Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada PT Indonesia Trading Company Cabang Medan Periode 2007-2010

(1)

Pada PT Indonesia Trading Company Cabang Medan Periode 2007-2010. Di bawah bimbingan ABDUL KOHAR IRWANTO

PT Indonesia Trading Company (ITC) merupakan salah satu badan usaha dalam bidang perdagangan umum yang melakukan kegiatan perdagangan umum meliputi ekspor-impor dan distribusi. Sebagai perusahaan BUMN yang besar, maka PT Indonesia Trading Company telah mendirikan cabang-cabangnya di berbagai belahan Indonesia Diantara cabang-cabang tersebut terdapat satu cabang yang mendapatkan perhatian khusus dari kantor pusat karena kinerja keuangannya dinilai lebih baik dari cabang lainnya dalam jumlah omzet atau penjualan, yaitu cabang Medan. Walaupun demikian ada beberapa permasalahan pada perkembangan kinerja perusahaan ini, seperti nilai yang berfluktuasi pada penjualan, laba usaha dan laba bersih. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan analisis kinerja keuangan untuk mengetahui kondisi kesehatan perusahaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mempelajari dan menganalisis laporan keuangan perusahaan selama empat tahun terakhir (2007-2010) dengan menggunakan metode analisis trend, analisis rasio dan analisis Du Pont. (2) Mengevaluasi kesesuaian kinerja perusahaan berdasarkan SK. Menteri BUMN No.Kep-100/M-BUMN/2002. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh melalui konfirmasi dengan pihak manajemen perusahaan bersangkutan seperti laporan keuangan perusahaan selama kurun waktu empat tahun terakhir (2007-2010), dan data sekunder seperti profil perusahaan.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah (1) Berdasarkan analisis trend pada neraca menunjukkan perkembangan yang meningkat pada total aktiva dan jumlah ekuitas, sedangkan pada jumlah kewajiban mengalami perkembangan yang menurun. Trend pada laporan laba rugi menunjukkan menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat, hal ini disebabkan karena jumlah pendapatan usaha yang mengalami kenaikan dan proporsinya jauh lebih besar dibandingkan harga pokok penjualan dan total biaya usaha. Hasil analisis rasio menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan memiliki kecenderungan yang berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat dan cukup likuid, namun rasio lancar dan rasio kas perusahaan masih tergolong kurang baik. Solvabilitas perusahaan tergolong sangat baik. Aktivitas perusahaan sudah sangat baik, namun perputaran persediaan yang masih tergolong kurang baik. Profitabilitas perusahaan menunjukkan telah mampu menghasilkan keuntungan yang tinggi dari hasil penjualannya. (2) Berdasarkan analisis Du Pont, kinerja perusahaan dikategorikan cukup baik, namun perkembangan kinerja perusahaan cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya tingkat pengembalian ekuitas (ROE) perusahaan. Hasil evaluasi kinerja BUMN menunjukkan kondisi yang sehat, dengan total skor (TS) sebesar 66, maka penilaian tingkat kesehatan PT Indonesia Trading Company cabang Medan periode 2007-2010 adalah sehat dengan nilai A.


(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang sangat kaya. Sektor pertanian dan perdagangan merupakan sektor yang paling berkembang di Indonesia. Sektor pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan nasional sehingga tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan penduduk. Sedangkan sektor perdagangan bertujuan selain untuk mendatangkan devisa atau pendapatan negara, juga sebagai usaha untuk menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain, seperti dengan melakukan perdagangan ekspor-impor. Kegiatan ekspor-impor ini dilakukan oleh suatu negara dengan negara lainnya dengan menggunakan badan-badan usaha perdagangan.

PT Indonesia Trading Company (ITC) merupakan salah satu badan usaha dalam bidang perdagangan umum yang melakukan kegiatan perdagangan meliputi ekspor-impor dan distribusi. PT ITC juga merupakan satu-satunya BUMN “Trading House” yang telah dibekali pengalaman dalam hal ekspor-impor dan distribusi karena merupakan perusahaan hasil merger dari tiga BUMN Niaga pada tahun 2003, yaitu PT Cipta Niaga (Persero), PT Dharma Niaga (Persero) dan PT Panca Niaga (Persero). Merger ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.22 tahun 2003, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi manajemen, memaksimumkan keuntungan, integrasi bisnis dan meningkatkan kepemilikan aset. PT ITC menjalin hubungan kerjasama dengan beberapa perusahaan besar lainnya seperti pada produk semen yaitu dengan PT Semen Tonasa; PT Semen Gresik; PT Semen Nusantara; PT Semen Kujang; PT Semen Padang; PT Semen Tiga Roda dan PT Semen Baturaja, produk zinc yaitu dengan PT Krakatau Steel, produk pupuk, yaitu dengan PT Pupuk Sriwijaya; PT Pupuk Iskandar Muda; PT Pupuk Kaltim; PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia Gresik, produk pestisida yaitu dengan PT Petrosida; PT Monagro Kimia, produk konsumen yaitu dengan PT Unilever Indonesia, dan minuman beralkohol yaitu dengan PT Indovino; PT Muliatama Mitra


(3)

Sentosa; PT Bimasena Cipta Caraka; PT Esham Dima; PT Geka Nara Sutra; PT Megaguna Semesta Raya dan PT Duta Permata Synergy (ITC, 2003).

PT ITC telah mendirikan cabang-cabangnya di berbagai belahan Indonesia, dimana sampai pada saat ini jumlah cabang yang telah dimiliki berjumlah 33 cabang. Jumlah cabang yang sangat banyak tersebut memerlukan sistem akutansi untuk operasi kantor-kantor cabang yang dimiliki. Sistem akutansi yang digunakan PT ITC adalah sentralisasi, dimana pembukuan terhadap transaksi-transaksi yang terjadi di kantor cabang diselenggarakan oleh kantor pusat. Diantara 33 cabang, terdapat satu cabang yang mendapatkan perhatian khusus dari kantor pusat karena kinerja keuangannya dinilai sangat baik dalam pencapaian jumlah omzet atau penjualan, dalam hal ini melebihi target pada Rapat Kinerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tiap tahunnya, yaitu cabang Medan.

Tabel 1. Perbandingan realisasi penjualan dengan target dalam RKAP (Rp, M)

Penjualan 2007 2008 2009 2010

Hasil RKAP

49,40 113,67 63,41 77,95

Realisasi 69.99 123,25 73,59 138,09

Sumber: Laporan Keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan periode 2007-2010

Produk dan komoditi yang diperdagangkan oleh PT ITC cabang Medan antara lain seperti produk industri, produk konsumer, produk industri termasuk material konstruksi, produk agro, bahan kimia dan berbagai macam mesin dan peralatan.

Tabel 2. Kinerja keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan Periode 2007-2010 (Rp, M)

Uraian 2007 2008 2009 2010

Penjualan 69,9 123,2 73,5 138

Laba Usaha 3,9 19,8 11,2 8,4

Laba bersih 3 15 9,8 6,4

Sumber: Laporan Keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan periode 2007-2010

Terdapat permasalah dalam kinerja PT ITC cabang Medan, dimana perkembangan kinerja keuangan yang berfluktuasi dan laba bersih yang menurun pada dua tahun terakhir. Pada penjualan, kenaikan terjadi pada tahun 2008, namun pada tahun 2009 terjadi penurunan, walaupun pada tahun 2010


(4)

kembali meningkat karena perusahaan meningkatkan penjualannya dengan memperluas pangsa pasar mereka, yaitu dengan ditunjuknya cabang Medan untuk melakukan penjualan komoditi impor. Pada laba usaha, memiliki perkembangan yang berfluktuasi. Pada tahun 2009-2010 terjadi penurunan atas nilai laba usaha perusahaan yang dikarenakan meningkatnya biaya usaha dan harga pokok penjualan. Hal ini diikuti oleh perkembangan yang sama pada laba bersih, dimana terjadi penurunan laba bersih pada tahun 2009 dan 2010, walaupun secara keseluruhan, dari tahun 2007-2010 perkembangan laba bersih mengalami kecenderungan yang meningkat.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan analisis kinerja keuangan untuk mengetahui kondisi kesehatan perusahaan. Tingkat kesehatan suatu perusahaan harus tetap diperhatikan, yang artinya suatu perusahaan dapat berkembang dengan baik serta meningkatkan kondisi keuangannya. Untuk mencapai hal tersebut, PT ITC cabang Medan diharapkan untuk meningkatkan kinerja keuangannya untuk mencapai kondisi keuangan perusahaan yang sehat. Tingkat kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangannya, antara lain terdiri dari neraca, laporan laba-rugi,laporan sumber dan penggunaan dana atau laporan perubahan modal, laporan arus kas, laporan perubahan modal kerja, laporan biaya produksi dan lain sebagainya. Hal ini sangat penting diketahui baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan, agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan di masa sekarang dan di masa mendatang.

Selain itu, penilaian kinerja keuangan PT ITC cabang Medan adalah salah satu cara untuk melihat sejauh mana tingkat keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengelola keuangannya. Indikator lain yang digunakan yaitu surat keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara RI Nomor 100 tahun 2002 tentang penilaian tingkat kesehatan BUMN sebagai pengganti SK Menteri Pemberdayaan BUMN No. Kep-215/M-BUMN/1999.


(5)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja keuangan perusahaan selama empat tahun terakhir (2007-2010) dengan menggunakan metode analisis trend, analisis rasio serta analisis Du Pont?

2. Bagaimana kinerja keuangan perusahaan berdasarkan SK Menteri BUMN No.Kep-100/M-BUMN/2002?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari dan menganalisis laporan keuangan perusahaan selama empat tahun terakhir (2007-2010) dengan menggunakan metode analisis trend, analisis rasio dan analisis Du Pont.

