17
Gambar 3 . Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH Vaya dan
Aviram 2001 Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH
oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai
absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan
α,α-diphenyl-β-picrylhydrazine, melalui
kemampuan antioksidan dalam menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH
setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang semakin besar pula Benabadji et al. 2004.
3. Komponen Bioaktif Sorgum
Menurut Awika dan Rooney 2004, sorgum mengandung berbagai senyawa bioaktif, beberapa diantaranya adalah komponen fenolik, fitosterol,
dan polisakanol. Fenol membantu dalam pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit, sedangkan fitosterol dan polisakanol merupakan
komponen penting dari lilin dan minyak tanaman. Singh et al. 2003 menyatakan bahwa jumlah fitosterol sekitar 0.5 mgg biji sorgum sedangkan
polisakanol sekitar 38-92 mg100g biji sorgum. Senyawa fenolik pada sorgum memiliki aktivitas antioksidan, sifat menurunkan kolestrol dan
kegunaan lain untuk kesehatan. Fenol dalam sorgum dibagi menjadi dua kategori yaitu asam fenolat dan flavonoid. Asam fenolat merupakan turunan
asam sinamat dan benzoat, sedangkan flavonoid meliputi tanin dan antosianin sebagai konstituen yang paling banyak diisolasi dari sorgum Awika dan
Radikal DPPH DPPH tereduksi
18
Rooney 2004. Struktur asam fenolik dari sorgum dapat dilihat pada Gambar 4
.
Gambar 4 . Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu asam benzoat dan asam
sinamat Awika dan Rooney 2004 Antosianin merupakan salah satu kelas utama dari flavonoid yang
paling banyak dipelajari dari sorgum Awika dan Rooney 2004. Awika et al 2003 melaporkan bahwa antosianin dari sorgum tidak seperti antosianin
pada umumnya. Antosianin pada sorgum dinilai unik karena strukturnya tidak memiliki gugus hidroksil pada cincin karbon C nomor 3 sehingga
dinamakan 3-deoksiantosianidin. Keunikan tersebut menyebabkan antosianin pada sorgum lebih stabil pada pH tinggi dibanding antosianin yang diisolasi
dari buah-buahan atau sayur-sayuran pada umumnya sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai pewarna alami makanan. Antosianin pada sorgum
belum diteliti lebih jauh karena hingga kini data kuantitatif mengenai antosianin
pada sorgum
dan kemampuan
antioksidannya belum
dipublikasikan sehingga peranannya bagi kesehatan belum dapat diketahui pasti. Antosianin pada sorgum yang telah diidentifikasi adalah apigenidin dan
luteolinidin Wu dan Prior 2005. Struktur apigenidin dan luteolinidin dapat
dilihat pada Gambar 5.
Komponen flavonoid selain antosianin pada sorgum yaitu senyawa tanin, khususnya tanin terkondensasi condensed tanin. Tanin merupakan
Asam galat 11: R
1
=H, R
2
=R
3
=R
4
=OH Asam gent isat 12: R
1
=R
4
= OH, R
2
=R
3
=H Asam salisilat 13: R
1
=OH, R
2
=R
3
=R
4
=H Asam p-hidroksibenzoat 14: R
1
=R
2
=R
4
=H, R
3
=OH Siringat 15: R
1
=H, R
2
=R
4
=OCH
3
, R
3
=OH Prot okat ekik 16: R
1
=R
4
=H, R
2
=R
3
=OH Asam kaf eat 17: R
1
=R
4
=H, R
2
=R
3
=OH Asam ferulat 18: R
1
=R
4
=H, R
2
=OCH
3
, R
3
=OH Asam 0-kum arat 19: R
1
=OH, R
2
=R
3
=R
4
=H Asam p-kum arat 20: R
1
=R
2
=R
4
=H, R
3
=OH Sinapat 21: R
1
=H, R
2
=R
4
=OCH
3
, R
3
=OH
Asam Benzoat 11-16 Asam Sinamat 17-21
19 senyawa fenolik yang larut dalam air dengan berat molekul antara 500-3000.
