan nasional, mengingat potensi hutan dan permasalahan yang dimilikinya sama besar dan pentingnya. Pembangunan
kehutanan tidak hanya dapat berupa pembangunan dalam peningkatan komoditasnya, namun juga dari yang awalnya berupa industrial menuju ke
kehutanan masyarakat. Kehutanan masyarakat diharapkan dapat memberikan keuntungan
kepada masyarakat desa hutan guna merealisasikan pembangunan kehutanan, karena masyarakat desa hutan sebenarnya merupakan pelaku utama dalam
kegiatan kehutanan karena kondisi geografis mereka yang dekat dengan hutan. Hasil pembangunan kehutanan dianggap belum dirasakan secara optimal oleh
masyarakat desa hutan, padahal masyarakat desa hutan telah memberikan andil yang cukup besar bagi pembangunan yang ada, baik itu dalam bentuk
memanfaatkan hasil hutan hingga tanggung jawab mengelola kelestarian hutan dengan kearifan lokal yang mereka miliki. Kearifan lokal yang dimiliki
commit to user 2
masyarakat desa hutan inilah yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengelola hutan bersama masyarakat. Tujuannya adalah untuk menjaga
kelestarian hutan dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk partisipasi.
Partisipasi mayarakat desa hutan dalam mengelola hutan, menurut Mardikanto 2005, sebenarnya telah dimulai sejak masa penjajahan Hindia
Belanda dan Jepang, meskipun baru dilibatkan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman. Pada prakteknya saat ini kegiatan mengelola hutan
dengan melibatkan masyarakat tersebut lebih populer dengan istilah “perhutanan sosial” sejak dilaksanakannya proyek Perhutanan Sosial oleh
Perum Perhutani pada tahun 1986. Adapun manfaat-manfaat yang diharapkan dari kegiatan perhutanan sosial adalah perbaikan dan perluasan tanaman,
perluasan lapangan kerja dan kesempatan kerja bagi masyarakat desa hutan, perbaikan mutu sumberdaya manusia, pengembangan sarana-prasarana, serta
penumbuhan dan efektivitas kelembagaan. Sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep antara perhutanan
sosial dengan kehutanan masyarakat adalah sama bila dilihat dari tujuan keduanya secara garis besar yaitu: perbaikan kesejahteraan masyarakat desa
hutan dan perbaikan sumber daya alam hutan melalui kegiatan-kegiatan yang telah dirancang pemerintah. Begitu pula dengan agroforestri, dimana ia
merupakan salah satu bentuk kegiatan rancangan pemerintah sebagai wujud dari perhutanan sosial bila dilihat dari tujuan yang hendak dicapainya.
Kebutuhan pemerintah akan keamanan hutan, lahan dan hasil hutan, serta keinginan untuk memberdayakan masyarakat desa hutan merupakan
salah satu faktor mengapa pemerintah perlu melakukan kegiatan agroforestri. Hal ini juga didukung dengan adanya kebutuhan petani penggarap akan
pendapatan tambahan guna meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya. Kebutuhan antara pemerintah dan petani yang saling
menguntungkan tersebut mendorong pemerintah untuk mengadakan kegiatan agroforestri dan mendorong petani untuk ikut serta dalam rangkaian kegiatan
agroforestri tersebut.
commit to user 3
Kawasan Hutan Bromo Kabupaten Karanganyar adalah satu-satunya hutan produksi yang dimiliki Kabupaten Karanganyar dengan luas area 208,3
hektar di bawah kekuasaan dan wilayah kerja BKPH Lawu Utara Sumber: Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Lawu Utara, juga melakukan
kegiatan agroforestri demi keberlangsungan fungsi hutan dan mensejahterakan masyarakat di desa sekitar hutan. Seluruh rangkaian dari suatu kegiatan
membutuhkan evaluasi untuk mengukur dan menilai seberapa jauh kegiatan tersebut telah dilakukan. Adanya evaluasi ini akan diketahui apakah program
pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan agroforestri di Kawasan Hutan Bromo Kabupaten Karanganyar dapat diterima baik atau tidak. Evaluasi
terhadap program pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan agroforestri merupakan umpan balik yang sangat berguna bagi pelaksanaan untuk
mengevaluasi kembali kekurangan-kekurangan yang ada sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan petani setempat.
B. Perumusan Masalah