BAHAN DAN ALAT PENENTUAN WAKTU VENTING RETORT

10 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe kedelai yang diproduksi oleh produsen sesuai dengan ketebalan yang telah ditentukan 1, 3, 5 cm lalu dipotong dengan bentuk kubus dengan volume tempe 1, 27, dan 125 cm 3 . Bahan yang digunakan untuk pembuatan medium pengalengan tempe berupa air, garam, dan minyak. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain adalah air destilata, K 2 SO 4 , HgO, Na 2 S 2 O 3 , H 2 SO 4 , H 3 BO 3 , HCl, indikator PP, asetonitril. amonium asetat, metanol. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah retort vertikal dengan kapasitas air 80 L, thermocouple, thermorecorder, kaleng, neraca digital, termometer. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah Texture Analyzer, HPLC High Performance Liquid Chromatography dengan kolom C-18 jenis Bondapak 3.9 mm i.d x 30 cm, penetrometer, pH meter, pisau, cawan alumunium, cawan porselen, neraca analitik, oven pengering, Konica Minolta chromameter CR-300, gegep, pinset, batang pengaduk, dan beberapa alat gelas.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1 penentuan waktu venting melalui uji distribusi panas, 2 penentuan kombinasi suhu dan waktu sterilisasi melalui uji penetrasi panas, 3 pengalengan tempe, dan 4 analisis produk. Garis besar penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1. Uji Distribusi Panas Modifikasi Kusnandar et al. 2009

Uji distribusi panas dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan menempatkan 10 termokopel pada 10 titik berbeda dalam keranjang di antara kaleng berukuran 301x407 yang diisi dengan air hingga penuh agar tercapai kondisi vakum. Keranjang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam retort hasil modifikasi di posisi tertentu dalam retort yang diduga lambat menerima panas. Hasil modifikasi lain, retort dioperasikan hingga mencapai setting suhu yang diinginkan, yaitu 117 o C. Perubahan suhu retort selama proses sterilisasi dicatat dengan termorekorder. Uji ini dilakukan untuk mengetahui nilai come-up-time CUT selama proses venting dalam retort vertikal dengan kapasitas air sebanyak 80 L yang dapat diisi kaleng berukuran 301 x 407 sebanyak 100 buah sehingga dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk venting sampai retort mencapai suhu yang diinginkan. Dari pengukuran distribusi panas ini diperoleh grafik hubungan suhu dan waktu yang menggambarkan pada suhu dan waktu berapa proses venting selesai dilakukan serta posisi titik terdingin dalam retort.

