Latar Belakang Masalah The big family of SM Entertainment, YG Entertainment, JYP, Avex and Sony Music Japan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengapa kita selalu beranggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah lembut dan penuh perasaan, sementara kita percaya laki-laki punya sifat sebaliknya, rasional dan lebih mengandalkan kekuatan fisik? Mengapa kita menganggap wajar perempuan harus pandai mengurus rumah sedangkan laki-laki yang bekerja di luar rumah? Sesungguhnya anggapan-anggapan semacam itu semata-mata adalah hasil konstruksi sosial yang sudah mempengaruhi kita begitu lama. Pendapat itu secara tersamar menjelaskan kepada kita bahwa konstruksi adalah sesuatu yang membangun kepercayaan kita berdasarkan klaim-klaim tertentu. Dalam kaitannya dengan sifat-sifat laki-laki dan perempuan, konstruksi tersebut dipercaya dihasilkan oleh sistem masyarakat patriarkal, seperti di Indonesia, yang memberi keuntungan lebih banyak bagi laki-laki. Istilah konstruksi sosial atas realitas Social Construction of Reality, menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge” 1996. 1 Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif sehingga 1 Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L .Berger Thomas Luckmann, Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2008, hal 13. commit to user membentuk suatu konstruksi sosial. Konstruksi sosial amat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu sendiri. Karena itu , kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial. Karl Marx menyebutnya dengan “kesadaran palsu” yaitu alam pemikiran manusia yang tealienasi dari keberadaan sosial yang sebenarnya dari si pemikir. 2 Berdasakan kenyataan sosial, unsur terpenting dalam konstruksi sosial adalah masyarakat, yang di dalamnya terdapat aturan-aturan atau norma, baik itu norma adat, agama, moral dan lain-lain. Lalu semua itu nantinya akan terbentuk dalam sebuah struktur sosial yang besar atau menjadi sebuah institusi dan melembaga. Seperti halnya yang terjadi pada konsep gender dalam masyarakat. Konsep gender yang dianut masyarakat dibentuk oleh nilai dan norma yang dianut masyarakat itu sendiri. Kita sendiri atau juga masyarakat pada umumnya yang menganggap memiliki nilai dan norma mengenai “kodrat” perempuan dan laki-laki sehingga sejak lahir kedua jenis kelamin ini akan dibesarkan dalam lingkungan dan budaya yang akan membentuk “kodrat” tersebut. Konsep “kodrat” dalam memahami gender menjadi salah kaprah karena menganggap “kodrat” tersebut bersifat pemberian Tuhan nature bukan diakibatkan oleh konstruksi sosial nurture. Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. 3 Hal inilah yang kemudian dikritik oleh faham feminisme. 2 Ibid. 3 Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal 9. commit to user Keindahan perempuan menjadi stereotipe perempuan dan membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu, seperti perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak, tampil prima untuk menyenangkan suami, dan pantas diajak ke berbagai acara, cerdas, serta sumber pengetahuan dan moral keluarga. Ringkasnya, perempuan ditampilkan dalam keharusannya untuk menjadi sosok yang mempesona di ruang publik sekaligus terampil di ruang domestik. Dalam berbagai iklan televisi yang ditayangkan, stereotipe perempuan juga tergambarkan secara bebas, dimana ia bisa sebagai penindas ataupun sebagai kaum yang terpinggirkan. Sehingga pada akhirnya tubuh perempuan dipajang sebagai tanda dan imaji untuk mewakili suatu benda, produk atau komoditi yang dimaksudkan untuk dijual secara massal. 