2. Menganalisis kesesuaian kinerja keuangan perusahaan berdasarkan SK. Menteri BUMN No.Kep-100/M-BUMN/2002.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan, antara lain:

1. Penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dalam penyusunan strategi, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada perusahaan mengenai perkembangan kondisi keuangan dan penilaian kinerja keuangan perusahaan.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan pengetahuan tambahan dalam melakukan penelitian atau dalam mempelajari bidang yang sama serta sebagai sumbangan dalam memperkaya perbendaharaan pustaka dan informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam ruang lingkup yang sama.


(6)

1.5. Batasan Penelitian

Laporan keuangan yang akan dianalisis difokuskan pada laporan neraca, dan laporan laba-rugi. Alat analisis yang digunakan antara lain analisis trend (analisis horizontal), analisis rasio (likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan aktivitas), serta analisis Du Pont. Seluruh analisis diatas digunakan untuk melihat perkembangan kinerja keuangan PT ITC dalam kurun waktu empat tahun terakhir, yaitu dari tahun 2007-2010. Dalam penelitian ini juga digunakan bahan acuan analisis laporan keuangan perusahaan berdasarkan Surat keputusan Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002 mengenai penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan yang meliputi aspek keuangan. Analisis tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja keuangan PT ITC cabang Medan periode 2007-2010.


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja Keuangan

Menurut Sawir (2000), kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan untuk mendapatkan penghasilan atau untuk meraih keuntungan (laba) dan kemampuan dalam mengelola perusahaan secara efisien. Kinerja keuangan merupakan suatu prestasi yang diperlihatkan oleh perusahaan dari hasil usahanya melalui analisa laporan keuangan perusahaan.

Pengertian pengukuran kinerja dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilaksanakan oleh seseorang untuk mengevaluasi secara kuantitatif hasil dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Pengukuran kinerja dapat diartikan sebagai pengukuran atas kontribusi yang dapat diberikan oleh pihak manajemen perusahaan terhadap pencapaian tujuan perusahaan, serta sebagai pengukuran atas suatu prestasi yang dicapai oleh suatu satuan organisasi dalam periode tertentu.

2.2. Laporan Keuangan

Menurut Myer dalam Munawir (2002), mengatakan bahwa laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar laba-rugi. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tidak dapat dibagikan (laba yang ditahan).

Laporan keuangan menurut Harahap (2004) berisi hal-hal sebagai berikut:

1. Daftar neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada satu tanggal tertentu. Neraca menggambarkan posisi harta, utang, dan modal pada tanggal tertentu.

2. Perhitungan laba rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya, laba/rugi perusahaan pada suatu periode tertentu. Laba rugi menggambarkan hasil


(8)

yang diterima perusahaan selama suatu periode tertentu serta biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan hasil tersebut serta labanya.

3. Laporan dan sumber penggunaan dana. Di sini dimuat sumber dana dan pengeluaran perusahaan selama satu periode. Dana bisa diartikan kas bisa juga modal kerja.

4. Laporan arus kas adalah laporan yang merupakan ikhtisar Arus Kas masuk dan Arus Kas keluar yang dalam format laporannya dibagi dalam kelompok-kelompok kegiatan operasi, kegiatan investasi dan kegiatan pembiayaan.

Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodic yang dilakukan pihak management yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progress report, dan menurut Munawir (2002), laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara :

1. Fakta-fakta yang telah dicatat (recorded fact), berarti bahwa laporan keuangan ini dibuat atas dasar fakta dari catatan akuntansi, seperti jumlah uang kas yang tersedia dalam perusahaan maupun yang disimpan di Bank, jumlah piutan, persediaan barang dagangan, hutang maupun aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Pencatatan dari pos-pos ini berdasarkan catatan historis dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, dan jumlah-jumlah uang yang tercatat dalam pos-pos itu dinyatakan dalam harga-harga pada waktu terjadinya peristiwa tersebut.

2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi (accounting convention and postulate), berarti data yang dicatat itu didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan tetentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim, hal ini dilakukan dengan tujuan memudahkan pencatatan atau untuk keseragaman.

3. Pendapat pribadi (personal judgement), dimaksudkan bahwa, walaupun pencatatan transaksi telah diatur oleh konvensi-konvensi atau dalil-dalil dasar yang sudah ditetapkan dan sudah menjadi standar praktek pembukuan, namun penggunaan dari konvensi-konvensi dan dalil dasar


(9)

tergantung daripada akuntan atau manajemen perusahaan yang bersangkutan. Judgement atau pendapat ini tergantung kepada kemampuan atau integritas pembuatan yang dikombinasikan dengan fakta yang tercatat dan kebiasaan serta dalil-dalil dasar akuntansi yang telah disetujui akan digunakan dalam beberapa hal. Misalnya, cara-cara atau metode untuk menaksir piutang yang tidak akan dapat ditagih, dan penentuan beban penyusutan serta penentuan umur dari suatu aktiva tetap akan sangat tergantung pada pendapat pribadi manajemennya dan berdasarkan pengalaman masa lalu.

2.2.1 Laporan Neraca

Menurut Brigham dan Houstoun (2001), neraca adalah laporan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu. Sedangkan menurut Munawir (2002), neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Jadi tujuan Neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu di mana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun fiscal atau tahun kalender, sehingga neraca sering disebut dengan Balace Sheet.

Menurut Munawir (2002), pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama, yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar, yang termasuk kelompok aktiva lancar adalah : 1. Kas, atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi

perusahaan. Uang tunai yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi sudah ditentukan penggunaannya (misalnya uang kas yang disisihkan untuk tujuan pelunasan hutang obligasi, untuk pembelian aktiva tetap atau untuk tujuan-tujuan lainnya) tidak dapat dimasukkan dalam pos kas. Termasuk dalam pengertian kas adalah cek yang diterima dari para langganan dan simpanan perusahaan di bank dalam bentuk giro atau demand deposit, yaitu simpanan di bank yang dapat diambil kembali (dengan menggunakan cek atau bilyet) setiap saat diperlukan perusahaan.


(10)

2. Investasi jangka pendek (surat-surat berharga atau marketable securities), adalah investasi yang sifatnya sementara atau jangka pendek dengan maksud untuk memanfaatkan uang kas yang untuk sementara belum dibutuhkan dalam operasi. Syarat utama agar dapat dimasukkan dalam investasi jangka pendek adalah bahwa investasi itu harus bersifat marketable, artinya setiap saat perusahaan membutuhkan uang, investasi itu dapat segera dijual dengan harga yang pasti. Contohnya adalah deposito di bank, surat-surat berharga yang berwujud saham, obligasi, sertifikat bank dan investasi lain yang mudah diperjualbelikan.

3. Piutang wesel, adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur dalam Undang-Undang.

4. Piutang dagang, adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditor atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit. Pada dasarnya piutang bisa timbul tidak hanya karena penjualan barang dagangan secara kredit, piutang karena adanya penjualan saham secara angsuran, atau adanya uang muka untuk pembelian atau kontrak kerja lainnya.

5. Persediaan, untuk perusahaan perdagangan yang dimaksud dengan persediaan adalah semua barang-barang yang diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang atau belum laku dijual. Untuk perusahaan manufacturing (yang memproduksi barang), maka persediaan yang dimiliki meliputi persediaan bahan mentah, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.

6. Piutang penghasilan atau penghasilan yang masih harus diterima, adalah penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena perusahaan telah memberikan jasa atau prestasinya, tetapi belum diterima pembayarannya, sehingga merupakan tagihan.

7. Persekot atau biaya yang dibayar di muka, adalah pengeluaran untuk memperoleh jasa atau prestasi dari pihak lain, tetapi pengeluaran itu belum menjadi biaya, karena jasa atau prestasi dari pihak lain itu


(11)

belum dinikmati oleh perusahaan pada periode ini melainkan periode berikutnya.

Aktiva tidak lancar adalah aktiva yang mempunyai umur kegunaan relative permanen atau jangka panjang atau mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan. Aktiva tidak lancar ini terdiri dari :

1. Investasi jangka panjang, investasi atau penyertaan ini biasanya merupakan bentuk penanaman dana perusahaan kepada perusahaan lain dalam jangka panjang. Penyertaan ini bisa dengan maksud untuk menguasainya. Penyertaan dapat dilakukan dalam bentuk saham, obligasi atau surat berharga lain. Meskipun penyertaan ini biasanya dalam bentuk kepemilikan saham atau obligasi, tetapi berbeda dengan surat berharga (efek) pada kelompok aktiva lancar, dalam surat berharga (efek), saham atau obligasi hanya dipegang untuk jangka pendek (satu tahun kurang), sedangkan investasi atau penyertaan untuk jangka panjang.

2. Aktiva tetap, adalah kekayaan yang dimiliki perusahaan yang fisiknya Nampak atau konkrit. Syarat lain untuk dapat diklasifikasikan sebagai aktiva tetap selain itu dimiliki perusahaan, juga harus digunakan dalam operasi yang bersifat permanen (aktiva tersebut mempunyai umur kegunaan jangka panjang atau tidak akan habis dipakai dalam satu periode kegiatan perusahaan). Kelompok aktiva tetap meliputi tanah, bangunan, kendaraan dan perlengkapan atau alat-alat lainnya.

3. Aktiva tetap tidak berwujud, adalah kekayaan perusahaan yang secara fisik tidak nampak, tetapi merupakan suatu hak yang memiliki nilai dan dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Yang termasuk aktiva tetap tidak berwujud ini, meliputi hak cipta, merk dagang, lisensi dan sebagainya.

4. Beban yang ditangguhkan, adalah menunjukkan adanya pengeluaran atau biaya yang mempunyai manfaat jangka panjang (lebih dari satu tahun), atau suatu pengeluaran yang akan dibebankan juga pada


(12)

periode-periode berikutnya. Yang termasuk kelompok ini, antara lain adalah biaya pemasaran, biaya pembukaan, biaya penelitian dan sebagainya.