2. Uji Penetrasi Panas Subarna et al. 2008

Uji penetrasi panas difokuskan pada titik terdingin dalam retort yang diketahui dari uji distribusi panas. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dipasang di titik terdingin dari produk, dan dihubungkan dengan termorekorder. Posisi titik terdingin untuk bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi pada kemasan dengan bentuk silindris vertikal, seperti tempe yang dikalengkan, akan berada di titik tengah di 13 ketinggian kemasan bagian bawah Kusnandar et al. 2006. Tempe dengan ketebalan 1, 3,5 cm dipotong menjadi bentuk kubus dengan volume 1, 27, dan 125 cm 3 . Selanjutnya sebanyak 200 g tempe dimasukkan ke dalam kaleng lalu diisi medium hingga penuh. Kaleng-kaleng tersebut disusun dalam keranjang yang berada di dalam retort lalu retort dioperasikan pada setting suhu yang diinginkan. Retort yang Gambar 1. D Dilakukan volume 1 Dilakuka medium iagram alir tah n uji penetrasi 1, 27, 125 cm 3 minyak de Data kom sterilisa an pengalenga m air, larutan Analisis war Tempe d Analisis Nilai gi ster hap penelitian Uji distribus Data waktu v i panas pada t 3 dalam mediu engan nilai Fo mbinasi suhu asi tempe untu an tempe deng garam 2 , d kombinas rna, tekstur, p dengan sifat fis disuka proksimat dan izi dan kadar i rilisasi dan tem n si panas venting empe dengan um air, larutan 4, 8, dan 12 m T dan waktu uk setiap nilai gan ketebalan an minyak den i T, t pH, dan organo sik yang baik ai n kadar isoflav isoflavon temp mpe mentah d= 1, 3, 5 cm n garam 2 , d menit u t Fo 1, 3, 5 cm dal ngan beberap oleptik dan von pe m dan dan lam pa Tem 11 mpe mentah 12 digunakan adalah retort vertikal dengan kapasitas air sebanyak 80 L dan dapat diisi kaleng berukuran 301 x 407 hingga 100 buah. Suhu produk dan medium selama pemanasan dan pendinginan dicatat dengan termorekorder. Data penetrasi panas yang diperoleh dari percobaan akan menghasilkan plot hubungan suhu dengan waktu. Data yang diperoleh dari kurva penetrasi panas ini kemudian diolah menggunakan metode umum dan formula sehingga diperoleh karakteristik penetrasi panas dalam pangan yang diproses dan nilai waktu proses berdasarkan nilai Fo yang telah ditentukan berdasarkan konsep 12D yaitu 4, 8, dan 12 menit. Konsep 12D merupakan konsep pemusnahan mikroba target dalam proses pengalengan sebanyak 12 siklus log. Mikroba target dalam proses pengalengan adalah Clostridium botulinum . Kusnandar et al. 2006 menyatakan bahwa kombinasi suhu dan waktu yang digunakan untuk membunuh Clostridium botulinum, mikroba target dalam proses pengalengan, adalah selama 3-4 menit pada suhu 121 o C. Berikut adalah perhitungan nilai Fo parsial dan Fo total berdasarkan metode umum: F = Lr n + Lr n-1 x ∆t ………..8 2 Fo = ׬ ሺܮܴሻ݀ݐ ௧ ଴ …………………..9 Fo = ∑ Lr n + Lr n-1 x ∆t ……10 2 Lr n = Lethal rate pada menit ke-n Lr n-1 = Lethal rate pada n menit sebelumnya ∆t = rentang perubahan waktu yang digunakan Fo = nilai sterilisasi pada suhu 250 o F 121.1 o C bagi mikroba yang punya nilai z tertentu ∆t = peningkatan atau selang waktu yang digunakan untuk mengamati nilai T T = suhu pengamatan pada waktu tertentu LR = 10 Tr-Trefz adalah nilai lethal rate Perhitungan nilai Fo berdasarkan metode formula ditentukan berdasarkan persamaan berikut: Fo = U x L= f h x Lf h U…….11 L = 10 Tr-Trefz adalah nilai lethal rate f h = waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log pada fase pemanasan Nilai waktu proses berdasarkan metode formula ditentukan berdasarkan persamaan berikut: t B = f h log J h .I h g ..................12 t B = 0.42 t c + t p …………...........13 13

3. Pengalengan Tempe

Sampel tempe yang digunakan untuk pengalengan diperoleh dari produsen tempe di Komplek II IPB Bubulak-Bogor dengan variasi ketebalan 1, 3, dan 5 cm. Tempe disterilisasi sesuai dengan langkah-langkah pengalengan pada Gambar 2 Sebelum dilakukan proses pengalengan tempe, tempe dipotong terlebih dahulu menjadi bentuk kubus dengan volume 1, 27, dan 125 cm 3 . Selanjutnya, tempe sebanyak 200 g ditambahkan medium hingga penuh dan dimasukkan dalam kaleng.Variasi medium yang digunakan dalam pengalengan tempe adalah air, larutan garam 2, dan minyak. Gambar 2. Diagram alir sterilisasi tempe

4. Analisis

a. Tekstur Faridah et al. 2008

Pengukuran tekstur tempe dilakukan dengan alat texture analyzer dan penetrometer. Parameter yang diukur untuk mengetahui profil tekstur tempe adalah kekerasan dengan penetrometer dan daya iris dengan Texture Analyzer. Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan dengan penetrometer adalah dengan memberikan gaya tusuk maupun tekan pada bahan pangan dengan beban gaya tertentu pada selang waktu tertentu. Semakin dalam jarum penetrometer menusuk contoh maka contoh tersebut semakin lunak teksturnya. Daya iris adalah kemudahan suatu bahan pangan untuk diiris. Tingkat daya iris diukur berdasarkan parameter gaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemotongan sampel. Besarnya gaya untuk memotong sampel adalah gaya maksimum yang dibutuhkan oleh pisau jenis Warner-Bratzler Blade pada texture analyzer untuk Didinginkan Tempe dengan berbagai ketebalan Diblansir 85 o C, 15 menit Medium air, minyak, larutan garam 2 Disterilisasi T,t Diexhausting Ditutup kalengnya Dimasukan dalam kaleng 14 memotong sampel tempe dengan jarak pengirisan dari permukaan sejauh 3 cm dan kecepatan pengirisan 1.5 mms. Sampel yang memiliki ukuran dimensi yang seragam d x d x d cm diletakkan pada piringan. Plunger diaktifkan dengan menekan TA quick run as test atau tombol Ctrl dan Q pada komputer. Probe akan bergerak ke bawah dan menyentuh permukaan sampel, setelah itu probe akan kembali ke tempat semula. Hasil pengukuran akan terekam dalam bentuk kurva. Pengkuran tingkat kekerasan dan daya iris dilakukan sebanyak dua kali ulangan, masing-masing simplo. b. Warna Faridah et al. 2008 Pengujian sifat fisik warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters CR310. Pengukuran warna dilakukan dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna pada sampel dan dilanjutkan dengan menekan tombol Target Color Set . Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan tercatat pada alat Paper Sheet. Pengukuran warna dilakukan sebanyak dua kali ulangan, masing-masing simplo. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antara 0 hitam sampai 100 putih. Nilai a menunjukkan warna kromatik merah sampai hijau. Nilai + a positif mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai – a negatif dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai -70 untuk warna biru.