Kadar tanin dalam biji sorgum berkisar antara 0.4-3.6 yang sebagian besar terdapat dalam lapisan testa Suprapto dan Mudjisihono 1987.
R
1
= H, R
2
= H, R
3
= H: apigenidin R
1
= OH, R
2
= H, R
3
= H: lut eolinidin
Gambar 5 . Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan
luteolinidin Awika dan Rooney 2004 Menurut Waniska et al. 1989, senyawa tanin pada sorgum memiliki
berbagai peranan, antara lain untuk melindungi biji dari predator burung, serangga, dan kapang Fusarium tapsinum dan Aspergillus flavus. Tanin dari
sorgum menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi secara in vitro Riedl dan Hagerman 2001. Menurut Hagerman 1998, tanin dengan berat
molekul tinggi memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan antioksidan alami lainnya. Hal tersebut berhubungan dengan banyaknya
jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil yang dimiliki oleh tanin, dimana semakin banyak jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil, maka tanin akan
semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Selain itu, penelitian dari Hagerman 1998 juga melaporkan bahwa tanin tidak dapat berperan sebagai prooksidan
sehingga dinilai merupakan salah satu antioksidan yang potensial. Struktur
tanin pada sorgum dapat dilihat pada Gambar 6.
Sorgum memiliki berbagai efek positif bagi kesehatan yang berkaitan erat dengan berbagai komponen bioaktif terutama senyawa fenolik yang
dimilikinya Awika dan Rooney 2004. Peranan sorgum dalam mencegah penyakit kardiovaskular cardiovascular diseaseCVD dilaporkan oleh Cho
et al. 2000 yang menyatakan bahwa ekstrak heksan sorgum dapat menghambat pembentukan 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA HMG-CoA
20 reduktase pada sel hati tikus. Penelitian dari Lee dan Pan 2003 juga
melaporkan bahwa senyawa tanin sorgum dapat menghambat 63-97 oksidasi asam linoleat pada hemoglobin dibandingkan kedelai 13 dan
dedak padi 78. Kemampuan sorgum dalam menurunkan kadar kolestrol darah juga dilaporkan oleh Rooney et al. 1992 yang menyatakan bahwa
dedak sorgum memiliki kemampuan menurunkan kadar kolestrol darah lebih baik dibanding gandum dan jagung.
Gambar 6 . Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum Rooney dan
Serna 2000
Manfaat kesehatan sorgum lainnya adalah peranannya dalam membantu ketersediaan pangan bagi penderita diabetes militus dan obesitas
yang dibuktikan oleh penelitian Awika dan Rooney 2004, yang menyatakan bahwa senyawa tanin pada sorgum menyebabkan sorgum dicerna lebih
lambat dibandingkan jenis serealia lainnya. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Suarni 2004
yang menyatakan bahwa komponen protein dan pati pada sorgum lebih lambat dicerna daripada serealia lain sehingga komoditi ini
dinilai potensial untuk diaplikasikan pada makanan penderita diabetes dan obesitas. Menurut Muriu et al. 2002, mekanisme yang terjadi disebabkan
senyawa tanin yang terdapat pada sorgum akan menurunkan nilai nutrisi dari makanan yang dikonsumsi dengan cara berikatan dengan protein Hagerman
dan Butler 1981 dan karbohidrat Lizardo et al. 1995 membentuk suatu komplek yang sulit didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Mekanisme
peranan sorgum dalam menghambat obesitas lainnya adalah kemampuan senyawa tanin pada sorgum untuk berikatan dengan enzim-enzim pencernaan
21 seperti sukrase, amylase, tripsin, kimotripsin dan lipase Lizardo et al., 1995;
Al-Mamary et al., 2001. Aktivitas anti mutagenik sorgum dibuktikan oleh penelitian Grimmer
et al. 1992 yang menunjukkan bahwa senyawa tanin pada sorgum memiliki aktivitas anti mutagenik lebih tinggi dibanding senyawa tanin dengan berat
molekul lebih rendah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Turner 2006 melaporkan bahwa tanin dari dedak sorgum dapat mereduksi kanker kolon
pada tikus percobaan, dimana studi dilakukan dengan cara pemberian diet berupa dedak sorgum hitam, selulosa dan sorgum putih. Aktivitas anti kanker
kolon terbaik ada pada dedak sorgum hitam dimana hasil yang didapat, diduga berkorelasi dengan adanya aktivitas antioksidan dari sorgum.
