Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi

(1)

KAJIAN PENGOLAHAN MI SUBSTITUSI SORGUM INSTAN

BERANTIOKSIDAN TINGGI

SKRIPSI

DESSYANA F24062061

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(2)

PROCESSING REVIEW OF INSTANT SORGHUM

SUBSTITUTION NOODLE

WITH HIGH ANTIOXIDANT CONTENT

Dessyana1, Nurheni Sri Palupi1,2, dan Sutrisno Koswara1,2

1

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO. Box 220, Bogor 16002, Indonesia

2Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center

Jl. Puspa Lingkar Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

ABSTRACT

Instant sorghum substitution noodle is a food product alternative as source of carbohydrate with high antioxidant content. Research methodology was divided into 3 stages: sorghum flour processing, instant sorghum noodles production, and instant sorghum noodle analysis. Sorghum was hulled 0, 20, and 60 seconds before the flour will be used in the formulation. Concentrations of sorghum flour for substitution were 30%, 40%, and 50%. Addition of water about 40% by weight of the mixed flour and frying for 120 seconds at 160oC were the most optimum parameters. Based on organoleptic tests, formulation was made from hulled sorghum about 20 seconds with 30% concentration of substitution was the most preferred formulation. Based on physical analysis, elongation value of formulation selected was 72.68%, hardness value was 3609.50 gf, adhesiveness value was 977.42 gf, springiness value was 0.2706 gs, water absorption (DSA) value was 146.96% and cooking loss value was 9.20%. Based on chemical analysis, formulation selected had 3.56% moisture content, 1.64% ash content, 17.32% fat content, 9.55% protein content, 67.91% carbohydrate content, and 0.61% crude fiber content. Sorghum flour was used had 8.37% moisture content, 1.18% ash content, 3.86% fat content, 6.15% protein content, 80.43% carbohydrate content, and 2.40% crude fiber content. Based on antioxidants analysis, total phenol content of formulation selected was 0.05 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/g, antioxidant activity was 0.58 mg AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity)/g, and antioxidant capacity was 18.17%. Sorghum flour was used had total phenol content was 0.12 mg GAE/g, antioxidant activity was 0.73 mg AEAC/g, and antioxidant capacity was 23.13%. Keywords: sorghum, instant noodle, antioxidant


(3)

Dessyana. F24062061. Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. dan Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.

RINGKASAN

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi sebagai sumber kalori di dunia, bahkan menduduki peringkat keempat setelah beras, gandum, dan jagung. Sorgum mempunyai prospek yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tidak hanya dikarenakan daya adaptasinya yang baik pada lahan kering dan relatif tahan hama, tetapi kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jika dibandingkan dengan serealia lainnya. Untuk meningkatkan nilai tambah dan penerimaan masyarakat terhadap komoditas tersebut, rekayasa cara pengolahan sorgum menjadi mi instan dapat dilakukan. Mi substitusi sorgum instan yang dihasilkan masih menggunakan bahan baku terigu untuk memperbaiki karakteristik mi yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk memanfaatkan sorgum sebagai bahan substitusi dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan berantioksidan tinggi dan bertujuan secara khusus untuk mendapatkan formula mi substitusi sorgum instan yang paling disukai, menentukan karakteristik tepung sorgum yang digunakan beserta mi substitusi sorgum instan yang dihasilkan, mengukur kandungan total fenol dan aktivitas serta kapasitas antioksidan pada formula mi substitusi sorgum instan yang paling disukai. Penelitian yang dilakukan terdiri dari 3 tahap, diantaranya tahap pembuatan tepung sorgum, tahap pembuatan mi substitusi sorgum instan, dan tahap analisis mi substitusi sorgum instan terpilih beserta tepung sorgum yang digunakan pada formula terpilih.

Tepung sorgum diproduksi melalui proses penyosohan dan penepungan biji sorgum. Penyosohan biji sorgum dilakukan dengan waktu sosoh selama 0, 20, dan 60 detik. Tepung sorgum yang digunakan dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan merupakan tepung sorgum yang telah melalui tahap pengayakan menggunakan pengayak bergetar (vibrating screen)berskala 100 mesh.

Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan mengacu pada proses pembuatan mi instan terigu pada umumnya meliputi pencampuran, pembentukan adonan dan lembaran, pencetakan mi dan pemotongan, pengukusan, penggorengan dan pendinginan. Penentuan jumlah air yang ditambahkan dalam formula dan penentuan waktu penggorengan yang optimum merupakan langkah awal dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, penambahan air sebanyak 40% dari berat campuran tepung dipilih untuk selanjutnya diberlakukan pada semua formula dan waktu yang paling optimum dalam proses penggorengan mi substitusi sorgum instan adalah selama 120 detik (2 menit) pada suhu 160°C.

Penentuan formula mi substitusi sorgum instan terpilih dilakukan berdasarkan hasil analisis sensori yang dilakukan sebanyak dua tahap. Dengan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari uji rating dan ranking hedonik pada analisis organoleptik tahap kedua ini, formula dari kombinasi perlakuan penyosohan 20 detik dengan konsentrasi substitusi tepung sorgum 30% merupakan formula yang paling optimum.


(4)

Berdasarkan analisis fisik yang dilakukan, mi substitusi sorgum instan dengan formula terpilih memiliki tingkat elongasi sebesar 72.68%, nilai kekerasan 3609.50 gf, nilai kelengketan sebesar 977.42 gf, nilai kekenyalan 0.27 gs, nilai DSA sebesar 146.96% dan nilai KPAP sebesar 9.20%. Berdasarkan analisis kimia yang dilakukan, mi substitusi sorgum instan dengan formula terpilih memiliki kadar air 3.56%, kadar abu 1.64%, kadar lemak 17.32%, kadar protein 9.55%, kadar karbohidrat 67.91%, dan kadar serat kasar 0.61%. Tepung sorgum yang digunakan dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan terpilih memiliki kadar air 8.37%, kadar abu 1.18%, kadar lemak 3.86%, kadar protein 6.15%, kadar karbohidrat 80.43%, dan kadar serat kasar 2.40%. Berdasarkan analisis antioksidan yang dilakukan, mi berbahan substitusi tepung sorgum 30% dengan perlakuan waktu penyosohan 20 detik memiliki kandungan total fenol sekitar 0.05 mg GAE/g mi, aktivitas antioksidan sekitar 0.58 mg AEAC/g mi, dan memiliki kapasitas antioksidan sekitar 18.17%. Tepung sorgum yang digunakan dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan terpilih memiliki kandungan total fenol sekitar 0.12 mg GAE/g tepung sorgum, aktivitas antioksidan sekitar 0.73 mg AEAC/g tepung sorgum, dan memiliki kapasitas antioksidan sebesar 23.13%. Mi instan komersial yang dijadikan sebagai pembanding dalam pengujian total fenol terhadap mi substitusi sorgum instan memiliki total fenol sebesar 0.25 mg GAE/g mi.


(5)

KAJIAN PENGOLAHAN MI SUBSTITUSI SORGUM INSTAN

BERANTIOKSIDAN TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh DESSYANA

F24062061

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(6)

Judul Skripsi : Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi

Nama : Dessyana

NRP : F24062061

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) (Ir. Sutrisno Koswara, M.Si)

NIP 19610802.198703.2.002 NIP 9640505.199103.1.003

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.) NIP 19650814.199002.1.001


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul

Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010 Yang membuat pernyataan

Dessyana F24062061


(8)

© Hak Cipta mlik Dessyana, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1987 sebagai anak kedua dari pasangan Alim Soehayrman dan Mirayati. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD. Maria Fransiska, SLTP Pax Ecclesia, dan SMA Marsudirini Bekasi. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa studi di IPB, penulis merupakan anggota HIMITEPA dan KEMAKI. Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis adalah menjadi anggota Biro Pendidikan dan Pengembangan Kemaki (2007-2009), anggota Food Processing Club divisi Confectionery (2007) serta divisi Ice Cream (2008), dan berpartisipasi sebagai penyuluh dalam Penyuluhan Keamanan Pangan untuk Pedagang Sekitar Kampus IPB (2008), Pengalaman kerja yang pernah dilalui penulis adalah menjadi guru les privat, asisten praktikum teknologi pengolahan pangan, dan praktek lapang di KPB PT Perkebunan Nusantara.

Selama mengikuti perkuliahan, seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis adalah seminar Kewirausahaan IPB (2006), seminar Another Bussines Hour IPB “From The Spirit Get Profit” (2007), seminar dan pelatihan Auditor Sistem HACCP (2008), serta seminar dan pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal (2009). Prestasi yang pernah diraih penulis adalah peraih beasiswa PPA-IPB (2008-2010), penerima dana dari program Dikti untuk PKMI 2007 yang berjudul “Efek Perubahan pH dan Penambahan Senyawa Logam Terhadap Stabilitas Warna Pigmen Curcumin pada Kunyit (Curcuma longan Linn.)” dan untuk PKMP 2009 yang berjudul “Aplikasi Limbah Bawang Merah (Alium cepa L.) sebagai Antibrowning Agent pada Apel Fresh Cut”.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dengan judul Kajian Pengolahan Mi Substitusi Sorgum Instan Berantioksidan Tinggi dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor sejak bulan Februari sampai dengan Juli 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghaargaan dan terim kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si yang telah memberikan arahan, bimbingan,

saran, dan nasihat selama penulis menempuh pendidikan dan penelitian.

2. Ir. Sutrisno Koswara, M.Si yang telah memberikan izin, kesempatan, arahan, bimbingan, saran, dan nasihat selama proses penelitian kepada penulis.

