IKLAN TELEVISI CITRA VERSI WOMEN EMPOWERMENT (Analisis Semiotik Konstruksi Ideologi Ekofeminisme pada Iklan Televisi Citra Versi Women Empowerment )

(1)

commit to user

SKRIPSI

"IKLAN TELEVISI CITRA VERSI WOMEN EMPOWERMENT" (Analisis Semiotik Konstruksi Ideologi Ekofeminisme pada Iklan Televisi Citra

Versi “Women Empowerment”)

Disusun oleh :

Murti Rahayu - D 1208596

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Jurusan Komunikasi

PROGRAM S-I SWADANA TRANSFER

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

PERSETUJUAN

Penulisan Skripsi ini telah disetujuin untuk dipertahankan di hadapan Dosen Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebeas Maret Surakarta

Menyetujui,

Pembimbing I,

Drs. Haryanto, M.Lib

NIP. 19600613 198601 1 001

Pembimbing II,

Dra. Sri Urip Haryati, M.Si. NIP. 195708211983032001


(3)

commit to user PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

Pada hari : Senin

Tanggal : 31 Januari 2011

Dewan Penguji:

1. Drs. Alexius Ibnu Muridjal, M.Si ( )

NIP. 19511707 1983031001

2. Nora Nailul Amal, S.Sos. M.MLED, Hons. ( )

NIP.198104292005012002

3. Drs. Haryanto, M.Lib ( )

NIP. 19600613 198601 1 001

4. Dra. Sri Urip Haryati, M.Si. ( )

NIP. 195708211983032001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta

Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 19530128 198103 1 001


(4)

commit to user

MOTTO

(taken from Adidas Ads “Muhammad Ali”)

Impossible is just a big word thrown around by small men who find it easier to live in the world they've been given than to explore the power they have to change it. Impossible is not a fact, it’s an opinion. Impossible is not a declaration. It’s a dare. Impossible is potential. Impossible is temporary.


(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan

…..untuk….

Keluarga Besar Santoso,BE semua yang menyayangiku


(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia, nikmat dan petunjuk serta kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul : Iklan Televisi Citra Versi Women Empowerment (Analisis Semiotik Konstruksi Ideologi Ekofeminisme pada Iklan Televisi Citra Versi “Women Empowerment”) yang mana penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata – 1 ( S1 ) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tentu masih jauh dari sempurna, ini disebabkan oleh keterbatasan yang ada, baik itu keterbatasan waktu, biaya dan tenaga serta keterbatasan dalam melakukan analisa yang sesungguhnya semua itu tidak penulis harapkan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tidak terhingga pada semua pihak yang telah memberikan banyak petunjuk dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :

1. Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya.

2. Bapak dan Ibu tercinta...terima kasih dari anak perempuanmu ini untuk segala dukungan, kritik, doa serta nasehat tak terkira banyaknya hingga kini masih dapat berdiri dengan tegar dan tetap tersenyum.


(7)

commit to user

3. Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Haryanto, M.Lib dan Ibu Dra. Sri Urip Haryati, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan pada penulis.

5. Drs. Haryanto, M.Lib selaku Ketua Panitia Penguji dan Ibu Nora Nailul A,S.Sos. M.MLED,Hons selaku Sekretaris yang telah memberikan kritik dan sarannya.

6. Kedua mas-masku yang unik. Untuk Mas Rohadi dengan segala pembicaraan lucunya yang menghibur. Lalu Mas Budi semoga cepat kembali seperti sedia kala. I’m so proud to be your sister!

7. My super bestfriend Seruni Murdiastuti a.k.a Inoe-chan yang nun jauh di surabaya namun sumbangsihnya tak terkira banyaknya. Tanpamu aku tidak akan sanggup menyelesaikan ini semua. Serius.

8. My Wonderfull 11.12.13 Tia-shii dan Citra-shii. Tanpa kalian mungkin Solo tidak akan punya memori indah dalam perjalanan hidupku. Korea menanti kita...ingat itu ya kawan!

9. Semua penghuni Kos Multazam yang gegap gempita : Prima, Sukma, Dije,Mbak Lilik-Dila-Isnu, Asih, Vio, Oni dan Riri. Thank’s untuk pinjeman leptop dan printernya ya! Lemah teles Allah sing mbales.

10. Kawan lingkar Jogja nan depil...Faste, Mbak Agil dan tentu saja Prima (lagi). Semoga kita berjodoh kembali di masa mendatang.


(8)

commit to user

11. Seluruh kawan-kawan seperjuangan pendadaran angkatan 2008 S1 Komunikasi Non-Reg yang saban hari menggelandang meramaikan kampus dan saling berbagi pusing. Thank’s for million cheerfull memory that we shared together in this very last moment. Good Luck!

12. The big family of SM Entertainment, YG Entertainment, JYP, Avex and Sony Music Japan thank’s for your hardworking.

13. My (handsome) “brother” Jung Yunho-shii. You are really my great inspiration. I believe if someday we will meet so please standing there, don’t go anywhere and keep alive....gidarikke jusseyo!

14. Dan untuk semua pihak yang tidak mungkin disebutin satu-satu yang sudah memberikan dukungannya pada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin ...

Surakarta, Januari 2011 Penulis,

MURTI RAHAYU D1208596


(9)

commit to user DAFTAR ISI

JUDUL ………. i

PERSETUJUAN ………. ii

PENGESAHAN ………. iii

MOTTO ………. iv

PERSEMBAHAN ………. v

KATA PENGANTAR ………. vi

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR TABEL ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………..…… xiii

ABSTRAK ……….. xiv

ABSTRACT ……….……….…. xv

BAB I. PENDAHULUAN ………..…. 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ………. 8

C. Tujuan Penelitian ……….…. 9

D. Manfaat Penelitian ………..……. 9

E. Landasan Teori ………..……. 10

1. Iklan televisi dan Analisis Semiotik …………..…. 10

2. Konstruksi Ideologi dalam iklan televisi ……. 17


(10)

commit to user

4. Teori Norma Budaya ………...……… 22

F. Definisi Konseptual ………..………. 24

1. Iklan Televisi ………... 25

2. Semiotika ………...…… 23

3. Konstruksi ……….. 27

4. Ideologi Ekofeminisme …….……….. 28

5. Pemberdayaan Wanita ………. 29

G. Definisi Operasional ……… 31

1. Talent / model ………... 31

2. Copy ……… 31

3. Setting ……… 31

4. Properti ……… 31

5. Teknik pengambilan kamera / angle kamera ……… 32

6. Warna ……… 32

7. Nilai-nilai Ekofeminisme ……… 33

H. Metodologi Penelitian ……….... 34 1. Jenis Penelitian ………..…. 34

2. Metode Penelitian ………..…. 35

3. Obyek Penelitian ………..…. 36

4. Sumber Data ………..…. 36

5. Unit Analisis Data ………. 37


(11)

commit to user

BAB II. PENYAJIAN DATA………. 40

A. Advertising agency LOWE Indonesia …………..… 40

B. Produk Citra ……….. 41

C. Iklan Televisi Citra versi Women Empowerment …... 43

1. Profile Iklan ……….. 45

2. Story line Iklan Televisi Citra Women Empowerment Versi 1.. 46

3. Story line Iklan Televisi Citra Women Empowerment Versi 2.. 47

BAB III. PENYAJIAN DAN ANALISA DATA ……….…… 48

A. Analisa Iklan televisi Citra versi Women Empowerment ….… 49 1. Iklan Televisi Citra versi 1 (satu) ……… 50

2. Iklan Televisi Citra versi 2 (dua) ……… 70

B. Komparasi iklan televisi Citra versi Women Empowerment versi satu dan versi dua ……….. 99

BAB IV. PENUTUP ………. 101

A.Kesimpulan ………..……. .. 101

B. Saran ………. 104 DAFTAR PUSTAKA


(12)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel I : Analisis Iklan ………... 16

Tabel II : Jenis-jenis Shot ………. 32

Tabel III : Psikologi warna ………..….. 33

Tabel IV : Kategorisasi poin-poin Ekofeminisme ……….. 34

Tabel V : Instrumen penelitian ………... 38

Tabel VI : Copy Iklan versi satu dan versi dua ………. 97


(13)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Naskah Iklan Televisi Citra Women Empowerment Versi 1 Lampiran II : Storyboard Iklan Televisi Citra Women Empowerment Versi 1 Lampiran III : Naskah Iklan Televisi Citra Women Empowerment Versi 2 Lampiran IV : Storyboard Iklan Televisi Citra Women Empowerment Versi 2


(14)

commit to user ABSTRACT

Murti Rahayu. D1208596. Iklan Televisi Citra Versi Women Empowerment (Analisis Semiotik Konstruksi Ideologi Ekofeminisme pada Iklan Televisi Citra Versi “Women Empowerment”). Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.2010.

Due to the stepped-up role of women in public space, feminism becomes one of some theories that rapidly developed in last decades. Ecofeminism is a certain branch of feminism that sees women and nature as a unity that affects each other. This branch also sees domestic space more as a gift for nature and women rather than a form of women oppression.

These sorts of existing social issues in the society subsequently become discourses that are socialized by the media. These social issues are delivered in some different forms, including advertisement. Recently, advertisement is not only capable to sell products, but also capable to spread certain belief and value to the society. An example of advertisement that delivers women's role based on their nature and nurture is Citra: Women Empowerment version, which consists of two different versions. In this research, the writer would like to have deeper analysis to the issue of women role represented in this advertisement.

This research aims to get further understanding on some ecofeminism signs used in both versions of the advertisement Citra: Women Empowerment. This understanding allows seeing the role of women in public space, domestic space, as well as in natural environment.

Descriptive-qualitative method is applied in this research. In analyzing the issues, the writer used Roland Barthes semiotic approach to reveal the ecofeminism signs of women role in the advertisement of Citra:Women Empowerment in both versions. Some elements in used in both versions of the advertising are analyzed in denotation and connotation levels. Ecofeminism, culture, and psychology of color are also applied as supporting theory in order to achieve deeper understanding in analyzing the value.