c. Nilai pH Apriyantono et al. 1989

Sebelum pengukuran, pH meter telah dinyalakan dan distabilkan selama 15-30 menit, kemudian dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pada pH 4 dan pH 7. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering. Contoh yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram ditambah dengan 10 ml air destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka stabil. Dalam penelitian ini, nilai pH diukur sebanyak dua kali ulangan, masing-masing simplo.

d. Kadar Air AOAC 2006

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang A. Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g dalam cawan B. Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100 o C selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan C. Perhitungan : Kadar Air bb = 100 x B A C B ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − −

e. Kadar Abu AOAC 2006

Cawan untuk melakukan pengabuan disiapkan kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang A. Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan B, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600 o C selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang C. 15 Perhitungan : Kadar Abu bb = 100 x B A C −

f. Kadar Lemak AOAC 2006

Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang A. Ditimbang sebanyak ± 5 g sampel B dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak ditimbang C dan dilakukan perhitungan kadar lemak. Perhitungan : Kadar Lemak = 100 x B A C −

g. Kadar protein total AOAC 1995

Sampel sebanyak ± 100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah dengan 1 ± 0.1 g K 2 SO 4 , 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H 2 SO 4 pekat. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan jernih. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml dan ditambahkan 8-10 ml campuran larutan 60 NaOH-5 Na 2 S 2 O 3 . labu tadi disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung yang berisi larutan H 3 BO 3 . Destilasi dilakukan sampai volume destilat menjadi 15 ml kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1N sampai larutan menjadi kuning titik akhir. Kadar protein = Total Nitrogen x faktor konversi Ket : faktor konversi = 6.25

h. Kadar Karbohidrat by difference

Karbohidrat dihitung berdasarkan metode by difference dengan perhitungan : Kadar Karbohidrat = 100 - P + A + Ab +L Ket : P = kadar protein bb A = kadar air bb Ab = kadar abu bb L = kadar lemak bb

i. Uji Organoleptik Soekarto 1985

Penilaian mutu organoleptik tempe yang disterilisasi dilakukan dengan metode penerimaan rating dan ranking hedonik terhadap 30 panelis semi terlatih. Form uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 6a dan Lampiran 6b. Uji rating hedonik dilakukan untuk menilai kesukaan panelis terhadap atribut mutu tertentu dari tempe. Kriteria mutu organoleptik yang dianalisis adalah warna, rasa, aroma, tekstur dan atribut secara keseluruhan dari tempe yang telah diproses. Dari skala 1 sampai 4, nilai 1 diberikan untuk atribut yang paling penting pada produk tempe sterilisasi dan nilai 4 untuk atribut yang paling kurang penting pada produk tempe sterilisasi. 100 007 , 14 x sampel gram x HCL N x blanko ml HCL ml Nitrogen Total ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ − ⋅ = ⋅ 16 Selain itu, digunakan juga uji ranking hedonik untuk membandingkan atribut mutu mulai dari yang terpenting sampai yang tidak dari produk tempe yang disterilisasi. Hasil rekapitulasi data uji rating hedonik yang diperoleh tersebut kemudian diolah dengan SPSS 15 dengan metode ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan Test sementara rekapitulasi data hasil uji ranking atribut diolah dengan Friedman Test. Tingkat persepsi panelis untuk uji rating hedonik digambarkan berdasarkan skor sebagai berikut: 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka.