3. Ir. Elvira Syamsir, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji serta atas segala masukan dan pencerahan yang diberikan kepada penulis.

4. Papa, mama, kakak, keluarga besar, dan teman-teman Legio Mariae atas cinta kasih, doa, semangat, dan dukungannya kepada penulis.

5. Febri, Narita, Bayang, Daniel Pramuita, Adel, dan Agnes. Terima kasih atas dukungan, rasa saling berbagi, dan kebersamaan kita selama ini.

6. Saffiera, Septi, Dewi, Eka, Erinna, Stephanie, Wonojatun, Arius, Riza dan semua teman, adik kelas, dan kakak kelasku yang tak dapat dituliskan satu persatu. Terima kasih atas masukan, dukungan, dan kebersamaan kita.

7. Seluruh dosen ITP, staff dan teknisi laboratorium di ITP maupun di SEAFAST, serta setiap individu dan institusi terkait, atas segala pengajaran, pendidikan, moral, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan.

Bogor, Oktober 2010 Dessyana


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SORGUM ... 4

1. Botani Sorgum ... 4

2. Morfologi dan Anatomi Biji Sorgum ... 5

3. Komposisi Kimia Biji Sorgum ... 7

B. MI INSTAN SORGUM ... 11

1. Definisi Mi Instan ... 11

2. Proses Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan ... 13

C. ANTIOKSIDAN ... 14

1. Definisi Antioksidan ... 14

2. Mekanisme Reaksi Antioksidan ... 15

3. Komponen Bioaktif Sorgum ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. ALAT DAN BAHAN .. ... 22

B. TAHAPAN PENELITIAN ... 22

1. Pembuatan Tepung Sorgum ... 22

2. Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan ... 25

a. Penentuan Jumlah Air dan Waktu penggorengan ... 25

b. Formulasi Mi Substitusi Sorgum Instan ... 26


(12)

Halaman

C. METODE ANALISIS... 28

1. Analisis Sensori ... 28

2. Analisis Fisik ... 29

3. Analisis Kimia ... 31

4. Analisis Total Fenol... 35

5. Analisis Anti Radikal Bebas DPPH... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Proses Pembuatan Tepung Sorgum ... 38

B. Proses Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan ... 39

C. Formula Mi Substitusi Sorgum Instan Terpilih ... 41

D. Karakteristik Fisik Mi Substitusi Sorgum Instan Terpilih Setelah Rehidrasi ... 47

E. Karakteristik Kimia Mi Substitusi Sorgum Instan dan Tepung Sorgum Terpilih ... 51

F. Ketersediaan Senyawa Antioksidan pada Mi Substitusi Sorgum Instan Terpilih ... 56

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil analisis kimia terhadap bagian-bagian biji sorgum ... 7 2. Kandungan vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya ... 9 3. Komposisi kimia sorgum, gandum, dan jagung dalam 100 gram bahan

yang dapat dimakan ... 10 4. Syarat mutu mi instan ... 12 5. Formulasi mi substitusi sorgum instan ... 26 6. Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA

(Texture Profile Analysis) ... 30 7. Bobot total biji sorgum dan rendemen tepung sorgum ... 39 8. Karakteristik warna dan waktu rehidrasi produk mi substitusi sorgum

instan pada variasi waktu penggorengan ... 41 9. Rekapitulasi hasil uji rating ... 43 10. Karakteristik fisik mi substitusi sorgum instan terpilih dan mi instan

komersial ... 47 11. Karakteristik kimia mi dan tepung yang digunakan ... 51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tanaman sorgum ... 4

2. Struktur biji sorgum ... 6

3. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH ... 17

4. Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu asam benzoat dan asam Sinamat ... 18

5. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin ... 19

6. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum ... 20

7. Tahapan penelitian ... 23

8. Tahap pembuatan tepung biji sorgum dengan waktu penyosohan 0 detik ... 24

9. Tahap pembuatan tepung biji sorgum dengan waktu penyosohan 20 dan 60 detik ... 24

(a) Mesinpenepung cakram ... 25

(b) Pengayak bergetar... 25

11. Mesin pembuat mi ... 26

12. Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan ... 27

13. Tepung sorgum yang dihasilkan ... 39

14. Proses penggorengan dengan mesin penggoreng ... 42

15. Mi substitusi sorgum instan terpilih ... 47

16. Total fenol mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih ... 57

17. Aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih beserta biji sorgum dengan perlakuan waktu penyosohan 60, 20, dan 0 detik ... 60

18. Kapasitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih ... 62


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Formulir uji rating hedonik ... 73

2. Pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut rasa ... 74

3. Pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut elastisitas ... 75

4. Pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut kelengketan ... 76

5. Pengolahan data analisis elongasi ... 77

6. Pengolahan data kekerasan dan kelengketan ... 77

7. Pengolahan data analisis kekenyalan ... 77

8. Pengolahan data analisis daya serap air (DSA) ... 78

9. Pengolahan data analisis kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) ... 78

10. Pengolahan data analisis kadar air ... 79

11. Pengolahan data analisis kadar abu ... 79

12. Pengolahan data analisis kadar lemak ... 79

13. Pengolahan data analisis kadar protein ... 80

14. Pengolahan data analisis kadar karbohidrat ... 80

15. Pengolahan data analisis kadar serat kasar ... 80

16. Kurva standar asam galat (untuk analisis total fenol mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih) ... 81

17. Kurva standar asam galat (untuk analisis total fenol mi instan komersial ... 81

18. Pengolahan data analisis total fenol ... 82

19. Kurva standar asam askorbat ... 82

20. Pengolahan data analisis aktivitas dan kapasitas antioksidan ... 83

21. Perhitungan kesetaraan aktivitas antioksidan mi sorgum instan dengan RDI vitamin C ... 83


(16)

II. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi saat ini sudah semakin meningkat. Kesadaran ini dipengaruhi oleh semakin majunya teknologi dan media informasi di bidang pangan. Telah banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara pangan dan kesehatan sehingga hal ini menstimulir munculnya aneka produk pangan fungsional.

Kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi produk pangan juga dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang semakin dinamis dikarenakan oleh tuntutan pekerjaan. Tingginya aktivitas yang didorong oleh semakin tingginya kebutuhan, menyebabkan pola konsumsi pangan yang praktis dalam penyajiannya menjadi tren konsumsi saat ini. Mi instan merupakan salah satu jenis pangan yang dapat menjadi alternatif pengganti pangan pokok, selain karena kepraktisannya, mi instan juga dapat mengenyangkan. Seiring dengan perkembangan zaman, peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan serta pentingnya nilai gizi dalam makanan yang mereka konsumsi menyebabkan kebutuhan akan mi instan yang menyehatkan (mi sehat) pun meningkat.

Konsumsi mi instan yang mampu menggantikan konsumsi beras merupakan bentuk partisipasi terhadap program diversifikasi pangan, yang dalam perjalanannya diartikan sebagai program yang bertujuan untuk menurunkan tingkat konsumsi beras. Maksud dari program diversifikasi pangan pada dasarnya adalah menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat baik secara kualitas maupun kuantitas sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Ariani 2006). Mi instan yang umumnya dikonsumsi adalah mi instan yang berbahan baku terigu.

Pemanfaatan terigu sebagai bahan baku pangan di Indonesia meningkat sangat signifikan dari 9.9 kg per kapita pada tahun 2002, menjadi 17.11 kg per kapita pada tahun 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia. Pada tahun 2007, 100% kebutuhan dalam negeri dipenuhi oleh gandum impor. Volume impor terigu hingga bulan Maret tahun 2009 melonjak hingga dua kali lipat


(17)

daripada periode yang sama tahun 2008 (Melyani 2009). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, volume impor terigu selama bulan Januari 2010 bahkan naik menjadi 60029 ton (Zuhri 2010). Ketidakseimbangan antara impor terigu dengan produksi terigu dalam negeri yang secara tidak langsung dipengaruhi pula oleh kebijakan pemerintah, tentu akan berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia (Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim 2009). Substitusi terigu menggunakan tepung sorgum diharapkan mampu mendukung secara utuh program diversifikasi pangan yang mengindahkan ketersediaan bahan baku lainnya di dalam negeri sekaligus manfaatnya yang baik bagi kesehatan.

Sorgum merupakan salah satu komoditas hayati dari Afrika. Sorgum sebenarnya sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1925, tetapi perkembangannya tidak sebaik padi dan jagung. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya daerah yang memanfaatkan tanaman sorgum sebagai bahan pangan. Sorgum di berbagai wilayah Indonesia mempunyai istilah yang berbeda-beda, seperti cantel di berbagai desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jagung cantrik di daerah Jawa Barat, batara tojeng di berbagai desa di Sulawesi Selatan. Sorgum baru berkembang baik pada tahun 1973 di beberapa daerah seperti Demak, Kudus, Grobogan, Purwodadi, Lamongan, dan Bojonegoro (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi sebagai sumber kalori di dunia, bahkan menduduki peringkat keempat setelah beras, gandum, dan jagung (FAO 1996). Sorgum mempunyai prospek yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tidak hanya dikarenakan daya adaptasinya yang baik pada lahan kering dan relatif tahan hama, tetapi kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jika dibandingkan dengan serealia lainnya. Jika dibandingkan dengan jagung, kadar protein sorgum lebih tinggi. Namun jika dibandingkan dengan gandum, kadar protein sorgum masih lebih rendah. Dari segi kandungan mineral, sorgum memiliki kandungan kalsium, besi, dan tiamin yang lebih tinggi daripada gandum dan jagung (Hubeis 1984).