Through the research, the writer found out that Citra:Women Empowerment in both versions sees non-physical aspects of women in describing the term beauty, such as simple ways of thinking and lifestyle that respect for family and nature. Those are represented through the signs of culture, domestic space, as well as natural environment that are supported with the use of gold and dark gray for the coloring.


(15)

commit to user ABSTRAK

Murti Rahayu. D1208596. Iklan Televisi Citra Versi Women Empowerment (Analisis Semiotik Konstruksi Ideologi Ekofeminisme pada Iklan Televisi Citra Versi “Women Empowerment”). Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.2010.

Feminisme merupakan salah satu yang berkembang pesat beberapa dekade ini dengan semakin menonjolnya peran perempuan di ruang publik. Diantara beberapa aliran feminisme yang berkembang terdapat ekofeminisme yang pada intinya memandang peran wanita dan alam yang merupakan satu kesatuan saling mempengaruhi. Ekofeminisme menganggap ruang domestik bukan bentuk penindasan terhadap perempuan namun suatu anugerah untuk kaum perempuan dan alam.

Isu-isu sosial dalam masyarakat seperti inilah yang ditangkap oleh media sebagai wacana yang perlu untuk disosialisasikan. Penyampaian mengenai isu sosial dalam masyarakat ini salah satunya dapat disampaikan melalui media iklan, yang kini tidak lagi menjual produk namun mampu menanamkan sejumlah keyakinan dan nilai tertentu dalam masyarakat. Iklan Citra versi Women Empowerment. Iklan yang terdiri dari dua versi ini merupakan salah satu contoh yang mengetengahkan persoalan perempuan dalam menghadapi peranannya berdasarkan nature dan nurture yang dimilikinya, sehingga menjadikan penulis tertarik untuk mengkajinya lebih mendalam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam apakah tanda-tanda yang digunakan untuk mempresentasikan ekofeminisme yang terdapat di dalam kedua versi iklan Citra versi women empowerment. Dengan mengetahui dan memahami tanda-tanda yang menunjukkan adanya ekofeminisme diharapkan kita dapat lebih memahami peran sebagai perempuan di dalam ruang publik, domestik dan lingkungan alam.

Penelitian termasuk studi deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisa Semiotika. Dari sejumlah pola semiotika yang ada, penulis menggunakan semiotika milik Roland Barthes. Dalam penelitian semiotika Barthes ini, penulis melakukan analisa data dengan melakukan pembedahan isi iklan Citra versi women empowerment melalui tahapan denotasi dan konotasi terhadap elemen-elemen iklan yang digunakan. Disertai teori pendukung untuk menambah nilai makna tersebut yaitu teori ekofeminisme, budaya dan psikologi warna.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah iklan ini memberikan nilai baru yakni memaknai kecantikan non-fisik berupa pola pikir dan gaya hidup bersahaja yang menghargai keluarga dan alam. Makna ini direpresentasikan dalam tanda-tanda budaya, ruang domestik dan alam yang diperkuat dengan pewarnaan emas dan abu-abu gelap dalam iklan.


(16)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengapa kita selalu beranggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah lembut dan penuh perasaan, sementara kita percaya laki-laki punya sifat sebaliknya, rasional dan lebih mengandalkan kekuatan fisik? Mengapa kita menganggap wajar perempuan harus pandai mengurus rumah sedangkan laki-laki yang bekerja di luar rumah? Sesungguhnya anggapan-anggapan semacam itu semata-mata adalah hasil konstruksi sosial yang sudah mempengaruhi kita begitu lama. Pendapat itu secara tersamar menjelaskan kepada kita bahwa konstruksi adalah sesuatu yang membangun kepercayaan kita berdasarkan klaim-klaim tertentu. Dalam kaitannya dengan sifat-sifat laki-laki dan perempuan, konstruksi tersebut dipercaya dihasilkan oleh sistem masyarakat patriarkal, seperti di Indonesia, yang memberi keuntungan lebih banyak bagi laki-laki.

Istilah konstruksi sosial atas realitas (Social Construction of Reality), menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge” (1996).1 Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif sehingga

1

Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L .Berger & Thomas Luckmann, Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2008, hal 13.


(17)

commit to user

membentuk suatu konstruksi sosial.

Konstruksi sosial amat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial itu sendiri. Karena itu, kesadaran adalah bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial. Karl Marx menyebutnya dengan “kesadaran palsu” yaitu alam pemikiran manusia yang tealienasi dari keberadaan sosial yang sebenarnya dari si pemikir.2 Berdasakan kenyataan sosial, unsur terpenting dalam konstruksi sosial adalah masyarakat, yang di dalamnya terdapat aturan-aturan atau norma, baik itu norma adat, agama, moral dan lain-lain. Lalu semua itu nantinya akan terbentuk dalam sebuah struktur sosial yang besar atau menjadi sebuah institusi dan melembaga. Seperti halnya yang terjadi pada konsep gender dalam masyarakat. Konsep gender yang dianut masyarakat dibentuk oleh nilai dan norma yang dianut masyarakat itu sendiri.

Kita sendiri atau juga masyarakat pada umumnya yang menganggap memiliki nilai dan norma mengenai “kodrat” perempuan dan laki-laki sehingga sejak lahir kedua jenis kelamin ini akan dibesarkan dalam lingkungan dan budaya yang akan membentuk “kodrat” tersebut. Konsep “kodrat” dalam memahami gender menjadi salah kaprah karena menganggap “kodrat” tersebut bersifat pemberian Tuhan (nature) bukan diakibatkan oleh konstruksi sosial (nurture). Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara.3 Hal inilah yang kemudian dikritik oleh faham feminisme.

2

Ibid.

3


(18)

commit to user

Keindahan perempuan menjadi stereotipe perempuan dan membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu, seperti perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak, tampil prima untuk menyenangkan suami, dan pantas diajak ke berbagai acara, cerdas, serta sumber pengetahuan dan moral keluarga. Ringkasnya, perempuan ditampilkan dalam keharusannya untuk menjadi sosok yang mempesona di ruang publik sekaligus terampil di ruang domestik. Dalam berbagai iklan televisi yang ditayangkan, stereotipe perempuan juga tergambarkan secara bebas, dimana ia bisa sebagai penindas ataupun sebagai kaum yang terpinggirkan. Sehingga pada akhirnya tubuh perempuan dipajang sebagai tanda dan imaji untuk mewakili suatu benda, produk atau komoditi yang dimaksudkan untuk dijual secara massal.4

Berbagai mitos yang mendistorsi lewat penggambaran dan citra perempuan yang selama ini hidup dalam budaya pop sudah lama mendapat perhatian para pengkaji gerakan wanita terutama kaum feminis. Pada hakikatnya feminimisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di hadapan kaum laki-laki saja karena mereka juga sadar bahwa laki-laki-laki-laki juga mengalami represi, tapi lebih kepada gerakan transformasi sosial. Perjuangan dalam mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.5

Gerakan feminisme lahir dari asumsi dan kesadaran bahwa perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi serta harus ada upaya mengakhiri hal

4

Ibrahim, Budaya Populers Sebagai Komunikasi : Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer, Jalasutra, Yogjakarta, 2007, halaman 60.

5


(19)

commit to user

tersebut. Feminisme mengkritik stereotipe yang ditampilkan media massa yang akhirnya mendominasi cara berpikir masyarakat mengenai peran perempuan, seperti dikonstruksikan oleh iklan selama ini, yang akhirnya merugikan kaum perempuan itu sendiri.

Dalam banyak hal, iklan merupakan rekonstruksi terhadap dunia realitas sebenarnya. Iklan televisi juga dapat dilihat sebagai bagian dari konstruksi simbol bahasa budaya dalam masyarakat kapitalis ataupun bahasa kelas sosial. Dalam kehidupan sosial mengenai hubungan perempuan dan laki-laki, posisi perempuan selalu ditempatkan sebagai ‘orang belakang’ sebagai pemuas dan pelengkap laki-laki semata. Hal-hal inilah yang terlihat dalam iklan televisi sebagaimana yang disebut rekonstruksi sosial, bahwa iklan hanya merekonstruksi apa yang ada di sekitarnya, apa yang menjadi realitas sosial di masyarakat. Realitas sosial yang ditangkap dan diterjemahkan oleh iklan televisi. Sehingga iklan televisi juga disebut sebagai refleksi dunia nyata yakni refleksi alam sekitarnya.

Salah satu iklan televisi yang merekonstruksi realitas sosial perempuan dalam masyarakat adalah iklan Citra versi “Women Empowerment” atau “Pemberdayaan Wanita”. Iklan televisi tersebut ditayangkan sejak Agustus 2009 di televisi-televisi swasta nasional. Iklan televisi Citra produk hand&body lotion

dengan tema “Women Empowerment” atau “Pemberdayaan Perempuan” sebanyak dua versi.

Citra merupakan merk kosmetik nasional berupa produk perawatan tubuh seperti hand&body lotion, sabun mandi, body scrub, krim wajah, dan pembersih wajah. Untuk menunjang penjualannya Citra mengeluarkan iklan untuk semua


(20)

commit to user

produknya tersebut namun yang paling menonjol adalah produk hand&body

lotion karena produk ini merupakan cikal bakal dan produk utama dari merk Citra.

Bahkan merk Citra sendiri identik dengan hand&body lotion. Tidak mengherankan bila akhirnya tema feminisme dipilih untuk digunakan sebagai konsep dalam iklan produk hand&body lotion, bukan produk lainnya. Dengan begitu sebarannya akan lebih luas dan diharapkan tema iklan ini akan meninggalkan kesan yang kuat di benak audiens.