5. Aktiva lain-lain, adalah menunjukkan kekayaan atau aktiva perusahaan yang tidak dapat atau belum dapat dimasukkan dalam klasifikasi-klasifikasi sebelumnya, misalnya gedung dalam proses, tanah dalam penyelesaian, piutang jangka panjang, dan sebagainya.

Hutang adalah semua kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Hutang atau kewajiban dapat dibedakan ke dalam hutang lancar (hutang jangka pendek) dan hutang tidak lancar (hutang jangka panjang). Hutang lancar atau hutang hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh tempo) lebih dari satu tahun.

Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya (Munawir, 2002).

2.2.2 Laporan Laba Rugi

Menurut Munawir (2002), laporan laba rugi adalah suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Laporan laba rugi pada dasarnya merupakan ringkasan dari empat jenis kegiatan (Keown, et al., 2001), yaitu:

1. Menjual produk atau jasa.

2. Beban produksi atau usaha untuk mendapatkan barang atau jasa yang dijual.


(13)

3. Beban yang timbul dalam memasarkan dan mendistribusikan produk atau jasa kepada konsumen, serta yang berkaitan dengan beban administrasi operasional.

4. Beban keuangan dalam menjalankan bisnis, contohnya bunga yang dibayarkan kepada kreditur dan pembayaran deviden kepada pemegang saham.

Walaupun belum ada keseragaman tentang susunan laporan laba rugi bagi setiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut (Munawir, 2002) :

1. Bagian pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok perusahaan (penjualan barang dan jasa) diikuti dengan harga pokok dari barang dan jasa yang dijual, sehingga diperoleh laba kotor.

2. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya umum administrasi.

3. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh di luar operasi pokok perusahaan, yang diikuti dengan biaya-biaya yang terjadi di luar usaha pokok.

4. Bagian keempat menunjukkan laba atau rugi yang insidentil, sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan. 2.2.3 Laporan Arus Kas

Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar mengenai penerimaan kas dan pembayaran kas selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun (Niswonger, et al., 1999). Laporan arus kas terdiri dari tiga kelompok utama : (1) arus kas oeprasional, (2) investasi yang dilakukan perusahaan, serta (3) transaksi pendanaan, seperti pengeluaran saham, peminjaman serta pembayaran kembali kewajiban (Keown, et al., 2001).


(14)

2.3. Analisis Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2002), laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Bernstein dalam Harahap (2004), tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Screening

Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui situasi dan kondisi perusahaan dari laporan keuangan tanpa pergi langsung ke lapangan.

2. Understanding

Memahami perusahaan, kondisi keuangan, dan hasil usahanya.

3. Forcasting

Analisis digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang.

4. Diagnosis

Analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain dalam perusahaan.

5. Evaluation

Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen dalam mengelola perusahaan.

Menurut Munawir (2002), dalam menganalisa dan menilai posisi keuangan dan potensi-potensi kemajuan perusahaan, faktor utama yang harus diperhatikan adalah:

1. Likuiditas, adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “likuid”, dan perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran


(15)

ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya atau hutang jangka pendek.

2. Solvabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu perusahaan dikatakan solvabel jika perusahaan tersebut mempunyai kekayaan atau aktiva yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, sebaliknya apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan insolvable.

3. Profitabilitas, adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif, dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.

4. Stabilitas usaha, adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutangnya dan akhirnya membayar kembali hutang-hutang tersebut tepat pada waktunya, serta kemampuan perusahaan untuk membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.

Menurut Munawir (2002), analisis laporan keuangan terdiri dari penelahaan antara hubungan dan tendensi atau kecenderungan untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Metode dan teknik analisis (alat-alat analisis) digunakan untuk menentukan dan mengukur pos-pos yang ada dalam laporan, sehingga dapat diketahui perubahan masing-masing pos tersebut bila dibandingkan dengan laporan keuangan perusahaan lain. Tujuan dari setiap metode dan teknis analisis adalah untuk menyederhanakan data sehingga data lebih dimengerti.


(16)

Munawir (2002) mengemukakan, bahwa ada dua metode analisis yang digunakan oleh setiap penganalisis laporan keuangan, yaitu analisis horizontal dan analisis vertikal. Analisis horizontal atau yang biasa disebut dengan analisis trend adalah analisis dengan mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode sehingga diketahui perkembangannya. Sedangkan analisis vertikal adalah metode analisis untuk laporan keuangan dalam satu periode saja, yaitu dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan yang sama.

2.3.1 Analisis Trend

Menurut Munawir (2002), analisis trend adalah analisis yang membandingkan laporan keuangan perusahaan seperti neraca dan laporan laba rugi untuk beberapa tahun terakhir. Analisis trend mempelajari pergerakan pos-pos tertentu dari suatu laporan keuangan perusahaan selama beberapa tahun atau periode akutansi berturut-turut, dari analisis ini akan tampak pos-pos yang mempunyai kecendrungan arah yang meningkat, menurun, atau tetap. Analisis ini menggunakan angka indeks berupa persentase sehingga analisis ini sering juga disebut analisis indeks.

Menghitung trend yang dinyatakan dalam persentase dibutuhkan satu tahun yang dijadikan sebagai tahun dasar. Tahun dasar ini diperlukan sebagai dasar perhitungan yang akan dibuat dalam bentuk persentase. Biasanya data laporan keuangan dari tahun yang paling awal dari deretan laporan keuangan yang akan dianalisis tersebut dianggap sebagai tahun dasar. Setiap pos dalam laporan keuangan baik neraca maupun laporan laba rugi dalam tahun dasar akan diberi nilai 100. Selanjutnya setiap pos dalam periode yang diperbandingkan akan dibagi dengan pos yang sama dalam laporan keuangan di tahun dasar dan dikalikan 100 persen untuk melihat nilai persentase kenaikan ataupun penurunan dari setiap pos tersebut. Analisis ini merupakan perlengkap dari analisis rasio karena hasil dari analisis ini akan membantu di dalam menginterprestasikan hasil analisis rasio (Munawir, 2002).


(17)

2.3.2 Analisis Rasio

Menurut Munawir (2002), rasio menggambarkan suatu hubungan antara jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dengan menggunakan alat analisis berupa rasio, akan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan suatu perusahaan. Dengan menggunakan analisis ini dimungkinkan untuk menentukan tingkat likuiditas, solvabilitas, keefektifan operasi dan derajat keuntungan suatu perusahaan.

Rasio keuangan dapat membantu dalam mengidentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan perusahaan (Keown, et al., 2001). Rasio keuangan memberikan dua cara untuk membuat perbandingan dari data keuangan perusahaan menjadi lebih berarti yakni pertama, dapat meneliti rasio antar waktu untuk mengetahui arah pergerakannya; kedua, dapat memperbandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan lain.

Analisis ini mencakup empat kelompok analisis yang meliputi analisis likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas (Munawir, 2002). Alat analisis rasio ini dapat memberikan gambaran mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka pembanding yang digunakan sebagai standar.

1. Rasio Likuiditas

Likuiditas didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban keuangannya yang sudah jatuh tempo (Munawir, 2002). Jadi analisis likuiditas menunjukan apakah perusahaan mampu memenuhi kewajiban keuangannya yang akan jatuh tempo. Analisis rasio ini dapat digunakan untuk menganalisis dan mengintrepertasikan posisi keuangan jangka pendek, serta membantu manajemen untuk mengecek efisiensi modal kerja yang digunakan dalam perusahaan. Analisis likuiditas pada umumnya diukur denga menggunakan rasio sebagai berikut:


(18)

a. Rasio Lancar b. Rasio Cepat c. Rasio Kas 2. Rasio Solvabilitas

Menurut munawir (2002), rasio ini merupakan rasio untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dari hutang. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat dinilai beberapa hal, diantaranya posisi perusahaan terhadap seluruh kewajibannya kepada pihak lain, kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap dan mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva tetap dengan modal. Rasio ini terdiri dari:

a. Rasio Hutang terhadap Total Aktiva b. Rasio Hutang terhadap Ekuitas c. Rasio laba terhadap beban bunga d. Rasio Ekuitas terhadap Total Aktiva e. Rasio Ekuitas terhadap Aktiva Tetap 3. Rasio Aktivitas

Menurut Munawir (2002), rasio aktivitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari atau kemampuan perusahaan dalam penjualan, penagihan piutang maupun pemanfaatan aktiva yang dimiliki. Rasio ini terdiri dari:

a. Rasio perputaran total aktiva b. Rasio perputaran aktiva tetap c. Rasio perputaran piutang d. Perputaran persediaan

e. Collecting period

4. Rasio Profitabilitas

Analisis profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profit) dalam periode tertentu. Profitabilitas perusahaan diukur dari kemampuannya dalam menggunakan aktiva secara produktif. Dengan demikian


(19)

profitabilitas perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau modal yang dimiliki perusahaan dalam periode yang sama (Munawir, 2002). Rasio-rasio yang umumnya digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah:

a. Rasio Margin Laba Kotor b. Rasio marjin laba bersih

c. Tingkat pengembalian aktiva (ROA) d. Tingkat pengembalian modal (ROE) e. Rasio operasi

2.3.3 Analisis Du Pont

Analisis ini merupakan pendekatan terpadu terhadap analisis rasio keuangan dimana analisis ini dirancang untuk mengevaluasi profitabilitas dan mencari tingkat pengembalian ekuitas. Analisis ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi bagi pemegang saham biasa. Semakin tinggi nilai ROE suatu perusahaan maka semakin baik perusahaan dalam pengelolaan manajemen keuangannya (Keown, et al. 2001). Manfaat lain dari analisis Du Pont adalah:

1. Menganalisis cara meningkatkan prestasi perusahaan.

2. Melihat efektivitas pengelolaan sumber daya guna memaksimalkan tingkat pengembalian para pemilik saham.

Analisis Du Pont menggabungkan rasio-rasio aktivitas dan profit marjin dan menunjukan bagaimana rasio-rasio tersebut berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan. Jika rasio perputaran aktiva dikalikan dengan marjin laba penjualan hasilnya adalah tingkat pengembalian aktiva (ROA) atau sering disebut juga tingkat pengembalian investasi (ROI) (Sawir, 2005).