4 Berbagai mitos yang mendistorsi lewat penggambaran dan citra perempuan yang selama ini hidup dalam budaya pop sudah lama mendapat perhatian para pengkaji gerakan wanita terutama kaum feminis. Pada hakikatnya feminimisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di hadapan kaum laki- laki saja karena mereka juga sadar bahwa laki-laki juga mengalami represi, tapi lebih kepada gerakan transformasi sosial. Perjuangan dalam mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. 5 Gerakan feminisme lahir dari asumsi dan kesadaran bahwa perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi serta harus ada upaya mengakhiri hal 4 Ibrahim, Budaya Populers Sebagai Komunikasi : Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer, Jalasutra, Yogjakarta, 2007, halaman 60. 5 Fakih, Loc.Cit. commit to user tersebut. Feminisme mengkritik stereotipe yang ditampilkan media massa yang akhirnya mendominasi cara berpikir masyarakat mengenai peran perempuan, seperti dikonstruksikan oleh iklan selama ini, yang akhirnya merugikan kaum perempuan itu sendiri. Dalam banyak hal, iklan merupakan rekonstruksi terhadap dunia realitas sebenarnya. Iklan televisi juga dapat dilihat sebagai bagian dari konstruksi simbol bahasa budaya dalam masyarakat kapitalis ataupun bahasa kelas sosial. Dalam kehidupan sosial mengenai hubungan perempuan dan laki-laki, posisi perempuan selalu ditempatkan sebagai ‘orang belakang’ sebagai pemuas dan pelengkap laki- laki semata. Hal-hal inilah yang terlihat dalam iklan televisi sebagaimana yang disebut rekonstruksi sosial, bahwa iklan hanya merekonstruksi apa yang ada di sekitarnya, apa yang menjadi realitas sosial di masyarakat. Realitas sosial yang ditangkap dan diterjemahkan oleh iklan televisi. Sehingga iklan televisi juga disebut sebagai refleksi dunia nyata yakni refleksi alam sekitarnya. Salah satu iklan televisi yang merekonstruksi realitas sosial perempuan dalam masyarakat adalah iklan Citra versi “Women Empowerment” atau “Pemberdayaan Wanita”. Iklan televisi tersebut ditayangkan sejak Agustus 2009 di televisi-televisi swasta nasional. Iklan televisi Citra produk handbody lotion dengan tema “Women Empowerment” atau “Pemberdayaan Perempuan” sebanyak dua versi. Citra merupakan merk kosmetik nasional berupa produk perawatan tubuh seperti handbody lotion, sabun mandi, body scrub, krim wajah, dan pembersih wajah. Untuk menunjang penjualannya Citra mengeluarkan iklan untuk semua commit to user produknya tersebut namun yang paling menonjol adalah produk handbody lotion karena produk ini merupakan cikal bakal dan produk utama dari merk Citra. Bahkan merk Citra sendiri identik dengan handbody lotion. Tidak mengherankan bila akhirnya tema feminisme dipilih untuk digunakan sebagai konsep dalam iklan produk handbody lotion, bukan produk lainnya. Dengan begitu sebarannya akan lebih luas dan diharapkan tema iklan ini akan meninggalkan kesan yang kuat di benak audiens. Iklan handbody lotion Citra versi “Women Empowerment” ini masing- masing versi memiliki durasi satu menit lima detik 1:05. Kedua versi ini memiliki perbedaan pada pewarnaan graading dan urutan scene. Keduanya memiliki beberapa adegan yang sama dengan urutan yang berbeda tapi ada pula sebaliknya. Ada beberapa adegan yang ditampilkan di versi 1 satu, tapi tidak ditampilkan di versi 2 dua. Sedangkan persamaan keduanya adalah menggunakan musik dan copy dengan urutan yang sama. Versi pertama iklan ini memakai pewarnaan klasik dengan menggunakan dominasi warna kuning cokelat keemasan yang memunculkan kesan agung. Scene pertama yang muncul adalah seorang perempuan dengan kesendiriannya diantara tebaran batik yang kemudian beralih dengan beberapa wanita bersepeda di alam bebas, lalu berpindah ke dapur, menonton wayang orang, beberapa wanita membawa sesajen, mengerjakan kerajinan kerajinan anyaman dan tenun, kembali lagi ke alam bebas, berinteraksi dengan perempuan lain dan diakhiri dengan kesendirian. commit to user Versi kedua iklan ini