Iklan hand&body lotion Citra versi “Women Empowerment” ini masing-masing versi memiliki durasi satu menit lima detik (1:05). Kedua versi ini memiliki perbedaan pada pewarnaan (graading) dan urutan scene. Keduanya memiliki beberapa adegan yang sama dengan urutan yang berbeda tapi ada pula sebaliknya. Ada beberapa adegan yang ditampilkan di versi 1 (satu), tapi tidak ditampilkan di versi 2 (dua). Sedangkan persamaan keduanya adalah menggunakan musik dan copy dengan urutan yang sama.

Versi pertama iklan ini memakai pewarnaan klasik dengan menggunakan dominasi warna kuning cokelat keemasan yang memunculkan kesan agung. Scene pertama yang muncul adalah seorang perempuan dengan kesendiriannya diantara tebaran batik yang kemudian beralih dengan beberapa wanita bersepeda di alam bebas, lalu berpindah ke dapur, menonton wayang orang, beberapa wanita membawa sesajen, mengerjakan kerajinan kerajinan anyaman dan tenun, kembali lagi ke alam bebas, berinteraksi dengan perempuan lain dan diakhiri dengan kesendirian.


(21)

commit to user

Versi kedua iklan ini masih menggunakan scene yang sama tapi dengan urutan berbeda dan pewarnaan cenderung abu-abu silver. Urutan situasi yang digunakan pertama adalah alam bebas kemudian barulah muncul sosok wanita dan berturut-turut scene wanita tersebut menikmati batik, melihat kesenian wayang orang, kembali ke alam bebas, mengerjakan kerajinan anyaman dan tenun, berada di keramaian pasar kemudian pulang dan bekerja di dapur tradisional, membawa sesajen, lalu berinteraksi dengan perempuan lain dan diakhiri dengan kesendirian sosok perempuan itu sendiri.

Eksekusi iklannya yang sarat akan tampilan kebudayaan dan aktivitas perempuan tersebut memperlihatkan kekuatan perempuan Indonesia dalam kehidupan yang selaras dengan semangat feminisme, khususnya ekofeminisme. Pesan ekofeminisme tersebut tampak pada penggunaan setting iklan yang memiliki konektivitas kuat antara kehidupan perempuan dengan kebudayaan bangsa dan lingkungan alam.

Ekofeminisme merupakan aliran feminisme kultural melalui pendekatan paradigma struktural-fungsional yang memberikan tempat terhadap adanya saling ketergantungan antara individu dalam sebuah sistem.6 Aliran ini memandang ada hubungan erat antara opresi terhadap perempuan dan opresi terhadap alam. Dalam ekofeminisme eksistensi sifat feminin seperti rasa cinta, pengasuhan dan pemeliharaan dari perempuan diakui dan dijunjung tinggi. Sehingga tanpa hadirnya nilai-nilai tersebut keseimbangan lingkungan akan terganggu.

Kehadiran ideologi ekofeminisme dalam iklan televisi, yang notabene

6

Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, Penerbit Mizan, Bandung,1999, hal 177.


(22)

commit to user

merupakan produk budaya popular, dapat dijelaskan dalam perspektif cultural

studies. Cultural studies dipopulerkan oleh Stuart Hall yang memfokuskan pada

keterkaitan efek komunikasi dengan nilai sosial budaya dalam masyarakat,yang salah satunya nilai-nilai feminisme. Cultural Studies mencoba untuk membangkitkan kesadaran kita akan peran media massa dalam memelihara status quo oleh kelas dominan.

Media massa, khususnya sebaga pihak komunikator massanya lazim melakukan berbagai tindakan dalam konstruksi realitas di mana hasil akhirnya berpengaruh kuat terhadap pembentukan makna atau citra tentang suatu realitas.7 Peran media sangat penting karena menampilkan sebuah cara dalam memandang realita. Salah satu tindakan itu adalah dalam hal pilihan leksikal atau simbol (bahasa) dalam mengemas pesan. Dengan cara tersebut, iklan televisi telah menjadi satu bagian kebudayaan populer yang memproduksi dan merepresentasikan nilai, keyakinan, dan bahkan ideologi. Menariknya, iklan televisi kemudian tidak luput dari perannya sebagai arena komodifikasi, dimana pesan iklan bukan lagi sekadar menawarkan barang dan jasa, melainkan juga menjadi semacam alat untuk menanamkan makna simbolik.

Makna simbolis sendiri dalam iklan dapat dikaji melalui ilmu semiotika yang mengkhususkan dalam memaknai simbol dan tanda. Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja dalam merangkum makna simbolik dan menanamkannya. Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda, (2) acuan tanda, dan (3)

7

Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 92.


(23)

commit to user

pengguna tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda.

Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, maka kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Sistem tanda dalam iklan terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Bahwa sebuah analisis semiotika akan mampu menggali hal-hal yang sifatnya tidak terlihat secara eksplisit dari penggunaan bahasa seperti halnya tentang seperangkat nilai atau bahkan ideologi yang tersembunyi di balik penggunaan bahasa. Pada tingkat ini, semiotika seringkali ditunjuk sebagai model awal dari analisis yang mampu menampilkan bekerjanya ideologi dalam teks.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka pokok permasalahan yang ingin diteliti oleh peneliti yaitu :

1. Tanda-tanda apa saja yang terdapat dalam iklan televisi Citra “Women Empowerment” versi satu dan versi dua yang mempresentasikan ekofeminisme?

2. Bagaimana ideologi ekofeminisme dikemas dalam iklan televisi Citra “Women Empowerment” versi satu dan versi dua?


(24)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi ideologi ekofeminisme dikemas dalam iklan televisi Citra versi “Women Empowerment”

D. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui konstruksi ideologi feminisme dalam iklan televisi Citra versi “Women Empowerment”, maka hasil dari penelitian ini akan dapat bermanfaat, diantaranya:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kajian ilmu komunikasi khususnya di bidang kajian semiotika. Selain itu juga diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai feminisme, khususnya ekofeminisme, yang ditampilkan dalam media massa khususnya iklan. Penelitian ini juga bermanfaat untuk melihat tanda-tanda yang digunakan iklan televisi Citra versi “Women Empowerment” dalam mengkritik stereotipe perempuan Indonesia yang ditampilkan dalam media selama ini.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pesan yang ingin disampaikan oleh iklan televisi Citra versi “Women Empowerment” pada audiens. Penelitian ini juga bermanfaat untuk menggali lebih dalam ide-ide yang digunakan iklan televisi Citra versi “Women


(25)

commit to user

Empowerment” dalam menampilkan ideologi feminisme. Dengan begitu audiens akan lebih memahami bagaimana sebuah tanda bekerja dalam iklan televisi.

E. Landasan Teori

1. Iklan televisi dan Analisis Semiotik

Dalam konteks ”pembacaan” iklan televisi, mempertalikan iklan dan semiotika menjadi hal yang menarik. Sebagian tayangan iklan seringkali bukan menawarkan produk semata tetapi juga melekatkan sistem keyakinan dan nilai tertentu. Maka, diperlukanlah semiologi atau semiotika untuk membedah makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga, iklan dalam konteks semiotika dapat diamati sebagai suatu upaya menyampaikan pesan dengan menggunakan seperangkat tanda dalam suatu sistem.

Semiotika bertujuan untuk menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative)dan arti penunjukan (denotative) atau kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda.8

8


(26)

commit to user

Berkenaan dengan studi semiotik, pada dasarnya pusat perhatiannya adalah pada tanda (sign). Menurut John Fiske terdapat tiga area penting dalam studi semiotik yakni : 9

a. Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang menggunakannya. b. Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun. Meliputi

bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan.

c. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi.

Berdasarkan pandangan semiotik, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat dipandang sebagai tanda-tanda. Salah satu pakar semitoik adalah Roland Barthes yang menekankan perhatian dalam tanda (sign) yang bermakna sangat luas, dapat berupa bahasa verbal maupun non verbal. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikansi dua tahap seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

9

Fiske, 1990, hal 40 dalam Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 126-127.


(27)

commit to user

Gambar : Signifikansi Dua Tahap Barthes

Sumber : John Fiske, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif, 1990, hlm.88

Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan

signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes

menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Lalu saat tanda bertemu dengan emosi audiens serta nilai-nilai kebudayaan disebut konotasi pada signifikansi tahap kedua. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah obyek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.

Bagi Barthes, mitos bermain pada wilayah pertandaan tingkat kedua atau pada tingkat konotasi bahasa. Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu hal yang ia nyatakan sebagai mitos, dan mitos ini mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu. Sehingga konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos a dalah muatannya.

denotation

connotation signifier

signified

myth

reality signs culture

first order second order

content form


(28)

commit to user 1.1 Tanda

Tanda berada dalam kehidupan manusia karena ia merupakan representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria. Bahkan Pierce menegaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana tanda.10

Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara signifier (penanda) dan signified

(petanda). Signifier adalah bunyi yang bermakna atau aspek material, yakni apa yang dikatakan, ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa. Hubungan keduanya ini bersifat arbitrer (manasuka) dan hanya berdasarkan kesepakatan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Hubungan ini dibagi tiga, yaitu :

a. Ikon, adalah tanda yang memunculkan kembali obyeknya. b. Indeks, adalah hubungan langsung antara tanda dan

obyeknya.

c. Simbol, adalah tanda yang diakui keberadaannya berdasarkan hukum konvensi.

1.2 Kode

Studi tentang kode seringkali memberikan penekanan pada dimensi sosial komunikasi, karena sesungguhnya kode merupakan sistem pengorganisasian tanda. Sistem-sistem tersebut dijalankan oleh

10

Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 124.


(29)

commit to user

aturan-aturan yang disepakati oleh semua anggota komunitas yang menggunakan kode tersebut.11

Sebuah kode memiliki arti yang semakin penting dalam komunikasi non verbal yang sarat akan makna tersirat. Kode-kode presentasional seperti gerak mata, gestur atau sifat suara berlangsung dalam komunikasi non verbal. Fungsi kode tersebut untuk menyampaikan proses indeksikal dan manajemen interaksi. Lalu ada fungsi ketiga yaitu kognitif yang tampil dalam pesan representasional. Ini merupakan fungsi menyampaikan informasi atau gagasan tentang sesuatu yang tak ada yang melibatkan penciptaan pesan.