2.4. Penelitian Terdahulu

Tahun 2003, Irwan melakukan penelitian dengan judul Kinerja Keuangan PT FAST FOOD INDONESIA Tbk. Periode 1997-2001. Tujuan dari penelitiannya ialah melihat perkembangan dan proporsi keuangan perusahaan selama lima tahun terakhir, yaitu tahun 1997-2001, menganalisis


(20)

kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio, yang tercermin dari tingkat rentabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan aktivitas; menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan; serta mengidentifikasi strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitiannya antara lain menggunakan analisis trend, analisis persentase per komponen, analisis rasio yang terdiri dari rentabilitas, solvabilitas, likuiditas dan aktivitas, serta analisis Du Pont. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal perusahaan yaitu biaya pokok, biaya operasional dan perputaran persediaan yang kurang efisien. Sedangkan faktor eksternal yang bersifat sementara dan tidak bisa dikontrol perusahaan.

Penelitian Nurhasanah tahun 2005 yang berjudul Analisis Laporan Keuangan dan upaya Perbaikan Kinerja Keuangan Perusahaan PT (persero) Biro Klasifikasi Indonesia. Tujuan dari penelitiannya adalah mengetahui perkembangan dan proporsi keuangan perusahaan, menganalisis kinerja keuangann perusahaan, serta mengidentifikasi strategi bagi kelangsungan operasional selanjutnya. Metode yang digunakan dalam penelitiannya antara lain analisis trend, analisis persentase per komponen, analisis rasio serta analisis Du Pont. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi perusahaan selama lima tahun terakhir menunjukkan kondisi yang cukup baik.

Senny Oktaviani pada tahun 2004 melakukan penelitian dengan judul Analisis Kinerja Koperasi Pada Koperasi Badan Pusat Statistika Jakarta.

Tujuan yang mendasari penelitiannya adalah menganalisis kinerja Koperasi-BPS dengan menggunakan acuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2003, mengetahui masalah yang mempengaruhi kinerja Koperasi-BPS, serta memberikan saran untuk memperbaiki kinerja Koperasi-BPS di masa yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitiannya antara lain menggunakan alat analisis berupa analisis trend,

persentase per komponen, dan analisis rasio. Selain itu digunakan juga metode analisis standar penilaian kinerja Koperasi untuk mengetahui kinerja


(21)

koperasi secara keseluruhan. Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitiannya adalah berdasarkan analisis standar penilaian kinerja Koperasi maka Koperasi-BPS pada tahun-tahun analisis sudah termasuk dalam kategori Koperasi yang berkinerja baik, hanya saja kecendrungan nilainya menurun.


(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT ITC dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan usaha perusahaan tersebut yang tercermin dari laporan keuangannya dari tahun ke tahun. Kinerja keuangan itu sendiri dapat diartikan sebagai prestasi perusahaan dalam mengelola sumber daya keuangannya serta keberhasilan manajemen perusahaan didalam melaksanakan berbagai kebijakan-kebijakan keuangan perusahaan yang terlihat dari laporan keuangannya. Gambaran kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dilihat dengan cara melakukan interprestasi atau analisis terhadap laporan keuangannya, sehingga laporan keuangan tersebut bisa memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT ITC dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan perusahaan selama periode waktu tertentu. Perkembangan kinerja keuangan PT ITC dianalisis menggunakan analisis keuangan biasa, diantaranya analisis Trend, analisis rasio (likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas), analisis Du Pont serta menggunakan analisis laporan keuangan yang berdasarkan pada surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002 mengenai penilaian kinerja perusahaan yang meliputi aspek keuangan.

Hasil analisis laporan keuangan tersebut menggambarkan perkembangan kinerja keuangan PT ITC cabang Medan untuk periode empat tahun terakhir (2007-2010) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara singkat kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar1 dan alur pikir rencana penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(23)

Gambar 1.Kerangka Pemikiran Konseptual PT ITC cabang Medan

Laporan Keuangan

Neraca Laba Rugi

Analisis Du Pont Analisis

Rasio

Analisis Trend

Analisis Kinerja Perusahaan

Evaluasi kinerja Perusahaan


(24)

Gambar 2.Alur Pikir Rencana Penelitian Faktor-faktor yang

berpengaruh yang bisa dikendalikan : 1. Harga pokok

penjualan 2. Biaya usaha 3. Harga

4. Tingkat aktivitas 5. Penjualan

Pengumpulan data 1.Data Primer 2.Data sekunder

Lingkungan Eksternal

1. Kebijakan pemerintah 2. Kebijakan Politik 3. Globalisasi

Permasalahan yang ada : Kinerja keuangan PT ITC cabang Medan yang menurun pada periode 2007-2010 Data dan Informasi : 1. Profil perusahaan 2. Laporan keuangan perusahaan dan laporan tahunan (periode 2007-2010) Proses 1. Analisis Trend 2. Analisis Rasio 3. Analisis Du

Pont Output 1. Perkembang an kinerja keuangan 2. Rasio keuangan 3. Tingkat pengembalia n Modal (ROE) Outcome 1. Mengeta hui kondisi perusaha an 2. Bahan pertimba ngan kebijakan kedepann ya. Faktor-faktor berpengaruh yang tidak bisa dikendalikan : 1. Pajak 2. Modal 3. Prosedur Parameter Kontrol SK Menteri BUMN : ROE>15 ROI>18 Cash Ratio≥35 Current Ratio≥125 Collecting Period≤60 PP≤60 TATO>120

30<TMS terhadap TA<40

Impact Langkah strategi kebijakan dan pengambilan keputusan perusahaan Inp ut Outp ut Feedback 23


(25)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan selama dua bulan yakni pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011 di PT ITC cabang Medan yang berlokasi di Jl. Badur No. 3 Medan, Sumatra Utara.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah data sekunder, yang merupakan data yang diperoleh dari PT. ITC cabang Medan, yaitu laporan keuangan perusahaan selama kurun waktu empat tahun terakhir (2007-2010), dan profil perusahaan dan literatur-literatur perusahaan yang terkait. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis yang ada.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis perkembangan kinerja keuangan PT. ITC cabang Medan dilakukan dengan menggunakan berbagai metode analisis laporan keuangan yang terdiri dari analisis rasio yang terdiri dari empat kelompok analisis, yakni likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan aktivitas, analisis Du Pont, serta analisis trend.

Selain menggunakan metode analisis laporan keuangan biasa, penilaian kinerja keuangan juga ditinjau dari analisis laporan keuangan berdasarkan SK. Menteri BUMN No. kep-100/M-BUMN/2002 mengenai penilaian kinerja perusahaan BUMN dalam aspek keuangan.

3.4.1 Analisis Rasio

Rasio finansial atau rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek di masa dating (Munawir, 2002).


(26)

Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang di masa yang akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan.

Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio profitabilitas, dan rasio aktivitas. 1. Rasio likuiditas

Merupakan Ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian financial jangka pendek atau sudah jatuh tempo (Munawir, 2002). Adapun yang tergabung dalam rasio ini adalah:

a. Rasio Lancar

Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki (Sawir, 2005). Rasio lancar dapat dihitung dengan rumus:

...(1)

Keterangan:

Aktiva lancar = aset perusahaan dengan umur ekonomis kurang dari satu tahun (Rp)

Hutang lancar = hutang perusahaan yang memiliki jatuh tempo kurang dari satu tahun (Rp)

b. Rasio Cepat

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan tidak memperhitungkan persediaan yang dinilai merupakan aktiva lancar dengan tingkat likuiditas

� = Aktiva Lancar


(27)

terendah (Sawir, 2005). Rasio cepat dapat dihitung dengan rumus yaitu:

...(2)

Keterangan:

Aktiva lancar = aset perusahaan dengan umur ekonomis kurang dari satu tahun (Rp)

Persediaan = harga barang+biaya untuk memperoleh persediaan barang tersebut (Rp)

Hutang lancar = hutang perusahaan yang jatuh tempo kurang dari satu tahun (Rp)

c. Rasio Kas

Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya (Munawir, 2002). Cash Ratio dapat dihitung dengan rumus yaitu:

...(3)

Keterangan:

Kas dan setara kas = dana perusahaan yang siap digunakan dalam kegiatan usaha perusahaan (Rp)

Hutang lancar = hutang perusahaan yang jatuh tempo kurang dari satu tahun (Rp)

2. Rasio Solvabilitas

Rasio ini disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi segala kewajiban finansialnya baik jangka pendek maupun jangka panjang (Munawir, 2002). Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (Bank). Adapun Rasio yang tergabung dalam Rasio Leverage adalah:

� =Aktiva Lancar − Persediaan Hutang Lancar

� =Kas + Setara Kas


(28)

a. Rasio Hutang terhadap Total Aktiva

Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui (Sawir, 2005). Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan aktiva yang dibelanjai oleh hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

...(4)

Keterangan:

Total Hutang = keseluruhan utang perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Rp) Total Aktiva = total aset yang dimiliki perusahaan (Rp) b. Rasio Hutang terhadap Ekuitas

Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang– hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibanya (Darsono dan Ashari, 2007). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus, yaitu:

.. ...(5)

Keterangan:

Total Hutang = keseluruhan utang perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Rp)

Ekuitas = total modal yang dimiliki perusahaan (Rp) c. Rasio Laba terhadap Beban bunga

Rasio ini mengukur berapa kali kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban berupa bunga, dari hasil laba sebelum bunga dan pajak. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik kemampuan perusahaan membayar bunganya. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus, yaitu:

� � �=Total Hutang

Total Aktiva

� � � � � =Total Hutang


(29)

...(6)

Keterangan:

Laba usaha = laba yang diterima perusahaan setelah dikurangi biaya usaha (Rp)