Sorgum mengandung komponen fenolik yang memiliki sifat antioksidan. Menurut Wall dan Blessin (1970), meskipun kandungan karotennya tidak sebanyak jagung, sorgum mengandung senyawa polifenol yang cukup tinggi,


(18)

khususnya tanin. Beberapa sumber menyatakan bahwa senyawa tanin memiliki manfaat kesehatan, diantaranya dapat menghambat oksidasi asam linoleat pada hemoglobin, mampu menurunkan kadar kolestrol darah, memiliki potensial untuk diaplikasikan pada makanan penderita diabetes dan obesitas, serta memiliki aktivitas anti mutagenik.

B. TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah memanfaatkan sorgum sebagai bahan substitusi dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan berantioksidan tinggi. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula mi substitusi sorgum instan yang paling disukai, menentukan karakterisitik mi substitusi sorgum instan terpilih beserta tepung sorgum yang digunakan, dan mengukur kandungan total fenol dan aktivitas serta kapasitas antioksidan pada formula mi substitusi sorgum instan yang paling disukai.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi yang terkait dengan potensi sorgum sekaligus meningkatkan nilai tambah dari sorgum sebagai bahan substitusi terigu sehingga dapat mendukung program diversifikasi pangan.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SORGUM

1. Botani Sorgum

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk dalam kelas Monocotyledon, famili Gramineae dan sub famili Panicoideae (Matz 1991). Sebenarnya sorgum merupakan daging biji terlindung pada sekam dari malai yang berdiri tegak pada batang. Namun dalam kenyataan praktisnya, yang dimaksud dengan sorgum menurut Hubeis (1984), yaitu butir sorgum yang telah dipisahkan dari sekamnya dengan cara perontokan dan berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (1992) merupakan biji dari tanaman sorgum yang telah dikeringkan dan dibuang kelopaknya.

Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah tropik dan subtropik, dari dataran rendah (daerah pantai) sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sorgum antara 23o-30oC dengan kelembapan relatif 20-40%, sedangkan suhu tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah ± 25oC (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Tanaman sorgum dapat tumbuh mencapai ketinggian antara 2-15 kaki. Batang tanaman sorgum hampir menyerupai tanaman jagung, hanya saja tanaman sorgum memiliki lebih banyak akar sekunder dan luas daun yang lebih kecil (Kramer 1959). Bentuk tanaman sorgum dapat dilihat pada

Gambar 1.


(20)

Sorgum berasal dari Afrika dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1925 dengan istilah yang berbeda-beda tiap daerah (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Sorgum berpotensi besar untuk berkembang di Indonesia karena sorgum mempunyai daerah adaptasi yang luas, meliputi daerah beriklim kering atau musim hujan pendek serta tanah yang kurang subur. Selain itu, sorgum dapat ditanam sebagai tanaman sisipan atau tumpang sari dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah, ataupun tembakau sehingga luas tanaman sorgum yang sesungguhnya agak sulit diukur. Penghasil sorgum terbesar di Indonesia terdapat di Jawa Tengah, disusul Jawa Timur, DI Yogyakarta, serta NTB dan NTT (Sirrapa 2003).

2. Morfologi dan Anatomi Biji Sorgum

Biji sorgum pada umumnya berbentuk bulat lonjong atau bulat telur dan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kulit luar, lembaga, dan endosperm. Komposisi dari bagian-bagian bijinya, yaitu kulit luar 7.9%, lembaga 9.8%, dan endosperm 82.3% (Hoseney 1998). Menurut Watson (1984), biji sorgum berbentuk bulatan dengan ukuran panjang sekitar 4.0 mm, lebar 3.5 mm, dan tebal 2.5 mm. Berat biji sorgum bervariasi antara 8 sampai 50 mg dengan berat rata-rata sebesar 28 mg. Biji sorgum termasuk jenis kariopsis (caryopsis) dimana seluruh perikarp bergabung dengan endosperm. Gambar penampang biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.

Perikarp atau kulit luar merupakan bagian terluar dari biji yang melapisi endosperm. Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), perikarp terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Epikarp tersusun atas dua sampai tiga lapis sel memanjang, berbentuk segi empat, memiliki ketebalan tertentu, dan mengandung zat pigmen. Zat pigmen yang terdapat pada perikarp berwarna putih, kuning, jingga, dan merah, dimana zat pigmen ini dapat mengalir masuk ke dalam endosperm.

Lapisan tengah dari perikarp adalah mesokarp yang merupakan lapisan paling tebal dari ketiga lapisan yang menyusun perikarp. Sel mesokrap mengandung granula pati kecil, berbentuk poligonal dan dapat dilihat di bawah sinar mikroskop. Menurut Rooney dan Serna (2000), sorgum


(21)

merupakan satu-satunya jenis serealia yang memiliki pati pada bagian mesokarp.

Gambar 2.Struktur biji sorgum (FSD 2010)

Lapisan paling dalam dari perikarp adalah endokarp. Lapisan endokarp terdiri atas sel-sel melintang berbentuk tabung. Salah satu fungsi dari sel berbentuk tabung tersebut, yaitu mengangkut air. Tepat di bawah endokarp, terdapat lapisan testa yang mengelilingi endosperm. Beberapa peneliti berpendapat bahwa senyawa polifenol kadar tinggi terdapat dalam testa (Felicia 2006). Hoseney (1998) menyatakan bahwa pada lapisan testa terdapat senyawa polifenol dalam jumlah tinggi, yaitu berupa tanin dalam bentuk terkondensasi (condensed tannin). Lapisan testa terkait sangat kuat dengan lapisan perikarp dan sulit dihilangkan.

Lembaga terdiri dari keping biji dan terikat kuat dengan endosperm. Hal ini menyebabkan lembaga sulit dihilangkan dengan proses penggilingan. Lembaga kaya akan protein, lemak, serta sejumlah mineral dan vitamin B (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Dua bagian utama dari lembaga adalah embryonic axis (bakal embrio) dan scutellum. Scutellum merupakan jaringan penyimpan yang kaya akan lemak, protein, enzim, dan mineral. Minyak pada

Kariopsis

Lembaga Stylet

Endospermdalam

Radikula Plumula

Epiblastula Perikarp

Endosperm Testa Endospermluar


(22)

lembaga sorgum kaya akan asam lemak tak jenuh ganda dan mirip seperti minyak jagung (FAO 1995).

Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji serealia dengan proporsi sekitar 81-84% dan terdiri atas lapisan luar endosperm (corneous endosperm) dan lapisan dalam endosperm (floury endosperm) (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Corneous endosperm merupkan lapisan keras dan bening seperti kaca, sedangkan floury endosperm merupakan lapisan yang lebih lembut dan agak keruh. Proporsi corneous dan floury endosperm bervariasi antar jenis sorgum. Secara umum, corneous endosperm paling banyak terdapat pada lapisan luar, sedangkan floury endosperm banyak terdapat pada pusat endosperm. Lapisan luar endosperm berupa sel-sel aleuron yang mengandung protein dalam jumlah tinggi, sedangkan bagian dalam endosperm mengandung sedikit protein. Sel-sel penyusun aleuron berukuran kecil dan berbentuk kotak serta mengandung granula pati yang terselebung oleh gumpalan protein matriks terutama glutelin (protein larut dalam alkali) dan prolamin (protein larut dalam alkohol).

3. Komposisi Kimia Biji Sorgum

Komposisi kimia biji sorgum bervariasi tergantung bagian bijinya, varietas, tanah, dan kondisi lingkungan penanaman. Adapun hasil analisis kimia terhadap bagian-bagian biji sorgum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis kimia terhadap bagian-bagian biji sorgum

Bagian biji Susunan kimia bagian-bagian biji (%)

Pati Protein Lemak Abu Serat Biji utuh 73.80 12.30 3.60 1.65 2.20 Endosperm 82.50 12.30 0.63 0.37 1.30 Kulit biji 34.60 6.70 4.90 2.02 8.60 Lembaga 9.80 13.40 18.90 10.36 2.60

Sumber: Suprapto dan Mudjisihono (1987)

Kandungan karbohidrat pada sorgum sebagian besar terdiri atas polisakarida pati dan sebagian kecil polisakarida non pati. Menurut Suprapto


(23)

dan Mudjisihono (1987), polisakarida pati merupakan bentuk karbohidrat yang paling banyak terdapat dalam sorgum, khususnya pada bagian endosperm. Berdasarkan kandungan amilosanya, biji sorgum dapat digolongkan menjadi jenis beras (non waxy sorgum) dan jenis ketan (waxy sorgum). Kadar amilosa jenis beras sekitar 25%, sedangkan untuk jenis ketan sekitar 2%. Polisakarida non pati merupakan jenis karbohidrat yang tidak dapat dicerna enzim-enzim pencernaan manusia.

Polisakarida non pati yang terkandung pada sorgum terdiri atas

selulosa, β-glucan, hemiselulosa, dan lignin. Menurut Rooney dan

Serna-Saldivar (1999), sorgum mengandung serat tidak larut (Insoluble Dietary Fiber/IDF) dalam jumlah tinggi, sedangkan kandungan serat larut (Soluble Dietary Fiber/SDF) dan β-glucan cukup rendah.

Kandungan lemak dalam biji sorgum utuh sekitar 3.6% dengan kandungan lemak tertinggi pada bagian lembaga, yaitu sekitar 18.9% (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Menurut Chung dan Ohm (1999), lemak pada biji sorgum terdiri dari dua jenis, yaitu lemak bebas (2.8-4.4%) dan lemak dalam bentuk terikat (0.6-0.8%). Jenis asam lemak yang menyusunnya terdiri atas asam palmitat (11-13%), asam oleat (30-45%), dan asam linoleat (33-49%) Hulse et al. (1980) menyatakan bahwa hampir 80% kandungan lemak pada sorgum terdiri atas asam lemak tidak jenuh dengan proporsi paling besar, yaitu asam linoleat.