1.3 Makna

Makna bukanlah konsep yang mutlak dan statis, dia merupakan proses aktif yang merupakan hasil interaksi dinamis dari antara tanda, intpretan dan objek.12 Analisa semiotika Roland Barthes menekankan pada makna yaitu denotasi dan konotasi. Makna denotasi adalah makna yang sebenarnya sesuai dengan yang tampak dalam visualisasi maupun verbal sedangkan konotasi merupakan makna tersembunyi atau yang tersirat. Atau dapat pula dikatakan, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah obyek sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.

11

Fiske,Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Jalasutra, Yogjakarta,1990, hal 91.

12


(30)

commit to user

Gorys Keraf membedakan jenis makna ke dalam denotatif dan

konotatif. 13 Kata yang tidak mengandung perasaan-perasaaan

tambahan disebut denotatif sedangkan konotatif adalah kata yang mengandung arti tambahan disamping makna dasar yang umum. 1.4 Mitos

Barthes menggunakan mitos untuk menjelaskan mengenai makna. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek.14 Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan pemaknaan tatanan kedua dari pertanda.

Barthes juga menyebutkan fenomena tentang “mitos”. Pengertian mitos di sini tidaklah menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari melainkan sebuah cara pemaknaan. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam.15 Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos, satu mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena digantikan oleh berbagai mitos lain. Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain. Mitos oleh karenanya menjadi penanda untuk memainkan pesan-pesan tertentu yang boleh jadi berbeda sama sekali dengan makna asalnya.

13

Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 26.

14

Ibid, hal 128.

15


(31)

commit to user

Produksi mitos dalam teks membantu pembaca untuk menggambarkan situasi sosial budaya, mungkin juga politik yang ada disekelilingnya. Metode analisis iklan secara khusus telah dikembangkan oleh berbagai ahlinya, misal Gillian Dyer, Torben Vestergaard, dan Judith Williamson. Dari pandangan ahli-ahli semiotika periklanan tersebut di atas, dapat dilihat bahwa ada dimensi-dimensi khusus pada sebuah iklan yang membedakan iklan secara semiotis dari objek-objek desain lainnya, yaitu bahwa sebuah iklan selalu berisikan unsur-unsur tanda berupa objek (object) yang diiklankan, konteks (context) berupa lingkungan, orang atau makhluk lainnya yang memberikan makna pada objek, serta tulisan (text) yang memperkuat makna (anchoring) meskipun yang terakhir ini tidak selalu hadir dalam sebuah iklan.

Objek Konteks Teks

Entitas Visual/Tulisan Visual/Tulisan Tulisan Fungsi Elemen tanda

merepresentasikan objek/produk yang diiklankan

Elemen tanda yang memberikan (atau diberikan) konteks dan makna pada objek yang diiklankan

Tanda linguistik

yang berfungsi

memperjelas dan menambatkan makna (anchoring)

Elemen Signifier/signified Signifier/signified Signified Tanda Tanda semiotik Tanda semiotik Tanda linguistik (Sumber : Yasraf Amir Piliang, ‘Hipersemiotika : Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna’)


(32)

commit to user 2. Konstruksi Ideologi dalam iklan televisi

Pokok perhatian dalam studi mengenai teks atau isi media dan merupakan tingkatan yang paling menyeluruh adalah ideologi. Media mempunyai peranan penting dalam menyebarkan ideologi.16 Analisis ideologi membawa kita ke tingkat bagaimana kesadaran dipahami dan dijelaskan yang dalam pandangan ini kesadaran kita ditentukan oleh tempat dimana kita lahir, bukan semata-mata bawaan alami. Pengalaman sosial kita diproduksi oleh masyarakat. Teori-teori ideologi menekankan bahwa semua komunikasi dan semua makna memiliki dimensi sosio-politiknya, dan bahwa komunikasi dan makna itu tidak bisa dipahami diluar konteks sosialnya.17

Menurut Hall 18, ideologi mengacu pada segala gambaran, konsep dan gagasan yang menjadi dasar pijakan yang kita gunakan untuk menyajikan, mengintepretasikan, mengerti dan menerima aspek-aspek keberadaan masyarakat. Lebih jauhnya ideologi mencakup bahasa, konsep dan kategorisasi yang berasal dari kelompok sosial yang berbeda dalam upaya untuk memahami lingkungannya. Karenanya beberapa ideologi menjadi lebih artikulatif dibanding ideologi lainnya, maka kemudian ideologi memiliki tingkat dukungan yang berbeda-beda dalam masyarakat sehingga ada yang dikenal sebagai ideologi dominan. Oleh karenya instrumen yang dianggap paling ampuh untuk ideologi dominan adalah media massa.

16

Ibid, hal 139.

17

Fiske, Op.Cit, hal 244.

18

Hall, 1981 dalam Morissan, Teori Komunikasi Massa, Media, Budaya dan Masyaraka, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2010 hal 165.


(33)

commit to user

Iklan televisi telah menjadi satu bagian media massa yaitu sebuah bentuk budaya populer yang memproduksi dan merepresentasikan nilai, keyakinan, dan bahkan ideologi. Iklan televisi kemudian juga tidak luput dari perannya sebagai arena komodifikasi, dimana pesan iklan bukan lagi sekadar menawarkan barang dan jasa, melainkan juga menjadi semacam alat untuk menanamkan makna simbolik. Sebagai bagian dari komunikasi massa, kehadiran iklan di ranah televisi secara sederhana dapat ditengarai sebagai “interaksi sosial melalui pesan”.

Ada beberapa definisi ideologi yang berbeda sesuai dengan penggunaanya pada setiap konteks. Raymond William menemukan tiga penggunaan utamanya yaitu :19

a. suatu sistem keyakinan yang menandai kelompok atau kelas tertentu.

b. suatu sistem keyakinan ilusioner – gagasan atau kesadaran palsu- yang bisa dikontraskan dengan pengetahuan sejati atau ilmiah. c. proses umum produksi makna dan gagasan.

Dalam konteks iklan televisi maka nomor tiga yang digunakan, ideologi disini merupakan istilah yang digunakan untuk melukiskan produksi sosial atas makna. Dalam penggunaannya yang seperti ini, ideologi merupakan sumber pemaknaan tatanan kedua. Seperti kata Van Zoest, ideologi bisa ditemukan dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi

19

Fiske,Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Jalasutra, Yogjakarta,1990, hal 228.


(34)

commit to user

yang terdapat di dalamnya.20 Ideologi adalah sesuatu yang abstrak. Jadi ideologi harus dapat diceritakan dan cerita itulah mitos.21 Sehingga untuk masuk ke dalam titik tolak berpikir ideologis adalah dengan mempelajari mitos.

Dalam kebudayaan kontemporer yang dipenuhi oleh aneka citraan media maa setiap penggunaan teks, penanganan bahasa, perilaku semiosis alias penggunaan tanda umumnya timbul berkat suatu ideologi yang secara sadar atau tidak sadar dikenal oleh pemakai tanda. Maka proses ”pembacaan” iklan televisi tidak ubahnya dengan upaya untuk membongkar praktik ideologis yang bekerja secara manipulatif di dalam sebuah situasi sosial tertentu.

3. Ekofeminisme

Ekofeminisme merupakan aliran feminism kultural yang ingin melestarikan nature feminin secara halus dan damai. Ekofeminisme mengkritik ajaran feminis yang menyuruh wanita melepaskan nature

feminimnya untuk merebut dunia maskulin, seperti dengan bekerja total di luar rumah dan mengorbankan keutuhan keluarga bahkan menolak institusi keluarga.

Teori ekofeminisme adalah teori yang melihat individu secara lebih komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi dengan

20

Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 129.

21


(35)

commit to user

lingkungannya.22 Salah satunya dengan alam atau lingkungan hidup, ekofeminisme juga memandang manusia sebagai kesatuan alam semesta. Ekofeminisme lahir didasari kondisi di mana bumi yang digambarkan sebagai ibu telah dieksploitasi, dijarah, dan dirusak sistem kapitalisme yang berkuasa dengan melanggengkan budaya patriarki dan feodalisme yang maskulin. Perempuan menjadi termarjinalkan karena dijauhkan dari alam, aksesnya terhadap lingkungan diputus dengan alasan kapitalisasi.

"basic understanding of ecofeminism as a perspective which starts from the fundamental necessities of life; we call this the subsistence perspective. Our opinion is that women are nearer to this perspective than men-Women in the South working and living, fighting for their immediate survival are nearer to it than urban middleclass women and men in the North. Yet all women and all men have a body which is directly affected by

the destructions of the industrial system" 23

Dalam perkembangannya ekofeminisme tampil dalam wajah yang beragam salah satunya melalui pemikiran Vandana Shiva, tokoh dari India. Mengawali dengan gerakan memeluk pohon untuk mencegah penebangan hutan Shiva memberi nuansa baru dalam khazanah pemikiran ekofeminisme, istilah yang pertama kali diperkenalkan Francoise

D'Eaubonne, dengan cara melakukan perkawinan antara ide feminisme dan

ekologi yang dilandasi kearifan budaya lokal (India khususnya dan budaya dunia ketiga secara umum). Hasilnya adalah wacana alternatif bagi

mainstream pemikiran feminisme sekaligus ekologi.

Ekofeminisme Vandana Shiva adalah keseluruhan cara pandang dunia

22

Ibid.

23


(36)

commit to user

yang lebih dari sekadar menggabungkan penyelamatan lingkungan dengan perjuangan hak-hak perempuan, melainkan juga meliputi seluruh kompleks persoalan yang dihadapi manusia dari kemiskinan, kelaparan, penolakan privatisasi air, penghapusan utang, perdamaian dunia, antirekayasa genetika dan plasma nuftah, dan finalnya adalah menolak pasar bebas.