Mekanisme anti kanker kolon dari sorgum memiliki hubungan erat dengan senyawa tanin pada sorgum. Mekanisme tersebut mengacu pada penelitian
yang telah dilakukan oleh Rios 2002 yang melaporkan bahwa senyawa tanin tidak terdegradasi setelah melewati saluran pencernaan pada manusia.
Menurut Rios 2002, tanin baru akan terdegradasi oleh mikroflora yang terdapat di kolon menjadi asam fenolik yang dapat berperan sebagai
antioksidan dalam sistem pencernaan di kolon. Van Rensburg 1981 menyatakan bahwa konsumsi sorgum secara
konstan akan berkorelasi dengan penurunan insiden kanker esofagus dibandingkan dengan konsumsi gandum maupun jagung yang justru dapat
meningkatkan insiden kanker esofagus. Berdasarkan bukti yang terkait, sorgum diduga kuat mampu menyumbangkan komponen nutrisi yang dapat
menghambat terjadinya kanker esofagus. Pernyataan ini dipertegas dengan penelitian Chen et al. 1993, berdasarkan data epidemiologi dari studi yang
dilakukan terhadap 21 komunitas di Cina yang telah mengonsumsi sorgum selama lebih dari 6 tahun, tingkat kematian yang disebabkan oleh kanker
esofagus menurun 1.4-3.2 kali dibandingkan ketika masih mengonsumsi gandum dan jagung.
22
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan meliputi mesin penyosoh, mesin penepung cakram pin disc mill, pengayak bergetar vibrating screen, mesin pembuat mi noodle
machine, pengukus steamer, oven, neraca, desikator, wadah plastik, peralatan masak, mesin penggoreng deep fat fryer dengan kapasitas minyak goreng
sebanyak 6 liter, alat analisis tekstur texture analyzer, peralatan gelas untuk analisis
kimia, sentrifuse,
penangas, alat
pengocok shaker,
dan spektrofotometer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi terdiri atas tepung sorgum, terigu Cakra Kembar, air, garam, baking powder, dan CMC. Bahan-
bahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan serat kasar, analisis fisik, pengujian total fenol, dan analisis anti radikal bebas DPPH, diantaranya air,
kertas saring, heksana teknis, HCl, K
2
SO
4
, HgO, larutan tris, H
2
SO
4
, Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O, NaOH, H
2
BO
3
, larutan indikator, etanol 95, air akuades, asam metafosfat, natrium asetat, asam asetat glasial, buffer asetat, etanol PA, metanol
PA, asam askorbat, DPPH, reagen Folin-Ciocalteu, dan asam galat.
B. TAHAPAN PENELITIAN Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7, dengan pewarnaan
yang berbeda untuk setiap tahapan. Penelitian yang dilakukan terdiri dari 3 tahap, diantaranya tahap pembuatan tepung sorgum yang ditandai dengan warna merah,
tahap pembuatan mi substitusi sorgum instan yang ditandai dengan warna kuning, dan tahap analisis mi substitusi sorgum instan terpilih beserta tepung
sorgum yang digunakan pada formula terpilih ditandai dengan warna biru.
1. Pembuatan Tepung Sorgum
Tahap awal dalam penelitian ini adalah penyosohan biji sorgum yang bertujuan untuk mengupas sebagian kulit biji sorgum. Penyosohan dilakukan
dengan penentuan waktu sosoh biji sorgum selama 0, 20 dan 60 detik.