Kandungan protein sorgum cukup unggul jika dibandingkan dengan beras maupun jagung. (FAO 1995). Menurut Lasztity (2000), seperti jenis serealia lainnya, distribusi protein pada biji sorgum tidak merata. Hal ini ditegaskan oleh Suprapto dan Mudjisihono (1987) yang menyatakan bahwa jumlah protein yang terdapat dalam perikarp, lembaga, dan endosperm berbeda-beda. Bagian-bagian biji tersebut juga memiliki jenis protein yang berbeda. Lebih dari 80% total protein terdapat pada bagian endosperm biji, terutama pada lapisan luar endosperm. Sebaliknya, bagian perikarp memiliki kandungan protein yang paling rendah (Lazistity 2000). Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), protein yang terkandung dalam bagian lembaga memiliki nilai gizi lebih tinggi jika dibandingkan dengan protein yang


(24)

terkandung dalam endosperm (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan asam amino dalam lembaga meliputi lisin (4.1%), treonin (3.4%), metionin (1.5%), dan sistin (1.0%), sedangkan kandungan asam amino dalam endosperm meliputi lisin (1.1%), treonin (2.8%), metionin (1.0%), dan sistin (0.8%).

Seperti serealia lainnya, protein pada biji sorgum dapat dicirikan menjadi empat jenis, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam garam), prolamin (larut dalam alkohol), dan glutelin (larut dalam alkali). Protein albumin dan globulin paling banyak terdapat pada lapisan aleuron, sedangkan protein prolamin dan glutelin banyak menyelubungi granula pati yang terdapat dalam lapisan aleuron (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Menurut Lasztity (2000), jenis protein yang dominan pada sorgum, yaitu kafirin (sekitar 32.6-58.8% dari total protein). Kafirin ini termasuk ke dalam jenis protein prolamin. Selain itu, pada sorgum juga terdapat protein glutelin (19.0-37.4%), albumin (1.3-7.7%), dan globulin (2.0-9.3%). Sorgum tidak memiliki protein glutenin dan gliadin yang mampu membentuk gluten seperti halnya terigu.

Menurut Suprapto dan Mudjisihono (1987), kandungan vitamin yang terdapat pada biji sorgum utuh dan bagian biji lainnya berbeda-beda. Susunan vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya terdapat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan vitamin pada biji sorgum utuh dan bagian-bagiannya

Kandungan vitamin

(µg/g bahan)

Bagian Biji (%)

Biji Utuh Endosperm Lembaga Sekam Niasin 45.30 43.70 80.70 44.00 Asam pantotenat 10.40 8.70 32.20 10.00 Riboflavin 1.30 0.90 3.90 4.00 Biotin 0.20 0.11 0.57 0.35 Piridoksin 4.70 4.00 7.20 4.40

Tiamin 3.30 - - -

Vitamin C 21.00 - - -

Kolin 420.00 - - -


(25)

Bagian lembaga lebih kaya akan vitamin, bahkan jumlahnya dapat mencapai 2-5 kali lebih banyak, jika dibandingkan dengan kandungan vitamin dalam perikarp dan endosperm. Perikarp dan lembaga mengandung riboflavin dalam jumlah yang hampir sama, demikian pula dengan kandungan niasin, asam pantotenat, dan piridoksin dalam bagian perikarp dan endosperm hampir sama pula. Apabila dibandingkan dengan biji jagung, biji sorgum mengandung riboflavin dan piridoksin dalam jumlah yang sama, sedangkan asam pantotenat, asam nikotinat, dan biotin pada biji sorgum memiliki jumlah yang lebih tinggi. Kadar tiamin dan niasin dalam biji sorgum lebih baik daripada terigu dan beras, namun kadar riboflavinnya lebih rendah.

Wall dan Blessin (1970) menyatakan kandungan mineral biji sorgum dan bagian tanaman lainnya bergantung pada banyak faktor, antara lain varietas, kondisi tanah, suhu, curah hujan, dan penggunaan pupuk. Jenis mineral utama pada biji sorgum antara lain fosfor, magnesium, potasium, dan silikon. Jenis mineral lainnya seperti kalsium dan natrium terdapat dalam jumlah sedikit. Secara keseluruhan kandungan nutrisi sorgum tidak kalah jika dibandingkan dengan serealia lainnya (gandum dan jagung). Komposisi kimis sorgum, gandum, dan jagung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia sorgum, gandum, dan jagung dalam 100 gram bahan yang dapat dimakan

Komposisi kimia Sorgum Gandum Jagung Kalori (Kal) 355.00 344.00 363.00 Protein (g) 10.40 11.50 10.00 Lemak (g) 3.40 2.00 4.50 Karbohidrat (g) 71.00 70.00 71.00 Serat (g) 2.00 2.00 2.00 Ca (mg) 32.00 30.00 12.00

Fe (mg) 4.50 3.50 2.50

Thiamin (mg) 0.50 0.40 0.35 Riboflavin (mg) 0.12 0.10 0.13 Niacinamide (mg) 3.50 5.00 2.00


(26)

B. MI INSTAN

1. Definisi Mi Instan

Menurut Hou dan Kruk (1998), produk mi pada mulanya berasal dari daratan Cina. Saat ini mi cukup populer bukan hanya di Asia bagian timur, tetapi juga di Indonesia. Mi dapat dikategorikan sebagai salah satu komoditi pangan substitusi karena mi berfungsi sebagai bahan pangan utama yang mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi (Indriani 2005). Menurut Astawan (1999), produk mi dapat dikelompokkan menjadi mi mentah, mi basah, mi kering, dan mi instan.

Mi instan merupakan salah satu jenis produk pasta atau ekstrusi. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3551-2000, mi instan dibuat dari adonan tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, dan dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali (Badan Standarisasi Nasional, 2000). Syarat mutu mi instan menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 4.

Menurut Astawan (1999), bahan dasar pembuatan mi instan adalah terigu. Terigu memiliki keistimewaan dibandingkan tepung dari jenis serealia lainnya karena dapat membentuk gluten pada saat terigu bercampur air. Sifat elastik gluten pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Berdasarkan kandungan glutennya, terigu yang digunakan adalah jenis hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik dengan kandungan proteinnya sekitar 12-13%.

Air berfungsi sebagai media reaksi antara karbohidrat dengan gluten, pelarut garam, dan pembentukan sifat kenyal gluten. Fungsi garam adalah memberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi. Air abu berfungsi untuk mempercepat pembentukan gluten dan meningkatkan sifat kenyal. Bahan pengembang digunakan untuk mempercepat pengembangan adonan. CMC (Carboxyl Metil Cellulose) umumnya ditambahkan dalam pembuatan mi sebagai bahan pengembang dan bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air serta mempertahankan keempukan mi selama penyimpanan. Bahan-bahan pelengkap mi instan, yaitu zat pewarna dan bumbu. Pewarna yang biasanya


(27)

adalah pewarna kuning, seperti tartarzine yellow ataupun larutan brine. Menurut Baik et al. (1994), larutan brine merupakan larutan dengan komposisi 5.18% natrium klorida, 0.26% natrium karbonat, dan 0.26% kalium karbonat. Fungsi dari zat warna adalah memberi warna khas mie sedangkan bumbu-bumbu digunakan untuk memberi flavor tertentu.

Tabel 4. Syarat mutu mi instan (SNI 01-3551-2000)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan 2)

1.1Tekstur 1.2Aroma 1.3Rasa 1.4Warna - - - -

normal / dapat diterima normal / dapat diterima normal / dapat diterima normal / dapat diterima 2.

3. 4.

Benda asing 2)

Keutuhan 2) Kadar air 1)

4.1 Proses penggorengan 4.2 Proses pengeringan

- % b/b

% b/b % b/b

tidak boleh ada min. 90

maks. 10.0 maks. 14.5 5. Kadar protein 2)

5.1 Mi dari terigu 5.2 Mi dari bukan terigu

% b/b % b/b min. 8.0 min. 4.0 6. 7. 8. 9.

Bilangan asam 1) Cemaran logam 2) 7.1 Timbal (Pb) 7.2 Raksa (Hg) Arsen (As) 2)

Cemaran mikroba 2) 9.1 Angka lempeng total 9.2 Kapang

9.3 E.coli

9.4 Salmonella

mg KOH/g minyak mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g koloni/g APM/g per 25 g

maks. 2.0

maks. 2.0 maks. 0.05

maks. 0.5

maks. 1.0 x 106 maks. 1.0 x 103

negatif negatif

1)

Berlaku untuk keping mi

2)

Berlaku untuk keping mi dan bumbu


(28)

Berdasarkan proses pengeringan, dikenal dua macam mi instan. Pengeringan dengan cara menggoreng menghasilkan mi instan goreng (instant fried noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut mi instan kering (instant dried noodle). Mi instan goreng mampu menyerap minyak hingga 20% selama penggorengan (dalam pembuatan mi) sehingga mi instan goreng memiliki keunggulan rasa dibandingkan mi jenis lainnya. Namun demikian, mi instan goreng disyaratkan agar pada saat perebusan tidak ada minyak yang terlepas ke dalam air dan hasilnya mi harus cukup kompak dan permukaannya tidak lengket (Astawan 1999).