Ekofeminisme juga ingin menjelaskan bagaimana ketidakadilan yang ada dalam komunitas manusia direfleksikan dalam hubungan yang destruktif antara kemanusiaan dan dunia alamiah yang bukan manusia (

non-human natural world). Lebih lanjut, konsep ini menaruh perhatian pada

kerusakan ekologis yang disebabkan oleh sistem sosial-ekonomi dan militer kontemporer serta menganalisa beban, biaya, tanggung jawab dan peran yang harus dijalankan perempuan akibat kerusakan ekologis.24

Ada dua bagian utama yang penting dari ekofeminisme. Pertama, mendobrak cara pandang menindas yang berlaku umum dalam era modern yang didukung oleh sistem politik dan sistem ekonomi liberal. Kedua, ekofeminisme sebagai suatu gerakan aksi nyata untuk mendobrak setiap institusi dan sistem sosial, politik dan ekonomi yang menindas pihak lain, khususnya perempuan dan alam.

Konsep ini tampak dalam kualitas feminin yang digaungkan oleh ekofeminisme yaitu cinta, pengasuhan dan pemeliharaan. Lebih jauhnya wanita dengan kualitas femininnya dapat mengubah dunia melalui perannya sebagai ibu dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Bukan nilai-nilai

24


(37)

commit to user

keberhasilan yang diukur dengan standar maskulin berupa uang, status dan kekuasaan semata. Berbeda dengan aliran feminis lainnya yang memandang kesuksesan di dunia publik adalah ukuran utama maka dalam ekofeminisme keberadaan wanita di ruang domestik, seperti mengasuh anak dan mengurus keluarga, dipandang sebagai wujud kerja produktif. Kedekatan wanita dengan alam ini akan menumbuhkan kesadaran, rasa kepedulian, sensitivitas dan cinta lingkungan. Berbeda dengan feminisme yang berorientasi vertikal, ekofeminisme berorientasi sirkular atau melingkar seperti mau berkorban untuk orang lain dan mengesampingkan pencapaian dunia maskulin.

Dalam ekofeminisme masalah ekologi tidak semata mengenai sumber daya alam dan lingkungan namun juga menyangkut rumah tangga seperti keberadaan limbah rumah tangga dan ancaman bahan kimia terhadap tubuh anggota keluarga. Bahan kimia beracun dan limbah berbahaya dipandang mengancam reproduksi biologis spesies manusia, dan ekofeminis melihat ancaman ini sebagai serangan atas tubuh perempuan dan pada anak-anak mereka dan bertindak menghentikannya.

4. Teori norma budaya

Menurut teori ini komunikasi massa memiliki efek yang tidak langsung atas perilaku melalui kemampuannya dalam membentuk norma-norma baru. Norma-norma-norma ini berpengaruh terhadap pola sikap untuk pada akhirnya akan mempengaruhi pola-pola perilakunya. Media massa melalui penyajiannya yang selektif dan menekankan pada tema-tema tertentu


(38)

commit to user

mampu menciptakan kesan yang mendalam pada khalayaknya, ketika norma-norma budaya yang mengenai topik-topik yang ditekankan itu disusun dan diidentifikasikan dengan cara-cara tertentu. Karena perilaku individu biasanya terbina melalui norma-norma budaya dengan cara memperhatikan topik atau situasi yang diberikan, maka media massa akan bertindak secara tidak langsung dalam mempengaruhi perilaku.

Media massa menyampaikan informasi dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya. Pesan media itu sendiri mampu mengubah norma-norma budaya yang telah ada/berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini ada tiga indikator peran media terhadap budaya, yakni:

a. Memperkuat norma b. Mengubah norma

c. Menciptakan norma baru

Variabel sosial budaya telah lama diakui para ahli komunikasi sebagai salah satu faktor yang penting dalam menentukan bagaimana sikap masyarakat dalam mengadopsi ide baru. Pengadopsian tersebut tergantung pada perilaku individu dan proses tersebut dapat diihat pada model psikodinamik di bawah ini :


(39)

commit to user

Gambar model psikodinamik

Sumber : Eduard Depari, Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1978, Hal 9

F. Definisi Konseptual 1. Iklan televisi.

Iklan dikategorikan dalam dua jenis yaitu above the line dan below the line. Yang termasuk dalam above the line adalah iklan yang identik dengan budget besar seperti iklan media massa dan elektronik termasuk iklan televisi. Berbeda dengan jenis iklan lainnya, iklan televisi mengandalkan audio dan visual sekaligus sehingga lebih memikat dan efektif dalam menyampaikan pesan.

Secara garis besar iklan memiliki dua kategori yang dikenal masyarakat yaitu iklan komersial dan iklan layanan masyarakat, namun kini kategori tersebut berkembang mengikuti kreativitas pengiklan maupun meningkatnya daya beli konsumen.

Iklan televisi memiliki beberapa sifat dan kecenderungan yaitu mendekati logika pembohong, namun jarang dapat dibantah karena umumnya masuk akal. Jadi “kebohongan” itu bukan dimaksudkan untuk

Pesan-pesan persuasif

Alternatif proses

psikologis yang laten

Perubahan yang terjadi dalam wujud tindakan


(40)

commit to user

mengecoh atau mendustai namun semata-mata sebagai pelajaran semiotika sehingga iklan tidak mudah menghindari persoalan itu dan juga tidak semata-mata harus disalahkan. Selain itu iklan televisi berpijak sekaligus tidak berpijak pada time and space sehingga iklan menembus dimensi waktu dan tempat seperti menarik satu garis lurus diantara beberapa dimensi waktu dan tempat. Selain itu ada tiga kecenderungan dalam tayangan iklan televisi yaitu iklan yang berkesan menakjubkan berdasarkan segmen iklan, berkesan sensualitas, dan memberi kesan tertentu yang bersifat umum.25

2. Semiotika

Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ‘tanda’. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.26

Pusat perhatian semiotika pada kajian komunikasi massa adalah menggali apa yang tersembunyi di balik praktik pertandaan. Saussure mendefinisikan semiotika sebagai “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Oleh Saussure, semiotika kemudian dielaborasi sebagai hubungan tripartit yakni tanda (sign) yang merupakan gabungan dari penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda mewakili elemen bentuk atau isi, sementara petanda mewakili elemen konsep atau

25

Ibid, hal 116.

26

Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal 87.


(41)

commit to user

makna. Keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagaimana layaknya dua bidang pada sekeping mata uang. Kesatuan antara penanda dan petanda itulah yang disebut sebagai tanda. Pengaturan makna atas sebuah tanda dimungkinkan oleh adanya konvensi sosial di kalangan komunitas bahasa.

‘Tanda’ dan ‘hubungan’ kemudian menjadi kata-kata kunci dalam analisis semiotika. Bahasa dilucuti strukturnya dan dianalisis dengan cara mempertalikan penggunaannya beserta latar belakang penggunaaan bahasa itu. Usaha-usaha menggali makna teks harus dihubungkan dengan aspek-aspek lain di luar bahasa itu sendiri atau sering juga disebut sebagai konteks. Teks dan konteks menjadi dua konsep yang tak terpisahkan, keduanya terjalin menjadi satu membentuk makna. Konteks menjadi penting dalam interpretasi, yang keberadaannya dapat dipilah menjadi dua, yakni intratekstualitas dan intertekstualitas. Intratekstualitas menunjuk pada tanda-tanda lain dalam teks, sehingga produksi makna bergantung pada bagaimana hubungan antartanda dalam sebuah teks. Sementara intertekstualitas menunjuk pada hubungan antarteks alias teks yang satu dengan ”teks” yang lain. Makna seringkali tidak dapat dipahami kecuali dengan menjalin pemahaman antarteks, antara teks tertulis dengan jenis teks lain yang tidak mesti tertulis (konteks).


(42)

commit to user 3. Konstruksi

Istilah konstruksi sosial atas realitas (Social Construction of Reality), menjadi populer sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge” (1996). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.

Konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau yang ada disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu, berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang oleh Piaget disebut dengan skema atau skemata. Konstruktivisme macam ini yang oleh Berger dan Luckman disebut dengan konstruksi sosial.

Kajian konstruksi sosial media massa, khususnya studi makna realitas sosial iklan televisi dalam masyarakat kapitalis, dimulai dengan melihat konstruksi sosial sebagai realitas sosial dalam ruang kehidupan sosial baik dalam level makro maupun mikro. Iklan televisi juga dapat dilihat sebagai bagian dari konstruksi simbol bahasa budaya dalam masyarakat kapitalis ataupun bahasa kelas sosial.


(43)

commit to user 4. Ideologi Ekofeminisme

Menurut Struat Hall 27, ideologi mengacu pada segala gambaran, konsep dan gagasan yang menjadi dasar pijakan yang kita gunakan untuk menyajikan,mengintepretasikan, mengerti dan menerima aspek-aspek keberadaan masyarakat. Lebih jauhnya ideologi mencakup bahasa, konsep dan kategorisasi yang berasal dari kelompok sosial yang berbeda dalam upaya untuk memahami lingkungannya

Dari situlah dapat digunakan untuk memahami dan memaknai feminisme sebagai sebuah bentuk ideologi. Feminisme merupakan sebuah konsep gagasan suatu kelompok yang disebut feminis dalam menawarkan dan menanamkan konsep tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan pada kelompok lain. Begitupun dengan ekofeminisme sebagai salah satu aliran feminis yang mulai diperkenalkan di kalangan perempuan dunia ketiga yang termarjinalkan oleh kapitalisme.