Beban bunga = beban yang dibayarkan kepada kreditur atau pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana (Rp)

d. Rasio Ekuitas terhadap Total Aktiva

Rasio ini menunjukkan besarnya modal sendiri yang digunakan untuk mendanai seluruh aktiva perusahaan (Munawir, 2002). Semakin tinggi nilai rasio maka semakin kecil jumlah pinjaman perusahaan yang digunakan untuk mendanai seluruh aktiva perusahaan. Rasio ekuitas terhadap total aktiva dirumuskan sebagai berikut:

...(7)

Keterangan:

Ekuitas = total modal yang dimiliki perusahaan (Rp) Total Aktiva = total aset yang dimiliki perusahaan (Rp) e. Rasio Ekuitas terhadap Aktiva Tetap

Rasio ini menunjukkan besarnya proporsi modal sendiri yang digunakan untuk mendanai aktiva tetap perusahaan (Munawir, 2002). Jika aktiva tetap perusahaan didanai dari modal sendiri, maka keadaan ini akan lebih menguntungkan mengingat aktiva tetap berjangka panjang. Maka sudah sewajarnya jika aktiva tetap didanai dari modal sendiri supaya tidak mengganggu likuiditas perusahaan jika sewaktu-waktu pembayaran hutang harus dilaksanakan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

� � ℎ � = Laba Usaha

Beban Bunga

� � � ℎ � = Ekuitas


(30)

...(8)

Keterangan:

Ekuitas = total modal yang dimiliki perusahaan (Rp) Aktiva tetap = aset perusahaan yang konkrit dan umur

ekonomisnya untuk jangka panjang (Rp) 3. Rasio Profitabilitas

Rasio ini disebut juga sebagai Ratio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut (Munawir, 2002). Yang termasuk dalam ratio ini adalah:

a. Rasio Margin Laba Kotor

Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

...(9)

Keterangan:

Laba kotor = pendapatan perusahaan setelah dikurangi harga pokok penjualan (Rp)

Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan (Rp) b. Rasio Margin Laba Bersih

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan, dengan kata lain untuk menghitung tingkat keuntungan bersih yang diperoleh (Munawir, 2002). Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu:

� � � ℎ � = Ekuitas

Aktiva Tetap

� =Laba Kotor


(31)

...(10) Keterangan:

Laba bersih = pendapatan perusahaan setelah dikurangi pajak dan beban bunga (Rp)

Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan (Rp) c. Rasio Operasi

Rasio operasi merupakan perbandingan antara harga pokok penjualan ditambah dengan biaya operasi terhadap hasil penjualan bersih. Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam memperoleh laba dimana rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi yang kurang baik.

Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

...(11)

Keterangan:

HPP = pembebanan harga perolehan atas barang dagangan yang dijual (Rp)

Biaya operasi = seluruh biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan operasional perusahaan (Rp)

Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan (Rp)

d. Tingkat Pengembalian modal (ROE)

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Rasio ini dapat diperbandingkan dengan tingkat bunga bank yang berlaku (Prastowo dan Rifka, 2008). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:

� ℎ=Laba Bersih

Penjualan

� =HPP + Biaya Operasi


(32)

...(12) Keterangan:

Laba bersih = pendapatan perusahaan setelah dikurangi pajak dan beban bunga (Rp)

Total ekuitas = total aset yang dimiliki perusahaan (Rp) e. Tingkat Pengembalian Aktiva (ROA)

Rasio ini menunjukan produktivitas dari seluruh dana perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukan kondisi perusahaan yang semakin membaik. Rasio ini membandingkan laba operasional dengan total aktiva (Munawir, 2002). Rasio ini dapat dirumuskan dengan rumusan sebagai berikut:

...(13)

Keterangan:

Laba bersih = pendapatan perusahaan setelah dikurangi pajak dan beban bunga (Rp)

Total aktiva = total aset yang dimiliki perusahaan (Rp) 4. Rasio Aktivitas

Rasio ini digunakan untuk mengetahui kecepatan beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas dan mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada pada pengendaliannya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio ini menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan berbagai unsur aktiva, yaitu piutang, aktiva tetap, dan aktiva lain. Rasio-rasio aktivitas yang digunakan adalah:

a. Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turn Over Ratio) Rasio ini menunjukan efektivitas penggunaan seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan atau menggambarkan berapa rupiah penjualan bersih dapat

� �= Laba Bersih Total Ekuitas

� = Laba Bersih Total Aktiva


(33)

dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan. Jika perputarannya lambat, menunjukan aktiva yang dimilikinya terlalu besar jika dibandingkan dengan kemampuan untuk menjual (Munawir, 2002). Rumusan rasio ini adalah:

...(14)

Keterangan:

Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan (Rp) Total aktiva = total aset yang dimiliki perusahaan (Rp) b. Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turn Over

Ratio)

Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan dana yang tertanam pada harta tetap seperti pabrik dan peralatan, dalam rangka menghasilkan penjualan bersih yang dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan pada aktiva tetap. Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan menggunakan aktivanya secara efektif dan untuk meningkatkan pendapatan (Munawir, 2002). Rumusan rasio sebagai berikut:

...(15)

Keterangan:

Penjualan = pendapatan dari penjualan (Rp)

Aktiva tetap = aset perusahaan yang konkrit dan umur ekonomisnya untuk jangka panjang (Rp) c. Periode Pengumpulan Piutang (Collection Period)

Rasio ini mengukur perbandingan piutang usaha perusahaan dan besarnya penjualan pada tahun tersebut. Jika perusahaan mempunyai kesulitan dalam penagihan, berarti perusahaan mempunyai saldo piutang yang besar dan rasio yang besar. Sebaliknya, jika perusahaan mempunyai

� � = Penjualan

Total Aktiva

� � = Penjualan


(34)

kebijakan kredit dan prosedur penagihan yang baik, maka saldo piutangnya rendah dan rasionya kecil. Semakin lama waktu pengumpulan piutang, maka semakin besar resiko piutang menjadi tak tertagih (Riyanto, 2001).

...(16)

Keterangan:

Piutang = pendapatan yang seharusnya diterima (Rp) Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan(Rp) d. Rasio Perputaran Piutang

Rasio ini menggambarkan kualitas piutang perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam penagihan piutang yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam menagih piutang yang dimiliki. Akan tetapi rasio yang terlalu tinggi juga bisa mengakibatkan ketidaksukaan pelanggan sehingga bisa mengakibatkan pelanggan lari karena kebijakan kredit yang terlalu ketat. Rasio ini juga dapat dijadikan dasar pemberian kebijakan kredit yang dapat meningkatkan jumlah penjualan dengan memperhitungkan kerugian piutang tak tertagih (Darsono dan Ashari, 2007).

...(17) Keterangan:

Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan(Rp) Piutang = pendapatan yang seharusnya diterima

perusahaan atas penjualannya (Rp) e. Rasio Perputaran Persediaan

Rasio perputaran persediaan mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang. Rasio ini mencerminkan besarnya nilai penjualan yang dilakukan perusahaan untuk setiap persediaan.

�= Piutang

Penjualanx 365 hari

�= Penjualan Piutang


(35)

...(18)

Keterangan:

Persediaan = harga barang+biaya untuk memperoleh persediaan barang tersebut (Rp)

Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan(Rp) 3.4.2 Analisis Du Pont

Metode analisis Du Pont digunakan untuk menunjukkan bagaimana tingkat profitabilitas dari setiap aktiva yang dimiliki perusahaan serta mengetahui tingkat pengembalian ekuitas para pemegang saham biasa. Semakin tinggi nilai ROE perusahaan, semakin baik perusahaan dalam pengelolaan manajemen keuangannya (Keown, et al. 2001)

Analisis Du Pont menggabungkan rasio-rasio aktivitas dan profit marjin dan menunjukkan bagaimana rasio-rasio aktivitas tersebut berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio perputaran aktiva dikalikan dengan marjin laba penjualan hasilnya adalah tingkat pengembalian aktiva (ROA) atau sering juga disebut tingkat pengembalian investasi (ROI) (Sawir, 2005). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

...(19)

Keterangan:

Marjin laba bersih = laba bersih sesudah pajak dari setiap rupiah penjualan (%)

Perputaran total aktiva = efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk melakukan penjualan ROA harus dibagi dengan pengurangan satu dengan rasio hutang terhadap total aktiva untuk mendapatkan ROE. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

...(20) ROA = Marjin laba Bersih x Perputaran Total aktiva

� = ℎ�

= Persediaan


(36)

...(21)

Keterangan:

Laba bersih = keuntungan perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan (Rp)

Penjualan = jumlah pendapatan dari hasil penjualan (Rp) Total aktiva = total aset yang dimiliki perusahaan (Rp) Ekuitas = total modal yang dimiliki perusahaan (Rp) 3.4.3 Analisis Berdasarkan Penilaian Kinerja Perusahaan BUMN

Penilaian Tingkat kesehatan BUMN berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002 dapat digolongkan manjadi tiga katagori yaitu:

1.SEHAT, yang terdiri dari:

AAA apabila total (TS) lebih besar dari 95 AA apabila 80 <TS< =95

A apabila 65 <TS< =80

2.KURANG SEHAT, yang terdiri dari: BBB apabila 50 <TS< =65

BB apabila 40 <TS< =50 B apabila 30 <TS< =40

3.TIDAK SEHAT, yang terdiri dari: CCC apabila 20 <TS< =30

CC apabila 10 <TS< =20 C apabila TS< =10

Dalam pemberian skor, terdapat perbedaan dalam pemberian skor antara perusahaan infrastruktur dan non infrastruktur, walaupun dengan menggunakan standar yang sama, yang dapat dilihat pada Lampiran 11. PT ITC cabang Medan merupakan salah satu perusahaan BUMN non infrastruktur, sehingga dalam penilaiannya, skor yang digunakan adalah skor untuk perusahaan non infrastruktur.

