LATAR BELAKANG Pengaruh Tingkat Sterilitas, Medium Dan Ketebalan Tempe Terhadap Sifat Fisik Dan Nilai Gizi Tempe Kaleng

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia yang diolah dengan fermentasi kedelai menggunakan kapang, terutama Rhizopus oligosporus. Secara umum tempe mempunyai ciri berwarna putih karena pertumbuhan miselium kapang yang menghubungkan antar biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak. Terjadinya degradasi komponen-komponen kedelai oleh kapang selama fermentasi menyebabkan timbulnya flavor tempe yang khas Syarief et al . 1999. Pada tahun 2007, konsumsi tempe di Indonesia mencapai 21.70 gkaphari atau 7.90 kgkapitatahun Hardinsyah 2008. Salah satu keunggulan yang dimiliki tempe kandungan gizi dan senyawa organik di dalamnya yang cukup lengkap serta bermanfaat bagi kesehatan dan dapat diperoleh dengan harga relatif lebih rendah, dibanding produk kedelai lain yang dikenal masyarakat dunia Syarief et al . 1999. Sebagai bahan makanan, tempe merupakan sumber protein yang nilainya setara dengan daging Sarwono 2002, sehingga tempe banyak dimanfaatkan oleh golongan vegetarian sebagai pengganti daging. Seratus gram tempe segar mengandung 18.30 gram protein, sebagai perbandingan, 100 gram daging mengandung 18.80 gram protein dan 100 gram telur mengandung 12.20 gram protein Sarwono 2002. Selain kaya akan protein, tempe merupakan sumber gizi yang baik karena banyak mengandung asam amino esensial, asam lemak esensial, vitamin B kompleks dan serat Prihatna 1991. Tempe juga memiliki manfaat fungsional karena mengandung isoflavon yang merupakan antioksidan yang sangat diperlukan tubuh dalam menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Potensi tempe yang begitu besar tentu saja menjadikan tempe sebagai produk yang memiliki peluang besar sebagai pangan lokal yang memiliki nilai jual tinggi. Hanya saja kendala umur simpan dan mutu menjadi faktor pembatas. Selama ini, penanganan dan konsumsi terhadap tempe kebanyakan berupa tempe segar. Hal ini dikarenakan tempe tergolong dalam bahan pangan yang mudah rusak Koswara 1992 dan mempunyai keterbatasan daya simpan yang tidak lama, yaitu sekitar 72 jam pada suhu kamar Kasmidjo 1996. Tempe segar dapat disimpan selama satu sampai dua hari pada suhu ruang dan setelah dua hari, tempe akan mengalami penyimpangan baik aroma, tekstur, rasa, dan penampakan, sehingga sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen Saputra 2006. Hal ini menyebabkan ketersediaan tempe yang tak merata dan terbatas dalam suatu daerah tertentu Subagio et al. 2002. Kerusakan yang terjadi pada tempe terutama disebabkan oleh fermentasi yang berkelanjutan. Selama fermentasi akan terjadi degradasi protein, semakin lama proses fermentasi berlangsung, protein akan terdegradasi oleh enzim-enzim proteolitik menghasilkan amoniak NH 3 . Produksi amoniak akan berkorelasi positif dengan pembentukan senyawa basa, akibatnya pH meningkat dan akhirnya menghasilkan bau busuk. Hal ini menyebabkan tempe tidak layak lagi untuk dikonsumsi Saputra 2006. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya penurunan mutu karena proses fermentasi berkelanjutan dalam penelitian ini digunakan proses termal untuk menghentikan fermentasi. Penerapan proses termal juga bertujuan untuk membunuh mikroba perusak dan patogen, menginaktivasi enzim perusak, memperbaiki mutu sensori, menyebabkan perubahan daya cerna makanan, menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan seperti tripsin inhibitor, dan memperpanjang masa simpan tempe yang pendek Kusnandar 2006. Proses termal adalah aplikasi panas pada bahan pangan tertentu untuk memperpanjang umur simpan serta 2 memperbaiki sifat fisik dan sensori bahan pangan tersebut. Hackler et al. 1964 menyatakan nilai nutrisi tempe relatif tidak berubah oleh proses panas dengan media uap. Dengan demikian proses termal seperti sterilisasi uap diharapkan dapat menjadi metode yang tepat untuk memperpanjang umur simpan tempe karena proses termal dapat menginaktivasi sejumlah mikroba penyebab kerusakan. Selain itu diharapkan pula dengan diberikannya beberapa perlakuan nilai Fo, pengaturan medium dan ketebalan tempe, dapat diperoleh tempe dalam kemasan kaleng yang memiliki sifat fisik dan sensori yang baik dengan umur simpan yang panjang. Umur simpan yang panjang dapat menjadi added value dari tempe dan membuka peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memperkenalkan pangan indigenous dalam negeri ke pasar internasional.

B. TUJUAN PENELITIAN