Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan Kondisi Lingkungan Perairan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2.6. Model Produksi Surplus

Menurut Sparre Venema 1999, Model produksi surplus berkaitan dengan stok, upaya total, dan hasil tangkapan total tanpa dipengaruhi oleh parameter pertumbuhan dan mortalitas atau pengaruh dari ukuran mata jaring pada hasil tangkapan. Tujuan penggunaan Model produksi Surplus untuk menentukan tingkat upaya optimum yaitu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari maximum sustainable yield MSY tanpa mempengaruhi produktifitas stok jangka panjang. Model Produksi Surplus dapat diterapkan dengan memperkirakan hasil tangkapan total dan hasil tangkapan per upaya catch per unit effortCPUE per spesies Sparre Venema 1999. Hal tersebut menjadi salah satu alasan bahwa model produksi surplus banyak digunakan untuk estimasi stok ikan di perairan tropis. Menurut Sparre Venema 1999, asumsi yang digunakan dalam model produksi surplus yaitu asumsi dalam keadaan ekuilibrium, asumsi biologi, dan asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap. Pada penelitian Silvakami 2005, model produksi surplus menggunakan model Beverton Holt 1957 dan memperoleh nilai MSY ikan swanggi sebesar 10.620 ton dan produksi aktual sebesar 10.578 ton. Hal ini menunjukan adanya eksploitasi untuk spesies P. hamrur

2.7. Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan

Keadaan saat wilayah laut tersebut akan miskin karena penangkapan ikan lebih banyak dibandingkan kemampuan ikan memijah, dikenal sebagai kondisi upaya tangkap lebih Poernomo 2009. Selain MSY, analisis surplus produksi juga dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan Total allowable catchTAC. Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai MSY suatu sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai pendekatan Boer Aziz 1995. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80 dari potensi maksimum lestarinya FAO 1999.

2.8. Kondisi Lingkungan Perairan

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air yang mampu mengendalikan kondisi ekosistem. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai untuk menunjang pertumbuhannya. Peningkatan suhu akan meningkatkan kecepatan metabolism dan respirasi organisme akuatik yang kemudian meningkatkan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu 10 o C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 3-4 kali lipat. Amri 2008 mengatakan bahwa musim timur merupakan musim dengan kondisi suhu permukaan air laut relatif tinggi didominasi oleh masa air dengan suhu permukaan laut 29 C-30,5 C dan pada musim peralihan 1 dan 2 nilai sebaran suhu permukaan laut berkisar 27,0 C- 30,5 C.

2.9. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Menurut FAO 1997 in Widodo Suadi 2006, pengelolaan perikanan adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan lain di bidang perikananan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber,dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini menuntut perhatian penuh dikarenakan oleh semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan Widodo Suadi 2006. Widodo dan Suadi 2006 menyatakan bahwa model pengelolaan perikanan pertama kali disusun dengan berbasis pada data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Model yang dibangun dari data tersebut dikenal sebagai model hasil tangkapan lestari atau yang lebih dikenal sebagai model maximum sustainable yield MSY. Model MSY memusatkan perhatiannya pada keperluan untuk membatasi aktivitas penangkapan agar dapat meningkatkan hasil tangkapan jangka panjang yang mengarah kepada keadaan yang lestari, berlangsung terus- menerus dan rasional Semua kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan harus ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut : Pada tahap awal, kebijakan harus ditujukan terutama untuk mendorong perkembangan perikanan. Kemudian setelah batas kemampuan potensi, daya dukung dari stok ikan telah tercapai, laju perkembangan harus mulai dikurangi. Selanjutnya, semua kebijakan akan lebih bersifat sebagai usaha pembatasan.

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian KKP Kecamatan Labuan 2011 Gambar 5 menunjukan lokasi penelitian dan daerah pnangkapan ikan swanggi. Daerah penangkapan ikan swanggi di Selat Sunda yaitu Pulau Rakata, Pulau Liwungan, Pulau Sumur, Pulau Carita, Pulau Panaitan, Pulau Tanjung Lesung, Pulau Tanjung Alang-alang, dan sekitar Pulau Sebesi.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain penggaris dengan ketelitian 1 mm, timbangan digital dengan ketelitian 1 gram, alat bedah, alat tulis, dan alat dokumentasi serta laptop. Bahan yang digunakan adalah ikan swanggi dari hasil tangkapan nelayan di perairan Selat Sunda yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Labuan, Banten.