� � = ℎ

� �

� �


(37)

3.4.4 Analisis Trend

Metode analisis ini digunakan untuk melihat gambaran mengenai perkembangan kondisi keuangan perusahaan dari tahun ke tahun. Dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan dari tahun ke tahun dapat diketahui kecenderungan ataupun trend dari hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan, apakah tetap, meningkat atau menurun. (Munawir, 2002).

Neraca dan laporan laba rugi yang disususn dalam persentase trend dapat memberikan informasi mengenai tingkat pertumbuhan masing-masing pos laporan keuangan dari tahun ke tahun (Prastowo dan Rifka, 2008). Analisis trend secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

...(22)

Keterangan :

Rxt = nilai persentase untuk tahun ke-t

Pxt = pos x dalam laporan keuangan yang akan dianalisis Px0 = pos x dalam laporan keuangan sebagai tahun dasar

�� = �


(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

PT Indonesia Trading Company (Persero) dikenal diluar negeri sebagai “ITC” yang menjadi singkatan dari “Indonesia Trading Company”, yang satu-satunya BUMN “Trading House” di Indonesia yang dibekali pengalaman-pengalaman cukup lama di bidang ekspor, impor dan distribusi. PT ITC adalah hasil merger dari 3 BUMN Niaga PT Tjipta Niaga (Persero), PT Dharma Niaga (Persero) dan PT Pantja Niaga (Persero) berlaku efektif sejak tanggal 31 Maret tahun 2003 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.22 tahun 2003.

PT ITC (Persero) berdiri dengan mengemban visi dan misi sebagai berikut:

Visi:

Menjadi perusahaan dagang (Trading Company) yang kompetitif, berkualitas, berkompetensi serta menguasai sumber dan jaringan pemasaran di dalam dan luar negeri.

Misi:

1. Melakukan perdagangan umum yang menangani beraneka ragam produk dengan kualitas yang baik.

2. Melaksanakan transaksi perdagangan lokal maupun lintas negara. 3. Memberikan layanan yang lengkap dan kompetitif kepada pelanggan. 4. Memenuhi harapan seluruh stakeholder.

PT ITC memiliki 33 cabang diseluruh Indonesia dan menggunakan prosedur berupa sistem pembukuan yang bersifat sentralisasi, dimana pembukuan atas transaksi di setiap cabang, dilakukan di kantor pusat. Salah satu cabang PT ITC terdapat di Medan. PT ITC cabang Medan terletak di Jl. Badur No.3, Medan dan memiliki 31 orang karyawan. Susunan kepala cabang, supervisor dan karyawan PT ITC cabang Medan dapat dilihat pada lampiran 1. Kegiatan utama PT ITC cabang Medan ini sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh cabang-cabang lainnya, yaitu melakukan perdagangan umum yang terdiri dari ekspor, impor dan distribusi. Produk dan komoditi yang


(39)

diperdagangkan oleh PT ITC cabang Medan termasuk produk industri dan produk konsumer. Produk industri termasuk material konstruksi (semen, aspal, produk baja/produk besi lainnya), produk agro (bahan kebutuhan pokok, rempah-rempah, hasil hutan dan produk perikanan), bahan kimia (pupuk, pestisida, bahan kimia berbahaya dan obat-obatan), mesin dan peralatan (alat kesehatan, alat pertanian, mesin berat dan kendaraan bermotor), dan berbagai jenis kerajinan tangan (rattan basket dan wooden furniture). Produk konsumer terdiri dari beberapa brand terkenal seperti Unilever juga untuk produk makanan dan minuman khususnya Duty Paid minuman beralkohol (sebagai importer resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia).

Perdagangan ekspor yang dilakukan PT ITC cabang Medan berfokus pada komoditi kerajinan tangan, yaitu rattan basket dan wooden furniture. PT ITC cabang Medan melakukan ekspor untuk komoditi rattan basket ke Jepang, dengan pembeli dari Murataya Sangyo Co. Ltd, sedangkan untuk komoditi wooden furniture, PT ITC cabang Medan mengekspor ke Amerika Serikat dengan pembeli USA Furniture Design. Menteri perdagangan dengan persetujuan dari Menteri BUMN menunjuk PT ITC, dalam hal ini termasuk cabang Medan untuk melakukan penjualan atas komoditi impor, yaitu borax, sodium, aspal dan gula. Borax merupakan komoditi yang memiliki nilai penjualan tertinggi diantara keempat komoditi impor tersebut. PT ITC menjalin kerjasama dengan Borochemie International PT LTD di Singapura untuk komoditi borax, dan menjual komoditi tersebut di Indonesia kepada pengecer terdaftar, misalnya PT Pertani dan end user seperti PT Perkebunan Nusantara dan Best Agro Group. Dalam melakukan perdagangan dalam negeri, PT ITC cabang Medan bekerjasama dengan perusahaan besar, menengah, dan pengecer yang terdaftar.

4.2. Perkembangan dan Peramalan Laporan Keuangan

Perkembangan keuangan suatu perusahaan dari tahun ke tahun dapat diketahui dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan tersebut. Menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis trend atau analisis horizontal. Metode ini digunakan untuk melihat pergerakan komponen-komponen dalam laporan


(40)

keuangan tersebut dari tahun ke tahun. Melalui metode analisis trend ini, dapat dilihat perkembangan keuangan serta hasil atau keuntungan yang diperoleh perusahaan, baik naik, tetap atau bahkan cenderung menurun. Setelah dilakukan analisis trend dari tahun yang ada, maka dapat dilakukan peramalan untuk tahun kedepannya.

Analisis trend juga berfungsi sebagai analisis pendukung dalam menginterpretasikan hasil dari metode analisis rasio, oleh karena itu komponen yang terdapat di analisis trend merupakan komponen yang digunakan dalam analisis rasio (Munawir, 2002).

Dalam penelitian ini, tahun yang dijadikan sebagai tahun dasar atau patokan adalah tahun 2007, dikarenakan tahun 2007 merupakan tahun awal dalam penelitian yang dilakukan. Tabel hasil analisis trend terhadap laporan keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.

4.2.1 Perkembangan dan Peramalan Neraca

Komponen neraca yang digunakan untuk dianalisis dengan analisis trend adalah komponen-komponen yang dapat menggambarkan kondisi keuangan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Komponen yang digunakan untuk melihat kondisi keuangan jangka pendek, adalah komponen yang dapat menggambarkan nilai likuiditas perusahaan, yaitu aktiva lancar dan hutang lancar. Sedangkan untuk melihat kondisi keuangan jangka panjang, dapat dilihat dari komponen yang menggambarkan nilai solvabilitas perusahaan, yaitu total aktiva, total hutang dan ekuitas (modal). Hasil analisis trend terhadap aktiva lancar dalam neraca menunjukan bahwa perkembangannya berfluktuasi. Perkembangan trend untuk aktiva lancar PT ITC dapat dilihat pada Tabel 3.


(41)

Tabel 3. Perkembangan laporan neraca periode 2007-2010 (%)

Uraian 2007 2008 2009 2010

Aset lancar 100 323,79 109,44 122,35 Aset tidak

lancar

100 98,81 87,26 84,91

Jumlah Aset

100 249,48 139,23 147,81 Jumlah

kewajiban

100 200,11 6,49 11,92

Ekuitas 100 324,70 341,53 336,73

Jumlah kewajiban dan ekuitas

100 249,48 139,23 147,81

Sumber: Laporan Keuangan PT. Indonesia Trading Company cabang Medan periode 2007-2010 Tahun A s e t la n c a r ( % ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 350 300 250 200 150 100

Accuracy Measures

MAPE 48,01 MAD 76,27 MSD 8313,86 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for aset lancar

Linear Trend Model Yt = 200,72 - 14,73* t

Gambar 3. Grafik Trend Aset Lancar 2007-2010

Perkembangan trend aset lancar PT ITC cabang Medan mengalami perkembangan yang berfluktuasi seperti yang terlihat pada Gambar 3. Terlihat pada tahun 2008 terjadi peningkatan yang sangat besar yaitu sebesar 223,79 persen dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh persediaan pada tahun tersebut yang memiliki proporsi yang sangat besar, meningkat sebesar 611,09 persen dari tahun sebelumnya, yang disebabkan besarnya persediaan barang untuk


(42)

penjualan diawal tahun 2009 dan persediaan untuk komoditi pupuk subsidi. Kenaikan aktiva lancar juga disebabkan karena uang muka pembelian untuk beberapa komoditi seperti borax dan semen yang meningkat. Pada tahun 2009, sempat terjadi penurunan yang sangat signifikan, hal ini disebabkan oleh turunnya proporsi persediaan sebesar 475,08 persen, karena persediaan perusahaan kehilangan komoditi pupuk subsidi, dimana komoditi ini memiliki proporsi persediaan barang yang besar pada tahun sebelumnya.

Tahun A s e t ti d a k l a n c a r ( % ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 105 100 95 90 85 80 75 70

Accuracy Measures

MAPE 2,09278 MAD 1,95600 MSD 4,86652 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for aset tidak lancar

Linear Trend Model Yt = 106,95 - 5,682* t

Gambar 4. Grafik Trend Aset Tidak Lancar 2007-2010

Perkembangan trend aset tidak lancar PT ITC cabang Medan mengalami perkembangan yang cenderung menurun dari tahun ke tahunnya seperti yang terlihat pada Gambar 4. Penurunan pada aktiva tidak lancar ini disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah akumulasi penyusutan pada aktiva tetap yang dimiliki oleh PT ITC cabang Medan, seperti akumulasi penyusutan pada gedung kantor, villa atau bungalow, gudang, kendaraan roda empat dan inventaris kantor. Penurunan yang paling besar proporsinya terjadi pada tahun 2009, yaitu sebesar 11,55 persen dari tahun sebelumnya.


