I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Sektor pertanian dan perdagangan
merupakan sektor yang paling berkembang di Indonesia. Sektor pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan nasional sehingga
tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan penduduk. Sedangkan sektor perdagangan bertujuan selain untuk mendatangkan devisa atau pendapatan
negara, juga sebagai usaha untuk menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain, seperti dengan melakukan perdagangan ekspor-impor. Kegiatan
ekspor-impor ini dilakukan oleh suatu negara dengan negara lainnya dengan menggunakan badan-badan usaha perdagangan.
PT Indonesia Trading Company ITC merupakan salah satu badan usaha dalam bidang perdagangan umum yang melakukan kegiatan
perdagangan meliputi ekspor-impor dan distribusi. PT ITC juga merupakan satu-satunya BUMN “Trading House” yang telah dibekali pengalaman dalam
hal ekspor-impor dan distribusi karena merupakan perusahaan hasil merger dari tiga BUMN Niaga pada tahun 2003, yaitu PT Cipta Niaga Persero, PT
Dharma Niaga Persero dan PT Panca Niaga Persero. Merger ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.22 tahun 2003,
yang memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi manajemen, memaksimumkan keuntungan, integrasi bisnis dan meningkatkan
kepemilikan aset. PT ITC menjalin hubungan kerjasama dengan beberapa perusahaan besar lainnya seperti pada produk semen yaitu dengan PT Semen
Tonasa; PT Semen Gresik; PT Semen Nusantara; PT Semen Kujang; PT Semen Padang; PT Semen Tiga Roda dan PT Semen Baturaja, produk zinc
yaitu dengan PT Krakatau Steel, produk pupuk, yaitu dengan PT Pupuk Sriwijaya; PT Pupuk Iskandar Muda; PT Pupuk Kaltim; PT Pupuk Kujang
dan PT Petrokimia Gresik, produk pestisida yaitu dengan PT Petrosida; PT Monagro Kimia, produk konsumen yaitu dengan PT Unilever Indonesia, dan
minuman beralkohol yaitu dengan PT Indovino; PT Muliatama Mitra
Sentosa; PT Bimasena Cipta Caraka; PT Esham Dima; PT Geka Nara Sutra; PT Megaguna Semesta Raya dan PT Duta Permata Synergy ITC, 2003.
PT ITC telah mendirikan cabang-cabangnya di berbagai belahan Indonesia, dimana sampai pada saat ini jumlah cabang yang telah dimiliki
berjumlah 33 cabang. Jumlah cabang yang sangat banyak tersebut memerlukan sistem akutansi untuk operasi kantor-kantor cabang yang
dimiliki. Sistem akutansi yang digunakan PT ITC adalah sentralisasi, dimana pembukuan terhadap transaksi-transaksi yang terjadi di kantor cabang
diselenggarakan oleh kantor pusat. Diantara 33 cabang, terdapat satu cabang yang mendapatkan perhatian khusus dari kantor pusat karena kinerja
keuangannya dinilai sangat baik dalam pencapaian jumlah omzet atau penjualan, dalam hal ini melebihi target pada Rapat Kinerja dan Anggaran
Perusahaan RKAP tiap tahunnya, yaitu cabang Medan.
Tabel 1. Perbandingan realisasi penjualan dengan target dalam RKAP Rp, M
Penjualan 2007
2008 2009
2010
Hasil RKAP
49,40 113,67
63,41 77,95
Realisasi 69.99
123,25 73,59
138,09
Sumber: Laporan Keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan periode 2007-2010
Produk dan komoditi yang diperdagangkan oleh PT ITC cabang Medan antara lain seperti produk industri, produk konsumer, produk industri termasuk
material konstruksi, produk agro, bahan kimia dan berbagai macam mesin dan peralatan.
Tabel 2. Kinerja keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan Periode 2007-2010 Rp, M
Uraian 2007
2008 2009
2010
Penjualan 69,9
123,2 73,5
138 Laba Usaha
3,9 19,8
11,2 8,4
Laba bersih 3
15 9,8
6,4
Sumber: Laporan Keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan periode 2007-2010
Terdapat permasalah dalam kinerja PT ITC cabang Medan, dimana perkembangan kinerja keuangan yang berfluktuasi dan laba bersih yang
menurun pada dua tahun terakhir. Pada penjualan, kenaikan terjadi pada tahun 2008, namun pada tahun 2009 terjadi penurunan, walaupun pada tahun 2010
kembali meningkat karena perusahaan meningkatkan penjualannya dengan memperluas pangsa pasar mereka, yaitu dengan ditunjuknya cabang Medan
untuk melakukan penjualan komoditi impor. Pada laba usaha, memiliki perkembangan yang berfluktuasi. Pada tahun 2009-2010 terjadi penurunan
atas nilai laba usaha perusahaan yang dikarenakan meningkatnya biaya usaha dan harga pokok penjualan. Hal ini diikuti oleh perkembangan yang sama
pada laba bersih, dimana terjadi penurunan laba bersih pada tahun 2009 dan 2010, walaupun secara keseluruhan, dari tahun 2007-2010 perkembangan
laba bersih mengalami kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan analisis kinerja
keuangan untuk mengetahui kondisi kesehatan perusahaan. Tingkat kesehatan suatu perusahaan harus tetap diperhatikan, yang artinya suatu perusahaan
dapat berkembang dengan baik serta meningkatkan kondisi keuangannya. Untuk mencapai hal tersebut, PT ITC cabang Medan diharapkan untuk
meningkatkan kinerja keuangannya untuk mencapai kondisi keuangan perusahaan yang sehat. Tingkat kinerja keuangan suatu perusahaan dapat
dilihat dari laporan keuangannya, antara lain terdiri dari neraca, laporan laba- rugi,laporan sumber dan penggunaan dana atau laporan perubahan modal,
laporan arus kas, laporan perubahan modal kerja, laporan biaya produksi dan lain sebagainya. Hal ini sangat penting diketahui baik oleh pihak internal
maupun pihak eksternal perusahaan, agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan di masa sekarang dan di masa mendatang.
Selain itu, penilaian kinerja keuangan PT ITC cabang Medan adalah salah satu cara untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan manajemen
perusahaan dalam mengelola keuangannya. Indikator lain yang digunakan yaitu surat keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara RI Nomor 100
tahun 2002 tentang penilaian tingkat kesehatan BUMN sebagai pengganti SK Menteri Pemberdayaan BUMN No. Kep-215M-BUMN1999.
1.2. Perumusan Masalah