2. Proses Pembuatan Mi SubstitusiSorgum Instan

Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan memiliki kesamaan dalam proses pembuatan mi instan yang umumnya terbuat dari terigu. Adapun tahapan proses pembuatan mi substitusi sorgum instan terdiri atas tahap persiapan bahan, pencampuran bahan (mixing), pembentukan lembaran (sheeting) dan pembentukan untaian mi (slitting), pemotongan untaian mi (cutting), pengukusan (steaming), penggorengan (frying), pendinginan (cooling), dan pengemasan (packaging).

Tahap persiapan bahan meliputi penimbangan bahan sesuai formula dan pembuatan larutan garam. Bahan-bahan yang telah ditimbang beserta larutan garam dicampur menjadi satu. Pencampuran bahan bertujuan untuk mendistribusikan bahan secara seragam dan membentuk adonan yang kompak serta memiliki kadar air yang cukup. Pada tahap ini sangat sedikit sekali terjadi pengembangan gluten. Pengembangan gluten baru terjadi pada saat pembentukan lembaran. Pembentukan lembaran yang dimaksud adalah tahap pembentukan lembaran tipis dengan ukuran yang disesuaikan kebutuhan. Tahap pembentukan lembaran bertujuan membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembar adonan menjadi lembut dan elastis. Setelah terbentuk, lembaran adonan dipotong atau disisir menjadi untaian mi. Pada tahap pembentukan untaian mi, tekstur mi juga dapat dibuat menjadi bergelombang.


(29)

Mi yang dihasilkan dari tahap pembentukan untaian mi masih berupa untaian panjang sehingga perlu dilakukan tahap pemotongan untuk memperoleh mi dengan ukuran yang diinginkan. Pengukusan adalah salah satu tahap pemasakan untaian mi. Tahap ini bertujuan memasak mi mentah menjadi mi solid (Kim 1996). Tahap lanjutan setelah pengukusan, yaitu tahap

penggorengan. Penggorengan adalah proses pengeringan dengan

menggunakan minyak sebagai media. Menurut Syamsir (2008), proses penggorengan mi instan dilakukan dengan menggunakan minyak goreng bersuhu 140-160oC selama 1-2 menit sehingga mi menjadi kering dan padat dengan kadar air sekitar 2-5%. Tahap berikutnya sebelum mi dikemas, yaitu tahap pendinginan (cooling). Menurut Astawan (1999), proses pendinginan akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap dan menempel pada mi sehingga mi akan menjadi keras. Apabila proses pendinginannya tidak sempurna, uap air yang tersisa akan mengembun dan menempel pada permukaan sehingga memacu tumbuhnya jamur. Setelah didinginkan, mi langsung dikemas biasanya dengan menggunakan plastik polipropilen.

C. ANTIOKSIDAN

1. Definisi Antioksidan

Antioksidan secara umum didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas. Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah dibanding substrat yang dapat dioksidasi. Selain berbentuk zat gizi, seperti vitamin C, E dan β-karoten, antioksidan dapat pula berupa zat non gizi, seperti pigmen (karoten, likopen, flavonoid, klorofil) dan enzim (glutation peroksida, koenzim, Q-10 atau ubiquinon) (Pokorny et al. 2008).

Menurut Madhavi et al. (1996), antioksidan dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia untuk tujuan komersial, sedangkan antioksidan alami merupakan


(30)

antioksidan hasil ekstraksi bahan alami. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, maupun diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Madhavi et al. 1996).

Senyawa antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Menurut Pokorny et al. (2008), golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavanol, isoflavon, katekin dan flavonol. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam fenolat, asam klorogenat dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini bersifat multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksidan. Sekitar 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua jenis tumbuhan, sehingga pastilah flavonoid ditemukan pula pada setiap ekstrak tumbuhan. Kebanyakan golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan.

2. Mekanisme Reaksi Antioksidan

Menurut Gordon (1990), proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut ;

Inisiasi : RH R• + H• (1) Propagasi : R• + O2ROO• (2)

: ROO• + RH ROOH + R• (3)

Terminasi : ROO• + ROO• (4)

R• + ROO•


(31)

Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan senyawa radikal yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (1). Pada tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (2). Radikal peroksi akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (3). Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi dengan membentuk kompleks radikal bebas (4). Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil kemudian terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida, keton dan alkohol.

Tang (1991) menyatakan bahwa senyawa fenolik dapat mencegah terjadinya autooksidasi yang disebabkan radikal bebas karena termasuk golongan antioksidan. Peranan senyawa fenolik sebagai antioksidan berkaitan dengan peranannya sebagai donor atom hidrogen pada senyawa radikal. Penambahan antioksidan (AH) dengan konsentrasi rendah dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (4 dan 5). Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon 1990).

Inisiasi : R• + AH RH + A• (4) Propagasi : ROO• + AH ROOH + A• (5)

Gordon (1990) menyatakan besarnya konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.

Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. DPPH ( 2,2-dyphenyl-1-picrylhydrazil atau 1.1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan senyawa radikal bebas berwarna ungu tua yang stabil dalam larutan metanol. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH dapat dilihat pada


(32)

Gambar 3. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH (Vaya dan Aviram 2001)

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan α,α-diphenyl-β-picrylhydrazine, melalui kemampuan antioksidan dalam menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang semakin besar pula (Benabadji et al. 2004).

3. Komponen Bioaktif Sorgum

Menurut Awika dan Rooney (2004), sorgum mengandung berbagai senyawa bioaktif, beberapa diantaranya adalah komponen fenolik, fitosterol, dan polisakanol. Fenol membantu dalam pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit, sedangkan fitosterol dan polisakanol merupakan komponen penting dari lilin dan minyak tanaman. Singh et al. (2003) menyatakan bahwa jumlah fitosterol sekitar 0.5 mg/g biji sorgum sedangkan polisakanol sekitar 38-92 mg/100g biji sorgum. Senyawa fenolik pada sorgum memiliki aktivitas antioksidan, sifat menurunkan kolestrol dan kegunaan lain untuk kesehatan. Fenol dalam sorgum dibagi menjadi dua kategori yaitu asam fenolat dan flavonoid. Asam fenolat merupakan turunan asam sinamat dan benzoat, sedangkan flavonoid meliputi tanin dan antosianin sebagai konstituen yang paling banyak diisolasi dari sorgum (Awika dan


(33)

Rooney 2004). Struktur asam fenolik dari sorgum dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu asam benzoat dan asam sinamat (Awika dan Rooney 2004)

Antosianin merupakan salah satu kelas utama dari flavonoid yang paling banyak dipelajari dari sorgum (Awika dan Rooney 2004). Awika et al (2003) melaporkan bahwa antosianin dari sorgum tidak seperti antosianin pada umumnya. Antosianin pada sorgum dinilai unik karena strukturnya tidak memiliki gugus hidroksil pada cincin karbon (C) nomor 3 sehingga dinamakan 3-deoksiantosianidin. Keunikan tersebut menyebabkan antosianin pada sorgum lebih stabil pada pH tinggi dibanding antosianin yang diisolasi dari buah-buahan atau sayur-sayuran pada umumnya sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai pewarna alami makanan. Antosianin pada sorgum belum diteliti lebih jauh karena hingga kini data kuantitatif mengenai

antosianin pada sorgum dan kemampuan antioksidannya belum

dipublikasikan sehingga peranannya bagi kesehatan belum dapat diketahui pasti. Antosianin pada sorgum yang telah diidentifikasi adalah apigenidin dan luteolinidin (Wu dan Prior 2005). Struktur apigenidin dan luteolinidin dapat dilihat pada Gambar 5.

Komponen flavonoid selain antosianin pada sorgum yaitu senyawa

Asam galat (11): R1=H, R2=R3=R4=OH

Asam gent isat (12): R1=R4= OH, R2=R3=H

Asam salisilat (13): R1=OH, R2=R3=R4=H

Asam p-hidroksibenzoat (14): R1=R2=R4=H, R3=OH Siringat (15): R1=H, R2=R4=OCH3, R3=OH

Prot okat ekik (16): R1=R4=H, R2=R3=OH

Asam kaf eat (17): R1=R4=H, R2=R3=OH

Asam ferulat (18): R1=R4=H, R2=OCH3, R3=OH

Asam 0-kum arat (19): R1=OH, R2=R3=R4=H Asam p-kum arat (20): R1=R2=R4=H, R3=OH Sinapat (21): R1=H, R2=R4=OCH3, R3=OH

Asam Benzoat (11-16)


(34)

senyawa fenolik yang larut dalam air dengan berat molekul antara 500-3000. Kadar tanin dalam biji sorgum berkisar antara 0.4-3.6% yang sebagian besar terdapat dalam lapisan testa (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

R1 = H, R2 = H, R3 = H: apigenidin

R1 = OH, R2 = H, R3 = H: lut eolinidin

Gambar 5. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan luteolinidin (Awika dan Rooney 2004)

Menurut Waniska et al. (1989), senyawa tanin pada sorgum memiliki berbagai peranan, antara lain untuk melindungi biji dari predator burung, serangga, dan kapang (Fusarium tapsinum dan Aspergillus flavus). Tanin dari sorgum menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi secara in vitro (Riedl dan Hagerman 2001). Menurut Hagerman (1998), tanin dengan berat molekul tinggi memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan antioksidan alami lainnya. Hal tersebut berhubungan dengan banyaknya jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil yang dimiliki oleh tanin, dimana semakin banyak jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil, maka tanin akan semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Selain itu, penelitian dari Hagerman (1998) juga melaporkan bahwa tanin tidak dapat berperan sebagai prooksidan sehingga dinilai merupakan salah satu antioksidan yang potensial. Struktur tanin pada sorgum dapat dilihat pada Gambar 6.