(43)

Tahun J u m la h a s e t (% ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 260 240 220 200 180 160 140 120 100

Accuracy Measures

MAPE 29,39 MAD 46,00 MSD 3032,15 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for jumlah aset

Linear Trend Model Yt = 150,835 + 3,318* t

Gambar 5. Grafik Trend Total Aset 2007-2010

Hasil analisis trend untuk total aktiva dalam neraca menunjukkan bahwa perkembangannya berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat seperti yang terlihat pada Gambar 5. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2008, dengan kenaikan sebesar 149,48 persen. Kenaikan ini disebabkan oleh total aktiva lancar pada tahun tersebut yang meningkat dengan proporsi yang besar, yang disebabkan meningkatnya persediaan perusahaan untuk komoditi pupuk subsidi dan persediaan untuk penjualan pada awal tahun mendatang, selain itu diikuti oleh peningkatan pada uang muka pembelian untuk komoditi borax dan semen. Penurunan yang paling besar terjadi pada tahun 2009, dimana terjadi penurunan sebesar 110,25 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan karena terjadi penurunan total aset lancar yang disebabkan persediaan dan uang muka pembelian yang menurun sangat besar, dimana untuk persediaan mengalami penurunan yang dikarenakan PT ITC cabang Medan kehilangan komoditi pupuk subsidi yang pada tahun sebelumnya memiliki proporsi yang besar dalam persediaan perusahaan.


(44)

Tahun J u m la h k e w a ji b a n ( % ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 200 150 100 50 0 -50 -100

Accuracy Measures

MAPE 219,86 MAD 49,28 MSD 3595,67 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for jumlah kewajiban

Linear Trend Model Yt = 194,095 - 45,786* t

Gambar 6. Grafik Trend Jumlah Kewajiban 2007-2010

Hasil analisis trend untuk jumlah kewajiban dalam neraca menunjukkan bahwa perkembangannya berfluktuasi dengan kecenderungan menurun seperti yang terlihat pada Gambar 6. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan yang sangat besar, yaitu sebesar 100,11 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah kewajiban ini disebabkan oleh banyaknya uang muka yang diterima untuk transaksi yang akan datang, misalnya Best Agro Group yang memberikan uang muka sebesar Rp. 6.500.000.000 untuk transaksi pembelian borax di tahun 2009, dan adanya harga pokok pembelian taksiran dalam jumlah besar serta adanya pajak-pajak (PPN penjualan) yang belum dibayar oleh pembeli atau disetor ke kantor pusat, sehingga menjadi hutang pajak bagi cabang Medan. Penurunan jumlah kewajiban yang paling besar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 193,62 persen dari tahun sebelumnya, yang dikarenakan perusahaan tidak mendapatkan uang muka untuk transaksi suatu komoditi untuk transaksi mendatang, dan setiap pembelian yang dilakukan perusahaan langsung mendapatkan faktur pembelian, sehingga tidak adanya harga pokok pembelian tafsiran yang dilakukan perusahaan.


(45)

Tahun E k u it a s ( % ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 500 400 300 200 100

Accuracy Measures

MAPE 28,96 MAD 57,38 MSD 3725,46 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for ekuitas

Linear Trend Model Yt = 93,985 + 72,702* t

Gambar 7. Grafik Trend Jumlah Ekuitas 2007-2010

Hasil analisis trend terhadap jumlah ekuitas dalam neraca menunjukan bahwa perkembangannya cenderung meningkat seperti yang terlihat pada Gambar 7. Ekuitas mengalami peningkatan terbesar pada tahun 2008, yaitu sebesar 224,70 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya peningkatan proporsi hubungan rekening koran kantor pusat atau transaksi antar kantor pusat dengan kantor cabang Medan sebagai modal sebesar 192,08 persen dari tahun sebelumnya dan diikuti oleh kenaikan dengan proporsi yang sangat besar dari saldo laba tahun berjalan sebesar 397,60 persen dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan hasil analisis trend dapat dilihat selama periode 2007-2010 terlihat bahwa total aktiva dan ekuitas cenderung meningkat, sedangkan untuk jumlah kewajiban mengalami pertumbuhan yang cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan perusahaan selalu melakukan perbaikan dalam posisi keuangannya.

Setelah dilakukan analisis trend terhadap pos neraca maka dilakukan peramalan pos-pos neraca untuk tahun-tahun berikutnya. Nilai peramalan yang diperoleh dengan menggunakan software


(46)

Tabel 4. Perkembangan dan Peramalan Neraca (%)

Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011* 2012* Jumlah Aset

lancar

100 323,79 109,44 122,35 127,07 112,34

Jumlah Aset tidak lancar

100 98,81 87,26 84,91 78,54 72,86 Jumlah Aset 100 249,48 139,23 147,81 167,43 170,74 Jumlah

Kewajiban

100 200,11 6,49 11,92 -34,83 -80.62 Jumlah

Ekuitas

100 324,70 341,53 336,73 457,49 530,20 *Prediksi

Sumber : Laporan Keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan periode 2007-2010

Hasil pada peramalan neraca menunjukkan bahwa proyeksi pada sisi aktiva cenderung mengalami peningkatan untuk dua periode mendatang seperti yang terlihat pada Tabel 4. Hal ini memberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki kecenderungan untuk memperluas skala usaha dan ruang lingkupnya. Penurunan diperkirakan terjadi pada jumlah kewajiban, yang disebabkan karena menurunnya nilai hutang dagang, uang muka yang diterima, harga pokok taksiran dan hutang lancar lainnya. ,hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah ekuitas perusahaan. Dalam peramalan jumlah kewajiban dengan menggunakan software Minitab14 diperoleh hasil minus, sehingga hasil dapat dikatakan kurang tepat, karena tidak mungkin kewajiban suatu perusahaan bernilai minus, walaupun perkembangan kewajiban yang cenderung menurun kemungkinan besar terjadi. Hasil ini dikarenakan data perkembangan jumlah kewajiban PT ITC cabang Medan yang sangat berfluktuasi dan data yang diambil hanya dalam kurun yang sangat singkat, yaitu hanya pada empat tahun terakhir, sehingga hasil peramalan untuk dua tahun kedepannya memiliki ketepatan yang kurang. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah ekuitas mengalami peningkatan, hal ini mungkin terjadi karena adanya kenaikan pada modal dari hubungan rekening koran kantor pusat dan saldo laba-rugi tahun berjalan yang meningkat.


(47)

4.2.2 Perkembangan Laba Rugi

Analisis trend terhadap laporan laba rugi perusahaan dilakukan pada komponen-komponen yang digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan didalam menghasilkan keuntungan (laba) dalam kegiatan penjualannya. Komponen yang dimaksud antara lain jumlah penjualan, harga pokok penjualan, biaya usaha dan laba bersih. Hasil trend perkembangan laporan laba rugi PT ITC cabang Medan memperlihatkan adanya peningkatan pada pendapatan usaha, harga pokok penjualan dan biaya usaha, namun diikuti oleh penurunan pada laba kotor penjualan dan laba bersih perusahaan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Laporan laba rugi 2007-2010 (%)

Uraian 2007 2008 2009 2010

Pendapatan

usaha 100 176,11 105,16 197,30

Harga pokok

penjualan 100 156,80 92,80 196,26

Laba kotor

penjualan 100 402,27 249,94 209,53 Total biaya

usaha 100 152,32 161,61 201,82

Laba usaha 100 498,15 283,82 212,49 Pendapatan

(biaya)lain-lain 100 449,26 4062,36 258,31

Laba bersih 100 497.60 326.28 213.01 Sumber : Laporan Keuangan PT Indonesia Trading Company cabang Medan periode


(48)

Tahun P e n d a p a ta n u s a h a ( % ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 220 200 180 160 140 120 100

Accuracy Measures

MAPE 23,40 MAD 31,02 MSD 1218,47 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for pendapatan usaha

Linear Trend Model Yt = 89,405 + 22,095* t

Gambar 8. Grafik Trend Pendapatan Usaha 2007-2010

Hasil analisis trend untuk total pendapatan usaha mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat seperti yang terlihat pada Gambar 8. Pada tahun 2009, terjadi penurunan total pendapatan sebesar 70,95 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan karena pada tahun 2009, PT ITC cabang Medan tidak ditunjuk kembali oleh Menteri Perdagangan untuk menjual komoditi pupuk subsidi, yang pada tahun 2008 memiliki nilai penjualan cukup besar. Kenaikan yang paling besar terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar 92,14 persen dari tahun sebelumnya, atau meningkat sebesar Rp.64.491.466.581,85 dari total pendapatan tahun 2009. Peningkatan ini disebabkan karena PT ITC ditunjuk oleh Kementerian Perdagangan Negara sebagai salah satu pihak yang dapat melakukan penjualan atas barang impor, seperti gula, sodium, borax, dan aspal.


(49)

Tahun H a r g a p o k o k p e n ju a la n ( % ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 220 200 180 160 140 120 100

Accuracy Measures

MAPE 23,83 MAD 28,83 MSD 1174,75 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for harga pokok penjualan

Linear Trend Model Yt = 80,27 + 22,478* t

Gambar 9. Grafik Trend Harga Pokok Penjualan 2007-2010

Hasil analisis trend untuk harga pokok penjualan menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi seperti yang terlihat pada Gambar 9. Peningkatan yang terjadi pada total pendapatan usaha atau total penjualan, juga diikuti oleh peningkatan pada harga pokok produksi. Hasil analisis trend terhadap harga pokok produksi perkembangannya berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat dengan pola perkembangan yang sama dengan pola perkembangan penjualan atau pendapatan usaha. Pada tahun 2009 sempat terjadi penurunan sebesar 64 persen dari tahun sebelumnya, karena sebagian besar transaksi pembelian komoditi dibayar tunai dan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang berupa barang konsinyasi, sehingga perusahaan mampu menekan proporsi harga pokok penjualan.

Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2010, yaitu sebesar 103,46 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini berarti peningkatan keuntungan yang diperoleh melalui setiap penjualan komoditi yang dilakukan, mendapatkan peningkatan yang sebanding dengan faktor pengurangnya, yaitu harga pokok penjualan. Hal ini menyebabkan laba kotor penjualan yang diterima tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat penjualan yang meningkat. Peningkatan harga pokok penjualan ini


(50)

disebabkan oleh tingginya biaya input produksi seperti biaya bahan baku, adanya biaya pengiriman yang ikut naik, meningkatnya pembayaran karyawan teknis, serta juga pajak bea cukai yang diterima perusahaan atas komoditi impornya.

Tahun T o ta l b ia y a u s a h a ( % ) 2012 2011 2010 2009 2008 2007 280 260 240 220 200 180 160 140 120 100

Accuracy Measures

MAPE 5,3293 MAD 7,3950 MSD 77,5233 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for total biaya usaha

Linear Trend Model Yt = 75,25 + 31,475* t

Gambar 10. Grafik Trend Jumlah Biaya Usaha 2007-2010

Hasil analisis trend untuk jumlah biaya usaha menunjukkan perkembangan yang meningkat dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Gambar 10. Secara garis besar, baik biaya penjualan, maupun biaya umum dan administrasi memiliki pertumbuhan yang cenderung meningkat di setiap tahunnya. Peningkatan pada biaya operasional perusahaan disebabkan karena terjadi peningkatan pada biaya gudang, biaya promosi dan biaya-biaya lain yang timbul dalam penjualan langsung, sedangkan peningkatan pada biaya umum dan administrasi disebabkan karena meningkatnya biaya kantor, biaya pegawai dan biaya penyusutan aktiva tetap.


(1)

Lampiran 11. Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN Berdasarkan SK Menteri BUMN No. Kep-100/M-BUMN/2002

ASPEK KEUANGAN

1. Total bobot

- BUMN INFRA STRUKTUR (Infra) 50

- BUMN NON INFRA STRUKTUR (Non infra) 70 2. Indikator yang dinilai dan masing-masing bobotnya.

Dalam penilaian aspek keuangan ini, indikator yang dinilai dan masing-masing bobotnya adalah seperti pada tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Daftar indikator dan bobot aspek keuangan

Indikator Bobot

Infra Non Infra

1. Imbalan kepada pemegang saham 15 20

2. Imbalan Investasi (ROI) 10 15

3. Rasio Kas 3 5

4. Rasio lancar 4 5

5. Collecting Period 4 5

6. Perputaran persediaan 4 5

7. Perputaran total aset 4 5

8. Rasio modal sendiri terhadap total aktiva

6 10

Total Bobot 50 70

3. Metode Penilaian

a. Imbalan Kepada Pemegang Saham (ROE) Rumus :

ROE =Laba setelah pajak

Modal sendiri x 100% Definisi :

• Laba setelah pajak adalah laba setelah pajak dikurangi dengan laba hasil penjualan dari : aktiva tetap, aktiva non produktif, aktiva lain-lain, dan saham penyertaan langsung

• Modal sendiri adalah seluruh komponen modal sendiri dalam neraca perusahaan pada posisi akhir tahun buku dikurangi dengan komponen modal sendiri yang digunakan untuk membiayai aktiva tetap dalam pelaksanaan dan laba tahun berjalan. Dalam modal sendiri tersebut diatas termasuk komponen kewajiban yang belum ditetapkan statusnya.

• Aktiva tetap dalam pelaksanaan adalah posisi akhir tahun buku aktiva tetap yang sedang dalam tahap pembangunan.


(2)

Tabel 2. Daftar skor penilaian ROE

ROE (%) Skor

Infra Non Infra

15< ROE 15 20

13<ROE<=15 13,5 18

11<ROE<=13 12 16

9<ROE<=11 10,5 14

7,9<ROE<=9 9 12

6,6<ROE<=7,9 7,5 10

5,3<ROE<=6,6 6 8,5

4<ROE<=5,3 5 7

2,5<ROE<=4 4 5,5

1<ROE<2,5 3 4

0<ROE<=1 1,5 2

ROE<=0 1 0

b. Imbalan Investasi (ROI) Rumus :

ROI =EBIT + Penyusutan

Capital employed x100% Definisi :

• EBIT adalah laba sebelum bunga dan dikurangi laba dari hasil penjualan: aktiva tetap, aktiva lain-lain, aktiva non produktif dan saham penyertaan langsung.

• Penyusutan adalah depresiasi, amortisasi, dan deplesi.

• Capital employed adalah posisi pada akhir tahun buku total aktiva dikurangi aktiva tetap dalam pelaksanaan.

Tabel 3. Daftar Skor Penilaian ROI

ROI (%) Skor

Infra Non Infra

18<ROI 10 15

15<ROI<=18 9 13,5

13<ROI<=15 8 12

11<ROI<=12 7 10,5

9<ROI<=10,5 6 9

7,9<ROI<=9 5 7,5

6,6<ROI<=7 4 6

5<ROI<=5,3 3,5 5

3<ROI<=4 3 4

1<ROI<2,5 2,5 3

0<ROI<=1 2 2


(3)

c. Rasio Kas Rumus :

Rasio kas =kas + bank + surat berharga jangka pendek

current liabilities x100% Definisi :

• Kas, bank dan surat berharga jangka pendek adalah posisi masing-masing pada akhir tahun buku.

• Current Liabilities adalah posisi seluruh kewajiban lancar pada akhir tahun buku.

Tabel 4. Daftar Skor Penilaian Rasio Kas

Rasio kas = x (%) Skor

Infra Non Infra

35<=x 3 5

25<x<=35 2,5 4

15<x<=25 2 3

10<x<=15 1,5 2

5<x<=10 1 1

0<=x<5 0 0

d. Rasio Lancar Rumus :

Rasio lancar = current asset

current liabilitiesx100% Definisi :

• Current asset adalah posisi total aktiva lancar pada akhir tahun buku.

• Current liabilities adalah posisi total kewajiban lancar pada akhir tahun buku.

Tabel 5. Daftar Skor Penilaian Rasio Lancar

Rasio lancar = x(%) Skor

Infra Non Infra

125<=x 3 5

110<x<=125 2,5 4

100<x<=110 2 3

95<x<=100 1,5 2

90<x<=95 1 1


(4)

e. Collecting Periods Rumus :

CP = Total piutang usaha

Total pendapatan usahax100%

Definisi :

• Total piutang usaha adalah posisi piutang usaha setelah dikurangi cadangan penyisihan piutang pada akhir tahun buku.

• Total pendapatan usaha adalah jumlah pendapatan usaha selama tahun buku.

Tabel 6. Daftar Skor Penilaian Collecting Periods

CP = x (hari) Perbaikan = x (hari) Skor

Infra Non Infra

X<=60 x>35 4 5

60<x<=90 30<x<35 3,5 4,5

90<x<=120 25<x<=30 3 4

120<x<=150 20<x<=25 2,5 3,5

150<x<=180 15<x<=20 2 3

180<x<=210 10<x<=15 1,6 2,4

210<x<=240 6<x<=10 1,2 1,8

240<x<=270 3<x<=6 0,8 1,2

270<x<=300 1<x<=3 0,4 0,6

300<x 0<x<=1 0 0

f. Perputaran Persediaan Rumus :

PP = Total persediaan

Total pendapatan usahax100% Definisi :

• Total persediaan adalah seluruh persediaan yang digunakan untuk proses produksi pada akhir tahun buku yang terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi dan persediaan barang jadi ditambah persediaa peralatan suku cadang.

• Total pendapatan usaha adalah total pendapatan usaha dalam tahun buku yang bersangkutan.


(5)

Tabel 7. Daftar Skor Penilaian Perputaran Persediaan

PP = x (hari) Perbaikan = x (hari) Skor

Infra Non Infra

x <=60 x>35 4 5

60<x<=90 30<x<=35 3,5 4,5

90<x<=120 25<x<=30 3 4

120<x<=150 20<x<25 2,5 3,5

150<x<=180 15<x<=20 2 3

180<x<=210 10<x<=15 1,6 2,4

210<x<=240 6<x<=10 1,2 1,8

240<x<=270 3<x<=6 0,8 1,2

270<x<=300 1<x<=3 0,4 0,6

300<x 0<x<=1 0 0

g. Perputaran Total Aset/ Total Asset Turn Over (TATO) Rumus :

TATO =Total pendapatan

Capital employedx100% Definisi :

• Total pendapatan usaha adalah total pendapatan usaha dan non usaha tidak termasuk pendapatan hasil penjualan aktiva tetap.

• Capital employed adalah posisi pada akhir tahun buku total aktiva dikurangi aktiva tetap dalam pelaksanaan.

Tabel 8. Daftar Skor Penilaian Perputaran Total Asset

TATO = x (%) Perbaikan = x (%) Skor

Infra Non Infra

x> 120 20<x 4 5

105<x<=120 15<x<=20 3,5 4,5

90<x<=105 25<x<=15 3 4

75<x<=90 20<x<=10 2,5 3,5

60<x<=75 15<x<=5 2 3

40<x<=60 10<x<=0 1,5 2,5

20<x<=40 x<0 1 2

X<=20 x<0 0,5 1,5

h. Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aktiva Rumus :

TMS terhadap TA = Total modal sendiri

Total aset x100% Definisi :

• Total modal sendiri adalah komponen modal sendiri pada akhir tahun buku diluar dana-dana yang belum ditetapkan statusnya


(6)

• Total aset adalah total aset dikurangi dengan dana-dana yang belum ditetapkan statusnya pada posisi akhir buku yang bersangkutan Tabel 9. Daftar Skor Penilaian Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aktiva

TMS terhadap TA (%) Skor

Infra Non Infra

0<x< 0 0

0<x<10 2 4

10<x<20 3 6

20<x<30 4 7,27

30<x<40 6 10

40<x<50 5,5 9

50<x<60 5 8,5

60<x<70 4,5 8

70<x<80 4,25 7,5

80<x<90 4 7