Dalam mengambil posisinya dalam masyarakat para ekofeminist memperkenalkan gaya hidup yang dekat dengan alam. Mulai dari gaya hidup kelas atas yang go green hingga pelestarian lingkungan dan gerakan kembali ke rumah di kelas menengah. Ekofeminisme berpendapat bahwa perempuan lebih dekat dengan alam daripada pria karena fisiologi dan peran sosial mereka. Sehingga anugerah sifat feminine tersebut perlu untuk dipertahankan. Perempuan melahirkan kehidupan dari tubuh mereka, mengasuh anak dan merawat rumah sehingga itu memelihara perempuan

27

Hall, 1981 dalam Morissan, Teori Komunikasi Massa, Media, Budaya dan Masyaraka, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2010 hal 165.


(44)

commit to user

selalu dekat dengan perapian. Hal tersebut dikarenakan ekofeminisme berangkat dari pemikiran deep ecology yaitu sebuah proses kesadaran untuk melihat kedirian manusia sebagai yang menyatu dengan alam.28 Sehingga ekofeminisme akhirnya menganut sikap feminine berupa penyelamatan lingkungan, perawatan domestik dan pengasuhan keluarga adalah sikap yang feminin.

Namun ekofeminisme tetap memiliki konsep dasar feminisme yakni tetap menginginkan hilangnya suatu struktur hierarkis dalam kehidupan masyarakat, dan digantikan dengan sistem matriarkat (horizontal) namun dengan mengembangkan kualitas feminin tersebut.

5. Pemberdayaan Wanita

Membicarakan gender maka akan menyentuh feminisme dan secara tidak langsung menyinggung tentang kesetaraan gender yang menjadi sorotan penting di era pembangunan. Dari situlah konsep pemberdayaan wanita masuk. Pada prinsipnya untuk membangun kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan pertama kali diperlukan pemberdayaan. Nursahbani Katjasungkana mengemukakan ada empat indikator pemberdayaan yakni :29

a. Akses, dalam arti adanya kesamaan hak mengakses sumber daya. b. Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendaya gunakan sumber daya.

28

Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender,Penerbit Mizan, Bandung, 1999, hal 189

29

Nugroho, Gender dan Strategi : Pengarus-Utamaannya di Indonesia, Pustaka Pelajar,Yogjakarta, 2008, hal.xxi


(45)

commit to user

c. Kontrol, yakni laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengontrol sumber daya.

d. Manfaat, yaitu bahwa laki-laki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil pemanfaatan sumber daya secara setara.

Pemberdayaan wanita merupakan proses transformasi yang lebih aplikatif untuk menangkap berbagai perubahan alokasi sumber-sumber ekonomi, distribusi manfaat, dan akumulasi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan rumah tangga. Pemberdayaan wanita di segala bidang, sejalan dengan upaya mendukung strategi pengarusutamaan gender (gender

mainstreaming) dalam pembangunan. Diperlukan pemberdayaan

(empowerment) wanita sebagai upaya untuk peningkatan dan

pengaktualisasian potensi diri mereka agar lebih mampu mandiri dan berkarya, mengentaskan mereka dari keterbatasan pendidikan dan ketrampilan, dan ketertindasan akibat perlakuan yang diskriminatif dari berbagai pihak dan lingkungan sosial budaya.

Terkait dengan pemberdayaan wanita, peran dan potensi mereka sangat dibutuhkan, dan strategis kedudukannya serta mulia nilainya dalam mengatur dan mengurus sumberdaya keluarga, terutama anak-anak, dan sumberdaya material rumah tangga lainnya. Anak-anak merupakan faktor utama sumberdaya manusia, sebagai calon generasi penerus. Self-reliance

wanita, sebagai ibu rumah tangga, tercermin pada usaha memaksimalisasi kemampuan mereka mempersiapkan anak-anak untuk mampu memperoleh pekerjaan yang lebih baik dari orangtuanya kelak, melalui pembekalan


(46)

commit to user

pendidikan dan ketrampilannya, di samping pembinaan ahlak dan martabat mereka.

G. Definisi Operasional 1. Talent / Model

Yaitu mengacu pada fisik model yang membintangi iklan. Fisik ini terkait dengan warna kulit, bentuk wajah, tinggi tubuh, perawakan dan warna rambut. Kemudian tampilan fisik ini diperkuat dengan gaya rambut dan gaya berpakaian.

2. Copy

Yaitu teks atau tulisan yang tampil dalam iklan. 3. Setting

Yaitu seluruh latar dengan segala propertinya. Disini setting mengacu pada tempat atau lokasi yang dijadikan sebagai tempat berlangsungnya adegan di dalam iklan.

4. Properti

Yaitu peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk membangun suasana di dalam iklan. Baik yang termasuk dalam setting maupun yang digunakan oleh model.


(47)

commit to user

5. Teknik pengambilan kamera / angle kamera

Yaitu teknik kamera dalam mengambil gambar yang kemudian dirangkai menjadi satu kesatuan yang disebut dengan scene. Pengambilan gambar ini memiliki jenis-jenis sebagai berikut :

Jenis shot Visualisasi

Close-up Memperlihatkan objek kecil seperti

wajah, tangan atau kaki saja.

Medium close-up Tubuh manusia terlihat dari dada ke atas.

Medium shot Tubuh manusia terlihat dari pinggang ke

atas dan dominan dalam frame.

Long shot Tubuh manusia terlihat jelas namun latar

belakang dominan dalam frame.

Extreme long shot Tubuh manusia nyaris tidak tampak karena menonjolkan panorama.

Tabel II : Jenis-jenis Shot

Sumber : Pratista, Memahami Film, Homerian Pustaka, Yogyakarta. 2008, hal 105

6. Warna

Dalam iklan, warna yang dimaksud disini adalah graading. Istilah ini digunakan untuk menyebut teknik pewarnaan yang digunakan dalam iklan sehingga sebuah iklan memiliki dominasi warna tertentu. Dalam proses semiosisnya warna memiliki definisi yang asosiatif dan arbiter (mana suka), selain itu juga mengacu pada kebudayaan yang dimiliki. Namun dapat diambil garis besar pemaknaan warna-warna yang ada, yaitu:


(48)

commit to user

Warna Makna

Coklat Bumi, kekayaan, kemakmuran,

berharga, tradisional, alamiah, stabilitas, daya tahan, keanggunan.

Kuning Segar, Cepat, Jujur, Adil, Tajam,

Cerdas, Optimis, Harapan, Filosofi.

Emas Keagungan, kemewahan

Abu-abu Kesederhanaan, netral,

Hitam Kesucian, kejujuran, Ketakutan,

kekuatan, Kematian, Misteri, Kesedihan, Keanggunan, dan Independen.

Tabel III : Psikologi warna Sumber : desaininspirasi.wordpress.com

7. Nilai-nilai Ekofeminisme

Untuk proses menganalisis iklan akan digunakan teori ekofeminisme untuk mengkategorisasikan shot-shot yang akan diteliti. Dari teori yang ada akan diambil garis besarnya yang mempresentasikan ideologi ekofeminisme dengan cara mengkategorisasikan poin-poin utamanya. Poin-poin tersebut yaitu :


(49)

commit to user

Kategori Poin-poin

Hubungan wanita dan lingkungan alam

Nilai-nilai yang merepresentasikan

kesadaran, rasa kepedulian,

sensitivitas dan cinta lingkungan serta akses wanita terhadap sumber daya.

Kualitas feminin Nilai-nilai cinta, pengasuhan dan

pemeliharaan dari seorang wanita.

Ruang domestik (domestic sphere) Bentuk produktivitas wanita di ruang domestik seperti mengasuh anak dan mengurus keluarga.

Perlindungan anggota keluarga dari bahaya bahan kimia dan limbah rumah tangga.

Tabel IV : Kategorisasi poin-poin Ekofeminisme

H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat intrepetatif kualitatif. Artinya dalam penelitian ini tidak menggunakan data bilangan angka melainkan data yang bersifat kategoris substantif, yang diintrepetasikan dengan rujukan, acuan dan referensi ilmiah.


(50)

commit to user 2. Metode Penelitian

Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu fenomena atau kenyataan sosial yaitu misalnya nilai-nilai feminisme wanita Indonesia dalam iklan televisi Citra versi “Women Empowerment”.

Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotic sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ‘tanda’. Menurut Eco, kajian semiotika dibedakan dalam dua kategori yakni semiotika

komunikasidan semiotika signifikasi. 30

Semiotika komunikasi menekankan pada teori produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim; penerima; kode; pesan; saluran komunikasi dan acuan atau hal yang dibicarakan. Sedangkan semiotika signifikan menekankan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu dan tidak mempersoalkan tujuan komunikasinya.

Penelitian ini menggunakan kajian semiotika signifikasi karena penelitian ini hanya meneliti tentang makna-makna yang terkandung dalam iklan dan tidak mengkaji pada tujuan pengkomunikasiannya pada konsumen. Maka pisau analisis Roland Barthes yang penulis pilih untuk menganalisis makna iklan melalui pemaknaan dua tingkat yakni detonasi dan konotasi hingga terbentuknya mitos.

30

Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, halaman 131.


(51)

commit to user 3. Obyek Penelitian

Obyek penelitian yang diambil adalah iklan televisi produk Citra versi “Women Empowerment” versi satu dan versi dua yang ditayangkan mulai semester kedua tahun 2009, mulai dari agustus hingga akhir tahun 2009. Iklan ini merupakan garapan biro iklan LOWE Indonesia yang sudah lama menangani promosi untuk produk-produk Unilever.

4. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Adalah data utama yang diperoleh dari rekaman iklan televisi Citra versi “Women Empowerment” versi datu dan versi dua yang ditayangkan di televisi-televisi swasta, dengan memperhatikan setiap tanda-tanda baik berupa audio (suara/dialog) maupun visual (gambar) yang mengandung pesan-pesan tentang wanita dan ekofemisme. Rekaman tersebut diperoleh di situs internet Youtube.31

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data pendukung (sumber data sekunder) dalam penelitian ini diperoleh melalui media studi pustaka untuk mendapatkan teori-teori yang relevan dan data-data yang dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah. Data-data pendukung juga diperoleh melalui perpustakaan, media massa dan internet.