Sorgum memiliki berbagai efek positif bagi kesehatan yang berkaitan erat dengan berbagai komponen bioaktif terutama senyawa fenolik yang dimilikinya (Awika dan Rooney 2004). Peranan sorgum dalam mencegah penyakit kardiovaskular (cardiovascular disease/CVD) dilaporkan oleh Cho et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak heksan sorgum dapat menghambat pembentukan 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA (HMG-CoA)


(35)

reduktase pada sel hati tikus. Penelitian dari Lee dan Pan (2003) juga melaporkan bahwa senyawa tanin sorgum dapat menghambat 63-97% oksidasi asam linoleat pada hemoglobin dibandingkan kedelai (13%) dan dedak padi (78%). Kemampuan sorgum dalam menurunkan kadar kolestrol darah juga dilaporkan oleh Rooney et al. (1992) yang menyatakan bahwa dedak sorgum memiliki kemampuan menurunkan kadar kolestrol darah lebih baik dibanding gandum dan jagung.

Gambar 6. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum (Rooney dan Serna 2000)

Manfaat kesehatan sorgum lainnya adalah peranannya dalam membantu ketersediaan pangan bagi penderita diabetes militus dan obesitas yang dibuktikan oleh penelitian Awika dan Rooney (2004), yang menyatakan bahwa senyawa tanin pada sorgum menyebabkan sorgum dicerna lebih lambat dibandingkan jenis serealia lainnya. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Suarni (2004)yang menyatakan bahwa komponen protein dan pati pada sorgum lebih lambat dicerna daripada serealia lain sehingga komoditi ini dinilai potensial untuk diaplikasikan pada makanan penderita diabetes dan obesitas. Menurut Muriu et al. (2002), mekanisme yang terjadi disebabkan senyawa tanin yang terdapat pada sorgum akan menurunkan nilai nutrisi dari makanan yang dikonsumsi dengan cara berikatan dengan protein (Hagerman dan Butler 1981) dan karbohidrat (Lizardo et al. 1995) membentuk suatu komplek yang sulit didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Mekanisme peranan sorgum dalam menghambat obesitas lainnya adalah kemampuan


(36)

seperti sukrase, amylase, tripsin, kimotripsin dan lipase (Lizardo et al., 1995; Al-Mamary et al., 2001).

Aktivitas anti mutagenik sorgum dibuktikan oleh penelitian Grimmer et al. (1992) yang menunjukkan bahwa senyawa tanin pada sorgum memiliki aktivitas anti mutagenik lebih tinggi dibanding senyawa tanin dengan berat molekul lebih rendah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Turner (2006) melaporkan bahwa tanin dari dedak sorgum dapat mereduksi kanker kolon pada tikus percobaan, dimana studi dilakukan dengan cara pemberian diet berupa dedak sorgum hitam, selulosa dan sorgum putih. Aktivitas anti kanker kolon terbaik ada pada dedak sorgum hitam dimana hasil yang didapat, diduga berkorelasi dengan adanya aktivitas antioksidan dari sorgum. Mekanisme anti kanker kolon dari sorgum memiliki hubungan erat dengan senyawa tanin pada sorgum. Mekanisme tersebut mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rios (2002) yang melaporkan bahwa senyawa tanin tidak terdegradasi setelah melewati saluran pencernaan pada manusia. Menurut Rios (2002), tanin baru akan terdegradasi oleh mikroflora yang terdapat di kolon menjadi asam fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan dalam sistem pencernaan di kolon.

Van Rensburg (1981) menyatakan bahwa konsumsi sorgum secara konstan akan berkorelasi dengan penurunan insiden kanker esofagus dibandingkan dengan konsumsi gandum maupun jagung yang justru dapat meningkatkan insiden kanker esofagus. Berdasarkan bukti yang terkait, sorgum diduga kuat mampu menyumbangkan komponen nutrisi yang dapat menghambat terjadinya kanker esofagus. Pernyataan ini dipertegas dengan penelitian Chen et al. (1993), berdasarkan data epidemiologi dari studi yang dilakukan terhadap 21 komunitas di Cina yang telah mengonsumsi sorgum selama lebih dari 6 tahun, tingkat kematian yang disebabkan oleh kanker esofagus menurun 1.4-3.2 kali dibandingkan ketika masih mengonsumsi gandum dan jagung.


(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan meliputi mesin penyosoh, mesin penepung cakram (pin disc mill), pengayak bergetar (vibrating screen), mesin pembuat mi (noodle machine), pengukus (steamer), oven, neraca, desikator, wadah plastik, peralatan masak, mesin penggoreng (deep fat fryer) dengan kapasitas minyak goreng sebanyak 6 liter, alat analisis tekstur (texture analyzer), peralatan gelas untuk analisis kimia, sentrifuse, penangas, alat pengocok (shaker), dan spektrofotometer.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi terdiri atas tepung sorgum, terigu Cakra Kembar, air, garam, baking powder, dan CMC. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan serat kasar, analisis fisik, pengujian total fenol, dan analisis anti radikal bebas DPPH, diantaranya air, kertas saring, heksana teknis, HCl, K2SO4, HgO, larutan tris, H2SO4,

Na2S2O3.5H2O, NaOH, H2BO3, larutan indikator, etanol 95%, air akuades, asam

metafosfat, natrium asetat, asam asetat glasial, buffer asetat, etanol PA, metanol PA, asam askorbat, DPPH, reagen Folin-Ciocalteu, dan asam galat.

B. TAHAPAN PENELITIAN

Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7, dengan pewarnaan yang berbeda untuk setiap tahapan. Penelitian yang dilakukan terdiri dari 3 tahap, diantaranya tahap pembuatan tepung sorgum yang ditandai dengan warna merah, tahap pembuatan mi substitusi sorgum instan yang ditandai dengan warna kuning, dan tahap analisis mi substitusi sorgum instan terpilih beserta tepung sorgum yang digunakan pada formula terpilih ditandai dengan warna biru.

1. Pembuatan Tepung Sorgum

Tahap awal dalam penelitian ini adalah penyosohan biji sorgum yang bertujuan untuk mengupas sebagian kulit biji sorgum. Penyosohan dilakukan dengan penentuan waktu sosoh biji sorgum selama 0, 20 dan 60 detik.


(38)

Gambar 7. Tahapan penelitian

Biji sorgum hasil sort asi Penyosohan (0, 20, dan 60 det ik)

Penepungan Pengayakan (100 mesh)

Pembuat an mi (subst it usi 30%, 40%, 50% dengan penam bahan air sebanyak 40% berat t epung)

Tepung sorgum

Penggorengan (T=160oC, t = 120 det ik) M i basah mat ang

M i subst it usi sorgum inst an Analisis sensori

Analisis lanjut an t erhadap mi yang paling dit erima secara sensori dan t epung sorgum yang digunakan pada formula t erpilih:

1. Analisis fisik (persen elongasi, kekerasan, kelengket an, kekenyalan, daya serap air, kehilangan padat an akibat pemasakan, dan penent uan w akt u rehidrasi)

2. Analisis kimia (proksimat dan serat kasar) (*) 3. Analisis t ot al fenol (*)

4. Analisis ant i radikal bebas DPPH (*)

Penent uan jumlah air (30%,35%,40%) dalam formulasi dan w akt u penggorengan (30, 60, 90, 120, 150 det ik) secara subjekt if

Pengukusan (T=100oC, t = 15 m enit )

(

*) Analisis yang dilakukan pada tepung sorgum yang digunakan pada formula terpilih, sedangkan formula terpilih dilakukan analisis secara keseluruhan. Untuk mi instan komesial, hanya dilakukan analisis total fenol.


(39)

Penentuan waktu sosoh dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu mengenai pengaruh waktu sosoh terhadap aktivitas antioksidan serealia non beras (Yanuwar 2009). Setelah melalui tahap penyosohan, biji sorgum digiling dengan menggunakan mesin penepung cakram sehingga dapat dihasilkan tepung sorgum. Agar memperoleh tepung sorgum yang halus, tepung sorgum yang telah digiling kemudian disaring dengan pengayakbergetar berskala 100 mesh. Tahap pembuatan tepung sorgum dengan waktu sosoh biji sorgum selama 0 detik serta 20 dan 60 detik dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Perbedaan dalam proses pembuatan tepung sorgum dengan waktu sosoh 0 detik dengan proses pembuatan tepung sorgum dengan waktu sosoh 20 dan 60 detik terletak pada perlakuan perendaman dan penirisan serta pengeringan biji sorgum yang tidak mengalami penyosohan (waktu sosoh 0 detik). Ilustrasi mesin penepung cakram dan pengayak bergetar dapat dilihat pada Gambar 10.

