4.6. Pertumbuhan
4.6.1. Hubungan panjang bobot
Effendie 2002 menjelaskan bahwa jika nilai panjang dan bobot diplotkan dalam suatu gambar maka akan didapatkan persamaan W = aL
b
atau bobot merupakan fungsi dari panjang. Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot
ikan total didapatkan fungsi pertumbuhan Gambar 9 dengan nilai b sebesar 0,389 yang menunjukan bahwa ikan swanggi memiliki pola pertumbuhan
alometrik negatif, artinya pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobot Effendie 2002.
Gambar 9. Hubungan panjang bobot ikan swanggi Koefisien determinasi sebesar 86,3 menyatakan bahwa model hubungan
panjang berat ini menggambarkan keadaan pola pertumbuhan ikan swanggi di perairan Selat Sunda secara aktual. Sukamto 2010 mengemukan bahwa ikan
swanggi memiliki pertumbuhan allometrik negatif setiap bulannya. Hasil serupa diperoleh dari penelitian Joung et al. 1992 di perairan sekitar pulau Guei-Shan,
Taiwan mengemukanan ikan swanggi P. macracanthus memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif.
Hasil yang berbeda ditunjukan oleh penelitian Awong et al. 2011 yang dilakukan di Perairan Malaysia menunjukan ikan swanggi memiliki pola
pertumbuhan alometrik positif dengan nilai b sebesar 3,3525. Pada ikan swanggi, pola pertumbuhan allometrik negatif diduga dipengaruhi oleh faktor spesies dan
tekanan penangkapan, terlebih penangkapan ikan ini berlangsung sepanjang hari sepanjang tahun.
W = 32,58L
0,398
R² = 86.3
50 100
150 200
250 300
350
50 100
150 200
B o
b o
t gr
r
Panjang mm
4.6.2. Parameter pertumbuhan
Parameter pertumbuhan dengan metode Von Bertalanffy parameter K dan L∞ diduga dengan metode plot Ford Walford menunjukkan bahwa ikan swanggi
di Selat Sunda memiliki nilai K dan nilai L∞ yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Parameter pertumbuhan model von Ber talanffy K, L∞, t
ikan swanggi
Parameter Pertumbuhan Betina Jantan Total
L∞ mm 233,62
319,09 346,40
k 0,30
0,15 0,17
t -0,32
-0,60 0,52
Catatan : L∞ = Panjang asimtotik; k = koefisien pertumbuhan;
t =umur ikan saat panjang 0 mm
Persamaan pertumbuhan von bartalanffy untuk ikan swanggi betina dan jantan di Selat Sunda memiliki fungsi Von Bartalanffy masing-masing adalah
L
t
=
233,62
1-e
-0,3t+0,32
dan L
t
=
319,09
1-e
-0,15 t+0,60
. Koefisien pertumbuhan K didefinisikan sebagai parameter yang menyatakan kecepatan pertumbuhan dalam
mencapai panjang asimtotiknya L
∞
dari pola pertumbuhan ikan Sparre and Venema 1999. Jadi semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, maka ikan
semakin cepat mencapai panjang asimtotik dan beberapa spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek. Sebaliknya ikan yang memiliki nilai koefisien
pertumbuhan rendah maka umurnya semakin panjang karena memerlukan waktu lama untuk mencapai nilai asimtotiknya Sparre Venema 1999. Berdasarkan
tabel diatas, ikan swanggi betina menunjukan pertumbuhan yang lebih cepat daripada ikan swanggi jantan. Hasil analisis beberapa peneliti mengenai parameter
pertumbuhan ikan swanggi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis parameter dari beberapa peneliti ikan swanggi
Sumber Lokasi
Spesies K
L
∞
Dwiponggo Badrudin 1978 Pantai Utara Jawa Tengah
P. macracanthus 1,30
237,50 Sukamto 2010
Pantai Utara Jawa Timur P. tayenus
0,19 330,75
Joung et. al 1992 Perairan Taiwan
P. macracanthus 0,09
620,00 Sivakami et. al 2005
Perairan India P. hamrur
0,59 410,00
Penelitian 2012 Perairan Selat Sunda
P. tayenus 0,17
346,40 K : Keofisien pertumbuhan pertahun ; L∞ : Panjang asimtotik mm
Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, ikan swanggi di perairan yang berbeda memiliki parameter pertumbuhan yang berbeda-beda.
Tabel 8 menjelaskan bahwa ikan swanggi di Indonesia memilki ukuran yang lebih kecil dari ikan swanggi di perairan luar Indonesia, sementara P. macracanthus
yang diteliti oleh Dwiponggo dan Badrudin 1978 di Pantai Utara Jawa Tengah memperoleh nilai asimtotik yang paling rendah, sementara itu ikan swanggi di
Pantai Utara Jawa Timur memilki koefisien pertumbuhan yang paling tinggi. Perbedaan nilai koefisien pertumbuhan dan panjang asimtotik ikan
swanggi di suatu perairan dipengaruhi oleh perbedaan spesies dan lokasi penelitian. Menurut Priyanie 2006 Kondisi lingkungan tempat hidup ikan
memegang pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan ikan. Keadaan lingkungan perairan yang buruk akan mempengaruhi kisaran ukuran ikan yang tertangkap
dalam kaitannya dengan ketersediaan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan ikan. Berdasarkan parameter pertumbuhan tersebut dilakukan
analisis hubungan umur ikan bulan dan panjang ikan mm sehingga diperoleh kurva dugaan pertumbuhan pada gambar dibawah ini Gambar 10.
a b
Gambar 10. Kurva pertumbuhan Ikan swanggi a betina dan b jantan
Pada Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan ikan swanggi tidak sama setiap rentang kehidupannya. Ikan yang berumur muda memiliki laju
pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ikan berumur tua. Cepatnya laju pertumbuhan ikan swanggi saat muda akan menjadi pertimbangan untuk rencana
pengelolaan dan pemanfaatan perikanan secara berkelanjutan. Data contoh ikan menunjukan panjang maksimum ikan swanggi contoh di
PPP Labuan, Selat Sunda adalah 230 mm untuk ikan swanggi betina dan 288 mm
-200 200
400
50 100
pa nj
an g
m m
Umur bulan
Betina
L
t
= 233,62 1-e
-0,3t+0,32
-100 100
200 300
400
50 100
150
panja ng
m m
Umur bulan
jantan
L
t
=
319,09 1-e
-0,15 t+0,60
untuk ikan swanggi jantan. Hasil penelitian menunjukkan koefisien pertumbuhan K ikan swanggi betina sebesar 0,3, umur teoritis saat panjang nol t
sebesar - 0,32 tahun, dan panjang asimtotik L
∞
sebesar 233,62 mm sehingga hasil analisis menunjukkan bahwa ikan betina mencapai panjang asimtotik
L∞ ketika berumur 37,5 bulan. Ikan jantan menunjukkan koefisien pertumbuhan alami K sebesar
0,15, umur teoritis saat panjang nol t sebesar -0,60 tahun, dan panjang asimtotik
L
∞
319,09 sehingga hasil analisis menunjukkan bahwa ikan jantan mencapai panjang asimtotik L
∞
ketika berumur 89,5 bulan.
4.7. Mortalitas dan laju eksploitasi