31


(52)

commit to user 5. Unit Analisis Data

Sebagai penelitian yang murni dan bersifat kualitatif, analisa dan interpretasi data yang dilakukan sama sekali tidak menggunakan perhitungan angka secara kuantitatif melainkan analisis interpretatif.

Secara umum penelitian ini membaca makna dari tanda-tanda yang ada dalam obyek penelitian. Untuk proses penelitian maka perlu dibuat struktur elemen-elemen yang mempermudah analisis yakni melalui unsur iklan televisi. Sebuah iklan televisi memiliki dua unsur yang sangat penting yaitu audio (suara) dan elemen visual (gambar). Selain kedua unsur ini, terdapat lima unsur lainnya yang juga terdapat dalam iklan televisi. Unsur – unsur lain tersebut adalah : 32

a. Talent: orang – orang yang terlibat, yaitu presenter, peserta dan penonton.

b. Properti: peralatan yang digunakan, yaitu maskot dan alat peraga. c. Setting: latar belakang atau tempat dimana acara tersebut

dilaksanakan.

d. Graphic: kata – kata yang digunakan dalam acara tersebut.

e. Lighting : pencahayaan yang digunakan pada saat acara

berlangsung.

Sementara untuk menurunkan konsep sehingga dapat diteliti diperlukan suatu instrumen penelitian sebagai berikut :

32

Wells, William, Burnett, Moriarty, Advertising Principles and Practice, Prentice Hall, New Jersey, 1998, hal 301 - 304


(53)

commit to user

Unit penelitian Unsur

Verbal Narasi

Visual / Non verbal Talent / Model Copy

Setting Properti

Teknik pengambilan kamera / angle kamera Warna

Tabel V : Instrumen penelitian

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini berupa proses mengatur, mengelompokkan, mengkategorikan dan selanjutnya memberikan pemaknaan pada setiap kategori yang telah dikelompokkan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes.

Proses analisa dilakukan pada obyek penelitian dengan cara menerapkan analisis semiotika Roland Barthes untuk mendapatkan makna-makna yang tersirat dari pesan komunikasi yang disampaikan dalam bentuk tanda. Analisa dilakukan pada tampilan visual pada scene-scene dalam iklan televisi yang kemudian dilakukan pembacaan dengan acuan teori ekofeminisme untuk mendapatkan makna berupa apa saja konstruksi ideologi ekofeminisme yang tampil dalam iklan televisi tersebut.


(54)

commit to user

Dalam membaca tanda-tanda yang terdapat dalam iklan televisi Citra versi “Women Empowerment” versi satu dan versi dua maka dilakukanlah pengamatan terhadap iklan tersebut.

a. Mengelompokkan data-data dalam scene terpilih.

b. Identifikasi terhadap tanda-tanda dan simbol-simbol yang mempresentasikan ekofeminisme dalam iklan televisi tersebut. c. Mencari pemaknaan atas tanda-tanda dan simbol-simbol yang

muncul dalam setiap shot menggunakan analisis Roland Barthes yakni dengan mencari makna denotasi dan konotasinya.

d. Menggunakan hasil pemaknaan tersebut untuk mencari mitosnya kemudian untuk mendapatkan ideologi yang tersimpan dalam teks tersebut.

e. Dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan analisis yang dilakukan sebelumnya. Pada tahap ini peneliti akan

mengungkapkan bagaimana ideologi ekofeminisme

dikonstruksikan dalam iklan televisi melalui tanda-tanda tertentu yang disimbolkan di dalamnya.


(55)

commit to user

BAB II

PENYAJIAN DATA

A. Advertising Agency LOWE Indonesia

Lowe Indonesia adalah salah satu agensi periklanan muti nasional yang terkemuka di bawah naungan Lowe Worldwide. Pada tahun 1981, Sir Frank Lowe memulai agensi Lowe yang pertama di London dengan tiga tujuan yang jelas: menghasilkan karya kreatif yang besar, untuk bekerja dalam kepentingan terbaik klien kami dan menciptakan sebuah agensi di mana orang akan bangga bekerja di dalamnya Sekarang, 23 tahun kemudian, dengan lebih dari 180 kantor di lebih dari 80 negara, Lowe masih berkomitmen untuk tujuan tersebut. Meskipun telah mengatakan bahwa "semua agensi mulai berbeda tetapi akhirnya sama", namun Lowe tetap bertekad untuk membuat Lowe sebagai pengecualian.

Lowe Indonesia mulai berkiprah di tahun 1983 dg nama Lintas dan lahir kembali sebagai Lowe di tahun 2002. Lowe telah membantu banyak brand untuk menjadi nomor satu di pasar dalam negeri melalui komunikasi pemasarannya yang kuat. Kesuksesan itu diraih tidak hanya melalui lecutan kreativitas sesaat semata, bagi Lowe kreativitas adalah fokus agensi. Visi dari agensi ini adalah agar dapat diakui sebagai agensi yang terus menerus mengagumkan, sedangkan misinya yakni yang terpenting, kita percaya pada keajaiban dari "Creativity That Pays".


(56)

commit to user

Dalam perjalanannnya Lowe digerakkan oleh kepercayaannya yang tinggi terhadap kekuatan nilai-nilai ide karena kekuatan itu berdasarkan pemahaman mendalam terhadap masalah dan memiliki nilai ekonomis. Nilai-nilai ide itu juga bersifat selamanya, abadi dan persuasif. Selain itu dapat melampaui batasan-batasan kultur, fisik dan media sehingga melipat gandakan hasil. Namun ide yang berkualitas hanyalah ide yang menguntungkan kedua belah pihak perusahaan maupun konsumen.

Klien dari Lowe Indonesia antara lain Unilever, Lifebouy, Lifebouy Shampoo, Lifebouy berbagi sehat, Citra, Rumah Cantik Citra, Close up, Domestos nomos, Pepsodent, Clear, Blue Band dan Pepsodent Gigi Susu.

B. Produk Citra

Citra telah ada di pasar produk perawatan kulit Indonesia sejak tahun 1984. Citra dikenal sebagai merk kecantikan yang berasal dari bahan-bahan alami warisan budaya Indonesia.Citra memulai dengan jenis Hand&Body Lotion namun sekarang ini sudah memiliki merk-merk untuk berbagai segmen seperti Liquid Soap, Body scrub, Face Cleanser dan Face Moisturizer. Target konsumen Citra adalah wanita usia 15-35 tahun yang ingin menjadi modern tanpa meninggalkan norma-norma sosial Indonesia. Mereka juga mempercayakan produk berbahan alami untuk menjaga kulit mereka.

Pada tahun 2006, Citra mempunyai dua misi. Misi pertama, Citra menginginkan Merek Perawatan Kulit Lengkap yang tercermin dari jajaran


(57)

commit to user

produk perawatan kulit Citra yang sudah ada. Untuk Perawatan Tubuh, Citra memiliki Citra Hand & Body Lotion, Citra Liquid Soap dan Citra Body Scrub. Sementara itu, untuk Perawatan Wajah, Citra memiliki Citra Hazeline Moisturizer dan Citra Face Cleanser. Citra akan terus menciptakan inovasi strategis yang berkaitan dengan konsumennya.

Misi kedua, Citra ingin membantu wanita Indonesia menyeimbangkan pikiran dan tubuh mereka. Citra sadar bahwa wanita Indonesia memiliki peran ganda dalam menjalani hidup dan ada permintaan tinggi dari masyarakat untuk wanita ini untuk menjalankan peran mereka. Dengan memiliki keseimbangan pikiran dan tubuh, wanita dapat memainkan peran dengan lebih baik dan hal ini akan membawa ke hubungan harmonis dengan masyarakat. Berdasarkan semua alasan ini, Citra meluncurkan varian wewangian aromaterapi, karena manfaat aromaterapi sudah dikenal luas untuk membantu mengendurkan ketegangan panca indra dan menenangkan pikiran dan tubuh.

Citra memiliki beberapa varian produk, antara lain : · Citra Lasting Glow Body Scrub 200 ml

· Citra Lasting Purity Body Scrub 200 ml · Citra Lasting White Body Scrub 200 ml · Citra Lasting Purity Body Wash Pouch

· Citra Lasting Purity Body Wash Pouch 220ml, Bottle 250ml · Citra Lasting White Body Wash Pouch 220ml, Bottle 250ml · Citra Anti Acne Refreshing Milk Cleanser 130ml


(58)

commit to user

· Citra Lasting White Face Cleanser 130ml

· Citra Lasting White Body Wash Pouch 220ml, Bottle 250ml · Citra Lasting Purity-Teh Hijau Jepang 60, 120, 250ml

· Citra Lasting White Extra-Bubuk Mutiara Cina 60, 120, 250ml · Citra Lasting White-Bengkoang 60, 120, 250ml

· Citra Hazeline Lasting Cool Snow-Hydromoisturizer Tube 20g,Jar 40g

· Citra Hazeline Lasting White Extra-Bubuk Mutiara Cina Tube 20g, Jar 40g

C. Iklan Televisi Citra versi Women Empowerment

Pada bab ini peneliti akan memberikan gambaran secara lebih detail pada obyek penelitian yakni iklan televisi Citra versi Women Empowerment melalui storyline, script serta storyboard. Storyline adalah penggambaran jalan cerita iklan melalui deskripsi iklan secara lugas apa yang divisualisasikan dalam iklan. script adalah naskah untuk radio, televisi, sinema, drama, teater maupun iklan. Sedangkan untuk media audiovisual naskah dibagi atas naskah audio dan naskah visual. Storyboard adalah rangkaian gambar yang memperlihatkan urutan adegan dari sebuah film atau iklan maupun program acara yang akan ditayangkan melalui film atau televisi. Setiap gambar disertai catatan arahan bagi sutradara.