Perendaman dalam air selama 1 jam

Penepungan

Pengayakan (100 mesh)

Tepung sorgum Sortasi

Penirisan dan pengeringan selama 24 jam

Biji sorgum Biji sorgum

Penepungan

Pengayakan (100 mesh)

Tepung sorgum Sortasi

Penyosohan (20 dan 60 s)

Gambar 8. Tahap pembuatan tepung biji sorgum dengan waktu sosoh 0 detik

Gambar 9. Tahap pembuatan tepung biji sorgum dengan waktu sosoh 20 dan 60 detik


(40)

(a) (b)

Gambar 10. Mesin penepung cakram (a) dan Pengayak bergetar (b)

2. Pembuatan Mi Substitusi Sorgum Instan

Langkah awal dalam tahap pembuatan mi substitusi sorgum instan, yaitu penentuan jumlah air dan waktu penggorengan. Setelah diperoleh jumlah air dan waktu penggorengan yang optimum maka dilakukan produksi mi dengan metode pembentukan lembaran dan untaian mi sesuai formulasi.

a. Penentuan Jumlah Air dan Waktu Penggorengan

Melalui uji coba yang dilakukan, jumlah air yang ditambahkan ke dalam formula, yaitu 30%, 35%, dan 40% dari bahan campuran tepung. Pengamatan dilakukan terhadap karakter adonan pada saat pembentukan lembaran. Parameter proses yang juga berpengaruh terhadap produk mi sorgum substitusi instan adalah waktu penggorengan sehingga perlu dilakukan uji coba penggorengan pada suhu 160oC dengan waktu yang berbeda. Waktu penggorengen yang diujicobakan, diantaranya 30, 60, 90, 120, dan 150 detik (s), sehingga akan diperoleh waktu penggorengan yang tepat untuk menghasilkan produk mi substitusi sorgum instan yang baik berdasarkan pengujian visual secara subjektif dan waktu rehidrasi yang dibutuhkan mi substitusi sorgum instan untuk menjadi mi yang siap dikonsumsi. Waktu penggorengan yang tepat selanjutnya akan diberlakukan dalam pembuatan mi substitusi sorgum instan dari keseluruhan formula.


(41)

b. Formulasi Mi Substitusi Sorgum Instan

Prinsip dan bahan penunjang pembuatan mi substitusi sorgum instan pada dasarnya sama dengan prinsip dan bahan penunjang dalam proses pembuatan mi instan berbasis terigu. Formula mi substitusi sorgum instan yang akan diproduksi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi mi substitusi sorgum instan

Komposisi Waktu sosoh 0 s Waktu sosoh 20 s Waktu sosoh 60 s F 1 F 2 F 3 F 4 F 5 F 6 F 7 F 8 F9

Tepung sorgum 30% 40% 50% 30% 40% 50% 30% 40% 50% Terigu 70% 60% 50% 70% 60% 50% 70% 60% 50% Air 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% 40% CMC 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% Garam 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1%

Baking powder 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3% 0.3%

Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan mengacu pada proses pembuatan mi instan terigu pada umumnya meliputi pencampuran, pembentukan adonan dan lembaran, pencetakan mi dan pemotongan, pengukusan, penggorengan dan pendinginan. Ilustrasi mesin pembuat mi dapat dilihat pada Gambar 11.


(42)

Bahan kering berupa tepung sorgum, terigu, CMC, dan baking powder dicampur, kemudian ditambahkan dengan larutan garam hingga homogen. Selanjutnya dilakukan proses pembentukan lembaran pada adonan dengan cara melewatkan adonan pada dua gilingan pengepres dimulai dari jarak yang lebar hingga jarak antara keduanya semakin menyempit, yaitu sekitar 1.4 mm. Pembentukan lembaran dilakukan berulang sampai dihasilkan lembaran mi yang elastis dengan ketebalan yang sesuai. Lembaran mi selanjutnya disisir menjadi untaian mi, lalu dibentuk bergelombang, diletakkan pada wadah untuk pengukusan, dan dipotong sesuai ukuran yang dikehendaki.

Mi basah lalu dikukus pada suhu sekitar 100⁰C, selama 15 menit. Setelah dilakukan pengukusan, selanjutnya dilakukan proses penggorengan menggunakan mesin penggoreng dengan kapasitas minyak goreng yang digunakan sebanyak 6 liter dan pengaturan suhu sebesar 160oC serta variasi waktu penggorengan selama 30, 60, 90, 120, dan 150 detik. Proses pembuatan mi subst it usi sorgum instan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Proses pembuatan mi substitusi sorgum instan Larutan garam

Penggorengan (T= 160oC, t= 120

Pembuatan lembaran dan untaian mi (ketebalan 1.4 mm) Pemotongan untaian mi

Pendingina Mi sorgum Proses pencampuran Tepung sorgum, terigu,

CMC, bakingpowder


(43)

Tahap setelah penggorengan, yaitu pendinginan yang disertai penirisan minyak pada mi setelah penggorengan. Pendinginan dilakukan dengan cara mengeringanginkan mi sebelum dikemas. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pengembunan uap panas akibat penggorengan. Tahap terakhir yang dilakukan adalah pengemasan mi yang umumnya menggunakan plastik polipropilen (Astawan 1999).

3. Analisis Mi Substitusi Sorgum Instan dan Tepung Sorgum

Tahap analisis yang pertama kali dilakukan adalah analisis sensori terhadap mi substitusi sorgum instan dari keseluruhan formula yang diujikan sehingga diperoleh satu formula terpilih. Setelah mendapatkan satu formula terpilih dilakukan tahap analisis lainnya. Analisis yang dilakukan, meliputi analisis fisik, analisis kimia, analisis total fenol, dan analisis anti radikal bebas DPPH. Selain melakukan analisis terhadap mi substitusi sorgum instan dari formula terpilih, analisis terhadap tepung sorgum yang digunakan pun dilakukan. Analisis yang dilakukan terhadap tepung sorgum tersebut, diantaranya analisis kimia, analisis total fenol, dan analisis anti radikal bebas DPPH.

C. METODE ANALISIS

1. Analisis Sensori (Waysima dan Adawiyah 2008)

Analisis sensori merupakan analisis yang menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Analisis sensori yang dilakukan adalah uji afektif berupa rating hedonik, yang menyangkut penerimaan terhadap sifat atau kualitas sampel yang diujikan dan melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang.

Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya dengan nilai skala terhadap rasa, elastisitas, dan kelengketan dari setiap sampel pada uji rating hedonik. Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) yang dapat dilanjutkan dengan uji Duncan. Parameter yang diujikan pada uji rating hedonik terdiri dari tiga atribut sensori, yaitu rasa, elastisitas, dan kelengketan. Nilai yang digunakan pada uji rating adalah 1


(44)

sampai 5, dimana nilai 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka.

2. Analisis Fisik

Analisis fisik yang dilakukan terhadap produk mi substitusi sorgum instan terpilih, yaitu elongasi dengan alat analisis tekstur, analisis profil tekstur (kekerasan, kelengketan, dan kekenyalan) dengan alat analisis teksturTAXT-2, daya serap air (DSA), kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), dan waktu rehidrasi.

a. Analisis Elongasi dengan Alat Analisis Tekstur(Zulkhair 2009)

Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus. Pengukuran elongasi dengan alat analisis tekstur dilakukan dengan cara sampel yang telah disiapkan selanjutnya dililitkan pada probe dengan jarak probe sebesar 2 cm dan kecepatan probe 0.3 cm/s. Persen elongasi dihitung dengan rumus:

Elongasi (%) = ( ) . / x 100%

b. Analisis Profil Tekstur denganAlat Analisis Tekstur TAXT-2 (Faridah et al. 2009)

Parameter tekstur yang dianalisis antara lain kekerasan, kelengketan, dan kekenyalan. Alat penekan (probe) yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Kekerasan dan kelengketan dinyatakan dalam satuan gram force (gf), sedangkan kekenyalan dinyatakan dalam satuan gram second (gs). Pengaturan TAXT-2 yang digunakan dapat dilihat pada

Tabel 6.

Pengukuran dilakukan dengan cara mi sebanyak 2 untai diletakkan dengan panjang melebihi diameter alat penekan lalu ditekan. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kekuatan (force) dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan puncak absolut (+) dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan puncak absolut (-). Kekenyalan diperoleh dari rasio antar dua area kompresi.


(45)

Tabel 6. Pengaturan alat analisis tekstur dalam

mode TPA (Texture Profile Analysis)

Parameter Pengaturan

Test mode and option Pre test speed

Test speed Post test speed Rupture test speed Distance

Force Time Count

TPA 2,0 mm/s 0,1 mm/s 2,0 mm/s 1,0 mm

75 % 100 g 5 s

2

c. Daya Serap Air dan Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (Oh et al. 1985)

Penentuan nilai daya serap air ditentukan berdasarkan banyaknya air yang terserap ke dalam rongga-rongga mi untuk menggantikan minyak serta udara per berat kering mi dalam satuan persen. Analisis kehilangan padatan akibat pemasakan pada prinsipnya menentukan banyaknya padatan yang terlepas dari mi selama pemasakan dan menyebabkan kekeruhan.

Langkah awal yang perlu dilakukan, yaitu sebanyak 5 gram sampel yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan ke dalam air mendidih

(100˚C) selama 4 menit (tergantung lama rehidrasi), mi ditiriskan dan

disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Segera setelah itu dipindahkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang (A). Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven 105˚C selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (B).

DSA (% BK) =( ) ( х )

( )

x 100%

KPAP (% BK) =

{1

( )


(46)

Keterangan:

A = berat cawan + sampel setelah direhidrasi B = berat cawan + sampel setelah dikeringkan

C = berat cawan

Kam = kadar air mula-mula Bsm = berat sampel mula-mula

d. Penentuan Waktu Rehidrasi (Suseno 2010)

Waktu rehidrasi pada prinsipnya ditentukan berdasarkan lamanya waktu yang dibutuhkan mi untuk menyerap air saat proses pemasakan dalam air mendidih hingga mi matang dan siap dikonsumsi. Air sebanyak 300 ml dipanaskan sampai mendidih, kemudian masukkan mi ke dalam air mendidih, dan biarkan mi sampai matang. Penentuan waktu rehidrasi dihitung dari mi mulai dimasukkan ke dalam air mendidih sampai mi menjadi matang dan siap untuk dikonsumsi. Mi matang ditandai dengan tekstur mi yang sudah cukup kenyal dan tidak lagi keras seperti saat mi sebelum direhidrasi.