masih menggunakan scene yang sama tapi dengan urutan berbeda dan pewarnaan cenderung abu-abu silver. Urutan situasi yang digunakan pertama adalah alam bebas kemudian barulah muncul sosok wanita dan berturut-turut scene wanita tersebut menikmati batik, melihat kesenian wayang orang, kembali ke alam bebas, mengerjakan kerajinan anyaman dan tenun, berada di keramaian pasar kemudian pulang dan bekerja di dapur tradisional, membawa sesajen, lalu berinteraksi dengan perempuan lain dan diakhiri dengan kesendirian sosok perempuan itu sendiri. Eksekusi iklannya yang sarat akan tampilan kebudayaan dan aktivitas perempuan tersebut memperlihatkan kekuatan perempuan Indonesia dalam kehidupan yang selaras dengan semangat feminisme, khususnya ekofeminisme. Pesan ekofeminisme tersebut tampak pada penggunaan setting iklan yang memiliki konektivitas kuat antara kehidupan perempuan dengan kebudayaan bangsa dan lingkungan alam. Ekofeminisme merupakan aliran feminisme kultural melalui pendekatan paradigma struktural-fungsional yang memberikan tempat terhadap adanya saling ketergantungan antara individu dalam sebuah sistem. 6 Aliran ini memandang ada hubungan erat antara opresi terhadap perempuan dan opresi terhadap alam. Dalam ekofeminisme eksistensi sifat feminin seperti rasa cinta, pengasuhan dan pemeliharaan dari perempuan diakui dan dijunjung tinggi. Sehingga tanpa hadirnya nilai-nilai tersebut keseimbangan lingkungan akan terganggu. Kehadiran ideologi ekofeminisme dalam iklan televisi, yang notabene 6 Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, Penerbit Mizan, Bandung,1999, hal 177. commit to user merupakan produk budaya popular, dapat dijelaskan dalam perspektif cultural studies. Cultural studies dipopulerkan oleh Stuart Hall yang memfokuskan pada keterkaitan efek komunikasi dengan nilai sosial budaya dalam masyarakat,yang salah satunya nilai-nilai feminisme. Cultural Studies mencoba untuk membangkitkan kesadaran kita akan peran media massa dalam memelihara status quo oleh kelas dominan. Media massa, khususnya sebaga pihak komunikator massanya lazim melakukan berbagai tindakan dalam konstruksi realitas di mana hasil akhirnya berpengaruh kuat terhadap pembentukan makna atau citra tentang suatu realitas. 7 Peran media sangat penting karena menampilkan sebuah cara dalam memandang realita. Salah satu tindakan itu adalah dalam hal pilihan leksikal atau simbol bahasa dalam mengemas pesan. Dengan cara tersebut, iklan televisi telah menjadi satu bagian kebudayaan populer yang memproduksi dan merepresentasikan nilai, keyakinan, dan bahkan ideologi. Menariknya, iklan televisi kemudian tidak luput dari perannya sebagai arena komodifikasi, dimana pesan iklan bukan lagi sekadar menawarkan barang dan jasa, melainkan juga menjadi semacam alat untuk menanamkan makna simbolik. Makna simbolis sendiri dalam iklan dapat dikaji melalui ilmu semiotika yang mengkhususkan dalam memaknai simbol dan tanda. Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja dalam merangkum makna simbolik dan menanamkannya. Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; 1 tanda, 2 acuan tanda, dan 3 7 Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 92. commit to user pengguna tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, maka kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Sistem tanda dalam iklan terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Bahwa sebuah analisis semiotika akan mampu menggali hal-hal yang sifatnya tidak terlihat secara eksplisit dari penggunaan bahasa seperti halnya tentang seperangkat nilai atau bahkan ideologi yang tersembunyi di balik penggunaan bahasa. Pada tingkat ini, semiotika seringkali ditunjuk sebagai model awal dari analisis yang mampu menampilkan bekerjanya ideologi dalam teks.

B. Rumusan Masalah