j. Kadar Isoflavon Wang et al. 1990

1 Pembuatan Kurva Standar Isoflavon Standar isoflavon yang tersedia diencerkan dengan fase gerak yang digunakan dalam HPLC metanol dan amonium asetat dengan perbandingan 6:4 v:v. Variasi konsentrasi standar yang digunakan adalah 0.002, 0.010, 0.020, 0.050, 0.100, 0.140, 0.200 μg. Standar kemudian diinjekkan ke dalam HPLC agar diperoleh kurva standar isoflavon. 2 Persiapan Sampel a Isoflavon Bebas Sampel sebanyak 20.0 g diblender dengan 60 HCl 1 M dengan kecepatan tinggi lalu diambil 8 g sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL. Selanjutnya ditambahkan 24 mL asetonitril dan diaduk selama kurang lebih 1 menit lalu didiamkan selama beberapa menit hingga terbentuk endapan. Sebanyak 1 mL supernatan diambil dan ditambahkan dengan H 2 O lalu disaring dengan filter glass fiber Gelman tipe AE ukuran 13 mm. Sampel siap untuk dianalasis dengan HPLC. b Total Isoflavon Sampel sebanyak 2.0 g dicampur dengan 24 mL HCl 1 M di dalam erlenmeyer 150 mL lalu dipanaskan dalam waterbath selama 2 jam pada suhu 98-100 o C. Setelah didinginkan, sampel kemudian ditambah dengan 96 mL asetonitril dan diaduk selama 1 menit. Setelah didiamkan beberapa menit hingga terbentuk endapan, diambil sebanyak 1 mL supernatan diambil dan ditambahkan dengan H 2 O lalu disaring dengan filter glass fiber Gelman tipe AE ukuran 13 mm. Sampel siap untuk dianalasis dengan HPLC. 3 Analisis HPLC Analisis HPLC dilakukan dengan menggunakan kolom C-18 jenis Bondapak 3.9 mm i.d x 30 cm. Detektor yang digunakan ada 2 yaitu, detektor UV pada panjang gelombang 254 nm dan detektor fluorosens pada panjang gelombang 365 nm eksitasi dan 418 nm emisi. Fase gerak yang digunakan adalah metanol dan amonium asetat dengan perbandingan 6:4 v:v yang dialirkan dengan kecepatan sebesar 1 mL per menit. Sebanyak 20 µL sampel disuntikkan ke dalam kolom. Jenis senyawa isoflavon yang dapat diidentifikasi adalan genistein, daidzein. Penentuan kadar isoflavon ditentukan berdasarkan kurva standar isoflavon yang telah dibuat sebelumnya. 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENENTUAN WAKTU VENTING RETORT

Waktu venting adalah waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan seluruh udara dari dalam retort sehingga suhu dalam retort telah tersebar secara merata. Waktu venting ditentukan berdasarkan uji distribusi panas. Uji distribusi panas dilakukan dengan menempatkan sejumlah termokopel pada sejumlah titik berbeda di dalam retort. Seluruh termokopel yang digunakan dalam penelitian ini telah dikalibrasi sebelumnya. Persamaan kalibrasi yang menggambarkan hubungan antara suhu termometer dan termokopel dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan data hasil uji distribusi panas yang dilakukan, dapat ditentukan kurva hubungan waktu pemanasan dengan suhu retort. Rekapitulasi data hasil uji distribusi panas dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 3 menunjukkan posisi termokopel dalam retort selama distribusi panas dan Gambar 4 menunjukkan kurva distribusi panas di dalam retort selama proses pemanasan berlangsung. Gambar 3. Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas Berdasarkan kurva tersebut, tampak bahwa sebelum menit ke-10 suhu retort meningkat secara tajam dan distribusi panas di dalam retort tidak merata. Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi suhu yang beragam pada setiap termokopel yang terpasang dalam retort. Namun demikian, setelah proses pemanasan berlangsung selama 16 menit dan retort telah mencapai suhu 105 o C, peningkatan suhu dalam retort relatif lambat dan suhu termokopel yang terbaca oleh termorekorder relatif seragam. Hal ini berarti distribusi panas dalam retort telah seragam. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa waktu venting yang akan digunakan untuk proses selanjutnya adalah 16 menit dan saat retort telah mencapai suhu 105 o C. 1 4 3 2 7 6 5 10 8 9

B. PENE