3. Analisis Kimia

Analisis kimia yang dilakukan pada produk mi substitusi sorgum instan terpilih dan tepung sorgum yang digunakan pada formula terpilih, yaitu analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein kasar, dan kadar lemak kasar. Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by difference. Analisis kimia juga meliputi penentuan serat kasar dengan metode hidrolisis asam basa.

a. Kadar Air Metode Oven (AOAC 1999)

Penentuan kadar air dengan metode oven didasarkan pada berat yang hilang, sehingga sampel seharusnya memiliki kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen lain yang mudah menguap. Langkah awal analisis kadar air adalah persiapan cawan aluminium sebagai wadah sampel. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang lebih 5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta sampel


(47)

dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Kadar air (% BB) = ( ) x 100%

Keterangan:

W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

b. Kadar Abu (AOAC 1999)

Prinsip analisis kadar abu yang digunakan, yaitu destruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari suatu sampel.

Persiapan yang dilakukan, yaitu cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala api dari pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang.

Kadar abu (% BB) = x 100%

Keterangan:

W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1999)

Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet merupakan analisis kadar lemak secara langsung dengan cara mengekstrak lemak dari bahan menggunakan pelarut organik non polar. Ekstraksi dilakukan dengan cara


(48)

refluks pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Selama proses refluks, pelarut secara berkala akan merendam sampel dan mengekstrak lemak yang ada pada sampel. Refluks dihentikan sampai pelarut yang digunakan untuk merendam sampel sudah berwarna jernih (tidak ada lagi lemak yang terlarut). Jumlah lemak pada sampel dapat diketahui dengan menimbang lemak setelah pelarutnya diuapkan. Jumlah lemak per berat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar (crude fat), artinya komponen yang terekstraksi oleh pelarut organik bukan hanya lemak, tetapi komponen lain yang larut dalam pelarut organik, seperti vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) serta karotenoid.

Persiapan analisis kadar lemak yang dilakukan, yaitu labu lemak terlebih dahulu dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk bubuk ditimbang sebanyak 5 gram, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana). Refluks dilakukan minimal selama 5 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

Kadar lemak (% BB) = x 100%

Keterangan:

W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

d. Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1999)

Penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada di dalam sampel dan metode ini dapat digunakan untuk analisis protein semua jenis bahan pangan. Kandungan protein dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk sampel yang dianalisis. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa kandungan nitrogen di dalam protein adalah


(49)

sekitar 16%. Angka faktor konversi 100/16 atau 6.25 digunakan untuk mengonversi dari kadar nitrogen ke dalam kadar protein. Namun untuk beberapa jenis bahan pangan memiliki faktor konversi yang digunakan berbeda.

Sejumlah kecil sampel sekitar 0.1-0.25 gram (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) ditimbang dan diletakkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan 1.0 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml

H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4

untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.

Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan akuades, dan ditambahkan 10 ml larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3.Gas NH3

yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml H2BO3

dalam erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator (campuran 2 bagian methylene red 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H2BO3. Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N

yang sudah distandarisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein (N) dihitung dengan menggunakan rumus:

N (%) = ( ) .

Kadar protein (% BB) = %N x faktor konversi (6.25)

e. Kadar Karbohidrat by difference (AOAC 1999)

Penentuan kadar karbohidrat by difference diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain yang terkandung di dalam sampel, seperti air, abu, lemak, dan protein. Kadar karbohidrat by difference dapat ditentukan dengan rumus:


(1)

Lampiran 10.Pengolahan data analisis kadar air

Sampel Duplo

BB

Kadar air (%) X ± SD RSD

a h

Mi

U 1 1 3.5667

3.5649 ± 0.0025 0.0701 3.3034 2

U 2 1 3.5631

2

Tepung 1 8.3742 8.3742 ± 0.0073 0.087 2.9050 2

Lampiran 11.Pengolahan data analisis kadar abu

Sampel Duplo

BB

Kadar abu (%) X ± SD RSD

a h

Mi

U 1 1 1.6505

1.6444 ± 0.0087 0.5291 3.7115 2

U 2 1 1.6382

2

Tepung 1 1.1827 1.1827 ± 0.0146 1.2345 3.9002 2

Lampiran 12.Pengolahan data analisis kadar lemak

Sampel Duplo

BB Kadar lemak

(%) X ± SD

RSD

a h

Mi

U 1 1 17.3240

17.3257 ± 0.0024 0.0138 2.6039 2

U 2 1 17.3274

2

Tepung 1 3.8565 3.8565 ± 0.0025 0.0648 3.2646 2


(2)

Lampiran 13.Pengolahan data analisis kadar protein

Sampel Duplo

BB Kadar Protein

(%) X ± SD

RSD

a h

Mi

U 1 1 9.5815

9.5544 ± 0.0383 0.4009 2.8479 2

U 2 1 9.5273

2

Tepung 1 6.1547 6.1547 ± 0.0033 0.0536 3.0428 2

Lampiran 14.Pengolahan data analisis kadar karbohidrat

Sampel Duplo

BB Kadar

karbohidrat (%)

X ± SD

RSD

a h

Mi

U 1 1 67.8773

67.9107 ± 0.0472 0.0695 2.1199 2

U 2 1 67.9441

2

Tepung 1 80.4320 80.4320 ± 0.0160 0.0199 2.0666 2

Lampiran 15.Pengolahan data analisis kadar serat kasar

Sampel Duplo

BB Kadar

serat kasar (%) X ± SD

RSD

a h

Mi

U 1 1 0.6099

0.6100 ± 0.0001 0.0164 4.3089 2

U 2 1 0.6101

2

Tepung 1 2.4042 2.4042 ± 0.0382 1.5889 3.5052 2


(3)

Lampiran 16. Kurva standar asam galat (untuk analisis total fenol mi substitusi sorgum instan dan tepung sorgum terpilih)

Lampiran 17. Kurva standar asam galat (untuk analisis total fenol mi instan komersial)

y = 0.010x - 0.018 R² = 0.995 0.000

0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800

0 10 20 30 40 50 60 70 80

A

b

so

rb

a

n

si

Konsentrasi asam galat (ppm)

y = 0.0050x - 0.0175 R² = 0.9965 0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0 50 100 150 200

A

b

so

rb

a

n

si


(4)

Lampiran 18. Pengolahan data analisis total fenol

Sampel Duplo Absorbansi C (ppm) Total Fenol (mg GAE/g)

BB X ± SD

Blanko 0.000 1.8

Mi

U 1 1 0.246 26.4 0.0528 0.0530

0.0529 ± 0.0001 2 0.248 26.6 0.0532

U 2 1 0.247 26.5 0.0530 0.0528 2 0.245 26.3 0.0526

Tepung 1 0.602 62.0 0.1240 0.1238 0.1238 ± 0.0003 2 0.600 61.8 0.1236

Mi instan komersial

1 0.127 28.9 0.2502

0.2508 0.2508 ± 0.0009 2 0.129 29.3 0.2515

Lampiran 19. Kurva standar asam askorbat

y = -0.001x + 0.779 R² = 0.995

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

0 50 100 150 200 250 300 350

A

b

so

rb

a

n

si


(5)

Lampiran 20. Pengolahan data analisis aktivitas dan kapasitas antioksidan

Sampel Duplo Abs

Aktivitas Antioksidan (mg

AEAC/g)

X ± SD Kapasitas

Antioksidan (%) X ± SD

Blanko 0.776

Mi U

1

1 0.634 0.5800

0.5780

0.5760 ± 0.0028

18.2990

18.2345

18.1701 ± 0.0911

2 0.635 0.5760 18.1701

U 2

1 0.638 0.5640

0.5740

17.7835

18.1057

2 0.633 0.5840 18.4278

Tepung

1 0.597 0.7280

0.7300

0.7300 ± 0.0028

23.0670

23.1314

23.1314 ± 0.0911

2 0.596 0.7320 23.1959

Lampiran 21. Perhitungan kesetaraan aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dengan RDI vitamin C

Asumsi yang digunakan untuk menghitung kesetaraan aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dengan RDI vitamin C, antara lain:

1. Takaran saji mi sorgum instan adalah 85 g 2. RDI vitamin C sebesar 60 mg

3. Produk pangan dapat diklaim memiliki antioksidan tinggi jika produk pangan tersebut mengandung ≥ 20% RDI vitamin C.

Aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebesar 0.58 mg AEAC/g mi sorgum instan. Oleh karena itu, aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan per takaran saji sebesar 49.30 mg AEAC, dengan cara perhitungan sebagai berikut:

Aktivitas antioksidan mi sorgum instan/takaran saji = 0.58 mg/g x 85 g = 49.30 mg AEAC

Perhitungan kesetaraan aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dengan RDI vitamin C dilakukan untuk menentukan aktivitas antioksidan mi


(6)

substitusi sorgum instan yang dihasilkan tergolong tinggi atau tidak. Cara perhitungan kesetaraan aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dengan RDI vitamin C sebagai berikut:

% kesetaraan = / x 100%

% kesetaraan = . x 100%

= 82.17% 82.17% ≥ 20% RDI vitamin C “antioksidan tinggi”

Berdasarkan perhitungan kesetaraan aktivitas antioksidan mi substitusi sorgum instan dengan RDI vitamin C, mi substitusi sorgum instan yang dihasilkan memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong tinggi.