(59)

commit to user

Iklan televisi Citra ini memiliki konsep yang kuat, yaitu menampilkan kecantikan jiwa dan raga dari perempuan Indonesia, berikut tradisi dan nilai-nilai budayanya. Gambar-gambarnya terangkum dengan cantik dan mampu memperlihatkan perempuan Indonesia yang sebenar-benarnya. Selain itu iklan televisi ini menampilkan sosok wanita Indonesia di balik layar

(backstage) yang sering terlupakan. Karena selama ini sosok perempuan

Indonesia yang sering ditampilkan dalam banyak media adalah perempuan "front stage", yang bertugas untuk memperkenalkan tradisi dan budaya Indonesia.

Untuk menyampaikan pesan tersebut sutradara iklan ini kemudian berusaha menangkap lebih banyak potensi perempuan Indonesia di daerah yang belum digali, seperti perempuan di daerah Solo, Pekalongan, Waingapu, dan Bali. Perempuan-perempuan yang disorot ini antara lain adalah penenun Sumba, sinden pertunjukan wayang orang, pembuat kue, pembatik, peronce melati, dan penyaji sajen. Dalam iklan televisi ini akan terlihat bagaimana kesederhanaan hidup yang mereka jalani sebenarnya tersirat kehidupan yang kompleks dan peran ganda mereka sebagai perempuan. Tergambarkan juga bagaimana budaya dan tradisi masih sangat berperan dalam kehidupan mereka.

Iklan televisi ini diambil tanpa pencahayaan tambahan dan sepenuhnya mengandalkan sinar matahari dan cuaca yang baik. Tidak ada akting dari para pemerannya , semua diambil secara alami dalam situasi nyata. Para juru kamera, juga sebagai sutradara, hanya menggunakan kamera SLR untuk


(1)

commit to user

· Bayangan daun di tanah, tanaman semak di tanah dan langit biru berawan

· Model duduk tep di tengah diantara rerumputan dan hamparan kain batik

· Panorama laut dan pantai

· Wanita Waingapu menenun kain ikat

· Wanita Waingapu menganyam keranjang

· Wanita Bali membawa sesajen

bermain-main dengan anak-anak

Tabel VII : Komparasi tanda-tanda pada iklan versi satu dan dua

Pada tataran mitos, dimana mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam, maka Barthes menggunakan mitos untuk menjelaskan mengenai makna. Iklan televisi ini memaknai peran perempuan dan alam dengan menggunakan mitos tentang peran perempuan di ruang domestik.


(2)

commit to user

Di Indonesia mitos mengenai perempuan selalu stereotipe, cantik di luar dan di dalamnya ahli mengerjakan semua tugas kewanitaan. Hanya ada dua kondisi perempuan yakni yang pertama mendapat pengakuan karena dedikasinya pada ruang publik dengan bekerja keras di luar rumah hingga mengorbankan kepentingan pribadi. Lalu yang kedua kondisi dimana perempuan mengabdi sepenuhnya pada keluarga dan rumah tangga dengan mengorbankan pencapaian status di ruang publik. Perempuan pada kondisi kedua inilah yang sering dinyatakan sebagai perempuan tertindas. Sehingga perempuan yang bergelut di ruang domestik kini menjadi semakin tidak populer terutama di kota-kota besar.

Pemaknaan tersebut kemudian dibantah melalui iklan televisi ini. Kreatif iklan menyodorkan pemaknaan yang baru terhadap peran perempuan yang lebih selaras dengan budaya dan alam Indonesia dengan menggunakan pendekatan ekofeminisme. Dengan munculnya wacana ekofeminisme di iklan ini maka perempuan disadarkan untuk memahami kembali peran dan fungsinya dalam kehidupan. Wanita terlahir dengan memiliki fisiologi dan nilai-nilai feminin

(nature) yang kemudian dilestarikan dengan adanya budaya dan norma-norma

(nurture) dalam masyarakat, hal ini disetujui oleh feminisme aliran ekofeminisme.

Kelangsungan ekologi dipandang bergantung pada peranan wanita dalam kehidupan, karena semakin dekat wanita dengan alam maka semakin baik dan cara untuk menjadi dekat tersebut dengan memaksimalkan peranan di ruang domestik. Dengan kata lain ekofeminisme tidak menjauhkan perempuan dari sifat natural mereka.


(3)

commit to user

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Iklan bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk sekaligus merangsang minat beli audiens namun kini fungsi iklan tidak sebatas itu saja. Iklan juga dipandang mampu melanggengkan sejumlah stereotipe sistem keyakinan dan nilai tertentu dalam masyarakat, karena iklan televisi dilihat sebagai bagian dari konstruksi simbol bahasa budaya dalam masyarakat kapitalis ataupun bahasa kelas sosial. Untuk membedah konstruksi tersebut maka digunakanlah semiotika.

Melalui iklan versi “Women Empowerment” Citra ingin menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap kemajuan perempuan Indonesia dengan menggunakan konsep feminisme pada iklan ini. Dari beberapa aliran feminisme yang ada iklan ini menggunakan aliran ekofeminisme karena menyadari Indonesia sebagai bangsa yang memiliki sejarah ikatan kuat dengan lingkungan alamnya. Karena ekofeminisme memandang peran wanita dan lingkungan alam merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi.

Dari hasil analisis semiotika yang dilakukan peneliti terhadap iklan televisi Citra versi “Women Empowerment” sebanyak dua versi di bab sebelumnya maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain :


(4)

commit to user

1. Kedua versi iklan ini memiliki nilai-nilai ekofeminisme yang dimunculkan dalam tanda-tanda yang merepresentasikan hubungan wanita dan lingkungan alam, kualitas feminin, dan ruang domestik

(domestic sphere). Tanda-tanda yang digunakan antara lain :

· Tanda alam : laut, gunung, tanah, tanaman, ternak dan langit.

· Tanda domestik : dapur, belanja, memasak, mengayak, atap rumah, anak-anak.

· Tanda budaya : sesajen, membatik, menenun, menganyam 2. Penggunaan budaya Jawa, Bali dan Waingapu di dalam iklan ini dipilih

karena kedekatan budayanya dengan alam. Budaya Jawa dikenal dengan tingginya makna filosofis pada budaya lisan maupun tulisannya. Budaya Jawa juga banyak mengandung filosofi tentang alam karena kehidupan geografisnya yang subur. Sedangkan Bali terkenal dengan gaya hidupnya yang sangat kental dengan budaya. Keseharian mereka diisi dengan bekerja keras dan pemujaan leluhur serta tradisi-tradisi lain sepanjang hidupnya. Lalu masyarakat Waingapu yang belum terlalu dikenal, seperti Jawa atau Bali, namun memiliki kehidupan yang khas. Mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan dan hidup disana dengan cara yang bersahaja.

3. Dalam iklan selain elemen visual dan copy masih terdapat elemen

graading yang keberadaannya sangat penting. Kekuatan konsep pesan


(5)

commit to user

menggunakan dua graading yang berbeda untuk kedua versinya karena memiliki pesan yang berbeda. Pada versi satu penggunaan graading

coklat keemasan memberi kesan keagungan yang kuat, menunjukkan keindahan dan harapan mengenai wanita dan alam. Sedangkan pada versi dua penggunaan graading coklat abu-abu gelap memberi kesan suram yang menggambarkan kenyataan kondisi masa depan ekologi maupun wanita yang suram.

4. Sebuah iklan pada akhirnya tidak hanya menawarkan produk ataupun membangun brand image semata namun juga memiliki nilai-nilai yang tersembunyi di dalamnya yang sering kali tidak disadari oleh audiens. Iklan memiliki kekuatan yang besar untuk menyuburkan suatu stereotipe tertentu atau mengubah pola pandang terhadap suatu hal. Seperti iklan ini yang mencoba melawan stereotipe iklan produk perawatan tubuh yang selalu menonjolkan kecantikan fisik yang ditunjukkan lewat kulit putih dan pemujaan berlebihan pada tubuh dari lawan jenis, iklan ini hadir dengan memaknai kecantikan non-fisik berupa pola pikir dan gaya hidup yang bersahaja. Wanita yang “cantik” ialah wanita yang mampu memenuhi peran domestiknya dan menjaga lingkungan alamnya. 5. Keberadaan iklan ini menawarkan pola pikir baru kepada audiens di

kalangan perempuan untuk lebih menghargai pekerjaan di ruang domestik, yang selama ini cenderung semakin tidak populer, dan lebih memperhatikan lingkungan alam sekitarnya.


(6)

commit to user

B. SARAN

Berdasar hasil kesimpulan yang telah dikemukakan diatas maka dapat dilihat beberapa kekurangan dan peneliti ingin memberikan beberapa saran, yakni :

1. Iklan Citra versi ”Women Empowerment” ini mengemas ideologi ekofeminisme dengan pendekatan budaya yang cukup baik. Budaya yang ditampilkan dekat dengan audiens, namun akan lebih baik lagi bila tim kreatif iklan memasukkan unsur modern untuk menyasar audiens tingkat ekonomi atas.

2. Penggunaan warna graading dirasakan terlalu gelap oleh penulis, terutama untuk versi 2 yang didominasi oleh abu-abu dan biru gelap. Penulis merasakan akan lebih baik menggunakan brightness yang lebih terang. Hal ini tidak akan mengurangi makna dan lebih menarik minat audiens.

3. Dari segi eksekusi iklan penulis merasakan sistem cut to cut yang digunakan oleh tim kreatif iklan terlalu cepat untuk kapasitas jumlah shot yang sebanyak itu sehingga audiens akan kesulitan menangkap maksud dari iklan tersebut dan dapat menyebabkan salah pemaknaan.

4. Pengemasan konsep ekofeminisme dalam iklan ini penulis rasakan masih kurang appealing (menarik). Penggunaan unsur budayanya sudah tepat tapi kegiatan yang dilakukan masih terlalu berkutat di ruang domestik. Hal ini kurang menarik di mata perempuan Indonesia yang pada umumnya menyukai sesuatu yang glamour.